Minggu, 08 Juli 2018

TUGAS FARMASI KLINIK DASAR Interaksi Obat


TUGAS FARMASI KLINIK DASAR

Interaksi Obat


Akhmad Andy Sandra

723901S.12.054
      

AKADEMI FARMASI SAMARINDA

 2013

PENDAHULUAN
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.

Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :

a.   dokumentasinya masih sangat kurang

b.   seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi obat berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunakn efektivitas dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien

c.   kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual, di mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).

1.  INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT

Bilamana dua atau lebih obat yang diambil secara bersamaan, ada kemungkinan akan ada sebuah interaksi di antara obat-obatan tersebut. Interaksi dapat meningkatkan atau menurunkan efektivitas dan / atau efek samping dari obat. Hal ini juga dapat mengakibatkan efek samping yang baru, yaitu efek samping yang tidak terlihat dengan menggunakan salah satu obat itu sendiri. Kemungkinan interaksi obat meningkat sebagai jumlah obat yang diambil oleh pasien meningkat. Oleh karena itu, orang-orang yang mengambil beberapa jenis obat untuk pengobatan merupakan resiko besar untuk interaksi. Interaksi obat berkontribusi pada biaya kesehatan yang disebabkan oleh biaya perawatan medis yang diperlukan untuk merawat mereka. Interaksi juga dapat mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan yang dapat dihindarkan. Bulan ini dari topik membahas masalah interaksi obat dan beberapa cara untuk menghindari mereka.

1.1 Pengeritan Interaksi Obat
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai interaksi antara obat dan zat lainnya yang mencegah obat bekerja/melakukan seperti yang diharapkan. Definisi ini berlaku untuk interaksi obat-obatan dengan obat-obatan lainnya (obat – interaksi obat), serta obat-obatan dengan makanan (interaksi obat - makanan) dan zat lainnya.
Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus.

1.2 Proses Terjadinya Interaksi Obat

Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama.

Interaksi obat yang paling umum melibatkan hati. Beberapa obat dapat memperlambat atau mempercepat proses enzim hati. Ini dapat mengakibatkan perubahan besar pada tingkat obat lain dalam aliran darah yang memakai enzim yang sama. Beberapa obat memperlambat proses ginjal. Ini meningkatkan tingkat bahan kimia yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal.

Ada beberapa mekanisme oleh obat yang berinteraksi dengan obat-obatan lain, makanan, dan bahan lainnya. Interaksi dapat terjadi apabila ada peningkatan atau penurunan dalam:

(1) penyerapan obat yang masuk ke dalam tubuh;

(2) distribusi obat dalam tubuh;

(3) perubahan yang dibuat pada obat oleh tubuh (metabolisme) ; dan

(4) penghapusan obat dari badan.

Sebagian besar hasil penting dari interaksi obat perubahan dari dalam penyerapan, metabolisme, atau penghapusan dari obat. Interaksi obat juga dapat terjadi bila dua obat yang sama (tambahan) efek atau berlawanan (membatalkan) efek bertindak bersama pada tubuh. Sumber lain dari interaksi obat terjadi ketika obat mengubah satu konsentrasi dari bahan yang biasanya hadir di dalam tubuh. Perubahan yang substansi ini mengurangi atau meningkatkan efek obat lain yang sedang diambil. Interaksi obat antara warfarin (Coumadin) dan vitamin K yang mengandung produk adalah contoh yang baik dari jenis interaksi. Warfarin bertindak dengan mengurangi konsentrasi bentuk aktif vitamin K didalam tubuh. Karena itu, bila vitamin K diambil, ia akan mengurangi efek warfarin.  

1.3 Mekanisme Interaksi Obat

Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro dsb. Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif (efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya = 2), potensiasi (efek A = 0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 0). Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor.

1.4 Perubahan dalam penyerapan

Kebanyakan obat-obatan yang diserap ke dalam darah dan kemudian pergi ke tempat tindakan mereka. Kebanyakan obat yang berinteraksi diubah karena penyerapan terjadi di usus. Terdapat berbagai potensi mekanisme melalui penyerapan obat-obatan dapat dikurangi. Mekanisme ini termasuk perubahan dalam aliran darah ke usus, metabolisme (perubahan dari obat) oleh usus, peningkatan atau penurunan pemindahan usus secara cepat (gerakan) di dalam usus, perubahan keasaman di dalam perut, dan perubahan dari bakteri usus. Penyerapan obat juga dapat dipengaruhi jika kemampuan obat untuk larut (solubility) diubah oleh obat lain, atau jika substansi (misalnya makanan) mengikati obat dan mencegah penyerapannya.

1.5 Perubahan dalam metabolisme obat dan penghapusan 

Kebanyakan obat dihapuskan melalui ginjal baik dalam bentuk yang tidak berubah atau sebagai oleh-produk yang dihasilkan dari metabolisme (perubahan) dari obat oleh hati. Oleh karena itu, hati dan ginjal adalah tempat yang sangat penting yang berpotensi berinteraksinya obat. Beberapa obat dapat mengurangi atau meningkatkan metabolisme obat lain oleh hati atau penghapusan mereka oleh ginjal.

Metabolisme obat-obatan adalah proses yang melalui konversi tubuh (mengubah atau memodifikasi) obat ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk tubuh menghilangkannya melalui ginjal. (Proses ini juga mengubah obat yang diberikan dalam bentuk yang tidak aktif  menjadi bentuk yang aktif yang sebenarnya menghasilkan efek yang dikehendaki.) Kebanyakan metabolisme obat berlangsung di hati, tetapi organ-organ lainnya juga dapat berperan (misalnya, ginjal). The cytochrome P450 enzymes adalah sekelompok enzim dalam hati yang bertanggung jawab atas sebagian besar metabolisme obat. Mereka, oleh karena itu sering terlibat dalam interaksi obat. Obat-obatan dan beberapa jenis makanan dapat meningkatkan atau menurunkan kegiatan enzim ini dan oleh karena itu akan mempengaruhi konsentrasi obat-obatan yang dimetabolis oleh enzim ini. Peningkatan dalam kegiatan enzim ini mengarah ke penurunan konsentrasi dan efek pada tindakan obat. Sebaliknya, penurunan dalam aktivitas enzim mengarah ke peningkatan konsentrasi obat dan efek.

1.6 Konsekuensi dari interaksi obat

Interaksi obat dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan yang bermanfaat atau efek merugikan yang diberikan obat-obatan. Bila interaksi obat meningkatkan manfaat dari administratif obat tanpa meningkatkan efek samping, kedua obat dapat digabungkan untuk meningkatkan kontrol terhadap kondisi yang sedang dirawat. Misalnya, obat-obatan yang mengurangi tekanan darah oleh berbagai mekanisme yang berbeda dapat digabungkan karena efek menurunkan tekanan darah dicapai oleh kedua obat-obatan mungkin akan lebih baik dibandingkan dengan obat itu sendiri. Penyerapan beberapa jenis obat meningkat oleh makanan. Oleh karena itu, obat ini diambil dengan makanan dalam rangka untuk meningkatkan konsentrasi mereka didalam tubuh dan, pada akhirnya, mereka berpengaruh. Sebaliknya, bila penyerapan obat-obatan berkurang oleh makanan, maka obat diambil pada waktu perut kosong.

Interaksi obat yang paling banyak dikuatirkan adalah yang mengurangi dari efek yang diinginkan atau meningkatkan efek merugikan dari obat itu sendiri. Obat yang mengurangi penyerapan atau meningkatkan metabolisme atau penghapusan obat lainnya cenderung mengurangi efek dari obat yang lain. Hal ini dapat mengakibatkan kegagalan terapi atau memerlukan peningkatan dosis obat agar berpengaruh. Sebaliknya, obat-obatan yang meningkatkan penyerapan atau mengurangi eliminasi atau metabolisme obat lain yang meningkatkan konsentrasi obat-obatan lain di dalam tubuh dan menyebabkan lebih banyak efek samping. Terkadang, obat berinteraksi karena mereka menghasilkan efek samping yang serupa. Oleh karena itu, bila kedua obat yang menghasilkan efek samping yang sama digabungkan, frekuensi dan kerasnya dari efek samping yang meningkat.

1.7 Waktu Terjadinya Interaksi Obat

Interaksi obat adalah kompleks dan terutama yang tidak terduga. interaksi yang dikenal mungkin tidak terjadi di setiap individu. Hal ini dapat dijelaskan karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan bahwa terdapat  interaksi yang dikenal yang akan terjadi. Faktor-faktor tersebut termasuk perbedaan antara individu dalam fisiologi, usia, gaya hidup (diet, latihan), yang berpenyakit, dosis obat, lamanya terapi gabungan, dan waktu relatif dari administrasi dua zat. (Terkadang, interaksi dapat dihindari jika dua obat yang diambil pada waktu yang berbeda.) Namun demikian, interaksi obat yang signifikan sering terjadi dan mereka menambahkan jutaan dolar untuk biaya kesehatan. Selain itu, banyak obat telah ditarik dari pasar karena potensi untuk berinteraksi dengan obat lain dan menyebabkan masalah kesehatan serius.

1.8 Cara Menghindari Interaksi Obat

1.      Memberi penyedia layanan kesehatan daftar yang lengkap dari seluruh obat-obatan yang anda gunakan atau telah digunakan dalam beberapa hari lalu. Ini harus mencakup pengobatan over-the-counter, vitamin, makanan suplemen, dan herbal remedies.

2.      Memberitahu penyedia layanan kesehatan bila ada obat tambahan atau yang dihentikan.

3.      Memberitahu penyedia layanan kesehatan tentang perubahan gaya hidup.

4.      Bertanya kepada penyedia layanan kesehatan anda tentang hal yang paling serius atau seringnya interaksi obat dengan obat yang anda gunakan.

5.      Sejak frekuensi interaksi obat meningkat dengan sejumlah obat, bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan anda untuk menghilangkan obat yang tidak diperlukan.

6.      Laporan singkat mengenai interaksi obat ini tidak menutup kemungkinan setiap skenario. Pembaca tidak boleh takut untuk menggunakan obat karena potensi terjadinya interaksi obat. Sebaliknya, mereka harus menggunakan informasi yang tersedia bagi mereka untuk meminimalkan resiko interaksi seperti ini dan untuk meningkatkan keberhasilan terapi mereka.

