Selasa, 03 April 2018

TUGAS KIMIA FARMASI MEDISINAL Hubungan Kualitatif Struktur Aktivitas


TUGAS KIMIA FARMASI MEDISINAL



Hubungan Kualitatif Struktur Aktivitas

                                                       
             

Disusun oleh:

Agustiani Masliyana               (1543057049)
Akhmad Andy Sandra            (1543057052)





UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

JAKARTA

Hubungan Kualitatif Struktur Aktivitas

A.  Aktivitas Obat

Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu reseptor spesifik. Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus mempunyai struktur sterik dan distribusi muatan yang spesifik pula. Dasar dari aktivitas obat adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis. Skema aktivitas obat dapat dilihat pada gambar berikut.





Skema Aktivitas Obat

Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat adalah fasa farmasetik, fasa farmakokinetik dan fasa farmakodinamik.

Fasa farmasetik meliputi fasa I, dimana sediaan mengalami desinegrasi kemudian senyawa aktif mengalami dispersi molekul dan melarut. Fasa ini menentukan ketersediaan farmasetik yaitu ketersediaan senyawa aktif untuk dapat diabsorpsi oleh sistem biologis.

Fasa farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorbsi molekul obat yang menghasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah (pH=7,4) yang akan didistribusikan kejaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekskresi obat yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berada. Fasa I, II, dan III menentukan kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan target.

Fasa Farmakodinamik meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat, seperti ikatan kovalen, ion, van der Waal's, hidrogen, hidrofob, ion-dipol, keserasian bentuk dan ukuran molekul obat dengan reseptor. Fasa V adalah induksi rangsangan, dengan melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respon biologis. Hubungan antara rangsangan dan respons tidak tergantung pada sifat molekul obat. Rancangan obat dapat dilakukan pada fasa I sampai IV.

Rancangan obat terutama untuk mengembangkan molekul obat dengan sifat kimia fisika yang lebih baik, yang berhubungan dengan efek biologis yang diinginkan, termasuk aspek farmasetis, melalui proses modifikasi molekul. Pengembangan bentuk sediaan yang lebih baik tidak melibatkan modifikasi molekul, meskipun demikian bentuk sediaan dianggap sebagai aspek rancangan obat karena merupakan determinan yang cukup penting untuk efikasi senyawa aktif.



1.    Aktivitas pada Fasa Farmakokinetik

Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus berinteraksi dengan reseptor atau tempat aksi atau sel target, dengan kadar yang cukup tinggi. Sebelum mencapai reseptor, obat terlebih dulu harus melalui proses farmakokinetik.

Faktor – faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah:

a.    Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti : cairan intrasel, cairan ekstrasel (plasma darah, cairan interstitiel, cairan serebrospinal) dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.

b.    Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin dapat mengikat obat.

c.    Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menentukan kinetika obat.

d.    Dosis dan sediaan obat, transpor antar kompartemen seperti proses absorbsi, bioaktivasi, biodegradasi dan eksresi, yang menentukan lama obat dalam tubuh.

Bila proses–proses absorpsi, distribusi dan eliminasi obat dalam sistem multikompartemen biologis berdasarkan pada difusi pasif dan bila kapasitas kompartemen tergantung pada nilai koefisien partisi obat, maka kadar obat dalam berbagai kompartemen akan meningkat sesuai dengan dosis yang digunakan.

Bila proses distribusi dan eliminasi tergantung pada interaksi obat dengan tempat aktif, seperti pembawa pada transpor aktif atau enzim, atau bila kapasitas kompartemen ditentukan oleh jumlah tempat pengikatan (binding sites, seperti ikatan obat dengan protein plasma, maka akan terjadi fenomena kejenuhan.

Metabolisme obat mempunyai peran penting dalam proses farmakokinetik. Sistem enzim metabolisme obat, terutama enzim oksidase dihati serta enzim hidrolase dihati dan plasma, berperan dalam mengubah senyawa lipofilik menjadi substrat untuk sistem konjugasi, dengan memasukkan gugus polar seperti COOH dan OH fenolik. Selanjutnya senyawa mengalami konjugasi menghasilkan konjugat glukuronida, sulfat dan glisin, yang bersifat sangat mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan melalui ginjal atau hati. Banyak senyawa asam atau basa yang mudah larut dalam air diekskresikan melalui mekanisme transpor aktif. Senyawa lipofilik yang tahan terhadap proses metabolisme akan diakumulasikan pada jaringan lemak.



