MAKALAH
DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)
DAN
METODE SOAP
Hipotiroid
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi Terapan
pada
Program Studi Profesi Apoteker
AGUSTIANI MASLIYANA
260112180006
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
2018
A. Contoh Kasus
GC,
seorang wanita 34 tahun, datang ke klinik dengan keluhan kelelahan, kelesuan,
dan merasakan sulit berkonsentrasi dan tidak
fokus selama 6 bulan terakhir. Dia pikir hal tersebut dikarenakan dia
bekerja terlalu keras, tetapi gejalanya belum membaik meskipun sudah mengatur
jadwal kerjanya. Dia mengalami kenaikan berat badan hingga 2,3 kg dan mengalami
gangguan menstruasi, merasa dingin sepanjang waktu, dan kulitnya menjadi lebih
kering. Dia tidak mengonsumsi obat lain selain acetaminophen sesekali untuk
sakit kepala dan Milk of Magnesia untuk sembelit. Tanda-tanda vital dan
pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan panggul normal.
Laboratorium:
·
Serum
kolesterol: 220 mg/dL (5,7 mmol / L)
·
TSH:
9,7 milliunits/L
·
T4
Bebas: 0,6 ng/dL (7,7 pmol / L)
·
Beratnya
66 kg (145 lb), dan tingginya 5 feet,
7 inches (170 cm)
·
Suhu:
36,7°C
B. Penyelesaian
Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP
(Subjective, Objective, Assesment, dan Plan) pada kasus
ini adalah sebagai berikut:
1. Subjective
Nama : Nona GC
Usia : 34 tahun
Jenis
Kelamin : Perempuan
Keluhan/Gejala : Merasan kelelahan, kelesuan,
serta sulit berkonsentrasi dan tidak fokus
selama 6 bulan terakhir; mengalami kenaikan berat badan
hingga 2,3 kg dan mengalami gangguan menstruasi; merasa dingin sepanjang waktu,
dan kulitnya menjadi lebih kering
Riwayat
Sosial : Bekerja terlalu keras.
Riwayat
Pengobatan : Acetaminophen sesekali untuk
sakit kepala dan Milk of Magnesia untuk sembelit.
2. Objective
Pemeriksaan Fisik : Berat Badan 66 kg (145 lb); Tinggi
Badan 5 feet, 7 inches (170 cm) → Body Mass
Index = 22.84
Data Laboratorium
Parameter
|
Nilai Uji
|
Nilai Normal
|
Keterangan
|
Suhu
|
36,7°C
|
36 - 37°C
|
Normal
|
TSH
|
9,7 milliunits/L
|
0,5-2,5 milliunits/L
|
Tinggi
|
T4
Bebas
|
0,6 ng/dL
(7,7 pmol/L)
|
0,7-1,9 ng/dL
(9 - 24,5 pmol/L)
|
Dibawah Batas Normal
|
Serum Kolesterol
|
220 mg/dL
(5,7 mmol/L)
|
< 200 mg/dL
(< 5,2 mmol/L)
|
Melebihi Batas Normal
|
3. Assassment
Berdasarkan data diatas,
keluhan yang dirasakan pasien mengarah pada gejala dan tanda-tanda Presentasi Klinis dan Diagnosis pada Hypothyroidism yakni kelelahan, kelesuan, sulit berkonsentrasi dan tidak fokus, mengalami
kenaikan berat badan dan gangguan menstruasi, merasa dingin sepanjang waktu dan
kulitnya menjadi lebih kering. Pasien dengan hipotiroid
ringan mungkin memiliki gejala samar yang kemudian berkembang sangat lambat
sehingga tidak mudah terlihat oleh pasien atau keluarga. Kurangnya tanda dan
gejala khusus menekankan pentingnya menggunakan kadar TSH serum untuk
mengidentifikasi pasien dengan hipotiroidisme.
Diagnosa hipotiroid juga
diperkuat dengan hasil pemeriksaan laboratorium pasien yang menunjukkan TSH
pasien yang tinggi melebihi batas normal (0,5-2,5 milliunits/L) dan T4
Bebas dibawah batas normal (0,7-1,9 ng/dL atau 9 - 24,5 pmol/L). Suhu tubuh
pasien yang normal mengindikasikan bahwa pasien tidak mengalami demam, sehingga
intoleransi dingin yang dirasakan pasien adalah gejala hipotiroid.