1.9 Interaksi yang merugikan

Obat-obat golongan sedatif dan antihistamin jika digunakan secara bersamaan dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan memperlambat reaksi pasien karena efek penurunan kesadaran keduanya menjadi efek sinergisme (Anonim, 2005). Contoh: Obat-obat sedatif (diazepam, klordiazepoksid, luminal) jika digunakan secara bersamaan dengan antihistamin menyebabkan penurunan kesadaran

1.10 Interaksi yang menguntungkan

Penggunaan bersama sulfametoksasol dan trimetoprim-->kotrimoksasol

Penggunaan bersama antara metoklopramid dan parasetamol akan meningkatkan absorbsi parasetamol. Efek yang dihasilkan : 1/2 tablet Paracetamol + metoklopramid = 1 tablet paracetamol tunggal 

1.11 Hasil Interaksi

Hasil interaksi obat dengan obat adalah respon klinis atau farmakologis dari suatu pemberian kombinasi obat, yang berbeda dari yang seharusnya terjadi bila kedua obat-obat diberikan sendiri-sendiri. Efek yang terjadi dapat berupa :

a.  Antagonisme (1+1<2)--> saling menurunkan khasiat dari masing-masing obat

     Kegiatan obat pertama dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan, misalnya adrenalin dan histamin.

     Contoh : ekspektoran + antitusiv, adrenalin + antihistamin

b.  Sinergisme (1+1>2)

     Kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua jenis yaitu Adisi efek kombinas adalah sama dengan kegiatan dari masing-masing obat (1+1=2).

     Contoh : kombinasi asetosal dan parasetamol, juga trisulfa. Potensiasi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat dipertinggi oleh obat kedua (1+1>2),
kedua obat dapat memiliki kegiatan yang sama seperti estrogen dan progesteron,
sulfametoksasol dan trimetoprim asetosal dan kodein. Atau satu obat tidak memiliki efek
bersangkutan misalnya analgetik dan klorpromazin, benzodiazepin/meprobamat dan alkohol, penghambatan MAO dan amfetamin dan lainnya

     Contoh : Sulfametoksasol + Trimetoprim --> efek sinergesme

                   Amoxicillin + Asam Klavulanat --> Asam Klavulanat meningkatkan aktivitas amoksisilin karena dapat memproteksi cincin beta laktam dari amoxicillin.

c.  Idiosinkrasi

Yaitu peristiwa suatu obat memberikan efek yang secara kualitatif total berlainan dari efek normalnya, umumnya disebabkan kelainan genetika pada pasien bersangkutan. Sebagai contoh disebut Anemia Hemolitik (kurang darah akibat terurainya sel-sel darah) setelah pengobatan malaria dengan primaquin atau derivatnya. Contoh lain pasien pada pengobatan neuroleptika untuk menenangkannya justru memperlihatkan reaksi yang bertentangan dan menjadi gelsiah dan cemas (Tjay dan Rahardja, 1986)

1.12 Interaksi Obat Mempengaruhi ADME Obat

Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat dalam darah. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang interaksi farmakokinetik.


1.      obat yang rentang terapinya sempitcontoh: antiepilepsi, digoksin, lithium, siklosporin,warfarin

2.      bat yang memerlukan pengaturan dosisteliticontoh: antihipertensi

3.      penginduksi enzim contoh: asap rokok, barbiturat, fenitoin, griseofulvin,karbamzepin, rifampisin.

4.      penghambat enzimcontoh: amiodaron, diltiazem, eritromisin, ketokonazol,metronidazol, simetidin, siprofloksasin, verapamil

            Hal yang perlu diperhatikan interaksi obat

1.      Tidak semua obat yang berinteraksi signifikan scr klinik

2.      Interaksi tidak selamanya merugikan.

3.      Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak bolehdiberikan

4.      Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapikadang untuk mengobati penyakit yang sama.

5.      Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkanpengobatan.

Guna interaksi obat

1.meningkatkan kerja obatcontoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein

2.mengurangi efek sampingcontoh : anestetika dan adrenalin

3.memperluas spektrumcontoh : kombinasi antiinfeksi

4.memperpanjang kerja obatprobenesid dan penisilin.



Pasien yang rentan terhadap interaksi obat 

Pasien lanjut usiapasien yang mengkonsumsi lebih dari satu macam obatpasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hatipasien dengan penyakit akutpasien dengan penyakit yang tidak tidak stabil (kadangkambuh)pasien dengan karakteristik genetik tertentupasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter.  

1.14 Macam-Macam Interaksi Obat

1.Interaksi Farmasetis

            Adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan / disiapkan sebelum obat di gunakan oleh penderita.Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan.

Contoh lain : dua obat yang dicampur pada larutan yang sama dapat terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa, atau terjadi pengkristalan salah satu senyawa dll.

Bentuk interaksi:
a.Interaksi secara fisik
Misalnya :
-Terjadi perubahan kelarutan
-Terjadinya turun titik beku
b.Interaksi secara kimia
Misalnya :
Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.

2. Interaksi Farmakokinetika

a. Absorpsi

Obat-obat yang digunakan secara oral bisaanya diserap dari saluran cerna ke dalam sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati saluran cerna. Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradien konsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses ini membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat dari pada secara tansport pasif. Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah berdifusi melewati membran sel, sedangkan obat dalam bentuk terion tidak larut lemak dan tidak dapat berdifusi. Di bawah kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat absorpsinya biasanya sempurna.

Bila kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan akan lebih mudah terjadi, terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila dibutuhkan kadar puncak plasma yang cepat untuk mendapatkan efek. Mekanisme interaksi akibat gangguan absorpsi antara lain :

a.   Interaksi langsung

Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna sebelum absorpsi dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi ini dapat dihindarkan atau sangat dikuangi bila obat yang berinteraksi diberikan dalam jangka waktu minimal 2 jam.



Obat A
Obat B
Efek
Tetrasiklin
Kation multivalen (Ca2+ , Mg2+, Al3+ dalam antasid, Ca2+ dalam susu, Fe2+ dalam sediaan besi)
Terbentuk kelat yang tidak di absorbsi jumlah absorbsi obat A dan Fe2+
Digoksin, digitoksin
Kolestiramin
Kortikosteroid, tiroksin
Obat A diikat oleh obat B "jumlah absorbsi
obat A
Digoksin, linkomisin
Kaolin-pektin
Obat A diabsorbsi oleh obat B " jumlah absorbsi obat A



b.   Perubahan pH saluran cerna

Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat adanya antasid, akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam saluran cerna, misalnya aspirin. Dengan demikian dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepat absorpsinya. Akan tetapi, suasana alkalis di saluran cerna akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa (misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, sehingga mengurangi absorpsinya. Berkurangnya keasaman lambung oleh antasida akan mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya.

Ketokonazol yang diminum per oral membutuhkan medium asam untuk melarutkan sejumlah yang dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan diberikan bersama antasida, obat antikolinergik, penghambatan H2, atau inhibitor pompa proton (misalnya omeprazol). Jika memang dibutuhkan, sebaiknya abat-obat ini diberikan sedikitnya 2 jam setelah pemberian ketokonazol.

Obat A
Obat B
Efek
NaHCO3
Aspirin
Kecepatan disolusi terjadi kecepatan absorbsi obat B
NaHCO3
Tetrasiklin
Kelarutan obat terjadi pada jumlah absorbsi obat B
Antasit
Penisilin G, eritromisin
pH lambung terjadi pengrusakan obat B dalam jumlah absorbsi obat B



c.   Pembentukan senyawa kompleks tak larut atau khelat, dan adsorsi

Interaksi antara antibiotik golongan fluorokinolon (siprofloksasin, enoksasin, levofloksasin, lomefloksasin, norfloksasin, ofloksasin dan sparfloksasin) dan ion-ion divalent dan trivalent (misalnya ion Ca2+ , Mg2+ dan Al3+ dari antasida dan obat lain) dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dari absorpsi saluran cerna, bioavailabilitas dan efek terapetik, karena terbentuknya senyawa kompleks. Interaksi ini juga sangat menurunkan aktivitas antibiotik fluorokuinolon. Efek interaksi ini dapat secara signifikan dikurangi dengan memberikan antasida beberapa jam sebelum atau setelah pemberian fluorokuinolon. Jika antasida benar-benar dibutuhkan, penyesuaian terapi, misalnya penggantian dengan obat-pbat antagonis reseptor H2 atau inhibitor pompa proton dapat dilakukan.

Beberapa obat antidiare (yang mengandung atapulgit) menjerap obat-obat lain, sehingga menurunkan absorpsi. Walaupun belum ada riset ilmiah, sebaiknya interval pemakaian obat ini dengan obat lain selama mungkin.

d.   Obat menjadi terikat pada sekuestran asam empedu (BAS : bile acid sequestrant)

Kolestiramin dan kolestipol dapat berikatan dengan asam empedu dan mencegah reabsorpsinya, akibatnya dapat terjadi ikatan dengan obat-obat lain terutama yang bersifat asam (misalnya warfarin). Sebaiknya interval pemakaian kolestiramin atau kolestipol dengan obat lain selama mungkin (minimal 4 jam).

e.   Perubahan fungsi saluran cerna (percepatan atau lambatnya pengosongan lambung, perubahan vaksularitas atau permeabilitas mukosa saluran cerna, atau kerusakan mukosa dinding usus).

Obat A
Obat B
Efek
Metoklopramid
Parasetamol, diazepam, propanolol
Obat A memperpendek waktu pengosongan lambung dan mempercepat absorbsi obat B
Antikolinergik
Antidepresi trisiklik
Parasetamol, diazepam, propanolol, fenilbutazon
Obat A memperpanjang waktu pengosongan lambung dan memperlambat absorbsi obat B
Antikolinergik
Antidepresi trisiklik
Levodopa
Obat A memperpanjang waktu pengosongan lambung dan bioavailibilitas obat B 



Contoh-contoh interaksi obat pada proses absorpsi dapat dilihat pada tabel berikut:

Obat yang dipengaruhi
Obat yang mempengaruhi
Efek interaksi
Digoksin
Metoklopramida
Propantelin
Absorpsi digoksin dikurangi
Absorpsi digoksin ditingkatkan (karena perubahan motilitas usus)
Digoksin
Tiroksin
Warfarin
Kolestiramin
Absorpsi dikurangi karena ikatan dengan kolestiramin
Ketokonazol
Antasida
Penghambat H2
Absorpsi ketokonazol dikurangi karena disolusi yang berkurang
Penisilamin
Antasida yang mengandung Al3+, Mg2+ , preparat besi, makanan
Pembentukan khelat penisilamin yang kurang larut menyebabkan berkurangnya absorpsi penislinamin
Penisilin
Neomisin
Kondisi malabsorpsi yang diinduksi neomisin
Antibiotik kuinolon
Antasida yg mengandung Al3+,Mg2+ , Fe2+, Zn, susu
Terbentuknya kompleks yang sukar terabsorpsi
Tetrasiklin
Antasida yang mengandung Al3+, Mg2+ , Fe2+, Zn, susu
Terbentuknya kompleks yang sukar terabsorpsi
Di antara mekanisme di atas, yang paling signifikan adalah pembentukan kompleks tak larut, pembentukan khelat atau bila obat terikat resin yang mengikat asam empedu. Ada juga beberapa obat yang mengubah pH saluran cerna (misalnya antasida) yang mengakibatkan perubahan bioavailabilitas obat yang signifikan.

b. Distribusi

Setelah obat diabsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, obat di bawa ke tempat kerja di mana obat akan bereaksi dengan berbagai jaringan tubuh dan atau reseptor. Selama berada di aliran darah, obat dapat terikat pada berbagai komponen darah terutama protein albumin. Obat-obat larut lemak mempunyai afinitas yang tinggi pada jaringan adiposa, sehingga obat-obat dapat tersimpan di jaringan adiposa ini. Rendahnya aliran darah ke jaringan lemak mengakibatkan jaringan ini menjadi depot untuk obat-obat larut lemak. Hal ini memperpanjang efek obat. Obat-obat yang sangat larut lemak misalnya golongan fenotiazin, benzodiazepin dan barbiturat.