2.    Aktivitas yang Terjadi pada Proses Farmakokinetik Lingkungan

Bahan yang bersifat toksik terhadap manusia dan makhluk hidup lain termasuk dalam rancangan obat, agar diperoleh senyawa yang masih tetap efektif terhadap sasaran tetapi aman dan tidak toksik bagi lingkungan. Farmakokinetik lingkungan mempelajari tentang interaksi antara makhluk hidup, manusia, hewan dan tumbuh – tumbuhan dengan senyawa– senyawa kimia yang tersebar di lingkungan. Perjalanan senyawa bioaktif dalam lingkungan melalui berbagai bentuk kehidupan melalui berbagai bentuk kehidupan, sehingga perlu monitoring atau kontrol kadar senyawa tersebut dalam usaha membentuk suatu lingkungan yang sehat.

Studi farmakokinetik lingkungan meliputi:

a.    Ekosistem atau populasi dalam lingkungan. Bagian utama sistem kompartemen lingkungan adala udara, tanah, air tanah dan air permukaan, serta berbagai spesies tanaman dan hewan atau biomasa.

b.    Polutan. Tingkat akumulasi polutan atau senyawa radioaktif perlu ditentukan dengan satuan unit per waktu, juga waktu paro ( dan kecepatan eliminasi biologisnya.

c.    Senyawa anorganik.

Untuk senyawa anorganik ditentukan waktu beradanya, lama senyawa berubah, kadar senyawa dan kecepatan peningkatan senyawa dengan satuan unit perwaktu, waktu eliminasi senyawa sampai tercapai keadaan keseimbangan dan waktu paro senyawa.



3.    Aktivitas oleh Induksi dari Efek

Aktivitas biologis suatu obat diperoleh setelah senyawa berinteraksi dengan molekul spesifik dalam objek biologis. Interaksi tersebut ditunjang dengan spesifitas sifat fisika kimia senyawa yang tinggi, terutama sifat sterik dan distribusi muatan. Biopolimer yang berfungsi mengatur proses – proses biokimia dalam tubuh seperti enzim dan asam nukleat, merupakan calon tempat aksi obat. Bila perubahan konformasi polimer penting untuk aktivitas obat, pendudukan tempat aksi oleh obat akan menetukan lama tidaknya efek biologis obat tersebut.

Kekuatan respons biologis obat tergantung pada:

a.    Jumlah tempat reseptor yang diduduki.

b.    Rata-rata lama pendudukan, yang tergantung pada kecepatan disosiasi kompleks obat-reseptor.

c.    Kemampuan atau kapasitas molekul obat untuk menginduksi perubahan bentuk konfirmasi biopolimer, yang dibutuhkan sebagai pemicu rangsangan timbulnya respon biologis.



4.    Afinitas dan Aktivitas Instrinsik

Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas dapat menunjang afinitas interaksi obat – reseptor dan mempunyai efisiensi untuk menimbulkan respons biologis sebagai akibat pembentukan kompleks obat reseptor. Jadi respons biologis merupakan fungsi dari jumlah kompleks obat – reseptor.

Parameter induksi efek pada reseptor spesifik adalah sebagai berikut:

a.    Afinitas molekul obat dengan reseptor, yang ditentukan oleh kekuatan ikatan obat-reseptor.

b.    Komples obat – reseptor yang memungkinkan terjadinya perubahan dan distribusi nuatan reseptor sehingga timbul rangsangan atau respons yang sesuai. Kemampuan untuk meninmbulkan biologis disebut aktivitas intrinsik.

Afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk mengikat reseptor . afinitas sangat bergantung pada struktur molekul obat dan sisi reseptor. Aktivitas afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk dapat memulai timbulnya respons biologis. Aktivitas intrinsik merupakan karakteristik dari senyawa – senyawa agonis.



5.    Aktivitas pada Percobaan in vivo dan in vitro

Aktivitas biologis  pada percobaan in vivo adalah suatu integrasi dan keseimbangan yang kompleks dari sifat kimia fisika senyawa, yang ditentukan oleh berbagai kondisi biologis atau biokimia dan biofisika pada berbagai fasa dari aktivitas obat. Hubungan struktur-aktivitas pada percobaan in vivo sering tidak memuaskan karena banyaknya perbedaan dari tahap – tahap  yang terlibat dalam aktivitas obat. Dengan memperkecil jumlah tahap – tahap, diharapkan dapat memperkecil jumlah persyaratan – persyaratan, sehingga hubungan struktur-aktivitas menjadi lebih jelas.