Pasien dalam kasus ini
diketahui mengonsumsi acetaminophen sesekali untuk sakit kepala dan Milk of
Magnesia untuk sembelit yang dialami. Namun, pasien tidak mendapatkan terapi
untuk hipotiroid yang dialami, sehingga gejala hipotiroid seperti konstipasi yang dialami pasien terjadi. Selain
itu, sakit kepala yang dirasakan oleh pasien kemungkinan besar dikarenakan oleh
meningkatnya serum kolesterol pasien yangg yakni >200
mg/dL (> 5,2 mmol/L) atau melebihi batas normal. Dan pasien juga tidak
mendapatkan terapi non farmakologi atau farmakologi untuk menormalkan serum
kolesterolnya.
Oleh
karena itu, Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada kasus ini
menurut PCNE V8 yakni:
a. Masalah
Efektivitas
Pengobatan
Ada (potensi) masalah dengan (kurangnya) efek
farmakoterapi
|
P1.3
|
Gejala
atau indikasi yang tidak diobati:
Ø Gejala
yang dialami pasien menunjukkan indikasi hipotiroid, namun pasien tidak
mendapatkan obat.
Ø Serum
kolesterol pasien diatas normal namun pasien tidak mendapatkan terapi
nonfarmakologi ataupun farmakologi
|
b.
Penyebab
Pemilihan
obat
Penyebab
(potensi) DRP terkait dengan pemilihan obat
|
C1.6
|
Tidak ada pengobatan meskipun
ada indikasi
|
4.
Plan
Hypothyroidism
adalah gangguan klinis yang paling umum terjadi pada gangguan tiroid.
Hipotiroid adalah sindrom klinis yang ditandai dengan sekresi hormon tiroid
yang tidak memadai dari kelenjar tiroid. Sebagian besar pasien hipotiroid
mengalami kegagalan kelenjar primer, sedangkan kegagalan hipofisis atau
hipotalamus pada pasien jarang terjadi. Diagnosa hipotiroidisme ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium TSH serum yang berada di atas batas
normal (0,5-2,5
milliunits/L).
Berdasarkan assassment diatas, permasalahan DRPs yang dialami pasien diketahui disebabkan karena
tidak adanya pengobatan meskipun ada indikasi. Salah satunya adalah pasien
mengelukan gejala yang menunjukkan indikasi hipotiroid, namun pasien tidak
mendapatkan obat. Oleh karena itu, rencana pengobatan untuk hipertiroid pasien
adalah:
Ø Hormon Tiroid
Sejumlah produk hormon tiroid
diantaranya LT4 dan T3 sintetik, kombinasi dari LT4
sintetis dan T3, dan produk yang mengandung hewan. Meskipun
ketersediaan beragam tiroid produk hormon, jelas bahwa LT4 sintetis
adalah pengobatan pilihan untuk hampir semua pasien dengan hypothyroidism. LT4
dapat digunakan sebagai pendekatan fisiologi normal kelenjar tiroid, yang
mengeluarkan sebagian besar T4 sebagai prohormone. Jaringan
periferal mengubah T4 menjadi T3 sesuai kebutuhan,
berdasarkan tuntutan metabolik. Jika T3 digunakan untuk mengobati
hipotiroidisme, jaringan perifer kehilangan kemampuannya untuk mengontrol
tingkat metabolisme lokal. LT4 juga memiliki keunggulan
farmakokinetik yang berbeda dibandingkan dengan T3. Dengan waktu
paruh 7 hari, LT4 memberikan kurva doseresponse yang sangat halus
dengan sedikit puncak dan efek palung. T3, dengan waktu paruh 24
jam, memberikan efek puncak dan palung yang signifikan, dan banyak pasien akan
mengalami gejala tirotoksikosis setelah setiap dosis diberikan. Untuk pasien
yang mengalami kesulitan mengikuti rejimen sehari-hari, rejimen LT4
sekali seminggu aman dan efektif.
Ada
tiga tujuan utama dalam pengobatan hipotiroidisme: mengganti hormon yang
hilang, meredakan gejala, dan mencapai keadaan euthyroid biokimia yang stabil.