Sejumlah obat yang bersifat asam mempunyai afinitas terhadap protein darah terutama albumin. Obat-obat yang bersifat basa mempunyai afinitas untuk berikatan dengan asam-α-glikoprotein. Ikatan protein plasma (PPB : plasma protein binding) dinyatakan sebagai persen yang menunjukkan persen obat yang terikat. Obat yang terikat albumin secara farmakologi tidak aktif, sedangkan obat yang tidak terikat, biasa disebut fraksi bebas, aktif secara farmakologi. Bila dua atau lebih obat yang sangat terikat protein digunakan bersama-sasam, terjadi kompetisi pengikatan pada tempat yang sama, yang mengakibatkan terjadi penggeseran salah satu obat dari ikatan dengan protein, dan akhirnya terjadi peninggatan kadar obat bebas dalam darah. Bila satu obat tergeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain, akan terjadi peningkatan kadar obat bebas yang terdistribusi melewati berbagai jaringan. Pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar obat bebas atau bentuk aktif akan lebih tinggi.

Asam valproat dilaporkan menggeser fenitoin dari ikatannya dengan protein dan juga menghambat metabolisme fenitoin. Jika pasien mengkonsumsi kedua obat ini, kadar fenitoin tak terikat akan meningkat secara signifikan, menyebabkan efek samping yang lebih besar. Sebaliknya, fenitoin dapat menurunkan kadar plasma asam valproat. Terapi kombinasi kedua obat ini harus dimonitor dengan ketat serta dilakukan penyesuaian dosis.

Obat-obat yang cenderung berinteraksi pada proses distribusi adalah obat-obat yang :

  1. persen terikat protein tinggi ( lebih dari 90%)
  2. terikat pada jaringan
  3. mempunyai volume distribusi yang kecil
  4. mempunyai rasio eksresi hepatic yang rendah
  5. mempunyai rentang terapetik yang sempit
  6. mempunyai onset aksi yang cepat
  7. digunakan secara intravena.

Obat-obat yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menggeser obat lain dari ikatan dengan protein adalah asam salisilat, fenilbutazon, sulfonamid dan anti-inflamasi nonsteroid.

c. Metabolisme

Untuk menghasilkan efek sistemik dalam tubuh, obat harus mencapai reseptor, berarti obat harus dapat melewati membran plasma. Untuk itu obat harus larut lemak. Metabolisme dapat mengubah senyawa aktif yang larut lemak menjadi senyawa larut air yang tidak aktif, yang nantinya akan diekskresi terutama melalui ginjal. Obat dapat melewati dua fase metabolisme, yaitu metabolisme fase I dan II. Pada metabolisme fase I, terjadi oksidasi, demetilasi, hidrolisa, dsb. oleh enzim mikrosomal hati yang berada di endothelium, menghasilkan metabolit obat yang lebih larut dalam air. Pada metabolisme fase II, obat bereaksi dengan molekul yang larut air (misalnya asam glukuronat, sulfat, dsb) menjadi metabolit yang tidak atau kurang aktif, yang larut dalam air. Suatu senyawa dapat melewati satu atau kedua fasemetabolisme di atas hingga tercapai bentuk yang larut dalam air. Sebagian besar interaksi obat yang signifikan secara klinis terjadi akibat metabolisme fase I dari pada fase II.

a. Peningkatan metabolisme

Beberapa obat bisa meningkatkan aktivitas enzim hepatik yang terlibat dalam metabolisme obat-obat lain. Misalnya fenobarbital meningkatkan metabolisme warfarin sehingga menurunkan aktivitas antikoagulannya. Pada kasus ini dosis warfarin harus ditingkatkan, tapi setelah pemakaian fenobarbital dihentikan dosis warfarin harus diturunkan untuk menghindari potensi toksisitas. Sebagai alternative dapat digunakan sedative selain barbiturate, misalnya golongan benzodiazepine. Fenobarbital juga meningkatkan metabolisme obat-obat lain seperti hormone steroid.

Barbiturat lain dan obat-obat seperti karbamazepin, fenitoin dan rifampisin juga menyebabkan induksi enzim.

Piridoksin mempercepat dekarboksilasi levodopa menjadi metabolit aktifnya, dopamine, dalam jaringan perifer. Tidak seperti levodopa, dopamine tidak dapat melintasi sawar darah otak untuk memberikan efek antiparkinson. Pemberian karbidopa (suatu penghambat dekarboksilasi) bersama dengan levodopa, dapat mencegah gangguan aktivitas levodopa oleh piridoksin,

b. Penghambatan metabolisme

Suatu obat dapat juga menghambat metabolisme obat lain, dengan dampak memperpanjang atau meningkatkan aksi obat yang dipengaruhi. Sebagai contoh, alopurinol mengurangi produksi asam urat melalui penghambatan enzim ksantin oksidase, yang memetabolisme beberapa obat yang potensial toksis seperti merkaptopurin dan azatioprin. Penghambatan ksantin oksidase dapat secara bermakna meningkatkan efek obat-obat ini. Sehingga jika dipakai bersama alopurinol, dosis merkaptopurin atau azatioprin harus dikurangi hingga 1/3 atau ¼ dosis biasanya.

Simetidin menghambat jalur metabolisme oksidatif dan dapat meningkatkan aksi obat-obat yang dimetabolisme melalui jalur ini (contohnya karbamazepin, fenitoin, teofilin, warfarin dan sebagian besar benzodiazepine). Simetidin tidak mempengaruhi aksi benzodiazein lorazepam, oksazepam dan temazepam, yang mengalami konjugasi glukuronida. Ranitidin mempunyai efek terhadap enzim oksidatif lebih rendah dari pada simetidin, sedangkan famotidin dan nizatidin tidak mempengaruhi jalur metabolisme oksidatif.

Eritromisin dilaporkan menghambat metabolisme hepatik beberapa obat seperti karbamazepin dan teofilin sehingga meningkatkan efeknya. Obat golongan fluorokuinolon seperti siprofloksasin juga meningkatkan aktivitas teofilin, diduga melalui mekanisme yang sama.


d. Ekskresi

Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau urin. Darah yang memasuki ginjal sepanjang arteri renal, mula-mula dikirim ke glomeruli tubulus, dimana molekul-molekul kecil yang cukup melewati membran glomerular (air, garam dan beberapa obat tertentu) disaring ke tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti protein plasma dan sel darah ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain dari tubulus ginjal dimana transport aktif yang dapat memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif (melalui difusi) untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bis terjadi karena perubahan ekskresi aktif tubuli ginjal, perubahan pH dan perubahan aliran darah ginjal.

a. Perubahan ekskresi aktif tubuli ginjal

b. perubahan pH urin

c. Perubahan aliran darah ginjal

3. Interaksi Farmakodinamika

            Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu efek obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi. Hal ini dapat terjadi kompetisi pada reseptor yang sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokan seperti interaksi-interaksi yang mempengaruhi konsentarsi obat dalam tubuh tetapi terjadinya interaksi tersebut lebih mudah diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Beberapa mekanisme serupa mungkin dapat terjadi secara bersama-sama.

Berikut ini macam-macam interaksi farmakodinamik; 

1. Sinergisme

Yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama.
2. Antagonisme

Terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan. Hal ininmengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat.

3. Efek reseptor tidak langsung

Kombinasi obat dapat bekerja melalui mekanisme saling mempengaruhi efek reseptor yang meliputi sirkulasi kendali fisiologi atau biokimia.

4. Gangguan cairan dan elektronik

Interaksi obat dapat mengakibatkan gangguna keseimbangan cairan dan elektrolit.


Interaksi obat dapat dibedakan menjadi :

1. Berdasarkan level kejadiannya, interaksi obat terdiri dari established (sangat mantap terjadi), probable (interaksi obat dapat terjadi), probable (interaksi obat dapat terjadi), suspected (interaksi obat diduga terjadi), possible (interaksi obat mungkin terjadi/belum pasti terjadi), serta unlikely (interaksi obat tidak terjadi).
2. Berdasarkan onsetnya, interaksi obat dapat dibedakan menjadi dua yaitu interaksinobatbdengan onset cepat (efek terlihatbdalam 24 jam), dan interaksi obat dengan onset lambat (efek terlihat setelah beberapa hari bahkan beberapa minggu).
3. Berdasarkan keparahannya, interaksi obat dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : mayor (dapat menyebabkan kematian), moderat (efek sedang), dan minor (tidak begitu bermasalah dan dapat diatasi dengan baik).

4. Berdasarkan signifikansinya, interaksi obat dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
a. Signifikansi tingkat 1

Interaksi dengan signifikansi ini memilikinkeparahan mayor dan terdokumentasi suspected, probable, established,

b. Signifikansi Tingkat 2

Interaksi dengan signifikansi kedua ini memiliki tingkat keparahan moderat dan terdokumentasi suspected, probable, established.

c. Signifikansi Tingkat 3

Interaksi ini memiliki keparahan minor dan terdokumentasi suspeceted.
d. Signifikansi Tingkat 4

Interaksi ini memiliki keparahan mayor/moderat dan terdokumentasi possible.
e. Signifikansi Tingkat 5

Interaksi dalam signifikansi ini dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu tingkat keparahan minor yang terdokumentasi possible dan yang terdokumentasi unlikely.


1.15 Sasaran Interaksi Obat

Ada 4 sasaran interaksi :
1.Interaksi Obat-obat

            Tipe interaksi obat dengan obat merupakan interaksi yang paling penting dibandingkan dengan ketiga interaksi lainnya (Walker dan Edward, 1999).
Semua pengobatan termasuk pengobatan tanpa resep atau obat bebas harus diteliti terhadap terjadinya interaksi obat, terutama bila berarti secara klinik karena dapat membahayakan pasien

2.Interaksi Obat – makanan

Tipe interaksi ini kemungkinan besar dapat mengubah parameter farmakokinetik dari obat terutama pada proses absorpsi dan eliminasi, ataupun efikasi dari obat. 