Studi obat secara in vitro pada percobaan dengan menggunakan organ yang terisolasi, pengaruh dari trasnpor, perubahan kimia, metabolisme dan ekskresi obat menjadi minimal dan distribusi menjadi lebih sederhana, sehingga diharapkan hubungan struktur-aktivitas menjadi lebih jelas. Dengan sistem uji in vitro yang baik, akan didapat informasi mengenai sifat kimia obat yang berperan terhadapt aktivitas, bagian struktur molekul obat yang berinteraksi dengan reseptor (gugus fungsi) dan penyebab dari efek. Sifat kimia obat merupakan bagian yang penting untuk terjadinya efek biologis.



6.    Aktivitas dari Senyawa Multipoten 

Beberapa senyawa dalam satu turunan obat dapat menunjukkan aktivitas biologis yang bermacam-macam. Hubungan antara komponen yang bervariasi dalam spektrum aktivitas senyawa multipoten mempunyai kemungkinan bervariasi, yaitu:

a.     Komponen yang bervariasi dalam aktivitas biologis disebabkan oleh interaksi obat dengan tipe reseptor yang berbeda.

b.     Komponen yang bervariasi dalam spektrum aktivitas kemungkinan disebabkan oleh tipe molekul yang berbeda. Molekul obat sendiri dapat menimbulkan satu efek sedang metabolitnya menimbulkan efek yang lain.

c.     Komponen yang bervariasi dalam spektrum aktivitas kemungkinan merupakan aspek yang mendasar dari satu tipe unit aksi farmakologis.

d.     Hilangnya satu komponen aktivitas dalam spektrum aktivitas dari turunan obat tertentu kemungkinan disebabkan oleh perbedaan distribusi, tidak oleh pemisahan yang mendasar dari aktivitas komponen.  



7.    Efek Terapetik dan Senyawa Efek Samping

Spektrum efek dari senyawa multipoten dapat dibedakan dalam efek terapetik dan efek samping atau efek yang diinginkan dan efek yang tidak diinginkan. Kualifikasi efek terapetik atau efek samping dapat relatif subyektif.

Untuk mencapai tujuan pengembangan obat dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu komponen aktivitas dari spektrum aktivitas obat atau memisahkan dua komponen aktivitas dari satu obat menjadi dua senyawa yang berbeda, melalui manipulasi molekul.

  
B.  Hubungan Struktur – Aktivitas

Aktivitas biologis suatu obat diperoleh setelah terjadi interaksi senyawa dengan molekul spesifik dalam obyek biologis. Interaksi tersebut ditunjang dengan spesifitas sifat kimia fisika senyawa yang tinggi. Aktivitas obat berhubungan dengan sifat kimia fisika obat, dan merupakan fungsi dari struktur molekul obat. Hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis yang tidak baik dapat disebabkan oleh kurang baiknya metode penelitian yang digunakan. Pengetahuan tentang hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis merupakan dasar penting dari penggunaan rancangan obat.



1.    Faktor yang Kurang Mendukung Hubungan Struktur-Aktivitas

Faktor-faktor yang menyebabkan kurang baiknya hubungan struktur-aktivitas antara lain adalah :

a.    Perbedaan keadaan pengukuran parameter kimia fisika dan aktivitas biologis

b.    Sennyawa yang digunakan ternyata bentuk pra-obat, yang terlebih dahulu harus mengalami bioaktivasi menjadi metabolit aktif.

c.    Aktivitas obat dipengaruhi oleh banyak keadaan in vivo, seperti distribusi obat yang melibatkan proses transpor, pengikatan oleh protein, proses metabolisme yaitu bioaktivasi dan biodegradasi, serta proses ekskresi. Untuk menimbulkan efek, obat harus dapat mencapai jaringan target dalam bentuk aktifnya dengan kadar yang cukup, dan dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor. Interaksi obat dengan reseptor spesifik memerlukan struktur molekul obat yang spesifik, terutama distribusi muatan dan sifat steriknya.

d.    Senyawa mempunyai pusat atom asimetris, sehingga kemungkinan merupakan campuran rasemat, dan masing – masing isomer mempunyai derajat aktivitas yang berbeda. Kadang-kadang satu isomer bersifat agonis sedang isomer yang lain bersifat antagonis kompetitif.

e.    Senyawa mempunyai aktivitas biologis yang mirip dengan senyawa lain tetapi berbeda mekanisme aksinya.

f.     Pengaruh bentuk sediaan terhadap aktivitas. Formulasi farmasetis dapat menyebabkan kegagalan studi hubungan struktur-aktivitas. Faktor seperti ukuran partikel dan bentuk kristal obat dalam sediaan farmasi kemungkinan dapat mempengaruhi potensi obat.

g.    Obat bersifat multipoten. Struktur kimia yang diperlukan untuk menimbulkan aktivitas biologis yang berbeda mungkin serupa atau tumpang tindih, sedikit atau banyak, dan ini pada umumnya terdapat pada senyawa multipoten.

h.    Perbedaan spesies, terutama obat yang memberikan perbedaan aktivitas yang besar oleh adanya perbedaan spesies. Perbedaan ini pada umumnya terjadi pada obat bersifat lipofilik yang kemungkinan disebabkan oleh perbedaan proses perubahan metabolik (oksidatif atau hidrolitik) di hati dan proses ekskresi obat diginjal.