Pada pasien yang lebih muda dari 65 tahun dengan hipotiroidisme, dosis
penggantian LT4 rata-rata adalah 1,6 mcg / kg per hari (gunakan
berat badan ideal pada pasien obesitas). Jika tidak ada riwayat penyakit
jantung, pasien ini dapat mulai dengan dosis penggantian penuh. Dosis
penggantian penuh pada pasien di atas usia 75 lebih rendah, sekitar 1 mcg / kg
per hari. Pada manula, dosis awal adalah 25 hingga 50 mcg / hari, dan dosis
dititrasi hingga dosis penggantian penuh. Pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik, mulailah dengan 12,5-25 mcg / hari dan perlahan-lahan titrasi ke dosis
penggantian penuh. Jika pasien mengembangkan angina atau bentuk lain dari
iskemia miokard, kurangi dosis dan titrasi lebih lambat. Pada awal terapi dan
dengan setiap perubahan dalam dosis, periksa kembali TSH dalam interval 6-8
minggu. Jika TSH tidak dalam kisaran target (0,5-2,5 milliunit / L), ubah dosisnya
menjadi 10% hingga 20% dan kemudian periksa kembali TSH 6 hingga 8 minggu
kemudian. Ketika dosis dititrasi, kaji gejala pasien. Banyak pasien akan
membaik dengan cepat, dan banyak pasien akan merasakan yang terbaik jika TSH
dititrasi ke tingkat normal hingga menengah normal (0,5-1,5 milliunits / L).
Pasien
dengan hipotiroidisme ringan atau subklinis tidak perlu dimulai pada dosis
penggantian penuh karena mereka masih memiliki beberapa produksi hormon
endogen. Mulai pasien ini pada 25 hingga 50 mcg / hari, dan titrasi setiap 6
hingga 8 minggu berdasarkan tingkat TSH. Seiring waktu, mungkin dosis LT4
perlu ditingkatkan perlahan-lahan karena kelenjar tiroid pasien kehilangan
fungsi residu.
Obat
|
Kandungan
|
Dosis Relatif
|
Dosis yang Disarankan
|
Levotiroksin
|
LT4
(50, 100 mcg)
|
60
mcg
|
1 x 100 mcg/hari
|
Permasalahan DRPs pasien lainnya yang diketahui tidak adanya pengobatan
meskipun ada indikasi adalah serum kolesterol pasien diatas
normal namun pasien tidak mendapatkan terapi nonfarmakologi ataupun
farmakologi. Oleh karena itu, rencana pengobatan untuk menormalkan serum
kolesterol pasien adalah:
Ø
Intervensi
Gaya Hidup untuk Memperbaiki Profil Serum Kolesterol
Hypothyroidism
adalah penyakit kronis yang dapat mengakibatkan sekuele jangka panjang yang
signifikan. Hiperkolesterolemia dikaitkan dengan hipotiroidisme, meningkatkan
risiko penyakit kardiovaskular jangka panjang. Antara 4% dan 14% pasien dengan
hiperkolesterolemia ditemukan hipotiroid. The Colorado Thyroid Health Study2
menunjukkan korelasi langsung antara tingkat elevasi TSH dan peningkatan
kolesterol serum. Hypothyroidism juga dapat mengakibatkan peningkatan
resistensi vaskular sistemik, penurunan curah jantung, dan peningkatan tekanan
darah diastolik.
Intervensi
gaya hidup dilakukan pada semua orang, dengan atau tanpa tambahan obat penurun
lipid. Usaha yang dapat dilakukan antara lain mengurangi asupan asam lemak
jenuh, meningkatkan asupan serat, mengurangi asupan karbohidrat dan alkohol,
meningkatkan aktivitas fisik sehari-hari, mengurangi berat badan berlebih dan
menghentikan kebiasaan merokok.
Ø Diet suplemen
1)
Fitosterol
Fitosterol
berkompetisi dengan absorbsi kolesterol di usus sehingga dapat menurunkan
konsentrasi kolesterol total. Secara alami, fitosterol banyak didapat dalam
minyak nabati dan, dalam jumlah lebih sedikit, dalam buah segar, kacang kenari,
dan kacang polong.
2) Makanan
kaya serat
Diet
serat yang larut dalam air seperti kacang polong, sayuran, buah, dan sereal
mempunyai efek hipokolesterolemik.
DAFTAR PUSTAKA
Chisholm-Burns,
M.A., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Malone, P.M., Kolesar, J.L.,
Rotschefer, J.C. & Dipiro, J.T. 2008. Pharmacotherapy Principles
& Practice. The
McGraw-Hill Companies, Inc. USA.
Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2013. Pedoman
Tatalaksana Dislipidemia. Edisi
I.
0 komentar:
Posting Komentar