Contoh: MAO inhibitor dengan makanan yang mengandung tiramin (keju, daging, anggur merah) akan menyebabkan krisis hipertensif karena tiramin memacu pelepasan norepinefrin sehingga terjadi tekanan darah yang tidak normal (Grahame-Smith dan Arronson, 1992), makanan berlemak meningkatkan daya serap griseofulvin, (Shim dan Mason, 1993).

3.Interaksi Obat – penyakit

Acuan medis seringkali mengacu pada interaksi obat dan penyakit sebagai kontraindikasi relatif terhadap pengobatan. Kontraindikasi mutlak merupakan resiko, pengobatan penyakit tertentu kurang secara jelas mempertimbangkan manfaat terhadap pasiennya (Shimp dan Mason, 1993). Pada tipe interaksi ini, ada obat-obat yang dikontraindikasikan pada penyakit tertentu yang diderita oleh pasien. Misalnya pada kelainan fungsi hati dan ginjal, pada wanita hamil ataupun ibu yang sedang menyusui.

Contohnya pada wanita hamil terutama pada trimester pertama jangan diberikan obat golongan benzodiazepin dan barbiturat karena akan menyebabkan teratogenik yang berupa phocomelia Juga pada pemberian NSAID pada Px riwayat tukak lambung.

4.Interaksi Obat – Hasil lab

            Interaksi obat dengan tes laboratorium dapat mengubah akurasi diagnostik tes sehingga dapat terjadi positif palsu atau negatif palsu. Hal ini dapat terjadi karena interferensi kimiawi. Misalnya pada pemakaian laksativ golongan antraquinon dapat menyebabkan tes urin pada uribilinogen tidak akurat (Stockley, 1999), atau dengan perubahan zat yang dapat diukur contohnya perubahan tes tiroid yang disesuaikan dengan terapi estrogen (Shimp dan Mason, 1993)

1.16 Interaksi Obat di Luar Tubuh

Interaksi obat selain terjadi di dalam tubuh atau terjadi setelah obat diberikan kepada pasien, namun dapat terjadi sebelum diberikan kepada pasien atau dengan kata lain interaksi obat terjadi di luar tubuh. Interaksi obar diluar tubuh manusia disebut juga interaksi inkompabilitas, karena interaksi ini terjadi sebelum obat diberikan antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimia, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat.

Hal yang paling penting untuk diketahui oleh dokter maupun apoteker sebagai tenaga kesehatan adalah  interaksi obat diluar tubuh yaitu interaksi antara obat suntik dengan cairan infus, dimana banyak sekali obat-obat suntik yang inkompatibilitas dengan cairan infus.Selain itu interaksi obat dapat terjadi pada saat formulasi atau disiapkan sebelum digunakan oleh pasien.
Contoh interaksi obat di luar tubuh

Obat A
Obat B
Efek
a.Interaksi Langsung
- Tetrasiklin



- Digoksin, digitoksin


b. Perubahan pH cairan saluran cerna
- NaHCO3




Kation multivalen (Ca2+, Mg2+, Al3+ dalam antasida, Ca2+ dalam susu, Fe2+dalam sediaan besi
Kolestiramin, kortikosteroid, tiroksin



Tetrasiklin

Aspirin




Terbentuk kelat yang tidak dapat diabsorbsi sehingga absobsi obat A menurun

Obat A di ikat obat B sehingga absobsi obat A menurun

Kelarutan obat B menurun sehingga absobsi obat B menurun
Kelarutan (kecepatan disolusi meningkat) sehingga absobsi obat B meningkat

Contoh-contoh obat yang berinteraksi diluar tubuh manusia

No
Obat A
Obat B
Interaksi yang terjadi
1.
Oksitetrasiklin-
HCl
Diphenhidramin
Terbentuknya endapan
2.
Aspirin
Na-bikarbonat
Aspirin terhidrolisis
3.
Oksitertrasiklin- HCl
MgS04
Terbentuk ikatan komplek tak larut Oksitetrasiklin-Ca
4.
Oksitertrasiklin- HCl
Ca-glukonat
Terbentuk ikatan komplek tak larut Oksitetrasiklin-Ca
5.
Phenitoin-Na
infus
Terbentuk endapan
6.
Inj. Aminophilin
Inj. Diphenhidramin
Terbentuk erldapan
7.
Inj.
Oksitetrasiklin
Inj. Diphenhidramin
Terbentuk endapan
8.
Inj. Thiopenton
Inj. Suxamethonium
Terbentuk endapan
9.
Diazepam
Cairan infus
Terbentuk endapan
10
Phenitoin
Cairan infus
Terbentuk endapan
11
Soluble insulin
Protamin Zinc Insulin
Efek soluble insulin berkurang
12
Heparin
Hidrokortison
Heparin tidak aktif
13
Kanamicin
HidrokOltison
Kanamicin tidak aktif
14
Penicilin
Hidrokortison
Penicilin tidak aktif
15
Karbenicillin
Gentamicin
Gentamicin tidak aktif Karbenicilin rusak
16
Penicilin G
Vitamin C
Penicilin tidak aktif
17
Amfoterisin B
Larutan garam fisiologis atau larutan ringer
Amfoterisin B mengendap
18
Ceftazidime
Aminoglikosida
Inaktivasi pada ceftazidime
19
Ceftazidime
Vankomisin
Terbentuk endapan pada larutan ceftazidime
20
Ceftazidime
Larutan injeksi Na-bikarbonat
Ceftazidime kuning stabil

1.17 Inkompatibilitas obat IV
            Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat bisa berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika harus mencampur suatu obat, selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan yang bisa ditambahkan ke pemberian "piggy back"; dan larutan “bilas” apa yang harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk menghindari kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai contoh, jangan pernah memberikan fenitoin ke dalam infus juga yang mengandung dekstrosa, atau jangan campur amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misal. kalium klorida) yang dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika ingin mencampur obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obat-obat ini kompatibel di dalam spuit. Jika tidak mendapat informasi dari referensi obat, kontak apoteker.
            Waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila berkontak dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin), heparin, midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam campuran IV. Ada obat injeksi yang tidak kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh khas adalah natrium bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat.

1.18 Beberapa Contoh Interaksi Obat Dengan Obat

·         INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN INFEKSI BEKTERI (INTERAKSI ANTIBIOTIKA)

1.      Aminoklikosida – Antibiotika sefalosporin

Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat meningkat.

Akibatnya ; ginjal mungkin rusak. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang,ada darah dalam air kemih,rasa haus yang berkelebihan,hilang nefsu makan,pusing,mengantuk dan mual.

2.      Aminoglikosida – Digoksin (Lanoxin)

Efek digoksin dapat berkurang .Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur .

Akibatnya ; kelainan jantung mungkin tidak terkendali dengan baik.

Catatan ; Hanya aminoglikosida neomisin (Mycifradin,Neobiotic) yang berinteraksi.

3.      Sefalosporin – Kloramfenikol (Chloromycetin, Mychel

Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang dilaporkan ; sakit tenggorokan ,demam,kedinginan,tukak mulut,perdarahan atau memar di seluruh tubuh ,tinja hitam pekat dan kehilangan tenaga yang tidak lazim. Kloramfenikol diberikan untuk infeksi yang berbahaya,yang tidak cocok bila diobati dengan antibiotika lain yang kurang begitu efektif.

·         INTERAKSI OBAT PADA PENANGANAN KELAINAN JANTUNG

1.      Obat angina /antiaritmika – Diuretika

Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah.

Akibatnya ; Hipotensi postural dengan gejala yang menyertainya: pusing,lemah,pingsan,penurunan tekanan darah yang hebat dapat menyebabkan kejang dan syok. Diuretika menghilangkan kelebihan cairan dari tubuh dan digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan layu jantung.

2.      Disopiramida (Norpace) – Biperiden (Akineton)

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek antikolinergik yang berlebihan.

Akibatnya ; Mulut kering,penglihatan kabur,pusing,nanar,rasa tak enak pada lambung,sembelit,kencing sulit,mungkin timbul psikosis toksik (disorientasi,agitasi,meracau) sikrimin digunakan untuk mengendalikan tremor akibat penyakit perkinson atau akibat pengobatan dengan antipsikotika.

3.      Disopiramida (Norpace) – Fenitoin (Dilantin)

Efek disopiramida dapat berkurang . Akibatnya ; denyut jantung yang tak teratur dapat dikendalikan dengan baik. Fenitoin digunakan untuk mengendalikan kejang pada kelainan seperti ayan. Obat lain yang mirip fenitoin juga berinteraksi ,misalnya mesantoin (mefinitoin) dan peganone (etotoin).


·         INTERAKSI PADA PENANGANAN AYAN DAN KEJANG

1.      Fenitoin (Dilantin) – Trimetadion (Tridione)

Efek trimetadion dapat berkurang. Trimetadion juga merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan serangan jantung.

Akibatnya ; Kemampuan mengendalikan serangan kejang dapat hilang kecuali jika dosis disesuaikan .Karena kedua obat merupakan depresan system saraf pusat,amati terjadinya gejala akibat depresi berlebihan : mengantuk,pusing,nanar,dan hilang kewaspsadaan mental.

2.      Primidon (Mysoline) – Fenitoin (Dilantin)

Efek fenitoin dapat berkurang . Fenitoin juga meripakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang . Akibatnya ; serangan kejang tak dapat dikendalikan sesuai dengan yang dikehendaki. Interaksi ini beragam,bergantung pada perorangan. Pada beberapa pasien efek fenitoin dapat bertambah jika dosis primidon meningkat; pada pasien lain efek primidon yang meningkat.

3.      Fenitoin (Dilantin) – Metilfenidat (Ritalin)

Efek fenitoin dapat meningkat. Akibatnya ; efek samping yang merugikan mungkin terjadi akibat terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan antara lain gangguan penglihan,nanar. Metilfenidat digunakan untuk menanggulangi perilaku hiperkinetik serta gangguan belajar pada anak-anak ,narkolepsi,depresi ringan ,acuh tak acuh atau pikun.


·         INTERAKSI OBAT DENGAN KOSMETIK

Interaksi obat pada kulit terhadap bahan pengawet ,dalam hal ini bahan pengawet yang terdapat di dalam kosmetika dan obat-obat oles ,dapat berupa dermatitis (eksema) dengan tanda-tanda kulit kering ,bersisik,merah ,berlempuh sampai basah atau retak-retaknya kulit. Reaksi bisa ringan atau berat dan biasanya disertai dengan rasa terbakar dan gatal.

Reaksi dapat timbul sebagai urtika atau kadang-kadang berupa pembengkakan lokal. Sering terjadi timbulnya reaksi kulit pada pemakaian pertama kali dari obat oles atau kosmetika pada kulit yang terluka atau sedang mengalami iritasi.