2.    Faktor yang Mendukung Hubungan Struktur-Aktivitas

Faktor yang mendukung hubungan struktur-aktivitas yang baik, antara lain adalah :

a.       Hubungan struktur-aktivitas empiris yang sifatnya Insidental. Untuk tipe obat tertentu hukum empiris yang diperlukan untuk terjadinya aktivitas biologis dapat digunakan untuk membuat turunan obat berdasarkan data percobaan yang tersedia.

b.      Struktur obat simetrik. Beberapa tipe obat tertentu ada yang mengandung dua gugus fungsi yang simetrik yang berhubungan dan mungkin diperlukan untuk aktivitas atau mempunyai keuntungan tertentu. Meskipun demikian hal ini tidak berarti bahwa harus diperlukan struktur simetri yang lengkap.

Jarak antara dua gugus fungsi identik dalam molekul obat mungkin diperlukan untuk mendapatkan aktivitas yang optimal. Hal ini menunjukkan bahwa reseptor mempunyai dua sisi aktif pada jarak yang tertentu. Jarak yang optimum kemungkinan berhubungan dengan sifat hidrofil dan lipofil yang optimum.



3.    Hubungan Struktur-Aktivitas yang Sebenarnya

Aktivitas biologis merupakan refleksi sifat kimia fisika dari senyawa bioaktif, sehingga hubungan struktur-aktivitas seharusnya ada hukum yeng tertentu. Contoh pada seri homolog sederhana R(CH2)nCH3 dan R(CH2)nR’, lipofitas atau kemampuan untuk membentuk ikatan hidrofob berubah secara teratur sesuai dengan jumlah n.

Aspek utama hubungan struktur-aktivitas secara umum didapatkan antar senyawa dengan pusat asimetri yaitu diastereoisomer dan antar senyawa enansiomer yang mempunyai sifat kimia fisika sangat mirip. Enansiomer berhubungan erat dengan sifat kimia fisika. Mereka hanya berbeda sifat steriknya, tetapi biasanya mempunyai sifat lipofil, polaritas dan distribusi muatan yang sama. Perbandingan aktivitas enansiomer dengan campuran rasematnya menunjukan hubungan yang khas.

a.    Hubungan sifat kimia fisika dan aktivitas

Perubahan struktur dalam hal tertentu tidak mengubah aktivitas obat pada uji in vitro. Hal ini terjadi bila gugus tersebut merupakan gugus nonkritik dan bukan gugus fungsi.

b.    Hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis obat dengan tempat aksi yang sama.

1)   Hubungan langsung antara struktur dengan aktivitas berdasarkan interaksi gugus-gugus senyawa-senyawa agonis pada tempat aksi yang sama.

2)   Hubungan struktur dengan aktivitas berdasarkan pada interaksi senyawa antagonis dan senyawa agonis pada tempat aksi yang sama sehingga menghasilkan hambatan kompetitif atau antagonis kompetitif.

3)   Obat-obat segolongan aktivitas farmakologisnya.

c.    Hubungan struktur-aktivitas tak langsung.

Hubungan struktur-aktivitas dapat terjadi pada senyawa-senyawa yang berbeda tempat aksinya. Bermacam-macam senyawa kemungkinan dapat berpengaruh pada tempat atau tahap yang berbeda dalam rangkaian konversi enzim pada proses biosintesis atau biodegrdasi. Senyawa antara pada rangkaian konversi enzim pada umumnya mempunyai struktur kimia yang masih berhubungan erat dengan obat aktif.

d.    Hubungan struktur-aktivitas untuk stereoisomer.

Hubungan struktur-aktivitas untuk stereoisomer dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1)   Pada campuran rasemik perbandingan aktivitas (potensi) isomer-isomer kemungkinan berbeda spektrum aktivitasnya.

2)   Hubungan antara perbandingan aktivitas pasangan stereoisomer dan aktivitas dari isomer yang lebih aktif dari pasangannya.

3)   Aktivitas campuran isomer optis dibandingkan dengan aktivitas satu isomer murni.





C.  Pengukuran Kuantitatif Aktivitas Biologis

Ada tiga tipe pengukuran kuantitatif pada efek obat terhadap hewan coba:

Ø Efek individu, dengan mengukur dosis efek individu terhadap hewan coba.

Contoh: pemberian obat hipnotik dengan dosis ditingkatkan secara bertahap sampai terjadi efek tertidur.

Ø Efek bertingkat, yaitu mengukur efek obat terhadap tiap-tiap hewan coba dalam satu kelompok uji, dengan dosis yang bervariasi.

Contoh: pemberian obat anabolik dengan dosis yang bervariasi dan dilihat efeknya terhadap kenaikan berat badan hewan coba.

Ø Efek kuantal, yaitu mengukur respon “semua atau tidak” (all or one = respons kuantal) dari suatu kelompok hewan coba, dengan menentukan persen respons. Disini pengamatan hanyalah mengenai masalah terjadi atau tidak terjadinya efek pada tiap hewan coba, seperti hewan yang mati atau yang menunjukkan gejala respons tertentu misal gejala hipoglemik.

Contoh: menentukan dosis efektif median (ED50) dan dosis letal median (LD50) dario suatu obat terhadap kelompok hewan coba.



1.    Dosis Efektif Median (ED50) dan Dosis Letal Median (LD50)

Konsep yang sangat penting mengenai efek terapi adalah adanya fenomena variasi biologis. Bila dosis obat yang diberikan akan memeberikan respons “semua atau tidak”, didapatkan bahwa kepekaan berbagai individu sangat berveriasi.

Variasi biologis sering terjadi pada hewan dan keturunannya yang sejenis. Oleh karena itu dapat diprakirakan bahwa ada variasi lebih besar pada populasi manusia yang lebih heterogen. Variasi biologis dalam aktivitas obat merupakan sebab yang penting mengapa pengobatan harus individualistik dan treatmen diatur sesuai kebutuhan individu pasien. Hal tersebut juga menjelaskan bahwa tidak ada generalisasi tentang keefektifan atau keamanan obat dapat disimpulkan atas dasar uji coba klinik dengan jumlah sampel yang kecil.



2.    Perkiraan ED50 atau LD50 dengan Kertas Grafik Logaritma Probit

Litchfied dan Fertig (1941) telah memperkenalkan cara grafik untuk menggambarkan kurva dosis-efek, yang kemudian disederhanakan oleh Miller dan Tainter (1944) untuk menghitung perkiraan nilai ED50 atau LD50 dengan menggunakan kertas grafik logaritma probit. Sebagai absis adalah skala logaritma dari dosis dan sebagai ordinat adalah skala probit atau lebih baik dengan skala persen nonlinier terkoreksi yang sesuai dengan skala probit.



3.    Tetapan Afinitas pA2 dan pD’2

Aktivitas biologis pada umumnya dinyatakan dalam pA2 dan pD’2, dan kedua nilai tersebut sangat berguna untuk membandingkan kurva dosis-respons dari senyawa yang berhubungan. pA2 didefinisikan untuk senyawa antagonis. pA2 diukur sebagai kadar molar senyawa antagonis [B] yang diperlukan untuk menggandakan dosis senyawa agonis sebagai kompensasi terhadap aksi dari antagonis.



4.    Aktivitas Intrinsik dan pD2

pD2 didefinisikan untuk senyawa agonis, yaitu logaritma negatif molar dosis senyawa agonis yang memberikan efek 50% atau setengah dari respons biologis maksimum pada sistem reseptor-efektor. Dalam kasus ini kurva dosis-respons bersifat linier. pD2 juga mengukur afinitas obat terhadap reseptor. Dengan cara yang sama pD10 adalah dosis agonis yang dapat memberikan efek sepersepuluh dari respons biologis maksimum.


Kesimpulan

Hubungan struktur-aktivitas obat dalam tubuh secara umum didapatkan antar senyawa dengan pusat asimetri yaitu diastereoisomer dan antar senyawa enansiomer yang mempunyai sifat kimia fisika sangat mirip.



DAFTAR PUSTAKA



Ariens EJ. 1971. Ed. Drug Design, vol. I, New York, London: Academic Press.

Lien EJ. 1987. SAR, Side Effect and Drug Design, Ney York and Basel, Marcel Dekker, Inc.

Siswandono dan Bambang Soekardjo. 1998. Eds. Prinsip-Prinsip Rancangan Obat. Surabaya: Airlangga University Press.


0 komentar:

Posting Komentar