Interaksi obat pada penyalahgunaan kosmetik dimana kulit yang wajah yang sensitif cepat sekali memberikan reaksi iritasi jika salah dalam merawatnya. Biasanya,kulit wajah yang sensitive akan cepat memerah jika kosmetika yang dipakai tidak cocok. Terasa pedih dan kemudian akan muncul bimtik-bintik merah yang mengakibatkan kulit menjadi mudah teriritasi . Alkohol yang terkandung dalam kosmetik biasanya sering menyebabkan iritasi.

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit ; pada konsentrasi yang cukup,pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan,tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk meninduksi dermatitis.

Zat-zat iritan mempunyai efek eritem,mengeringkan dan peeling,zat-zat iritan golongan kemikal ,zat ini dapat dalam bentuk larutan, bedak kocok, kompres, pasta, krem, dan bahan pembersih (cleansing preparation).

1.      Sulfur

Dapat berupa unsure (elemental) sulfur atau ikatan (compound) sulfur. Menurut Mills   dan Kligman (1972) untuk sulfur bersifat komedogenik.

2.      Resorsin

Konsentrasi resorsin 1-10 %,pemakaian bahan ini berkurang setelah dikenal benzoil perokaida

3.      Asam Salisilat

Asam salisilat selain sebagai iritan juga mempunyai sifat keratolitik pada konsentrasi diatas 3 %.

4. Asam Vitamin A (Asam retionik,tretinoin) mempunyai efek sebagai iritan

5. Benzoil peroksida ,mempunyai efek sebagai iritan

Anti Iritasi merupakan aspek vital dari formula perawatan kulit. Apapun penyebabnya ,iritasi adalah permasalan untuk semua jenis kulit ,namun sangat sulit untuk dihindari,apakah itu Karena matahari,kerusakan oksidatif dari polusi,atau dari produk perawatan kulit yang digunakan ,iritasi dapat menjadi permasalahan terus menerus dari kulit. Ironisnya,bahkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti zat-zat tbir surya,pengawet,exofilant kulit ,dan zat-zat pembersih dapat menyebabkan iritasi . Bahan-bahan lain seperti pewangi,menthol, dan ekstrak tanaman yang menyebabkan kulit sensitif adalah penyebab utama iritasi dan umumnya tidak memberikan hasil yang menguntungkan bagi kulit ,jadi pengunaan zat-zat ini tidak berguna,setidaknya jika serius ingin menciptakan dan mempertahankan kulit yang sehat.

Anti Iritasi sangat membantu karena memberikan waktu penyembuhan bagi kulit dan mengurangi permasalahan oksidatif dan sumber kerusakan eksternal .Anti iritasi seperti metil salisilat bekerja sebagai anti iritan lokal dan mampu berpenetrasi sehingga menghasilkan efek analgesis.

Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan,baik yang bersifat mekanik,fisik maupun kimiawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna,dan tidak terjadi komplikasi,maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal ,mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apila diperlukan,untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical,misalnya hodrokortison atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan,untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.

·         INTERAKSI PADA OBAT IV

            Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat bisa berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika harus mencampur suatu obat, selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan yang bisa ditambahkan ke pemberian "piggy back"; dan larutan “bilas” apa yang harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk menghindari kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai contoh, jangan pernah memberikan fenitoin ke dalam infus juga yang mengandung dekstrosa, atau jangan campur amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misal. kalium klorida) yang dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika ingin mencampur obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obat-obat ini kompatibel di dalam spuit. Jika tidak mendapat informasi dari referensi obat, kontak apoteker.

            Waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila berkontak dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin), heparin, midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam campuran IV. Ada obat injeksi yang tidak kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh khas adalah natrium bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat.

Contoh Sediaan Injeksi yang Inkompatibilitas dengan Cairan Infus

KOMPOSISI :

Sulbacef Serbuk steril untuk injeksi, tiap vial mengandung :

Sefoperazon Natrium 500 mg dan

Sulbaktam Natrium 500 mg(setara dengan Sefoperazon dan Sulbaktam 1 g)

INDIKASI :
Sulbacef diindikasikan untuk :
- Monoterapi
Untuk pengobatan infeksi berikut ini yang disebabkan oleh organisme yang sensitif : Infeksi saluran pernafasan (atas dan bawah); infeksi saluran kemih (atas dan bawah); peritonitis, kolesistitis, kolangitis dan infeksi intra-abdomen yang lain; infeksi kulit dan jaringan penyangga kulit.
- Terapi kombinasi
Dapat dikombinasikan dengan antibiotik lain apabila memang ada indikasi.

DOSIS :
Dosis Sulbacef :
- Dewasa : Dosis sehari yang dianjurkan 2-4 g. Dosis harus diberikan setiap 12 jam dalam dosis terbagi. Pada infeksi yang berat atau sukar disembuhkan, dosis sehari dapat ditingkatkan sampai 8 g.

-  Anak-anak : Dosis sehari yang dianjurkan 40 - 80 mg/kg/hari. Dosis harus diberikan setiap 6-12 jam dalam dosis terbagi. Pada infeksi serius atau sukar disembuhkan, dosis dapat ditingkatkan sampai 160 mg/kg/hari.

- Usia lanjut : Modifikasi dosis mungkin diperlukan dan dosis disesuaikan sesuai kebutuhan.

-  Pada gangguan fungsi hati : Dosis Sefoperazon tidak boleh lebih dari 2 g/hari.

- Pada gangguan fungsi ginjal :

Klirens kreatinin 15-30 ml/menit : Dosis maksimal Sulbaktam tiap pemberian 12 jam adalah 1 g (Dosis maksimal Sulbaktam sehari adalah 2 g).

Klirens kreatinin <15 ml/menit : Dosis maksimal Sulbaktam tiap pemberian 12 jam adalah 500 mg (Dosis maksimum Sulbaktam sehari adalah 1 g).

Pada infeksi yang berat, mungkin diperlukan tambahan Sefoperazon. Gambaran farmakokinetik Sulbaktam secara bermakna dipengaruhi oleh hemodialisis. Waktu paruh serum Sefoperazon juga berkurang secara bermakna selama hemodialisis. Oleh karena itu, dosis harus diberikan terjadwal mengikuti periode dialisa.

Pemberian Sulbacef :

- Pemberian IV

Infus berkala :

1 g Sulbacef direkonstitusi dengan 3,4 ml Dekstrosa 5% dalam air atau NaCl 0,9% atau Aqua pro Injeksi, kemudian dilarutkan dalam 20 ml cairan infus, diberikan dalam 15 sampai 60 menit.

Injeksi IV :

1 g Sulbacef direkonstitusi dengan 3,4 ml dekstrosa 5% dalam air atau NaCl 0,9% atau Aqua pro Injeksi dan diberikan minimum dalam 3 menit.

- Pemberian IM

Volume pelarut adalah 3,4 ml untuk 1 g Sulbacef.

Kompatibilitas :

Sulbacef dapat digunakan dengan Air Steril untuk Injeksi, Dekstrosa 5%, Normal Saline, Dekstrosa 5% dalam 0,225% Saline, dan Dekstrosa 5% dalam Normal Saline.

Inkompatibilitas: :
Sulbacef tidak dapat dicampur secara langsung dengan Aminoglikosida, Larutan Ringer Laktat atau 2% larutan Lidokain HCl.

Larutan Sulbacef dan Aminoglikosida tidak dapat dicampur secara langsung, karena ada inkompatibilitas fisik diantara keduanya. Bila kombinasi kedua obat ini diperlukan, maka obat-obat ini dapat diberikan melalui infus intravena berkala secara berurutan dan terpisah dimana saluran infus harus dibilas dengan pelarut terlebih dahulu pada saat pergantian obat.

Rekonstitusi awal dengan larutan Ringer’s Laktat atau larutan Lidokain 2% harus dihindari karena campuran ini inkompatibel. Sehingga harus dilakukan dua langkah pelarutan, yaitu pada awalnya dicampur dengan air untuk injeksi dimana akan menghasilkan larutan yang kompatibel, kemudian dilarutkan dengan larutan Ringer’s Laktat atau larutan Lidokain 2%.


·         INTERAKSI PADA PENGGUNAAN PVC (polivinilklorida)

Di samping kompatibilitas obat-obat IV, klinisi perlu mengetahui bahwa beberapa masalah bisa timbul bila menggunakan PVC sebagai wadah untuk larutan infus. Plasticized polyvinyl Klorida (PVC) merupakan bahan polimer yang digunakan secara luas di bidang kedokteran dan yang terkait. Di bidang kedokteran, PVC yang lentur digunakan untuk kantong penyimpan darah, selang transfusi, hemodialisis, pipa endotrakea, infuse set, serta kemasan obat. Ester asam ftalat, terutama di-(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), merupakan pelentur yang paling disukai di bidang kedokteran. Karena zat aditif ini tidak berikatan kovalen dengan polimerm ada kemungkinan memisah dari matriks. Lepasnya DEHP dari kantong PVC ke dalam larutan sudah bertahun-tahun menimbulkan kekhawatiran. Toksisitas DEHP dan PVC telah mencetuskan pertanyaan serius mengapa produk ini masih digunakan. Pemisahan DEHP dari PVC disebut leaching. Leaching terjadi bila beberapa obat seperti paclitaxel atau tamoxifen diberikan dalam kantong PVC. Kekhawatiran lain dari penggunaan kantong PVC adalah penyerapan atau “hilang”nya obat dari kantong PVC:

1.   Kowaluk dkk. memeriksa interaksi antara 46 obat suntik dengan kantong infus Viaflex (PVC). Kajian memperlihatkan bahwa derajat penyerapan obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat.

2.   Migrasi obat ke dalam kantong plastik bisa mengarah ke penurunan kadar obat di bawah kadar terapi dari insulin, vit A, asetat, diazepam dan nitrogliserin.

·         INTERAKSI OBAT DENGAN MIKRONUTRIEN

Kadar serum dari elektrolit, mikromineral dan vitamin bisa berubah oleh obat-obat tertentu dan dokter harus mewaspadai hal ini bila ada kelainan.
Obat yang Menyebabkan Kelainan mikronutrien

↓ Kalsium
aminoglycosides, bisphosphonates, corticosteroids, H2 receptor antagonists, loop diuretics ; amphotericin B, antacids, carbamazepine, cholestyramine, cisplatin, colchicines, digoxin, doxycycline, ethosuximide, foscarnet, Mg oxide/sulfate, minocycline, oxcarbazepine, oxytetracycline, pentamidine, phenobarbital, phenytoin, primidone, Na phosphate, sucralfate, zelodronic acid, zonisamide
↑ Kalsium
antiestrogens, estrogens, thiazide diuretics ; aluminium intoxication, aminoiphylline, Ca carbonate, lithium
↓Magnesium
aminoglycosides, corticosteroids, estrogens, loop diuretics, oral contraceptives, tetracyclines,thiazide diuretics; amphotericin B, cholestyramine, cisplatin, cyclosporine, digoxin, foscarnet, hydralazine, methsuximide, pamidronate, penicillamine,

raloxifene, Na phosphate, tacrolimus, zoledronic acid
↑Magnesium
Usually associated with intake > 6g/day, Mg-containing antacids/enemas
↓ Fosfor
Thiazide diuretics; alendronate, antacids (Al & Mg-containing), cholestyramine, digoxin, foscarnet, Mg oxide/sulfate, ,pamidronate, sucralfate, theophylline, zoledronic acid
↑ Fosfor
Etidronate, foscarnet, Na phosphate laxatives & enema
↓Kalium
Aminoglycosides, loop diuretics, penicillins, salicylates, thiazide diuretics, acetazolamide, amphotericin B, bisacodyl, cisplatin, colchicine, cyclosporine, enoxacin, foscarnet, hydralazine, levodopa, mannitol, pamidronate, Na bicarbonate & phosphates
↑ Kalium
ACE inhibitors, angiotensin, receptor blockers, beta-adrenergic blochers, NSAIDs, Kalium sparing diuretics ; cyclosporine, heparin, hypertonic solutions, lithium, pentamidine, succinylcholine
↓ Natrium
Aminoglicosides, loop diuretics, Kalium sparing diuretics, thiazide diuretics, salicylates ; acetazolamide, amphotericin B, bisacodyl, captopril, colchicine, foscarnet
↑ Natrium
Hypertonic IV solution, mannitol, Na penicillin G, Na phosphate laxative & enemas
↓ Zink
ACE inhibitors, corticosteroids, diuretics, estrogens, oral contraceptives, H2 receptor antagonists, reverse transcriptase inhibitors ; cholestyramine, ethambutol, hydralazine, penicillamine
↓ Klorida
Thiazide diuretics, loop diuretics
↑ Klorida
Spironolactone, triamterene

Deplesi Nutrien karena Obat

Kelas Obat
Deplesi Nutrien
5-aminosalacylic acid derivatives
Asam folat
ACE inhibitors
Zink
Aminoglycosides
Mg, K, Ca, Na
Barbiturates
Biotin, Ca, Asam folat, Vitamin D & K
Corticosteroids
Ca, Asam folat, Mg, K, Selenium, Vit C & D, Zink
Estrogens
Mg, vitamin B2/B6 & C, Zink
H2 receptor antagonists
Ca, Asam folat, Iron, Vitamin B12 & D, Zink
Loop diuretics
Ca, Mg, K, Na, Vitamin B1/B6 & C, Zink
Magnesium and aluminium antacids
Ca, P
NSAIDs
Asam folat
Oral contraceptives
Asam folat, Mg, Tryptophan, Tyrosine, Vitamin B2/B3/B6/B12 & C, Zink
Proton pump inhibitors
Vitamin B12
Reverse transcript inhibitors
Carnitine, Copper, Vitamin B12, Zink
Thiazides diuretics
Mg, P, K, Na, Zink
Tricyclic antidepressants
Vitamin B2
Macam-macam obat
Deplesi nutrien
Acetaminophen
Glutathione
Amphotericin B
Ca, Mg, K, Na
Aspirin
Asam folat, Iron, K, Na, Vitamin C
Bisacodyl
K, Na
Chlorpromazine
Vitamine B2
Cholestyramine
Beta-carotene, Ca, Asam folat, Iron, Mg, P,
Vitamin A/B12/D/E/K, Zink
Cisplatin
Ca, Mg, K
Clonidine
Zink
Colchicine
Beta-carotene, Ca, K, Na, Vitamin B12
Colestipol
Beta-carotene, Asam folat, Iron, Vitamin A/B12/D/E
Cyclosporine
Mg, K
Digoxin
Ca, Mg, P, Vitamin B1
Fenofibrate
Vitamin E
Foscarnet
Ca, Mg, P, K
Gemfibrozil
Vitamin E
Hydralazine
Vitamin B6
Indomethacin
Asam folat, Iron
Levodopa
K
Metformin
Asam folat, Vitamin B12
Methotrexate
Asam folat
Methyldopa
Zink
Orlistat
Beta-carotene, Vitamin D & E
Penicillamine
Copper, Mg, Vitamin B6, Zink
Kalium Klorida (timed-release)
Vitamin B12
Primidone
Biotin, Asam folat, Vitamin D & K
Raloxifene
Mg, Vitamin B2/B6/C, Zink
Salsalate
Asam folat
Theophylline
P, Vitamin B1/B6
Thioridazine
Vitamin B2
Triamterene
Ca, Asam folat, Zink
Asam valproat
Carnitine, Asam folat
Zonisamide
Biotin, Inositol, Vitamin B1/B2/B3/B6/B12 & K

Contoh Interaksi Obat dan Obat

NO
Obat A
Obat B
Mekanisme obat A
Mekanisme obat B
Interaksi Obat
Nama Dagang
1
Barbiturat
alkohol
Bekerja pada seluruh system saraf pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor GABAA
Mengganggu keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak karena penghambatan atau penekanan saraf perangsangan
Alkohol memperberat depresi SSP, memperberat hipotensi (pada pemakaian parenteral), memperberat kelemahan otot (pemakaian parenteral)
Amobarbital (AMYTAL), Aprobarbital (ALURATE), Butabarbital (BUTISOL),
Mefobarbital (MEBARAL)
2
Benzodiazepin
Disulfiram
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
Disulfiram menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan kadar benzodiazepin dalam darah.
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
3
Benzodiazepin
Simetidin
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
Menghambat reseptor H2secara selektif dan reversible sehingga menghambat sekresi asam lambung.
Simetidin menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan kadar benzodiazepin dalam darah.
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
4
Benzodiazepin
Valproat
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
Meningkatkan kadar GABA dalam otak
Valproat menurunkan glukuronidasi benzodiazepine yang secara utama dimetabolisme konjugasi glukuronida sehingga meningkatkan efek benzodiazepin.
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
5
Fenobarbital
Asam Valproat
Bekerja pada seluruh system saraf pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor GABAA
Meningkatkan kadar GABA dalam otak
Asam Valproat meningkatkan kadar fenobarbital 40% karena terjadinya penghambatan hidroksilasi fenobarbital.
Asam Valproat (Depakene, Ikalep), Fenobarbital (BELLAPHEEN, PHENTAL, PIPTAL PDIATRIC, SIBITAL

2. INTERAKSI OBAT DAN HERBAL ALAM

2.1 Perbedaan obat kimiawi dan obat herbal

Obat Kimiawi :

1. Lebih diarahkan untuk menghilangkan gejala-gejalanya saja.

2. Bersifat sympthomatis yang hanya untuk mengurangi penderitaannya saja.

3. Bersifat paliatif artinya penyembuhan yang bersifat spekulatif, bila tepat penyakit akan sembuh, bila tidak endapan obat akan menjadi racun yang berbahaya.

4. Lebih diutamakan untuk penyakit-penyakit yang sifatnya akut (butuh pertolongan segera) seperti asma akut, diare akut, patah tulang, infeksi akut dan lain-lain.

5. Reaksi cepat, namun bersifat destruktif artinya melemahkan organ tubuh lain, terutama jika dipakai terus-menerus dalam jangka waktu lama.
6. Efek samping yang bisa ditimbulkan iritasi lambung dan hati, kerusakan ginjal, mengakibatkan lemak darah.

7. Reaksi terhadap tubuh cepat.

Obat Herbal :

1. Diarahkan pada sumber penyebab penyakit dan perbaikan fungsi serta organ-organ yang rusak.

2. Bersifat rekonstruktif atau memperbaiki organ dan membangun kembali organ-organ, jaringan atau sel-sel yang rusak.

3. Bersifat kuratif artinya benar-benar menyembuhkan karena pengobatannya pada sumber penyebab penyakit.

4. Lebih diutamakan untuk mencegah penyakit, pemulihan penyakit-penyakit komplikasi menahun, serta jenis penyakit yang memerluakan pengobatan lama.
5. Reaksi lambat tetepi bersifat konstruktif atau memperbaiki dan membangun kembali organ-organ yang rusak.

6. Efek samping hampir tidak ada, asalkan diramu oleh herbalis yang ahli dan berpengalaman.

2.2 Interaksi obat dengan jamu

Persepsi banyak orang bahwa jamu /     obat tradisional à aman, tanpa efek sampingà salah !

Jamu bisa berinteraksi dengan obat       yang diminum bersama à selalu informasikan jamu yang diminum pada dokter

Perhatian terutama untuk pasien dengan resiko tinggi seperti pasien geriatri, diabetes, hipertensi, depresi, kolesterol tinggi, gagal jantung, dsb.

Dari beberapa penelitian menunjukkan, beberapa bahan herbal memberikan interaksi yang merugikan antara obat tradisional dengan obat kimia. Berikut ini beberapa contoh bahan herbal yang dapat menimbulkan interaksi jika dikombinasi dengan obat kimia:

1. Ginkgo biloba 

Interaksi antara ginkgo biloba (yang berfungsi untuk menghambat faktor pengaktifan platelet) dengan obat yang memiliki efek sebagai antikoagulan atau antiplatelet, seperti aspirin dapat memperhebat terjadinya pendarahan.

Aktivitas farmakologi Ginkgo biloba didasarkan pada kemampuannya sebagai antioksidan dan inhibitor agregasi platelet à digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan aliran darah.

Dilaporkan ada efek samping perdarahan spontan karena pemakaian ginkgo biloba à hati-hati interaksi dengan antikoagulan.

Kasus : pasien pria 70 th mengalami perdarahan pada mata 1 mgg setelah mengkonsumsi ekstrak ginkgo biloba 40 mg 2x sehari. Riwayat penyakit : bedah bypass arteri koroner3 th sebelumnya. Obat yang dikonsumsi adalah asetosal 325 mg/hari sejak operasi bypass. Setelah kejadian perdarahan ia menghentikan konsumsi ginko biloba tapi tetap minum asetosal. Setelah 3 bulan tidak terjadi lagi perdarahan

Pasien yang mengkonsumsi ginkgo harus menginformasikan pada dokter bila terjadi perdarahan yang tidak biasa, sakit kepala yang tiba-tiba atau gangguan penglihatan.
2. Echinaceae

Echinacea biasanya diindikasikan untuk meningkatkan imunitas. Penggunaan echinaceae bersama dengan ketoconazole (anti jamur), isoniazid (untuk mengobati penyakit TBC) dapat menyebabkan liver toxicity.

3. Caffeine 

Penggunaan obat kimia yang mengandung caffeine dengan obat tradisional yang mengandung ginseng dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, serta menyebabkan insomnia.

4. Ginseng

Berdasarkan penelitian, penggunaan ginseng bersama Coumadin dapat menyebabkan pendarahan. Ginseng yang digunakan bersamaan dengan warfarin dapat menurunkan efek antikoagulan dari warfarin akibatnya proses pendarahan dapat tetap terjadi.

Dapat meningkatkan tekanan darah à berbahaya bila digunakan oleh penderita hipertensi.

Hati-hati bila digunakan bersama obat anti koagulan à resiko perdarahan.

Gingseng merupakan stimulansia à bila digunakan bersama kafein dapat menyebabkan insomnia.

Mengganggu siklus menstruasi. Tidak direkomendasikan untuk wanita hamil & menyusui.

5. Allium sativum (bawang putih)

Penggunaan Allium sativum bersama dengan warfarin juga dapat menyebakan proses pendarahan tetap terjadi.

Bila dikonsumsi penderita DM à penurunan kadar gula yang berbahaya.

Pada konsumen yang sensitif dapat terjadi tukak lambung.

Mempunyai efek anti-koagulan à hati-hati bila diberikan bersama anti koagulan oral.

Pasien yang mengkonsumsi garlic, vitamin E, warfarin, asetosal atau obat-obat lain dengan efek antiplatelet atau antikoagulan à hati-hati terhadap potensi interaksi dengan produk ginkgo.


3. INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN

Pemberian obat-obatan merupakan bagian dari terapi medis terhadap pasien. Ketika dikonsumsi, obat dapat mempengaruhi status gizi seseorang dengan mempengaruhi makanan yang masuk (drug-food interaction). Hal sebaliknya juga dapat terjadi, makanan yang masuk juga dapat mempengaruhi kerja beberapa obat-obatan (food-drug interaction).

Interaksi antara obat dan makanan disini dapat dibagi menjadi :

  1. Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan mengganggu traktus gastrointestinal/ saluran pencernaan.
  2. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan eksresi zat gizi


3.1  Pengertian Interaksi Obat-Makanan

Setiap saat, ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa terjadi, tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, dan beberapa obat hanya dipengaruhi oleh makanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi dengan obat yang diresepkan oleh dokter, obat yang dibeli bebas, produk herbal, dan suplemen diet. Meskipun beberapa interaksi mungkin berbahaya atau bahkan fatal pada kasus yang langka, interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya tidak akan menyebabkan perubahan yang berarti terhadap kesehatan anda.


3.2  Cara makanan dan obat dapat berinteraksi

Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda. Sering, zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan tersebut disiapkan. Salah satu cara yang paling umum terjadi, dimana makanan mempengaruhi efek obat adalah dengan mengubah cara obat tersebut diuraikan (dimetabolisme) oleh tubuh anda. Jenis protein yang disebut enzim, memetabolisme banyak obat. Pada sebagian besar obat, metabolisme adalah proses yang terjadi di dalam tubuh terhadap obat dimana obat yang semula aktif/ berkhasiat, diubah menjadi bentuk tidak aktifnya sebelum dikeluarkan dari tubuh. Sebagian obat malah mengalami hal yang sebaliknya, yakni menjadi aktif setelah dimetabolisme, dan setelah bekerja memberikan efek terapinya, dimetabolisme lagi menjadi bentuk lain yang tidak aktif untuk selanjutnya dikeluarkan dari tubuh. Beberapa makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat, baik dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam tubuh. Jika makanan mempercepat enzim, obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh dan dapat menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada lebih lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.


3.3  Interaksi Makanan Dan Obat Yang Umum Terjadi

Makanan yang mengandung zat Tyramine ( seperti bir, anggur, alpukat, beberapa jenis keju, dan berbagai daging olahan ) memperlambat kerja enzim yang memetabolisme obat penghambat MAO ( kelompok obat antidepresi ) dan dapat menyebabkan efek yang berbahaya, termasuk tekanan darah tinggi yang serius. Beberapa jenis makanan dapat mencegah obat  tertentu untuk diserap ke dalam darah setelah ditelan, dan yang lain sebaliknya dapat meningkatkan penyerapan obat. Contohnya, jika anda meminum segelas susu ketika menggunakan obat antibiotik tetrasiklin, calcium yang ada dalam susu akan mengikat tertrasiklin, membentuk senyawa yang tidak mungkin dapat diserap oleh tubuh ke dalam darah. Sehingga efek yang diharapkan dari obat tetrasiklin tidak akan terjadi. Di sisi lain, meminum segelas jus citrus bersamaan dengan suplemen yang mengandung zat besi akan sangat bermanfaat karena vitamin C yang ada dalam jus akan meningkatkan penyerapan zat besi. Akhirnya, beberapa makanan benar-benar bisa mengganggu efek yang diinginkan dari obat. Contohnya, orang yang menggunakan obat pengencer darah warfarin seharusnya tidak mengkonsumsi secara bersamaan dengan makanan yang banyak mengandung vitamin K seperto brokoli, atau bayam. Vitamin K membantu pembekuan darah, sehingga melawan efek dari obat warfarin. Efek yang sebaliknya, terjadi dengan vitamin E, bawang dan bawang putih, karena bahan-bahan ini menghaslkan efek yang mirip dengan efek warfarin. Konsumsi dalam jumlah besar dari makanan ini dapat menyebabkan efek warfarin menjadi terlalu kuat.

Interaksi antara obat dan makanan disini dapat dibagi menjadi :

1. Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan mengganggu traktus gastrointestinal atau saluran pencernaan.

2. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan eksresi zat


3.4 Obat dan penurunan nafsu makan

Efek samping obat atau pengaruh obat secara langsung, dapat mempengaruhi nafsu makan. Kebanyakan stimulan CNS dapat mengakibatkan anorexia. Efek samping obat yang berdampak pada gangguan CNS dapat mempengaruhi kemampuan dan keinginan untuk makan. Obat-obatan penekan nafsu makan dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan yang tidak diinginkan dan ketidakseimbangan nutrisi.


3.5 Obat dan perubahan pengecapan/ penciuman

Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap kemampuan merasakan/ dysgeusia, menurunkan ketajaman rasa/ hypodysgeusia atau membaui. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan. Obat-obatan yang umum digunakan dan diketahui menyabapkan hypodysgeusia seperti: obat antihipertensi (captopril), antriretroviral ampenavir, antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan phenytoin.


3.6 Obat dan gangguan gastrointestinal

Obat dapat menyebabkan perubahan pada fungsi usus besar dan hal ini dapat berdampak pada terjadinya konstipasi atau diare. Obat-obatan narkosis seperti kodein dan morfin dapat menurunkan produktivitas tonus otot halus dari dinding usus. Hal ini berdampak pada penurunan peristaltik yang menyebabkan terjadinya konstipasi.


3.7 Absorbsi

Obat-obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi adalah obat-obatan yang memiliki efek merusak terhadap mukosa usus. Antineoplastik, antiretroviral, NSAID dan sejumlah antibiotik diketahui memiliki efek tersebut. Mekanisme penghambatan absorbsi tersebut meliputi: pengikatan antara obat dan zat gizi (drug-nutrient binding) contohnya Fe, Mg, Zn, dapat berikatan dengan beberapa jenis antibiotik;  mengubah keasaman lambung seperti pada antacid dan antiulcer sehingga dapat mengganggu penyerapan B12, folat dan besi; serta dengan cara penghambatan langsung pada metabolisme atau perpindahan saat masuk ke dinding usus.


3.8 Metabolisme

Obat-obatan dan zat gizi mendapatkan enzim yang sama ketika sampai di usus dan hati. Akibatnya beberapa obat dapat menghambat aktifitas enzim yang dibutuhkan untuk memetabolisme zat gizi. Sebagai contohnya penggunaan metotrexate pada pengobatan kanker menggunakan enzim yang sama yang dipakai untuk mengaktifkan folat. Sehingga efek samping dari penggunaan obat ini adalah defisiensi asam folat.


3.9 Ekskresi

Obat-obatan dapat mempengaruhi dan mengganggu eksresi zat gizi dengan  mengganggu reabsorbsi pada ginjal dan  menyebabkan diare atau muntah.

Sehingga jika dirangkum, efek samping pemberian obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan GI (gastrointestinal) dapat berupa terjadinya mual, muntah, perubahan pada pengecapan, turunnya nafsu makan,  mulut kering atau inflamasi/ luka pada mulut dan saluran pencernaan, nyeri abdominal (bagian perut), konstipasi dan diare. Efek samping seperti di atas dapat memperburuk konsumsi makanan si pasien. Ketika pengobatan dilakukan dalam waktu yang panjang tentu dampak signifikan yang memperngaruhi status gizi dapat terjadi.


3.10 Macam-macam proses Interaksi Obat dengan makanan

Berikut merupakan macam-macam proses interaksi obat dan makanan dan efek yang ditimbulkan dalam tubuh kita.

a.  Makanan yang meningkatkan efek beberapa obat

Obat yang efeknya dapat ditingkatkan oleh makanan dan biasanya harus digunakan bersama dengan makanan agar didapatkan efek yang tetap.

b. Obat jantung β bloker

Digunakan untuk mencegah angina, untuk menormalakan kembali denyut jantung yang tidak beraturan, dan untuk menaggulangi tekanan darah tinggi. Nama paten pemblok beta Tenormin, Inderal, lopresor. Karbamazapin (tagretol) anti konvulsan yang digunakan untuk mencegah serangan Diazepam (Valium) – suatu transkuliansia. Diuretika digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan layu jantung. Nama paten diuretika yang berinterakasi : Anhydron, Aquatag, aquetnsin, diucardin, diulo, diuril, enduron, hydromox. Hidralazine (apresoline) digunakan untuk menanggulangi tekanan arah tinggi. Nitrofurantoin (furadantin, Macrodantin) suatu anti mikroba digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih. Fenitoin (dilantin) suatu anti konvulsann digunakan untuk mencegah serangan Spironolakton (aldactazide, aldactone) suatu diuretika digunakan untuk menanggulangi tekanan darah tinggi dan layu Jantung.


c. Makanan yang menurunkan efek beberapa obat

Makan obat berikut ini satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan untuk mencegah interaksi yang mungkin menurunkan efek obat. Kaptoril (capoten) digunakan untuk menanggulangi tekanan darah tinggi dan layu jantung. Pengecualian antibiotika yang tidak dipengaruhi oleh makanan :

·     Amoksisilin (amoksil, larotid, polymox)             

·     Eritromisin estolat (liosone)

·     Bakampisilin (spectrobid)                                               

·     Minosiklin (minocin)

·     Doksisilin (doxcychel)                                        

·     Hetasalin (Versapen)


d.  Makanan Beralkali Metenamin (hiprex, Mandelamine, Urex)

Efek metanamine dapat berkurang. Metanamine digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih (kandung kemih Dan ginjal). Akibatnya : infeksi mungkin tidak terobati dengan baik. Hindari makanan beralkali seperti : amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk, kelapa, kelapa susu, buah-buahan (kecuali berry. Prem yang dikeringkan), susu, sayuran (kecuali Jagung)


e. Makanan beralkali Kinidin (Cardioquin, duraquin, quinaglute dura tabs, Quinora)

Efek kinidin dapat meningkat, kinidin digunakan untuk menormalkan denyut jantung yang tidak beraturan. Akibatnya mungkin menjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak kinidin disertai gejala jantung berdebar atau denyut jantung tidak teratur, pusing sakit kepala, telinga berdaging, dan gangguan penglihatan.
Hindari makanan beralkali seperti : amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk, kelapa, kelapa susu, buah-buahan, sayuran (kecuali Jagung)


f. Makanan beralkali Kinin (coco Quinine, Quinamm, Quinine)

Efek Quinine dapat meningkat. Kinin adalah obat bebas yang digunakan untuk mengobati malaria dan untuk kejang kaki malam hari. Akibatnya mungkin dapat menjadii efek samping merugikan karena terlalu banyak kinin disertai gejala pusing dan sakit kepala, telinga berdenging, dan gangguan penglihatan. Hindari makan beralkali seperti : amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk, kelapa, kelapa susu, buah-buahan, sayuran (kecuali Jagung)


g. Makanan Berkofein Obat asma gol teofilin

Efek obat asama dapat meningkat . obat asama melebarkan jalan udara dan memeudahkan pernapasan penderita asma, akibatnya mungkin menjdai efek samping merugikan karena terlalu banyak teofilin disertai gejala mual, pisong, sakit kepala, mudah tersinggung, tremor, insomnia, trakhikardia, nama paten obat asma golongan teofilin. Sumber kafein adalah : Kopi teh kola dan mnuman ringan, coklat, beberapa pil pelangsing yang dijual bebeas, sediaan untuk flu/ batuk, nyeri, dan sakit yang menggangu akibat haid


h. Makanan berkarbohidrat asetaminofen

Asetaminofen dapat berkurang asetaminofen adalah obat penghilang nyeri dan demam yang masyhur. Akibatnya nyeri dan demam mungkin tidak hilang sebagaimana mestinya. Sumber karbohidrat : roti biscuit aroma jeli, dll. Nama paten asetaminofen : Anacin-3, Datril, liquprin.


i.  Sate sapi atau hamburger obat asma turunan teofilin

Efek obat asama dapat berkurang obat asama membuka jalan udara di paru-paru dan mempermudah pernapasan penderita asma akibatya : asma mungkin tidak terkendali dengan baik.


j.  Makanan berlemak – Griseofulvin (Fluvicin P/G, Fluficin U/F, Griseofulvin V, Grisactin, Gris PEG)

Efek griseofulvin dapat meningkat griseofulvin diberikan secara oral untuk mengobati infeksi jamur pada rambut, kulit, kuku tangan, dan kuku kaki.
Interaksi yang terjadi adalah interaksi yang menguntungkan dan griseofulvin sebaikanya ditelan pada saat makan makanan berlemak seperti :
Alpukat, daging sapi, mentega, kue, kelapa susu, selada ayam, kentang goring, ayam goreng.


k. Makanan berserat banyak digoksin

Efek digoksin berkurang digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan akibatya kondisi yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik. Gunakan digoksin satu jam sebelum atau sesudah makan yang berserat seperti : Sari buah prem, seralia beras, makanan dari gandum, biji-bijian, sayuran mentah, sayuran berdaun.


l. Makanan berprotein tinggi (daging, produk susu) – levodopa

Efek levodopa dapat berkurang. Levodopa digunakan untuk mengendalikan tremor pada penderita penyakit Parkinson. Akibatya : kondisi yang diobati terkendali dengan baik. Hindari atau makanlah sedikit makanan berprotein tinggi.


m. Sayuran berdaun hijau Tiroid (Amour Thyroid)

Efek tiroid mungkin dilawan. Tiroid diberikan untuk memperbaiki hipotiroidisme (kelenjar tiroid tidak berfungsi sempurna) dan gondok (pembesaran kelenjar tiroid). Hindari makan sayuran berdaun hijau seperti asparagus, brokoli, bunga kol, kol, kangkung, buncis.


n. Kayu manis (licorice) obat tekanan darah tinggi

Efek obat tekanaan darah mungkin dilawan. Akibatnya tekanan darah mungkin tidak terkendali dengan baik. Jangan makan kayu manis alam kayu manis buatan boleh saja.


o. Kayu manis (licorice) obat jantung digitalis

Efek digitalis dapat meningkat. Digitalis digunakan pada layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan akibatya mungkin terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak digitalis disertai gejala mual bingung gangguan penglihatan, sakit kepala tak bertenaga jangasn makan kayu manis alam.


p. Susu dan produk susu – antibiotika tetrasiklin

Efek tetrasiklin dapat berkurang. Tetrasiklin adalah antibiotika yang digunakan untuk melawan infeksi akibatnya infeksi yang diobati mungkin tak terkendali dengan baik. Untuk mencegah interaksi, gunakan tetrasiklin satu atau dua jam dedudah minum susu atau produk susu lain. Kekecualian :doksisiklin , monosiklin.


q. Garam lithium (eskalith, lithane, lithobid)

Makanan berkadar garam rendah meningkatkan efek litium sedangkan yang berkadar garam tinggi menurunkan refek litium. Litium digunakan untuk menanggulangi beberapa gangguan jiwa yang berat.

Makanan yang mengandung terlalu sedikit garam dapat menimbulkan keracunan lithium dengan gejala pusing, mulut kering, lemah, bingung, tak bertenaga, kehilangan selera makan, mual nyeri perut, nanar, dan bicara tidak jelas. Jika makanan mengandung garam terlalu banyak, kondisi yang diobati mungkin tidak terlalu baik. NaCl terdapat didalam bermacam-macam makanan


r. Makanan yang mengandung tiramin – antidepresan jenis IMAO (EUtoniyl, Marpan, Nardil, Parnete)

Kombinasi ini dapat meningkatkan tekanan darah dengan nyata, akibatya sakit kepala berat, demam, gangguan penglihatan, bingung yang mungkin,diikuti oleh perdarahan otak. Tiramin adalah stimulant syaraf pusat,anti depresan digunakan untuk meningkatkan tekanan jiwa dan memeperbaiki suasana hati. Depresan jenis IMAO ini sudah tidakk begitu banyak digunakan lagi sejak ditemukanya antidepresan yang lebih aman seperti Elavil, Sinequan, dan Desyrel.

Hindari makan mengandung tiramin seperti : Alpukat, kentang bakar, pisang buncis, bir, sosis, keju, hati ayam, ciklat, kopi minuman kola, korma, (dalam kaleng), pengepuk daging, kacang sup kemas, cabe acar ikan,haring, rasberi, salami, acar, kol, sosis, kecap, anggur, ragi.


s. Makanan yang mengandung vitamin B6 piridoksin.

Efek levodopa dapat berkurang. Levodopa digunakan untuk mengendalikan tremor pada penderita penyakit Parkinson. Akibatya : kondisi yang diobati terkendali dengan baik. Hindari makanan yang kaya vitamin B6 : alpukat, ragi roti, Ragi beras.


t. Makanan yang kaya vitamin K antikoagulan ( athrombin K, Caufarin, Caumadin, dikumarol.

Efek anti koagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan mencgah pembekuan darah. Akibatnya : darah mungkin tetap membeku meski penderita sedang berobat dengan antikoagulan Untuk mengurangi interaksi ini, jangan makan terlalu banyak makanan vitamin K : Hati, sayuran berdaun (asparagus, brokoli, kol, kembang kol, kangkung, kapri, bayam, lobak)

Interaksi Obat-Makanan yang bermakna klinis

Obat
Interaksi
Akibat klinis yang mungkin
Tetrasiklin
Penurunan ketersediaanhayati dengan susu dan produk susu
Gagal terapi
Siprofloksasin
Penurunan ketersediaanhayati dengan susu dan produk susu
Gagal terapi
Azitromisin
Penurunan ketersediaanhayati dengan makanan
Gagal terapi
Itrakonazol
Penurunan ketersediaanhayati dengan makanan
Mungkin Gagal terapi
Penisilamin
Penurunan ketersediaanhayati dengan makanan
Gagal terapi
Didanosin
Makanan mengurangi ketersediaanhayati
Gagal terapi
Indinavir
Makanan mengurangi ketersediaanhayati
Gagal terapi
Saquinavir
Garlic (allicin) mengurangi ketersediaanhayati
Aktivitas antiviral berkurang
Atiovaquone
Makanan meningkatkan ketersediaanhayati
Khasiat bertambah bila bersama makan
Lovodopa
Protein mengurangi transpor ke otak
Menurunkan khasiat
Teofilin
Makanan lemak meningkatkan penyerapan
Kemungkinan toksisitas
Warfarin
Makanan kaya Vitamin K melawan efek antikoagulans
menurunkan efek antikoagulasi
Siklosporin
Makanan dan sari grapefruit meningkatkan kadar plasma
mungkin toksisitas
Alendronate
Makanan mengurangi ketersediaanhayati
Gagal terapi
Penghambat MAO
Meningkatkan kadar tiramin
Krisis hipertensi
Terfanadin
Sari Grapefruit meningkatkan ketersediaanhayati
Kadar plasma bertahan lebih lama
Felodipin
Makanan meningkatkan ketersediaanhayati
Efek samping lebih besar
Diuretik
Makanan mengurangi ketersediaanhayati
Gagal terapi
Spironolakton
Makanan mengurangi ketersediaanhayati
Khasiat bertambah bila bersama makan
Propranolol
Makanan menambah ketersediaanhayati
Efek samping bertambah


DAFTAR PUSTAKA

Bruyne, L. K., et al., 2008, Nutrition and Diet Therapy, USA: Thompson.

Gibson, Gordon, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI Press ; Jakarta.

Grahame, Smith DG et al., 1985, Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapi, Pp.158-171, Oxford University Press, Oxford.

Harkness, Richard, 1989, Interaksi Obat, Penerbit ITB: Bandung.

Hayes, Eveleyn et al., 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Mahan, L. K. and Escott-Stump, S, 2002, Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy. USA: Elsevier.

Muttschler,Ernest, 1999, Dinamika Obat : Farmakologi dan Toksikologi, Penerbit ITB: Bandung.

M., Tan, C.K., Prayitno, A. Farmasi Klinis; Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Elex Media Komputindo: Jakarta

Stockley, H.I., 2005, Drug Interaction, Blackwell Science Ltd; London

Widianto, Mathilda ., 1989, Cermin Dunia Kedokteran, PT Temprint: Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar