TUGAS FARMASI KLINIK DASAR
Interaksi Obat
Akhmad Andy Sandra
723901S.12.054
AKADEMI FARMASI SAMARINDA
2013
PENDAHULUAN
Interaksi
obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan
bersama-sama.
Interaksi
obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika
menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit
atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan
hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat.
Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi
(6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga
sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat
keparahan penyakit atau usia.
Interaksi
obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau
pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut
obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya
glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu
diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.
Kejadian interaksi obat dalam klinis
sukar diperkirakan karena :
a. dokumentasinya masih sangat kurang
b. seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan
mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi
obat berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi
terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunakn efektivitas
dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien
c. kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi
individual, di mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau
berpenyakit parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar
individu. Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit
hati yang parah dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama,
pemberian kronik).
1. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT
Bilamana
dua atau lebih obat yang diambil secara bersamaan, ada kemungkinan akan ada
sebuah interaksi di antara obat-obatan tersebut. Interaksi dapat meningkatkan
atau menurunkan efektivitas dan / atau efek samping dari obat. Hal ini juga
dapat mengakibatkan efek samping yang baru, yaitu efek samping yang tidak
terlihat dengan menggunakan salah satu obat itu sendiri. Kemungkinan interaksi
obat meningkat sebagai jumlah obat yang diambil oleh pasien meningkat. Oleh
karena itu, orang-orang yang mengambil beberapa jenis obat untuk pengobatan
merupakan resiko besar untuk interaksi. Interaksi obat berkontribusi pada biaya
kesehatan yang disebabkan oleh biaya perawatan medis yang diperlukan untuk
merawat mereka. Interaksi juga dapat mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan
yang dapat dihindarkan. Bulan ini dari topik membahas masalah interaksi obat
dan beberapa cara untuk menghindari mereka.
1.1 Pengeritan
Interaksi Obat
Interaksi
obat dapat didefinisikan sebagai interaksi antara obat dan zat lainnya yang
mencegah obat bekerja/melakukan seperti yang diharapkan. Definisi ini berlaku
untuk interaksi obat-obatan dengan obat-obatan lainnya (obat – interaksi obat),
serta obat-obatan dengan makanan (interaksi obat - makanan) dan zat lainnya.
Interaksi
obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat.
Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan
efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita
adalah antara satu obat dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi
antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan
obat injeksi dengan kandungan infus.
1.2 Proses
Terjadinya Interaksi Obat
Interaksi
obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan
Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari
sifat-sfat farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara
antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama.
Interaksi
obat yang paling umum melibatkan hati. Beberapa obat dapat memperlambat atau
mempercepat proses enzim hati. Ini dapat mengakibatkan perubahan besar pada
tingkat obat lain dalam aliran darah yang memakai enzim yang sama. Beberapa
obat memperlambat proses ginjal. Ini meningkatkan tingkat bahan kimia yang
biasanya dikeluarkan oleh ginjal.
Ada
beberapa mekanisme oleh obat yang berinteraksi dengan obat-obatan lain,
makanan, dan bahan lainnya. Interaksi dapat terjadi apabila ada peningkatan
atau penurunan dalam:
(1) penyerapan
obat yang masuk ke dalam tubuh;
(2) distribusi obat
dalam tubuh;
(3) perubahan yang
dibuat pada obat oleh tubuh (metabolisme) ; dan
(4) penghapusan
obat dari badan.
Sebagian
besar hasil penting dari interaksi obat perubahan dari dalam penyerapan,
metabolisme, atau penghapusan dari obat. Interaksi obat juga dapat terjadi bila
dua obat yang sama (tambahan) efek atau berlawanan (membatalkan) efek bertindak
bersama pada tubuh. Sumber lain dari interaksi obat terjadi ketika obat
mengubah satu konsentrasi dari bahan yang biasanya hadir di dalam tubuh.
Perubahan yang substansi ini mengurangi atau meningkatkan efek obat lain yang
sedang diambil. Interaksi obat antara warfarin (Coumadin)
dan vitamin K yang mengandung produk adalah contoh yang baik dari jenis
interaksi. Warfarin bertindak dengan mengurangi konsentrasi bentuk aktif
vitamin K didalam tubuh. Karena itu, bila vitamin K diambil, ia akan mengurangi
efek warfarin.
1.3 Mekanisme Interaksi Obat
Interaksi
diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses farmakokinetik maupun
farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma
obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro dsb. Interaksi
farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya
dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa
mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya. Interaksi farmakodinamik meliputi
aditif (efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya = 2),
potensiasi (efek A = 0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A
= 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1, efek B =
1, efek kombinasi A+B = 0). Mekanisme yang terlibat dalam interaksi
farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor.
1.4 Perubahan
dalam penyerapan
Kebanyakan
obat-obatan yang diserap ke dalam darah dan kemudian pergi ke tempat tindakan
mereka. Kebanyakan obat yang berinteraksi diubah karena penyerapan terjadi di
usus. Terdapat berbagai potensi mekanisme melalui penyerapan obat-obatan dapat
dikurangi. Mekanisme ini termasuk perubahan dalam aliran darah ke usus,
metabolisme (perubahan dari obat) oleh usus, peningkatan atau penurunan
pemindahan usus secara cepat (gerakan) di dalam usus, perubahan keasaman di
dalam perut, dan perubahan dari bakteri usus. Penyerapan obat juga dapat
dipengaruhi jika kemampuan obat untuk larut (solubility) diubah oleh obat lain,
atau jika substansi (misalnya makanan) mengikati obat dan mencegah
penyerapannya.
1.5 Perubahan
dalam metabolisme obat dan penghapusan
Kebanyakan
obat dihapuskan melalui ginjal baik dalam bentuk yang tidak berubah atau
sebagai oleh-produk yang dihasilkan dari metabolisme (perubahan) dari obat oleh
hati. Oleh karena itu, hati dan ginjal adalah tempat yang sangat penting yang
berpotensi berinteraksinya obat. Beberapa obat dapat mengurangi atau
meningkatkan metabolisme obat lain oleh hati atau penghapusan mereka oleh
ginjal.
Metabolisme
obat-obatan adalah proses yang melalui konversi tubuh (mengubah atau
memodifikasi) obat ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk tubuh
menghilangkannya melalui ginjal. (Proses ini juga mengubah obat yang diberikan
dalam bentuk yang tidak aktif menjadi bentuk yang aktif yang sebenarnya
menghasilkan efek yang dikehendaki.) Kebanyakan metabolisme obat berlangsung di
hati, tetapi organ-organ lainnya juga dapat berperan (misalnya, ginjal). The
cytochrome P450 enzymes adalah sekelompok enzim dalam hati yang bertanggung
jawab atas sebagian besar metabolisme obat. Mereka, oleh karena itu sering
terlibat dalam interaksi obat. Obat-obatan dan beberapa jenis makanan dapat
meningkatkan atau menurunkan kegiatan enzim ini dan oleh karena itu akan
mempengaruhi konsentrasi obat-obatan yang dimetabolis oleh enzim ini.
Peningkatan dalam kegiatan enzim ini mengarah ke penurunan konsentrasi dan efek
pada tindakan obat. Sebaliknya, penurunan dalam aktivitas enzim mengarah ke
peningkatan konsentrasi obat dan efek.
1.6 Konsekuensi
dari interaksi obat
Interaksi
obat dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan yang bermanfaat atau efek
merugikan yang diberikan obat-obatan. Bila interaksi obat meningkatkan manfaat
dari administratif obat tanpa meningkatkan efek samping, kedua obat dapat
digabungkan untuk meningkatkan kontrol terhadap kondisi yang sedang dirawat.
Misalnya, obat-obatan yang mengurangi tekanan darah oleh berbagai mekanisme
yang berbeda dapat digabungkan karena efek menurunkan tekanan darah dicapai
oleh kedua obat-obatan mungkin akan lebih baik dibandingkan dengan obat itu
sendiri. Penyerapan beberapa jenis obat meningkat oleh makanan. Oleh karena
itu, obat ini diambil dengan makanan dalam rangka untuk meningkatkan
konsentrasi mereka didalam tubuh dan, pada akhirnya, mereka berpengaruh.
Sebaliknya, bila penyerapan obat-obatan berkurang oleh makanan, maka obat
diambil pada waktu perut kosong.
Interaksi
obat yang paling banyak dikuatirkan adalah yang mengurangi dari efek yang
diinginkan atau meningkatkan efek merugikan dari obat itu sendiri. Obat yang
mengurangi penyerapan atau meningkatkan metabolisme atau penghapusan obat
lainnya cenderung mengurangi efek dari obat yang lain. Hal ini dapat
mengakibatkan kegagalan terapi atau memerlukan peningkatan dosis obat agar
berpengaruh. Sebaliknya, obat-obatan yang meningkatkan penyerapan atau
mengurangi eliminasi atau metabolisme obat lain yang meningkatkan konsentrasi
obat-obatan lain di dalam tubuh dan menyebabkan lebih banyak efek samping. Terkadang,
obat berinteraksi karena mereka menghasilkan efek samping yang serupa. Oleh
karena itu, bila kedua obat yang menghasilkan efek samping yang sama
digabungkan, frekuensi dan kerasnya dari efek samping yang meningkat.
1.7 Waktu
Terjadinya Interaksi Obat
Interaksi
obat adalah kompleks dan terutama yang tidak terduga. interaksi yang dikenal
mungkin tidak terjadi di setiap individu. Hal ini dapat dijelaskan karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan bahwa terdapat interaksi
yang dikenal yang akan terjadi. Faktor-faktor tersebut termasuk perbedaan
antara individu dalam fisiologi, usia, gaya hidup (diet, latihan), yang
berpenyakit, dosis obat, lamanya terapi gabungan, dan waktu relatif dari
administrasi dua zat. (Terkadang, interaksi dapat dihindari jika dua obat yang
diambil pada waktu yang berbeda.) Namun demikian, interaksi obat yang
signifikan sering terjadi dan mereka menambahkan jutaan dolar untuk biaya
kesehatan. Selain itu, banyak obat telah ditarik dari pasar karena potensi
untuk berinteraksi dengan obat lain dan menyebabkan masalah kesehatan serius.
1.8 Cara
Menghindari Interaksi Obat
1.
Memberi penyedia layanan kesehatan
daftar yang lengkap dari seluruh obat-obatan yang anda gunakan atau telah
digunakan dalam beberapa hari lalu. Ini harus mencakup pengobatan
over-the-counter, vitamin, makanan suplemen, dan herbal remedies.
2.
Memberitahu penyedia layanan
kesehatan bila ada obat tambahan atau yang dihentikan.
3.
Memberitahu penyedia layanan
kesehatan tentang perubahan gaya hidup.
4.
Bertanya kepada penyedia layanan
kesehatan anda tentang hal yang paling serius atau seringnya interaksi obat
dengan obat yang anda gunakan.
5.
Sejak frekuensi interaksi obat
meningkat dengan sejumlah obat, bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan
anda untuk menghilangkan obat yang tidak diperlukan.
6.
Laporan singkat mengenai interaksi
obat ini tidak menutup kemungkinan setiap skenario. Pembaca tidak boleh takut
untuk menggunakan obat karena potensi terjadinya interaksi obat. Sebaliknya,
mereka harus menggunakan informasi yang tersedia bagi mereka untuk meminimalkan
resiko interaksi seperti ini dan untuk meningkatkan keberhasilan terapi mereka.
1.9 Interaksi yang merugikan
Obat-obat golongan sedatif dan antihistamin jika digunakan secara
bersamaan dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan memperlambat reaksi pasien
karena efek penurunan kesadaran keduanya menjadi efek sinergisme (Anonim, 2005). Contoh: Obat-obat sedatif (diazepam, klordiazepoksid, luminal) jika
digunakan secara
bersamaan dengan antihistamin
menyebabkan penurunan kesadaran
1.10 Interaksi yang menguntungkan
Penggunaan bersama sulfametoksasol dan trimetoprim-->kotrimoksasol
Penggunaan bersama antara metoklopramid dan parasetamol akan
meningkatkan absorbsi parasetamol. Efek yang
dihasilkan : 1/2 tablet Paracetamol + metoklopramid = 1 tablet paracetamol
tunggal
1.11 Hasil Interaksi
Hasil interaksi obat dengan obat adalah respon klinis atau farmakologis
dari suatu pemberian
kombinasi obat, yang berbeda dari yang seharusnya
terjadi bila kedua obat-obat diberikan sendiri-sendiri. Efek
yang terjadi dapat berupa :
a. Antagonisme (1+1<2)--> saling menurunkan khasiat dari
masing-masing obat
Kegiatan obat pertama dikurangi atau bahkan
ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat
farmakologis yang bertentangan, misalnya adrenalin dan histamin.
Contoh : ekspektoran + antitusiv, adrenalin +
antihistamin
b. Sinergisme (1+1>2)
Kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua
jenis yaitu Adisi efek kombinas adalah sama dengan kegiatan dari masing-masing obat (1+1=2).
Contoh : kombinasi asetosal dan parasetamol, juga
trisulfa.
Potensiasi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat
dipertinggi oleh obat kedua (1+1>2),
kedua obat dapat memiliki kegiatan yang sama seperti estrogen dan progesteron,
sulfametoksasol dan trimetoprim asetosal dan kodein. Atau satu obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya analgetik dan klorpromazin, benzodiazepin/meprobamat dan alkohol, penghambatan MAO dan amfetamin dan lainnya
kedua obat dapat memiliki kegiatan yang sama seperti estrogen dan progesteron,
sulfametoksasol dan trimetoprim asetosal dan kodein. Atau satu obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya analgetik dan klorpromazin, benzodiazepin/meprobamat dan alkohol, penghambatan MAO dan amfetamin dan lainnya
Contoh : Sulfametoksasol + Trimetoprim -->
efek sinergesme
Amoxicillin + Asam Klavulanat --> Asam Klavulanat meningkatkan aktivitas
amoksisilin karena dapat memproteksi cincin beta laktam dari
amoxicillin.
c. Idiosinkrasi
Yaitu peristiwa suatu obat memberikan efek yang secara kualitatif total
berlainan dari efek
normalnya, umumnya disebabkan kelainan genetika
pada pasien bersangkutan. Sebagai contoh disebut Anemia Hemolitik (kurang
darah akibat terurainya sel-sel darah) setelah pengobatan malaria
dengan primaquin atau derivatnya. Contoh lain pasien pada pengobatan neuroleptika untuk menenangkannya
justru memperlihatkan reaksi yang bertentangan dan
menjadi gelsiah dan cemas (Tjay dan Rahardja, 1986)
1.12
Interaksi Obat Mempengaruhi ADME Obat
Di dalam
tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan
lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi,
metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila
berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu
interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang
dikonsumsi bersamaan dengan obat.
Interaksi
yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi
farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah
interaksi antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor
yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi
farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat yang diberikan
bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah
satu kadar obat dalam darah. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang
interaksi farmakokinetik.
1.
obat yang rentang terapinya sempitcontoh: antiepilepsi, digoksin,
lithium, siklosporin,warfarin
2.
bat yang memerlukan pengaturan dosisteliticontoh: antihipertensi
3.
penginduksi enzim contoh: asap rokok, barbiturat, fenitoin,
griseofulvin,karbamzepin, rifampisin.
4. penghambat
enzimcontoh: amiodaron, diltiazem, eritromisin,
ketokonazol,metronidazol, simetidin, siprofloksasin, verapamil
Hal yang perlu diperhatikan interaksi obat
1.
Tidak semua obat yang berinteraksi
signifikan scr klinik
2.
Interaksi tidak selamanya merugikan.
3.
Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak bolehdiberikan
4.
Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapikadang untuk
mengobati penyakit yang sama.
5.
Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkanpengobatan.
Guna interaksi obat
1.meningkatkan kerja obatcontoh :
sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2.mengurangi efek sampingcontoh : anestetika
dan adrenalin
3.memperluas spektrumcontoh : kombinasi
antiinfeksi
4.memperpanjang kerja obatprobenesid dan
penisilin.
Pasien yang rentan terhadap interaksi obat
Pasien lanjut usiapasien yang mengkonsumsi
lebih dari satu macam obatpasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
hatipasien dengan penyakit akutpasien dengan penyakit yang tidak tidak stabil
(kadangkambuh)pasien dengan karakteristik genetik tertentupasien yang dirawat
oleh lebih dari satu dokter.
1.14 Macam-Macam Interaksi Obat
1.Interaksi Farmasetis
Adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat
diformulasikan / disiapkan sebelum obat di gunakan oleh penderita.Misalnya
interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur bersamaan dapat
menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan.
Contoh lain : dua obat yang dicampur pada larutan yang sama
dapat terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa, atau
terjadi pengkristalan salah satu senyawa dll.
Bentuk interaksi:
a.Interaksi secara fisik
Misalnya :
-Terjadi perubahan kelarutan
-Terjadinya turun titik beku
b.Interaksi secara kimia
Misalnya :
Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.
a.Interaksi secara fisik
Misalnya :
-Terjadi perubahan kelarutan
-Terjadinya turun titik beku
b.Interaksi secara kimia
Misalnya :
Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.
2.
Interaksi Farmakokinetika
a. Absorpsi
Obat-obat
yang digunakan secara oral bisaanya diserap dari saluran cerna ke dalam sistem
sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati
saluran cerna. Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun
aktif, di mana sebagian besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini
melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar
obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan
gradien konsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses
ini membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat dari
pada secara tansport pasif. Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan
mudah berdifusi melewati membran sel, sedangkan obat dalam bentuk terion tidak
larut lemak dan tidak dapat berdifusi. Di bawah kondisi fisiologi normal
absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat absorpsinya biasanya sempurna.
Bila
kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan akan lebih mudah terjadi,
terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila dibutuhkan kadar puncak
plasma yang cepat untuk mendapatkan efek. Mekanisme interaksi akibat gangguan
absorpsi antara lain :
a. Interaksi langsung
Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam lumen
saluran cerna sebelum absorpsi dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi ini
dapat dihindarkan atau sangat dikuangi bila obat yang berinteraksi diberikan
dalam jangka waktu minimal 2 jam.
Obat A
|
Obat B
|
Efek
|
Tetrasiklin
|
Kation
multivalen (Ca2+ , Mg2+, Al3+ dalam
antasid, Ca2+ dalam susu, Fe2+ dalam sediaan
besi)
|
Terbentuk kelat yang tidak di absorbsi jumlah absorbsi
obat A dan Fe2+
|
Digoksin,
digitoksin
|
Kolestiramin
Kortikosteroid,
tiroksin
|
Obat A
diikat oleh obat B "jumlah
absorbsi
obat A
|
Digoksin,
linkomisin
|
Kaolin-pektin
|
Obat A
diabsorbsi oleh obat B " jumlah absorbsi obat A
|
b. Perubahan pH saluran cerna
Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat
adanya antasid, akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut
dalam saluran cerna, misalnya aspirin. Dengan demikian dipercepatnya disolusi
aspirin oleh basa akan mempercepat absorpsinya. Akan tetapi, suasana alkalis di
saluran cerna akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa
(misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, sehingga mengurangi
absorpsinya. Berkurangnya keasaman lambung oleh antasida akan mengurangi
pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan
bioavailabilitasnya.
Ketokonazol yang diminum per oral membutuhkan medium asam
untuk melarutkan sejumlah yang dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan
diberikan bersama antasida, obat antikolinergik, penghambatan H2,
atau inhibitor pompa proton (misalnya omeprazol). Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya abat-obat ini diberikan sedikitnya 2 jam setelah pemberian
ketokonazol.
Obat A
|
Obat B
|
Efek
|
NaHCO3
|
Aspirin
|
Kecepatan
disolusi terjadi kecepatan
absorbsi obat B
|
NaHCO3
|
Tetrasiklin
|
Kelarutan
obat terjadi
pada jumlah absorbsi obat B
|
Antasit
|
Penisilin G,
eritromisin
|
pH lambung terjadi pengrusakan obat B dalam jumlah absorbsi obat B
|
c. Pembentukan senyawa kompleks tak larut atau khelat, dan adsorsi
Interaksi antara antibiotik golongan fluorokinolon
(siprofloksasin, enoksasin, levofloksasin, lomefloksasin, norfloksasin, ofloksasin
dan sparfloksasin) dan ion-ion divalent dan trivalent (misalnya ion Ca2+ ,
Mg2+ dan Al3+ dari antasida dan obat lain)
dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dari absorpsi saluran cerna,
bioavailabilitas dan efek terapetik, karena terbentuknya senyawa kompleks.
Interaksi ini juga sangat menurunkan aktivitas antibiotik fluorokuinolon. Efek
interaksi ini dapat secara signifikan dikurangi dengan memberikan antasida
beberapa jam sebelum atau setelah pemberian fluorokuinolon. Jika antasida
benar-benar dibutuhkan, penyesuaian terapi, misalnya penggantian dengan
obat-pbat antagonis reseptor H2 atau inhibitor pompa proton
dapat dilakukan.
Beberapa obat antidiare (yang mengandung atapulgit)
menjerap obat-obat lain, sehingga menurunkan absorpsi. Walaupun belum ada riset
ilmiah, sebaiknya interval pemakaian obat ini dengan obat lain selama mungkin.
d. Obat menjadi terikat pada sekuestran asam empedu (BAS : bile
acid sequestrant)
Kolestiramin dan kolestipol dapat berikatan dengan
asam empedu dan mencegah reabsorpsinya, akibatnya dapat terjadi ikatan dengan
obat-obat lain terutama yang bersifat asam (misalnya warfarin). Sebaiknya
interval pemakaian kolestiramin atau kolestipol dengan obat lain selama mungkin
(minimal 4 jam).
e. Perubahan
fungsi saluran cerna (percepatan atau lambatnya pengosongan lambung, perubahan
vaksularitas atau permeabilitas mukosa saluran cerna, atau kerusakan mukosa
dinding usus).
Obat A
|
Obat B
|
Efek
|
Metoklopramid
|
Parasetamol, diazepam, propanolol
|
Obat A
memperpendek waktu pengosongan lambung dan mempercepat absorbsi obat B
|
Antikolinergik
Antidepresi trisiklik
|
Parasetamol, diazepam, propanolol, fenilbutazon
|
Obat A
memperpanjang waktu pengosongan lambung dan memperlambat absorbsi obat B
|
Antikolinergik
Antidepresi trisiklik
|
Levodopa
|
Obat A
memperpanjang waktu pengosongan lambung dan bioavailibilitas obat B
|
Contoh-contoh interaksi obat pada
proses absorpsi dapat dilihat pada tabel berikut:
Obat yang dipengaruhi
|
Obat yang mempengaruhi
|
Efek interaksi
|
Digoksin
|
Metoklopramida
Propantelin
|
Absorpsi digoksin dikurangi
Absorpsi digoksin ditingkatkan
(karena perubahan motilitas usus)
|
Digoksin
Tiroksin
Warfarin
|
Kolestiramin
|
Absorpsi dikurangi karena ikatan
dengan kolestiramin
|
Ketokonazol
|
Antasida
Penghambat H2
|
Absorpsi ketokonazol dikurangi
karena disolusi yang berkurang
|
Penisilamin
|
Antasida yang mengandung Al3+,
Mg2+ , preparat besi, makanan
|
Pembentukan khelat penisilamin
yang kurang larut menyebabkan berkurangnya absorpsi penislinamin
|
Penisilin
|
Neomisin
|
Kondisi malabsorpsi yang diinduksi
neomisin
|
Antibiotik kuinolon
|
Antasida yg mengandung Al3+,Mg2+ ,
Fe2+, Zn, susu
|
Terbentuknya kompleks yang sukar
terabsorpsi
|
Tetrasiklin
|
Antasida yang mengandung Al3+,
Mg2+ , Fe2+, Zn, susu
|
Terbentuknya kompleks yang sukar
terabsorpsi
|
Di antara
mekanisme di atas, yang paling signifikan adalah pembentukan kompleks tak
larut, pembentukan khelat atau bila obat terikat resin yang mengikat asam
empedu. Ada juga beberapa obat yang mengubah pH saluran cerna (misalnya
antasida) yang mengakibatkan perubahan bioavailabilitas obat yang signifikan.
b. Distribusi
Setelah obat
diabsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, obat di bawa ke tempat kerja di mana
obat akan bereaksi dengan berbagai jaringan tubuh dan atau reseptor. Selama
berada di aliran darah, obat dapat terikat pada berbagai komponen darah
terutama protein albumin. Obat-obat larut lemak mempunyai afinitas yang tinggi
pada jaringan adiposa, sehingga obat-obat dapat tersimpan di jaringan adiposa
ini. Rendahnya aliran darah ke jaringan lemak mengakibatkan jaringan ini
menjadi depot untuk obat-obat larut lemak. Hal ini memperpanjang efek obat.
Obat-obat yang sangat larut lemak misalnya golongan fenotiazin, benzodiazepin
dan barbiturat.
Sejumlah
obat yang bersifat asam mempunyai afinitas terhadap protein darah terutama
albumin. Obat-obat yang bersifat basa mempunyai afinitas untuk berikatan dengan
asam-α-glikoprotein. Ikatan protein plasma (PPB : plasma protein binding)
dinyatakan sebagai persen yang menunjukkan persen obat yang terikat. Obat yang
terikat albumin secara farmakologi tidak aktif, sedangkan obat yang tidak
terikat, biasa disebut fraksi bebas, aktif secara farmakologi. Bila dua atau
lebih obat yang sangat terikat protein digunakan bersama-sasam, terjadi
kompetisi pengikatan pada tempat yang sama, yang mengakibatkan terjadi
penggeseran salah satu obat dari ikatan dengan protein, dan akhirnya terjadi
peninggatan kadar obat bebas dalam darah. Bila satu obat tergeser dari
ikatannya dengan protein oleh obat lain, akan terjadi peningkatan kadar obat bebas
yang terdistribusi melewati berbagai jaringan. Pada pasien dengan
hipoalbuminemia kadar obat bebas atau bentuk aktif akan lebih tinggi.
Asam
valproat dilaporkan menggeser fenitoin dari ikatannya dengan protein dan
juga menghambat metabolisme fenitoin. Jika pasien mengkonsumsi kedua obat ini,
kadar fenitoin tak terikat akan meningkat secara signifikan, menyebabkan efek
samping yang lebih besar. Sebaliknya, fenitoin dapat menurunkan kadar
plasma asam valproat. Terapi kombinasi kedua obat ini harus dimonitor
dengan ketat serta dilakukan penyesuaian dosis.
Obat-obat
yang cenderung berinteraksi pada proses distribusi adalah obat-obat yang :
- persen terikat protein tinggi ( lebih dari 90%)
- terikat pada jaringan
- mempunyai volume distribusi yang kecil
- mempunyai rasio eksresi hepatic yang rendah
- mempunyai rentang terapetik yang sempit
- mempunyai onset aksi yang cepat
- digunakan secara intravena.
Obat-obat yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk menggeser obat lain dari ikatan dengan protein adalah asam
salisilat, fenilbutazon, sulfonamid dan anti-inflamasi nonsteroid.
c. Metabolisme
Untuk
menghasilkan efek sistemik dalam tubuh, obat harus mencapai reseptor, berarti
obat harus dapat melewati membran plasma. Untuk itu obat harus larut lemak.
Metabolisme dapat mengubah senyawa aktif yang larut lemak menjadi senyawa larut
air yang tidak aktif, yang nantinya akan diekskresi terutama melalui ginjal.
Obat dapat melewati dua fase metabolisme, yaitu metabolisme fase I dan II. Pada
metabolisme fase I, terjadi oksidasi, demetilasi, hidrolisa, dsb. oleh enzim
mikrosomal hati yang berada di endothelium, menghasilkan metabolit obat
yang lebih larut dalam air. Pada metabolisme fase II, obat bereaksi dengan
molekul yang larut air (misalnya asam glukuronat, sulfat, dsb) menjadi
metabolit yang tidak atau kurang aktif, yang larut dalam air. Suatu senyawa dapat
melewati satu atau kedua fasemetabolisme di atas hingga tercapai bentuk yang
larut dalam air. Sebagian besar interaksi obat yang signifikan secara klinis
terjadi akibat metabolisme fase I dari pada fase II.
a. Peningkatan metabolisme
Beberapa obat bisa meningkatkan aktivitas enzim
hepatik yang terlibat dalam metabolisme obat-obat lain. Misalnya fenobarbital
meningkatkan metabolisme warfarin sehingga menurunkan aktivitas
antikoagulannya. Pada kasus ini dosis warfarin harus ditingkatkan, tapi setelah
pemakaian fenobarbital dihentikan dosis warfarin harus diturunkan untuk
menghindari potensi toksisitas. Sebagai alternative dapat digunakan sedative
selain barbiturate, misalnya golongan benzodiazepine. Fenobarbital juga
meningkatkan metabolisme obat-obat lain seperti hormone steroid.
Barbiturat lain dan obat-obat seperti
karbamazepin, fenitoin dan rifampisin juga menyebabkan induksi enzim.
Piridoksin mempercepat dekarboksilasi levodopa menjadi
metabolit aktifnya, dopamine, dalam jaringan perifer. Tidak seperti levodopa,
dopamine tidak dapat melintasi sawar darah otak untuk memberikan efek
antiparkinson. Pemberian karbidopa (suatu penghambat dekarboksilasi) bersama
dengan levodopa, dapat mencegah gangguan aktivitas levodopa oleh piridoksin,
b. Penghambatan metabolisme
Suatu obat dapat juga menghambat metabolisme obat
lain, dengan dampak memperpanjang atau meningkatkan aksi obat yang
dipengaruhi. Sebagai contoh, alopurinol mengurangi produksi asam urat melalui
penghambatan enzim ksantin oksidase, yang memetabolisme beberapa obat yang
potensial toksis seperti merkaptopurin dan azatioprin. Penghambatan ksantin
oksidase dapat secara bermakna meningkatkan efek obat-obat ini. Sehingga jika
dipakai bersama alopurinol, dosis merkaptopurin atau azatioprin harus dikurangi
hingga 1/3 atau ¼ dosis biasanya.
Simetidin menghambat jalur metabolisme oksidatif dan
dapat meningkatkan aksi obat-obat yang dimetabolisme melalui jalur ini
(contohnya karbamazepin, fenitoin, teofilin, warfarin dan sebagian besar
benzodiazepine). Simetidin tidak mempengaruhi aksi benzodiazein lorazepam,
oksazepam dan temazepam, yang mengalami konjugasi glukuronida. Ranitidin
mempunyai efek terhadap enzim oksidatif lebih rendah dari pada simetidin,
sedangkan famotidin dan nizatidin tidak mempengaruhi jalur metabolisme
oksidatif.
Eritromisin dilaporkan menghambat metabolisme hepatik
beberapa obat seperti karbamazepin dan teofilin sehingga meningkatkan efeknya.
Obat golongan fluorokuinolon seperti siprofloksasin juga meningkatkan aktivitas
teofilin, diduga melalui mekanisme yang sama.
d. Ekskresi
Kecuali
obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau
urin. Darah yang memasuki ginjal sepanjang arteri renal, mula-mula dikirim ke
glomeruli tubulus, dimana molekul-molekul kecil yang cukup melewati membran
glomerular (air, garam dan beberapa obat tertentu) disaring ke tubulus.
Molekul-molekul yang besar seperti protein plasma dan sel darah ditahan. Aliran
darah kemudian melewati bagian lain dari tubulus ginjal dimana transport aktif yang
dapat memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel
tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif (melalui difusi) untuk
mereabsorpsi obat. Interaksi bis terjadi karena perubahan ekskresi aktif tubuli
ginjal, perubahan pH dan perubahan aliran darah ginjal.
a. Perubahan ekskresi aktif
tubuli ginjal
b. perubahan pH urin
c. Perubahan aliran darah
ginjal
3. Interaksi Farmakodinamika
Interaksi farmakodinamik adalah
interaksi dimana efek suatu efek obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi.
Hal ini dapat terjadi kompetisi pada reseptor yang sama atau interaksi obat
pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokan
seperti interaksi-interaksi yang mempengaruhi konsentarsi obat dalam tubuh
tetapi terjadinya interaksi tersebut lebih mudah diperkirakan dari efek
farmakologi obat yang dipengaruhi. Beberapa mekanisme serupa mungkin dapat
terjadi secara bersama-sama.
Berikut ini
macam-macam interaksi farmakodinamik;
1. Sinergisme
Yang paling
umum terjadi adalah sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ,
sel, atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama.
2. Antagonisme
2. Antagonisme
Terjadi bila
obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan. Hal
ininmengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat.
3. Efek reseptor tidak langsung
Kombinasi
obat dapat bekerja melalui mekanisme saling mempengaruhi efek reseptor yang
meliputi sirkulasi kendali fisiologi atau biokimia.
4. Gangguan cairan dan elektronik
Interaksi
obat dapat mengakibatkan gangguna keseimbangan cairan dan elektrolit.
Interaksi
obat dapat dibedakan menjadi :
1. Berdasarkan level kejadiannya,
interaksi obat terdiri dari established (sangat mantap terjadi), probable
(interaksi obat dapat terjadi), probable (interaksi obat dapat terjadi),
suspected (interaksi obat diduga terjadi), possible (interaksi obat mungkin
terjadi/belum pasti terjadi), serta unlikely (interaksi obat tidak terjadi).
2. Berdasarkan onsetnya, interaksi obat dapat dibedakan menjadi dua yaitu interaksinobatbdengan onset cepat (efek terlihatbdalam 24 jam), dan interaksi obat dengan onset lambat (efek terlihat setelah beberapa hari bahkan beberapa minggu).
3. Berdasarkan keparahannya, interaksi obat dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : mayor (dapat menyebabkan kematian), moderat (efek sedang), dan minor (tidak begitu bermasalah dan dapat diatasi dengan baik).
2. Berdasarkan onsetnya, interaksi obat dapat dibedakan menjadi dua yaitu interaksinobatbdengan onset cepat (efek terlihatbdalam 24 jam), dan interaksi obat dengan onset lambat (efek terlihat setelah beberapa hari bahkan beberapa minggu).
3. Berdasarkan keparahannya, interaksi obat dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : mayor (dapat menyebabkan kematian), moderat (efek sedang), dan minor (tidak begitu bermasalah dan dapat diatasi dengan baik).
4. Berdasarkan signifikansinya,
interaksi obat dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
a. Signifikansi tingkat 1
a. Signifikansi tingkat 1
Interaksi dengan signifikansi ini
memilikinkeparahan mayor dan terdokumentasi suspected, probable, established,
b. Signifikansi Tingkat 2
Interaksi dengan signifikansi kedua
ini memiliki tingkat keparahan moderat dan terdokumentasi suspected, probable,
established.
c. Signifikansi Tingkat 3
Interaksi ini memiliki keparahan
minor dan terdokumentasi suspeceted.
d. Signifikansi Tingkat 4
d. Signifikansi Tingkat 4
Interaksi ini memiliki keparahan
mayor/moderat dan terdokumentasi possible.
e. Signifikansi Tingkat 5
e. Signifikansi Tingkat 5
Interaksi dalam signifikansi ini
dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu tingkat keparahan minor yang
terdokumentasi possible dan yang terdokumentasi unlikely.
1.15 Sasaran Interaksi Obat
Ada 4 sasaran interaksi :
1.Interaksi Obat-obat
1.Interaksi Obat-obat
Tipe interaksi obat dengan obat
merupakan interaksi yang paling penting dibandingkan dengan ketiga interaksi
lainnya (Walker dan Edward, 1999).
Semua pengobatan termasuk pengobatan tanpa resep atau obat bebas harus diteliti terhadap terjadinya interaksi obat, terutama bila berarti secara klinik karena dapat membahayakan pasien
Semua pengobatan termasuk pengobatan tanpa resep atau obat bebas harus diteliti terhadap terjadinya interaksi obat, terutama bila berarti secara klinik karena dapat membahayakan pasien
2.Interaksi Obat – makanan
Tipe interaksi
ini kemungkinan besar dapat mengubah parameter farmakokinetik dari obat
terutama pada proses absorpsi dan eliminasi, ataupun efikasi dari obat.
Contoh: MAO
inhibitor dengan makanan yang mengandung tiramin (keju, daging, anggur merah)
akan menyebabkan krisis hipertensif karena tiramin memacu pelepasan
norepinefrin sehingga terjadi tekanan darah yang tidak normal (Grahame-Smith
dan Arronson, 1992), makanan berlemak meningkatkan daya serap griseofulvin,
(Shim dan Mason, 1993).
3.Interaksi Obat – penyakit
Acuan medis
seringkali mengacu pada interaksi obat dan penyakit sebagai kontraindikasi relatif
terhadap pengobatan. Kontraindikasi mutlak merupakan resiko, pengobatan
penyakit tertentu kurang secara jelas mempertimbangkan manfaat terhadap
pasiennya (Shimp dan Mason, 1993). Pada tipe interaksi ini, ada obat-obat yang
dikontraindikasikan pada penyakit tertentu yang diderita oleh pasien. Misalnya
pada kelainan fungsi hati dan ginjal, pada wanita hamil ataupun ibu yang sedang
menyusui.
Contohnya pada
wanita hamil terutama pada trimester pertama jangan diberikan obat golongan
benzodiazepin dan barbiturat karena akan menyebabkan teratogenik yang berupa
phocomelia Juga pada pemberian NSAID pada Px riwayat tukak lambung.
4.Interaksi Obat – Hasil lab
Interaksi obat dengan tes laboratorium
dapat mengubah akurasi diagnostik tes sehingga dapat terjadi positif palsu atau
negatif palsu. Hal ini dapat terjadi karena interferensi kimiawi. Misalnya pada
pemakaian laksativ golongan antraquinon dapat menyebabkan tes urin pada
uribilinogen tidak akurat (Stockley, 1999), atau dengan perubahan zat yang dapat
diukur contohnya perubahan tes tiroid yang disesuaikan dengan terapi estrogen
(Shimp dan Mason, 1993)
1.16 Interaksi Obat di Luar Tubuh
Interaksi obat
selain terjadi di dalam tubuh atau terjadi setelah obat diberikan kepada
pasien, namun dapat terjadi sebelum diberikan kepada pasien atau dengan kata
lain interaksi obat terjadi di luar tubuh. Interaksi obar diluar tubuh manusia
disebut juga interaksi inkompabilitas, karena interaksi ini terjadi sebelum
obat diberikan antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel).
Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara
fisika atau kimia, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan,
perubahan warna dan lain-lain. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi
obat.
Hal yang paling
penting untuk diketahui oleh dokter maupun apoteker sebagai tenaga kesehatan
adalah interaksi obat diluar tubuh yaitu interaksi antara obat suntik
dengan cairan infus, dimana banyak sekali obat-obat suntik yang
inkompatibilitas dengan cairan infus.Selain itu interaksi obat dapat terjadi
pada saat formulasi atau disiapkan sebelum digunakan oleh pasien.
Contoh interaksi obat di luar tubuh
Obat A
|
Obat B
|
Efek
|
a.Interaksi Langsung
- Tetrasiklin
- Digoksin, digitoksin
b. Perubahan pH cairan saluran cerna
- NaHCO3
|
Kation multivalen (Ca2+, Mg2+, Al3+ dalam
antasida, Ca2+ dalam susu, Fe2+dalam sediaan besi
Kolestiramin, kortikosteroid,
tiroksin
Tetrasiklin
Aspirin
|
Terbentuk kelat yang tidak dapat diabsorbsi sehingga
absobsi obat A menurun
Obat
A di ikat obat B sehingga absobsi obat A menurun
Kelarutan
obat B menurun sehingga absobsi obat B menurun
Kelarutan (kecepatan disolusi meningkat) sehingga
absobsi obat B meningkat
|
Contoh-contoh obat yang berinteraksi
diluar tubuh manusia
No
|
Obat
A
|
Obat
B
|
Interaksi
yang terjadi
|
|||||
1.
|
Oksitetrasiklin-
HCl
|
Diphenhidramin
|
Terbentuknya endapan
|
|||||
2.
|
Aspirin
|
Na-bikarbonat
|
Aspirin
terhidrolisis
|
|||||
3.
|
Oksitertrasiklin-
HCl
|
MgS04
|
Terbentuk
ikatan komplek tak larut Oksitetrasiklin-Ca
|
|||||
4.
|
Oksitertrasiklin-
HCl
|
Ca-glukonat
|
Terbentuk
ikatan komplek tak larut Oksitetrasiklin-Ca
|
|||||
5.
|
Phenitoin-Na
|
infus
|
Terbentuk
endapan
|
|||||
6.
|
Inj.
Aminophilin
|
Inj.
Diphenhidramin
|
Terbentuk
erldapan
|
|||||
7.
|
Inj.
Oksitetrasiklin
|
Inj.
Diphenhidramin
|
Terbentuk
endapan
|
|||||
8.
|
Inj.
Thiopenton
|
Inj.
Suxamethonium
|
Terbentuk
endapan
|
|||||
9.
|
Diazepam
|
Cairan
infus
|
Terbentuk
endapan
|
|||||
10
|
Phenitoin
|
Cairan
infus
|
Terbentuk
endapan
|
|||||
11
|
Soluble
insulin
|
Protamin
Zinc Insulin
|
Efek
soluble insulin berkurang
|
|||||
12
|
Heparin
|
Hidrokortison
|
Heparin
tidak aktif
|
|||||
13
|
Kanamicin
|
HidrokOltison
|
Kanamicin
tidak aktif
|
|||||
14
|
Penicilin
|
Hidrokortison
|
Penicilin
tidak aktif
|
|||||
15
|
Karbenicillin
|
Gentamicin
|
Gentamicin tidak aktif Karbenicilin rusak
|
|||||
16
|
Penicilin
G
|
Vitamin
C
|
Penicilin
tidak aktif
|
|||||
17
|
Amfoterisin
B
|
Larutan garam fisiologis atau larutan ringer
|
Amfoterisin
B mengendap
|
|||||
18
|
Ceftazidime
|
Aminoglikosida
|
Inaktivasi
pada ceftazidime
|
|||||
19
|
Ceftazidime
|
Vankomisin
|
Terbentuk endapan pada larutan ceftazidime
|
|||||
20
|
Ceftazidime
|
Larutan
injeksi Na-bikarbonat
|
Ceftazidime
kuning stabil
|
|||||
1.18
Beberapa Contoh Interaksi Obat Dengan Obat
·
INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN INFEKSI BEKTERI (INTERAKSI ANTIBIOTIKA)
1.
Aminoklikosida – Antibiotika
sefalosporin
Efek samping merugikan
dari masing-masing obat dapat meningkat.
Akibatnya ; ginjal
mungkin rusak. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang,ada
darah dalam air kemih,rasa haus yang berkelebihan,hilang nefsu
makan,pusing,mengantuk dan mual.
2.
Aminoglikosida – Digoksin
(Lanoxin)
Efek digoksin
dapat berkurang .Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung dan untuk
menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur .
Akibatnya ;
kelainan jantung mungkin tidak terkendali dengan baik.
Catatan ; Hanya
aminoglikosida neomisin (Mycifradin,Neobiotic) yang berinteraksi.
3.
Sefalosporin – Kloramfenikol
(Chloromycetin, Mychel
Kombinasi ini dapat menekan sumsum
tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang dilaporkan ; sakit tenggorokan
,demam,kedinginan,tukak mulut,perdarahan atau memar di seluruh tubuh ,tinja
hitam pekat dan kehilangan tenaga yang tidak lazim. Kloramfenikol diberikan
untuk infeksi yang berbahaya,yang tidak cocok bila diobati dengan antibiotika
lain yang kurang begitu efektif.
·
INTERAKSI OBAT PADA PENANGANAN KELAINAN JANTUNG
1.
Obat angina /antiaritmika –
Diuretika
Kombinasi ini
dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah.
Akibatnya ;
Hipotensi postural dengan gejala yang menyertainya:
pusing,lemah,pingsan,penurunan tekanan darah yang hebat dapat menyebabkan
kejang dan syok. Diuretika menghilangkan kelebihan cairan dari tubuh dan
digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan layu jantung.
2.
Disopiramida (Norpace) – Biperiden
(Akineton)
Kombinasi ini
dapat menimbulkan efek antikolinergik yang berlebihan.
Akibatnya ; Mulut
kering,penglihatan kabur,pusing,nanar,rasa tak enak pada
lambung,sembelit,kencing sulit,mungkin timbul psikosis toksik
(disorientasi,agitasi,meracau) sikrimin digunakan untuk mengendalikan tremor
akibat penyakit perkinson atau akibat pengobatan dengan antipsikotika.
3.
Disopiramida (Norpace) – Fenitoin
(Dilantin)
Efek disopiramida
dapat berkurang . Akibatnya ; denyut jantung yang tak teratur dapat
dikendalikan dengan baik. Fenitoin digunakan untuk mengendalikan kejang pada
kelainan seperti ayan. Obat lain yang mirip fenitoin juga berinteraksi
,misalnya mesantoin (mefinitoin) dan peganone (etotoin).
·
INTERAKSI PADA PENANGANAN AYAN DAN KEJANG
1.
Fenitoin (Dilantin) – Trimetadion
(Tridione)
Efek trimetadion
dapat berkurang. Trimetadion juga merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk
mengendalikan serangan jantung.
Akibatnya ;
Kemampuan mengendalikan serangan kejang dapat hilang kecuali jika dosis
disesuaikan .Karena kedua obat merupakan depresan system saraf pusat,amati
terjadinya gejala akibat depresi berlebihan : mengantuk,pusing,nanar,dan hilang
kewaspsadaan mental.
2.
Primidon (Mysoline) – Fenitoin
(Dilantin)
Efek fenitoin dapat berkurang .
Fenitoin juga meripakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang
. Akibatnya ; serangan kejang tak dapat dikendalikan sesuai dengan yang
dikehendaki. Interaksi ini beragam,bergantung pada perorangan. Pada beberapa
pasien efek fenitoin dapat bertambah jika dosis primidon meningkat; pada pasien
lain efek primidon yang meningkat.
3.
Fenitoin (Dilantin) – Metilfenidat
(Ritalin)
Efek fenitoin
dapat meningkat. Akibatnya ; efek samping yang merugikan mungkin terjadi akibat
terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan antara lain gangguan
penglihan,nanar. Metilfenidat digunakan untuk menanggulangi perilaku
hiperkinetik serta gangguan belajar pada anak-anak ,narkolepsi,depresi ringan
,acuh tak acuh atau pikun.
·
INTERAKSI OBAT DENGAN KOSMETIK
Interaksi
obat pada kulit terhadap bahan pengawet ,dalam hal ini bahan pengawet yang
terdapat di dalam kosmetika dan obat-obat oles ,dapat berupa dermatitis
(eksema) dengan tanda-tanda kulit kering ,bersisik,merah ,berlempuh sampai
basah atau retak-retaknya kulit. Reaksi bisa ringan atau berat dan biasanya
disertai dengan rasa terbakar dan gatal.
Reaksi dapat
timbul sebagai urtika atau kadang-kadang berupa pembengkakan lokal. Sering
terjadi timbulnya reaksi kulit pada pemakaian pertama kali dari obat oles atau
kosmetika pada kulit yang terluka atau sedang mengalami iritasi.
Interaksi
obat pada penyalahgunaan kosmetik dimana kulit yang wajah yang sensitif cepat
sekali memberikan reaksi iritasi jika salah dalam merawatnya. Biasanya,kulit
wajah yang sensitive akan cepat memerah jika kosmetika yang dipakai tidak
cocok. Terasa pedih dan kemudian akan muncul bimtik-bintik merah yang
mengakibatkan kulit menjadi mudah teriritasi . Alkohol yang terkandung dalam
kosmetik biasanya sering menyebabkan iritasi.
Iritan
adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika
terpapar pada kulit ; pada konsentrasi yang cukup,pada waktu yang sufisien
dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi
yang berbeda terhadap berbagai iritan,tetapi jumlah yang rendah dari iritan
menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk meninduksi
dermatitis.
Zat-zat
iritan mempunyai efek eritem,mengeringkan dan peeling,zat-zat iritan golongan
kemikal ,zat ini dapat dalam bentuk larutan, bedak kocok, kompres, pasta, krem,
dan bahan pembersih (cleansing preparation).
1.
Sulfur
Dapat berupa unsure (elemental) sulfur atau
ikatan (compound) sulfur. Menurut Mills
dan Kligman (1972) untuk sulfur bersifat komedogenik.
2.
Resorsin
Konsentrasi resorsin 1-10 %,pemakaian bahan
ini berkurang setelah dikenal benzoil perokaida
3.
Asam Salisilat
Asam salisilat selain sebagai iritan juga
mempunyai sifat keratolitik pada konsentrasi diatas 3 %.
4. Asam Vitamin A
(Asam retionik,tretinoin) mempunyai efek sebagai iritan
5. Benzoil
peroksida ,mempunyai efek sebagai iritan
Anti
Iritasi merupakan aspek vital dari formula perawatan kulit. Apapun penyebabnya
,iritasi adalah permasalan untuk semua jenis kulit ,namun sangat sulit untuk
dihindari,apakah itu Karena matahari,kerusakan oksidatif dari polusi,atau dari
produk perawatan kulit yang digunakan ,iritasi dapat menjadi permasalahan terus
menerus dari kulit. Ironisnya,bahkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti
zat-zat tbir surya,pengawet,exofilant kulit ,dan zat-zat pembersih dapat
menyebabkan iritasi . Bahan-bahan lain seperti pewangi,menthol, dan ekstrak
tanaman yang menyebabkan kulit sensitif adalah penyebab utama iritasi dan
umumnya tidak memberikan hasil yang menguntungkan bagi kulit ,jadi pengunaan
zat-zat ini tidak berguna,setidaknya jika serius ingin menciptakan dan
mempertahankan kulit yang sehat.
Anti
Iritasi sangat membantu karena memberikan waktu penyembuhan bagi kulit dan
mengurangi permasalahan oksidatif dan sumber kerusakan eksternal .Anti iritasi
seperti metil salisilat bekerja sebagai anti iritan lokal dan mampu
berpenetrasi sehingga menghasilkan efek analgesis.
Upaya
pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan
pajanan bahan iritan,baik yang bersifat mekanik,fisik maupun kimiawi. Bila hal
ini dapat dilaksanakan dengan sempurna,dan tidak terjadi komplikasi,maka
dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan
topikal ,mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apila diperlukan,untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid
topical,misalnya hodrokortison atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali
dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung yang adekuat
diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan,untuk mencegah kontak
dengan bahan tersebut.
·
INTERAKSI PADA OBAT IV
Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat bisa
berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika harus mencampur suatu obat,
selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana
larutan yang bisa ditambahkan ke pemberian "piggy back"; dan larutan
“bilas” apa yang harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk
lain untuk menghindari kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang
infus (sebagai contoh, jangan pernah memberikan fenitoin ke dalam infus juga yang
mengandung dekstrosa, atau jangan campur amphotericin B dengan normal saline).
Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misal. kalium
klorida) yang dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika
ingin mencampur obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obat-obat ini
kompatibel di dalam spuit. Jika tidak mendapat informasi dari referensi obat,
kontak apoteker.
Waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila
berkontak dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin
(Dilantin), heparin, midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan
dalam campuran IV. Ada obat injeksi yang tidak kompatibel dengan kandungan
larutan infus. Contoh khas adalah natrium bikarbonat dengan Ringer laktat atau
Ringer asetat.
Contoh Sediaan Injeksi yang
Inkompatibilitas dengan Cairan Infus
KOMPOSISI :
Sulbacef Serbuk steril untuk injeksi,
tiap vial mengandung :
Sefoperazon Natrium 500 mg dan
Sulbaktam Natrium 500 mg(setara dengan
Sefoperazon dan Sulbaktam 1 g)
INDIKASI :
Sulbacef diindikasikan untuk :
- Monoterapi
Untuk pengobatan infeksi berikut ini yang disebabkan oleh organisme yang sensitif : Infeksi saluran pernafasan (atas dan bawah); infeksi saluran kemih (atas dan bawah); peritonitis, kolesistitis, kolangitis dan infeksi intra-abdomen yang lain; infeksi kulit dan jaringan penyangga kulit.
- Terapi kombinasi
Dapat dikombinasikan dengan antibiotik lain apabila memang ada indikasi.
Sulbacef diindikasikan untuk :
- Monoterapi
Untuk pengobatan infeksi berikut ini yang disebabkan oleh organisme yang sensitif : Infeksi saluran pernafasan (atas dan bawah); infeksi saluran kemih (atas dan bawah); peritonitis, kolesistitis, kolangitis dan infeksi intra-abdomen yang lain; infeksi kulit dan jaringan penyangga kulit.
- Terapi kombinasi
Dapat dikombinasikan dengan antibiotik lain apabila memang ada indikasi.
DOSIS :
Dosis Sulbacef :
- Dewasa : Dosis sehari yang dianjurkan 2-4 g. Dosis harus diberikan setiap 12 jam dalam dosis terbagi. Pada infeksi yang berat atau sukar disembuhkan, dosis sehari dapat ditingkatkan sampai 8 g.
Dosis Sulbacef :
- Dewasa : Dosis sehari yang dianjurkan 2-4 g. Dosis harus diberikan setiap 12 jam dalam dosis terbagi. Pada infeksi yang berat atau sukar disembuhkan, dosis sehari dapat ditingkatkan sampai 8 g.
- Anak-anak : Dosis sehari yang
dianjurkan 40 - 80 mg/kg/hari. Dosis harus diberikan setiap 6-12 jam dalam
dosis terbagi. Pada infeksi serius atau sukar disembuhkan, dosis dapat
ditingkatkan sampai 160 mg/kg/hari.
- Usia lanjut : Modifikasi dosis
mungkin diperlukan dan dosis disesuaikan sesuai kebutuhan.
-
Pada gangguan fungsi hati : Dosis Sefoperazon tidak boleh lebih dari 2
g/hari.
- Pada gangguan fungsi ginjal :
Klirens kreatinin 15-30 ml/menit :
Dosis maksimal Sulbaktam tiap pemberian 12 jam adalah 1 g (Dosis maksimal
Sulbaktam sehari adalah 2 g).
Klirens kreatinin <15 ml/menit :
Dosis maksimal Sulbaktam tiap pemberian 12 jam adalah 500 mg (Dosis maksimum
Sulbaktam sehari adalah 1 g).
Pada infeksi yang berat, mungkin
diperlukan tambahan Sefoperazon. Gambaran farmakokinetik Sulbaktam secara
bermakna dipengaruhi oleh hemodialisis. Waktu paruh serum Sefoperazon juga
berkurang secara bermakna selama hemodialisis. Oleh karena itu, dosis harus
diberikan terjadwal mengikuti periode dialisa.
Pemberian Sulbacef :
- Pemberian IV
Infus berkala :
1 g Sulbacef direkonstitusi dengan 3,4
ml Dekstrosa 5% dalam air atau NaCl 0,9% atau Aqua pro Injeksi, kemudian
dilarutkan dalam 20 ml cairan infus, diberikan dalam 15 sampai 60 menit.
Injeksi IV :
1 g Sulbacef direkonstitusi dengan 3,4
ml dekstrosa 5% dalam air atau NaCl 0,9% atau Aqua pro Injeksi dan diberikan
minimum dalam 3 menit.
- Pemberian IM
Volume pelarut adalah 3,4 ml untuk 1 g
Sulbacef.
Kompatibilitas :
Sulbacef dapat digunakan
dengan Air Steril untuk Injeksi, Dekstrosa 5%, Normal Saline,
Dekstrosa 5% dalam 0,225% Saline, dan Dekstrosa 5% dalam Normal
Saline.
Inkompatibilitas: :
Sulbacef tidak dapat dicampur secara langsung dengan Aminoglikosida, Larutan Ringer Laktat atau 2% larutan Lidokain HCl.
Sulbacef tidak dapat dicampur secara langsung dengan Aminoglikosida, Larutan Ringer Laktat atau 2% larutan Lidokain HCl.
Larutan Sulbacef dan
Aminoglikosida tidak dapat dicampur secara langsung, karena ada inkompatibilitas
fisik diantara keduanya. Bila kombinasi kedua obat ini diperlukan, maka
obat-obat ini dapat diberikan melalui infus intravena berkala secara berurutan
dan terpisah dimana saluran infus harus dibilas dengan pelarut terlebih dahulu
pada saat pergantian obat.
Rekonstitusi awal dengan larutan
Ringer’s Laktat atau larutan Lidokain 2% harus dihindari karena campuran ini
inkompatibel. Sehingga harus dilakukan dua langkah pelarutan, yaitu pada
awalnya dicampur dengan air untuk injeksi dimana akan menghasilkan larutan yang
kompatibel, kemudian dilarutkan dengan larutan Ringer’s Laktat atau larutan
Lidokain 2%.
·
INTERAKSI PADA PENGGUNAAN PVC (polivinilklorida)
Di samping
kompatibilitas obat-obat IV, klinisi perlu mengetahui bahwa beberapa masalah
bisa timbul bila menggunakan PVC sebagai wadah untuk larutan infus. Plasticized
polyvinyl Klorida (PVC) merupakan bahan polimer yang digunakan secara luas di
bidang kedokteran dan yang terkait. Di bidang kedokteran, PVC yang lentur
digunakan untuk kantong penyimpan darah, selang transfusi, hemodialisis, pipa
endotrakea, infuse set, serta kemasan obat. Ester asam ftalat, terutama
di-(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), merupakan pelentur yang paling disukai di
bidang kedokteran. Karena zat aditif ini tidak berikatan kovalen dengan
polimerm ada kemungkinan memisah dari matriks. Lepasnya DEHP dari kantong PVC
ke dalam larutan sudah bertahun-tahun menimbulkan kekhawatiran. Toksisitas DEHP
dan PVC telah mencetuskan pertanyaan serius mengapa produk ini masih digunakan.
Pemisahan DEHP dari PVC disebut leaching. Leaching terjadi bila beberapa obat
seperti paclitaxel atau tamoxifen diberikan dalam kantong PVC. Kekhawatiran
lain dari penggunaan kantong PVC adalah penyerapan atau “hilang”nya obat dari
kantong PVC:
1. Kowaluk dkk. memeriksa interaksi antara 46
obat suntik dengan kantong infus Viaflex (PVC). Kajian memperlihatkan bahwa
derajat penyerapan obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat.
2. Migrasi obat ke dalam kantong plastik bisa
mengarah ke penurunan kadar obat di bawah kadar terapi dari insulin, vit A,
asetat, diazepam dan nitrogliserin.
·
INTERAKSI OBAT DENGAN
MIKRONUTRIEN
Kadar serum
dari elektrolit, mikromineral dan vitamin bisa berubah oleh obat-obat tertentu
dan dokter harus mewaspadai hal ini bila ada kelainan.
Obat yang
Menyebabkan Kelainan mikronutrien
↓
Kalsium
|
aminoglycosides,
bisphosphonates, corticosteroids, H2 receptor antagonists, loop diuretics ; amphotericin
B, antacids, carbamazepine, cholestyramine, cisplatin, colchicines, digoxin,
doxycycline, ethosuximide, foscarnet, Mg oxide/sulfate, minocycline,
oxcarbazepine, oxytetracycline, pentamidine, phenobarbital, phenytoin,
primidone, Na phosphate, sucralfate, zelodronic acid, zonisamide
|
↑
Kalsium
|
antiestrogens,
estrogens, thiazide diuretics ; aluminium intoxication, aminoiphylline, Ca
carbonate, lithium
|
↓Magnesium
|
aminoglycosides,
corticosteroids, estrogens, loop diuretics, oral contraceptives,
tetracyclines,thiazide diuretics; amphotericin B, cholestyramine, cisplatin,
cyclosporine, digoxin, foscarnet, hydralazine, methsuximide, pamidronate,
penicillamine,
|
raloxifene,
Na phosphate, tacrolimus, zoledronic acid
|
|
↑Magnesium
|
Usually
associated with intake > 6g/day, Mg-containing antacids/enemas
|
↓
Fosfor
|
Thiazide
diuretics; alendronate, antacids (Al & Mg-containing), cholestyramine,
digoxin, foscarnet, Mg oxide/sulfate, ,pamidronate, sucralfate, theophylline,
zoledronic acid
|
↑
Fosfor
|
Etidronate,
foscarnet, Na phosphate laxatives & enema
|
↓Kalium
|
Aminoglycosides,
loop diuretics, penicillins, salicylates, thiazide diuretics, acetazolamide,
amphotericin B, bisacodyl, cisplatin, colchicine, cyclosporine, enoxacin,
foscarnet, hydralazine, levodopa, mannitol, pamidronate, Na bicarbonate &
phosphates
|
↑
Kalium
|
ACE
inhibitors, angiotensin, receptor blockers, beta-adrenergic blochers, NSAIDs,
Kalium sparing diuretics ; cyclosporine, heparin, hypertonic solutions,
lithium, pentamidine, succinylcholine
|
↓
Natrium
|
Aminoglicosides,
loop diuretics, Kalium sparing diuretics, thiazide diuretics, salicylates ;
acetazolamide, amphotericin B, bisacodyl, captopril, colchicine, foscarnet
|
↑
Natrium
|
Hypertonic
IV solution, mannitol, Na penicillin G, Na phosphate laxative & enemas
|
↓
Zink
|
ACE
inhibitors, corticosteroids, diuretics, estrogens, oral contraceptives, H2
receptor antagonists, reverse transcriptase inhibitors ; cholestyramine,
ethambutol, hydralazine, penicillamine
|
↓
Klorida
|
Thiazide
diuretics, loop diuretics
|
↑
Klorida
|
Spironolactone,
triamterene
|
Deplesi Nutrien karena Obat
Kelas
Obat
|
Deplesi
Nutrien
|
5-aminosalacylic
acid derivatives
|
Asam
folat
|
ACE
inhibitors
|
Zink
|
Aminoglycosides
|
Mg,
K, Ca, Na
|
Barbiturates
|
Biotin, Ca, Asam folat, Vitamin D & K
|
Corticosteroids
|
Ca,
Asam folat, Mg, K, Selenium, Vit C & D, Zink
|
Estrogens
|
Mg,
vitamin B2/B6 & C, Zink
|
H2
receptor antagonists
|
Ca,
Asam folat, Iron, Vitamin B12 & D, Zink
|
Loop
diuretics
|
Ca, Mg, K, Na, Vitamin B1/B6 & C, Zink
|
Magnesium
and aluminium antacids
|
Ca,
P
|
NSAIDs
|
Asam
folat
|
Oral
contraceptives
|
Asam
folat, Mg, Tryptophan, Tyrosine, Vitamin B2/B3/B6/B12 & C, Zink
|
Proton
pump inhibitors
|
Vitamin
B12
|
Reverse
transcript inhibitors
|
Carnitine,
Copper, Vitamin B12, Zink
|
Thiazides
diuretics
|
Mg,
P, K, Na, Zink
|
Tricyclic
antidepressants
|
Vitamin
B2
|
Macam-macam
obat
|
Deplesi
nutrien
|
Acetaminophen
|
Glutathione
|
Amphotericin
B
|
Ca,
Mg, K, Na
|
Aspirin
|
Asam
folat, Iron, K, Na, Vitamin C
|
Bisacodyl
|
K,
Na
|
Chlorpromazine
|
Vitamine
B2
|
Cholestyramine
|
Beta-carotene,
Ca, Asam folat, Iron, Mg, P,
Vitamin
A/B12/D/E/K, Zink
|
Cisplatin
|
Ca,
Mg, K
|
Clonidine
|
Zink
|
Colchicine
|
Beta-carotene,
Ca, K, Na, Vitamin B12
|
Colestipol
|
Beta-carotene,
Asam folat, Iron, Vitamin A/B12/D/E
|
Cyclosporine
|
Mg,
K
|
Digoxin
|
Ca,
Mg, P, Vitamin B1
|
Fenofibrate
|
Vitamin
E
|
Foscarnet
|
Ca,
Mg, P, K
|
Gemfibrozil
|
Vitamin
E
|
Hydralazine
|
Vitamin
B6
|
Indomethacin
|
Asam
folat, Iron
|
Levodopa
|
K
|
Metformin
|
Asam
folat, Vitamin B12
|
Methotrexate
|
Asam
folat
|
Methyldopa
|
Zink
|
Orlistat
|
Beta-carotene,
Vitamin D & E
|
Penicillamine
|
Copper,
Mg, Vitamin B6, Zink
|
Kalium
Klorida (timed-release)
|
Vitamin
B12
|
Primidone
|
Biotin, Asam folat, Vitamin D & K
|
Raloxifene
|
Mg,
Vitamin B2/B6/C, Zink
|
Salsalate
|
Asam
folat
|
Theophylline
|
P,
Vitamin B1/B6
|
Thioridazine
|
Vitamin
B2
|
Triamterene
|
Ca,
Asam folat, Zink
|
Asam
valproat
|
Carnitine,
Asam folat
|
Zonisamide
|
Biotin, Inositol, Vitamin B1/B2/B3/B6/B12 & K
|
Contoh Interaksi Obat dan Obat
NO
|
Obat A
|
Obat B
|
Mekanisme
obat A
|
Mekanisme
obat B
|
Interaksi
Obat
|
Nama
Dagang
|
1
|
Barbiturat
|
alkohol
|
Bekerja
pada seluruh system saraf pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen
molekuler reseptor GABAA
|
Mengganggu
keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak karena penghambatan atau
penekanan saraf perangsangan
|
Alkohol
memperberat depresi SSP, memperberat hipotensi (pada pemakaian parenteral),
memperberat kelemahan otot (pemakaian parenteral)
|
Amobarbital
(AMYTAL), Aprobarbital (ALURATE), Butabarbital (BUTISOL),
Mefobarbital
(MEBARAL)
|
2
|
Benzodiazepin
|
Disulfiram
|
Berinteraksi
dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Disulfiram
menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan
kadar benzodiazepin dalam darah.
|
Diazepam
(CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
|
3
|
Benzodiazepin
|
Simetidin
|
Berinteraksi
dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Menghambat
reseptor H2secara selektif dan reversible sehingga menghambat
sekresi asam lambung.
|
Simetidin
menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan
kadar benzodiazepin dalam darah.
|
Diazepam
(CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
4
|
Benzodiazepin
|
Valproat
|
Berinteraksi
dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Meningkatkan
kadar GABA dalam otak
|
Valproat
menurunkan glukuronidasi benzodiazepine yang secara utama dimetabolisme
konjugasi glukuronida sehingga meningkatkan efek benzodiazepin.
|
Diazepam
(CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
5
|
Fenobarbital
|
Asam
Valproat
|
Bekerja
pada seluruh system saraf pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen
molekuler reseptor GABAA
|
Meningkatkan
kadar GABA dalam otak
|
Asam
Valproat meningkatkan kadar fenobarbital 40% karena terjadinya penghambatan
hidroksilasi fenobarbital.
|
Asam
Valproat (Depakene, Ikalep), Fenobarbital (BELLAPHEEN, PHENTAL, PIPTAL
PDIATRIC, SIBITAL
|
2.
INTERAKSI OBAT DAN HERBAL ALAM
2.1
Perbedaan obat kimiawi dan obat herbal
Obat Kimiawi :
1. Lebih diarahkan untuk
menghilangkan gejala-gejalanya saja.
2. Bersifat sympthomatis yang hanya
untuk mengurangi penderitaannya saja.
3. Bersifat paliatif artinya
penyembuhan yang bersifat spekulatif, bila tepat penyakit akan sembuh, bila
tidak endapan obat akan menjadi racun yang berbahaya.
4. Lebih diutamakan untuk
penyakit-penyakit yang sifatnya akut (butuh pertolongan segera) seperti asma
akut, diare akut, patah tulang, infeksi akut dan lain-lain.
5. Reaksi cepat, namun bersifat
destruktif artinya melemahkan organ tubuh lain, terutama jika dipakai
terus-menerus dalam jangka waktu lama.
6. Efek samping yang bisa ditimbulkan iritasi lambung dan hati, kerusakan ginjal, mengakibatkan lemak darah.
6. Efek samping yang bisa ditimbulkan iritasi lambung dan hati, kerusakan ginjal, mengakibatkan lemak darah.
7. Reaksi terhadap tubuh cepat.
Obat Herbal :
1. Diarahkan pada sumber penyebab
penyakit dan perbaikan fungsi serta organ-organ yang rusak.
2. Bersifat rekonstruktif atau
memperbaiki organ dan membangun kembali organ-organ, jaringan atau sel-sel yang
rusak.
3. Bersifat kuratif artinya
benar-benar menyembuhkan karena pengobatannya pada sumber penyebab penyakit.
4. Lebih diutamakan untuk mencegah
penyakit, pemulihan penyakit-penyakit komplikasi menahun, serta jenis penyakit
yang memerluakan pengobatan lama.
5. Reaksi lambat tetepi bersifat konstruktif atau memperbaiki dan membangun kembali organ-organ yang rusak.
5. Reaksi lambat tetepi bersifat konstruktif atau memperbaiki dan membangun kembali organ-organ yang rusak.
6. Efek samping hampir tidak ada,
asalkan diramu oleh herbalis yang ahli dan berpengalaman.
2.2
Interaksi obat dengan jamu
Persepsi banyak orang bahwa jamu / obat tradisional à aman, tanpa efek sampingà salah !
Jamu bisa berinteraksi dengan obat yang diminum bersama à selalu informasikan jamu yang diminum pada dokter
Perhatian terutama untuk pasien dengan resiko tinggi
seperti pasien geriatri, diabetes, hipertensi, depresi, kolesterol tinggi,
gagal jantung, dsb.
Dari
beberapa penelitian menunjukkan, beberapa bahan herbal memberikan interaksi
yang merugikan antara obat tradisional dengan obat kimia. Berikut ini beberapa
contoh bahan herbal yang dapat menimbulkan interaksi jika dikombinasi dengan
obat kimia:
1. Ginkgo biloba
Interaksi antara ginkgo biloba (yang
berfungsi untuk menghambat faktor pengaktifan platelet) dengan obat yang
memiliki efek sebagai antikoagulan atau antiplatelet, seperti aspirin dapat
memperhebat terjadinya pendarahan.
Aktivitas farmakologi Ginkgo biloba
didasarkan pada kemampuannya sebagai antioksidan dan inhibitor agregasi
platelet à digunakan untuk meningkatkan fungsi
kognitif dan aliran darah.
Dilaporkan ada efek samping
perdarahan spontan karena pemakaian ginkgo biloba à hati-hati interaksi dengan antikoagulan.
Kasus : pasien pria 70 th mengalami
perdarahan pada mata 1 mgg setelah mengkonsumsi ekstrak ginkgo biloba 40 mg 2x
sehari. Riwayat penyakit : bedah bypass arteri koroner3 th sebelumnya. Obat
yang dikonsumsi adalah asetosal 325 mg/hari sejak operasi bypass. Setelah
kejadian perdarahan ia menghentikan konsumsi ginko biloba tapi tetap minum asetosal.
Setelah 3 bulan tidak terjadi lagi perdarahan
Pasien yang mengkonsumsi ginkgo
harus menginformasikan pada dokter bila terjadi perdarahan yang tidak biasa,
sakit kepala yang tiba-tiba atau gangguan penglihatan.
2. Echinaceae
2. Echinaceae
Echinacea biasanya diindikasikan
untuk meningkatkan imunitas. Penggunaan echinaceae bersama dengan ketoconazole
(anti jamur), isoniazid (untuk mengobati penyakit TBC) dapat menyebabkan liver
toxicity.
3. Caffeine
Penggunaan obat kimia yang
mengandung caffeine dengan obat tradisional yang mengandung ginseng dapat
menyebabkan gangguan gastrointestinal, serta menyebabkan insomnia.
4. Ginseng
Berdasarkan penelitian, penggunaan
ginseng bersama Coumadin dapat menyebabkan pendarahan. Ginseng yang digunakan
bersamaan dengan warfarin dapat menurunkan efek antikoagulan dari warfarin
akibatnya proses pendarahan dapat tetap terjadi.
Dapat meningkatkan tekanan darah à berbahaya bila digunakan oleh penderita hipertensi.
Hati-hati bila digunakan bersama
obat anti koagulan à resiko perdarahan.
Gingseng merupakan stimulansia à bila digunakan bersama kafein dapat menyebabkan
insomnia.
Mengganggu siklus menstruasi. Tidak
direkomendasikan untuk wanita hamil & menyusui.
5. Allium sativum (bawang putih)
Penggunaan Allium sativum bersama
dengan warfarin juga dapat menyebakan proses pendarahan tetap terjadi.
Bila dikonsumsi penderita DM à penurunan kadar gula yang berbahaya.
Pada konsumen yang sensitif dapat
terjadi tukak lambung.
Mempunyai efek anti-koagulan à hati-hati bila diberikan bersama anti koagulan oral.
Pasien yang mengkonsumsi garlic,
vitamin E, warfarin, asetosal atau obat-obat lain dengan efek antiplatelet atau
antikoagulan à hati-hati terhadap potensi
interaksi dengan produk ginkgo.
3. INTERAKSI
OBAT DAN MAKANAN
Pemberian
obat-obatan merupakan bagian dari terapi medis terhadap pasien. Ketika
dikonsumsi, obat dapat mempengaruhi status gizi seseorang dengan mempengaruhi
makanan yang masuk (drug-food interaction). Hal sebaliknya juga dapat
terjadi, makanan yang masuk juga dapat mempengaruhi kerja beberapa obat-obatan
(food-drug interaction).
Interaksi antara
obat dan makanan disini dapat dibagi menjadi :
- Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan mengganggu traktus gastrointestinal/ saluran pencernaan.
- Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan eksresi zat gizi
3.1 Pengertian Interaksi
Obat-Makanan
Setiap
saat, ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan
tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa
terjadi, tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, dan beberapa obat
hanya dipengaruhi oleh makanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi
dengan obat yang diresepkan oleh dokter, obat yang dibeli bebas, produk herbal,
dan suplemen diet. Meskipun beberapa interaksi mungkin berbahaya atau bahkan
fatal pada kasus yang langka, interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya
tidak akan menyebabkan perubahan yang berarti terhadap kesehatan anda.
3.2 Cara makanan dan obat dapat
berinteraksi
Makanan
dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda. Sering, zat
tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain dapat
disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan
tersebut disiapkan. Salah satu cara yang paling umum terjadi, dimana makanan
mempengaruhi efek obat adalah dengan mengubah cara obat tersebut diuraikan
(dimetabolisme) oleh tubuh anda. Jenis protein yang disebut enzim,
memetabolisme banyak obat. Pada sebagian besar obat, metabolisme adalah proses
yang terjadi di dalam tubuh terhadap obat dimana obat yang semula aktif/
berkhasiat, diubah menjadi bentuk tidak aktifnya sebelum dikeluarkan dari
tubuh. Sebagian obat malah mengalami hal yang sebaliknya, yakni menjadi aktif
setelah dimetabolisme, dan setelah bekerja memberikan efek terapinya,
dimetabolisme lagi menjadi bentuk lain yang tidak aktif untuk selanjutnya
dikeluarkan dari tubuh. Beberapa makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja
lebih cepat atau lebih lambat, baik dengan memperpendek atau memperpanjang
waktu yang dilalui obat di dalam tubuh. Jika makanan mempercepat enzim, obat
akan lebih singkat berada di dalam tubuh dan dapat menjadi kurang efekteif.
Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada lebih lama dalam tubuh dan dapat
menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.
3.3 Interaksi Makanan Dan Obat
Yang Umum Terjadi
Makanan
yang mengandung zat Tyramine ( seperti bir, anggur, alpukat, beberapa jenis
keju, dan berbagai daging olahan ) memperlambat kerja enzim yang memetabolisme
obat penghambat MAO ( kelompok obat antidepresi ) dan dapat menyebabkan efek
yang berbahaya, termasuk tekanan darah tinggi yang serius. Beberapa jenis
makanan dapat mencegah obat tertentu
untuk diserap ke dalam darah setelah ditelan, dan yang lain sebaliknya dapat
meningkatkan penyerapan obat. Contohnya, jika anda meminum segelas susu ketika
menggunakan obat antibiotik tetrasiklin, calcium yang ada dalam susu akan
mengikat tertrasiklin, membentuk senyawa yang tidak mungkin dapat diserap oleh tubuh
ke dalam darah. Sehingga efek yang diharapkan dari obat tetrasiklin tidak akan
terjadi. Di sisi lain, meminum segelas jus citrus bersamaan dengan suplemen
yang mengandung zat besi akan sangat bermanfaat karena vitamin C yang ada dalam
jus akan meningkatkan penyerapan zat besi. Akhirnya, beberapa makanan
benar-benar bisa mengganggu efek yang diinginkan dari obat. Contohnya, orang
yang menggunakan obat pengencer darah warfarin seharusnya tidak mengkonsumsi
secara bersamaan dengan makanan yang banyak mengandung vitamin K seperto
brokoli, atau bayam. Vitamin K membantu pembekuan darah, sehingga melawan efek
dari obat warfarin. Efek yang sebaliknya, terjadi dengan vitamin E, bawang dan
bawang putih, karena bahan-bahan ini menghaslkan efek yang mirip dengan efek
warfarin. Konsumsi dalam jumlah besar dari makanan ini dapat menyebabkan efek
warfarin menjadi terlalu kuat.
Interaksi antara obat dan makanan disini dapat dibagi menjadi :
1. Obat-obatan
yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan mengganggu traktus
gastrointestinal atau saluran pencernaan.
2. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan eksresi
zat
3.4 Obat dan
penurunan nafsu makan
Efek
samping obat atau pengaruh obat secara langsung, dapat mempengaruhi nafsu
makan. Kebanyakan stimulan CNS dapat mengakibatkan anorexia. Efek samping obat
yang berdampak pada gangguan CNS dapat mempengaruhi kemampuan dan keinginan
untuk makan. Obat-obatan penekan nafsu makan dapat menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan yang tidak diinginkan dan ketidakseimbangan nutrisi.
3.5 Obat dan
perubahan pengecapan/ penciuman
Banyak
obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap kemampuan merasakan/ dysgeusia,
menurunkan ketajaman rasa/ hypodysgeusia atau membaui. Gejala-gejala tersebut
dapat mempengaruhi intake makanan. Obat-obatan yang umum digunakan dan
diketahui menyabapkan hypodysgeusia seperti: obat antihipertensi (captopril),
antriretroviral ampenavir, antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan
phenytoin.
Obat dapat
menyebabkan perubahan pada fungsi usus besar dan hal ini dapat berdampak pada
terjadinya konstipasi atau diare. Obat-obatan narkosis seperti kodein dan
morfin dapat menurunkan produktivitas tonus otot halus dari dinding usus. Hal
ini berdampak pada penurunan peristaltik yang menyebabkan terjadinya
konstipasi.
3.7 Absorbsi
Obat-obatan
yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi adalah obat-obatan yang
memiliki efek merusak terhadap mukosa usus. Antineoplastik, antiretroviral,
NSAID dan sejumlah antibiotik diketahui memiliki efek tersebut. Mekanisme
penghambatan absorbsi tersebut meliputi: pengikatan antara obat dan zat gizi (drug-nutrient
binding) contohnya Fe, Mg, Zn, dapat berikatan dengan beberapa jenis antibiotik;
mengubah keasaman lambung seperti pada antacid dan antiulcer sehingga
dapat mengganggu penyerapan B12, folat dan besi; serta dengan cara penghambatan
langsung pada metabolisme atau perpindahan saat masuk ke dinding usus.
3.8 Metabolisme
Obat-obatan
dan zat gizi mendapatkan enzim yang sama ketika sampai di usus dan hati.
Akibatnya beberapa obat dapat menghambat aktifitas enzim yang dibutuhkan untuk
memetabolisme zat gizi. Sebagai contohnya penggunaan metotrexate pada
pengobatan kanker menggunakan enzim yang sama yang dipakai untuk mengaktifkan
folat. Sehingga efek samping dari penggunaan obat ini adalah defisiensi asam
folat.
3.9 Ekskresi
Obat-obatan
dapat mempengaruhi dan mengganggu eksresi zat gizi dengan mengganggu
reabsorbsi pada ginjal dan menyebabkan diare atau muntah.
Sehingga jika
dirangkum, efek samping pemberian obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan
GI (gastrointestinal) dapat berupa terjadinya mual, muntah, perubahan pada
pengecapan, turunnya nafsu makan, mulut kering atau inflamasi/ luka pada
mulut dan saluran pencernaan, nyeri abdominal (bagian perut), konstipasi dan
diare. Efek samping seperti di atas dapat memperburuk konsumsi makanan si
pasien. Ketika pengobatan dilakukan dalam waktu yang panjang tentu dampak
signifikan yang memperngaruhi status gizi dapat terjadi.
3.10 Macam-macam
proses Interaksi Obat dengan makanan
Berikut
merupakan macam-macam proses interaksi obat dan makanan dan efek yang
ditimbulkan dalam tubuh kita.
a. Makanan yang meningkatkan
efek beberapa obat
Obat yang efeknya dapat ditingkatkan oleh makanan dan biasanya harus
digunakan bersama dengan makanan agar didapatkan efek yang tetap.
b. Obat jantung β bloker
Digunakan untuk mencegah angina, untuk menormalakan kembali denyut
jantung yang tidak beraturan, dan untuk menaggulangi tekanan darah tinggi. Nama
paten pemblok beta Tenormin, Inderal, lopresor. Karbamazapin (tagretol) anti
konvulsan yang digunakan untuk mencegah serangan Diazepam (Valium) – suatu
transkuliansia. Diuretika digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan
layu jantung. Nama paten diuretika yang berinterakasi : Anhydron, Aquatag,
aquetnsin, diucardin, diulo, diuril, enduron, hydromox. Hidralazine
(apresoline) digunakan untuk menanggulangi tekanan arah tinggi. Nitrofurantoin
(furadantin, Macrodantin) suatu anti mikroba digunakan untuk mengobati infeksi
saluran kemih. Fenitoin (dilantin) suatu anti konvulsann digunakan untuk
mencegah serangan Spironolakton (aldactazide, aldactone) suatu diuretika
digunakan untuk menanggulangi tekanan darah tinggi dan layu Jantung.
c. Makanan yang menurunkan efek
beberapa obat
Makan obat berikut ini satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan untuk
mencegah interaksi yang mungkin menurunkan efek obat. Kaptoril (capoten)
digunakan untuk menanggulangi tekanan darah tinggi dan layu jantung.
Pengecualian antibiotika yang tidak dipengaruhi oleh makanan :
·
Amoksisilin
(amoksil, larotid,
polymox)
·
Eritromisin
estolat (liosone)
·
Bakampisilin
(spectrobid)
·
Minosiklin
(minocin)
·
Doksisilin
(doxcychel)
·
Hetasalin
(Versapen)
d.
Makanan Beralkali Metenamin (hiprex,
Mandelamine, Urex)
Efek metanamine dapat berkurang. Metanamine digunakan untuk mengobati
infeksi saluran kemih (kandung kemih Dan ginjal). Akibatnya : infeksi mungkin tidak terobati dengan baik. Hindari makanan beralkali
seperti : amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk, kelapa, kelapa
susu, buah-buahan (kecuali berry. Prem yang dikeringkan), susu, sayuran
(kecuali Jagung)
e. Makanan beralkali Kinidin
(Cardioquin, duraquin, quinaglute dura tabs, Quinora)
Efek kinidin dapat meningkat, kinidin digunakan untuk menormalkan denyut
jantung yang tidak beraturan. Akibatnya mungkin menjadi efek samping merugikan karena
terlalu banyak kinidin disertai gejala jantung berdebar atau denyut jantung
tidak teratur, pusing sakit kepala, telinga berdaging, dan gangguan
penglihatan.
Hindari makanan beralkali seperti : amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk, kelapa, kelapa susu, buah-buahan, sayuran (kecuali Jagung)
Hindari makanan beralkali seperti : amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk, kelapa, kelapa susu, buah-buahan, sayuran (kecuali Jagung)
f. Makanan beralkali Kinin (coco
Quinine, Quinamm, Quinine)
Efek Quinine dapat meningkat. Kinin adalah obat bebas yang digunakan
untuk mengobati malaria dan untuk kejang kaki malam hari. Akibatnya mungkin
dapat menjadii efek samping merugikan karena terlalu banyak kinin disertai
gejala pusing dan sakit kepala, telinga berdenging, dan gangguan penglihatan.
Hindari makan beralkali seperti : amandel, susu mentega, kastanye, sari buah
jeruk, kelapa, kelapa susu, buah-buahan, sayuran (kecuali Jagung)
g. Makanan Berkofein Obat asma
gol teofilin
Efek obat asama dapat meningkat . obat asama melebarkan jalan udara dan
memeudahkan pernapasan penderita asma, akibatnya mungkin menjdai efek samping
merugikan karena terlalu banyak teofilin disertai gejala mual, pisong, sakit
kepala, mudah tersinggung, tremor, insomnia, trakhikardia, nama paten obat asma
golongan teofilin. Sumber kafein adalah : Kopi teh kola dan mnuman ringan,
coklat, beberapa pil pelangsing yang dijual bebeas, sediaan untuk flu/ batuk,
nyeri, dan sakit yang menggangu akibat haid
h. Makanan berkarbohidrat
asetaminofen
Asetaminofen dapat berkurang asetaminofen adalah obat penghilang nyeri
dan demam yang masyhur. Akibatnya nyeri dan demam mungkin tidak hilang
sebagaimana mestinya. Sumber karbohidrat : roti biscuit aroma jeli, dll. Nama
paten asetaminofen : Anacin-3, Datril, liquprin.
i. Sate sapi atau hamburger obat
asma turunan teofilin
Efek obat asama dapat berkurang obat asama membuka jalan udara di
paru-paru dan mempermudah pernapasan penderita asma akibatya : asma mungkin
tidak terkendali dengan baik.
j. Makanan berlemak –
Griseofulvin (Fluvicin P/G, Fluficin U/F, Griseofulvin V, Grisactin, Gris PEG)
Efek griseofulvin dapat meningkat griseofulvin diberikan secara oral
untuk mengobati infeksi jamur pada rambut, kulit, kuku tangan, dan kuku kaki.
Interaksi yang terjadi adalah interaksi yang menguntungkan dan griseofulvin sebaikanya ditelan pada saat makan makanan berlemak seperti :
Alpukat, daging sapi, mentega, kue, kelapa susu, selada ayam, kentang goring, ayam goreng.
Interaksi yang terjadi adalah interaksi yang menguntungkan dan griseofulvin sebaikanya ditelan pada saat makan makanan berlemak seperti :
Alpukat, daging sapi, mentega, kue, kelapa susu, selada ayam, kentang goring, ayam goreng.
k. Makanan berserat banyak
digoksin
Efek digoksin berkurang digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung
dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan akibatya
kondisi yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik. Gunakan digoksin
satu jam sebelum atau sesudah makan yang berserat seperti : Sari buah prem,
seralia beras, makanan dari gandum, biji-bijian, sayuran mentah, sayuran
berdaun.
l. Makanan berprotein tinggi
(daging, produk susu) – levodopa
Efek levodopa dapat berkurang. Levodopa digunakan untuk mengendalikan
tremor pada penderita penyakit Parkinson. Akibatya : kondisi yang diobati
terkendali dengan baik. Hindari atau makanlah sedikit makanan berprotein
tinggi.
m. Sayuran berdaun hijau Tiroid
(Amour Thyroid)
Efek tiroid mungkin dilawan. Tiroid diberikan untuk memperbaiki
hipotiroidisme (kelenjar tiroid tidak berfungsi sempurna) dan gondok
(pembesaran kelenjar tiroid). Hindari makan sayuran berdaun hijau seperti
asparagus, brokoli, bunga kol, kol, kangkung, buncis.
n. Kayu manis (licorice) obat
tekanan darah tinggi
Efek obat tekanaan darah mungkin dilawan. Akibatnya tekanan darah
mungkin tidak terkendali dengan baik. Jangan makan kayu manis alam kayu manis
buatan boleh saja.
o. Kayu manis (licorice) obat
jantung digitalis
Efek digitalis dapat meningkat. Digitalis digunakan pada layu jantung
dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan akibatya
mungkin terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak digitalis disertai
gejala mual bingung gangguan penglihatan, sakit kepala tak bertenaga jangasn
makan kayu manis alam.
p. Susu dan produk susu –
antibiotika tetrasiklin
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Tetrasiklin adalah antibiotika yang
digunakan untuk melawan infeksi akibatnya infeksi yang diobati mungkin tak
terkendali dengan baik. Untuk mencegah interaksi, gunakan tetrasiklin satu atau
dua jam dedudah minum susu atau produk susu lain. Kekecualian :doksisiklin ,
monosiklin.
q. Garam lithium (eskalith,
lithane, lithobid)
Makanan berkadar garam rendah meningkatkan efek litium sedangkan yang
berkadar garam tinggi menurunkan refek litium. Litium digunakan untuk menanggulangi
beberapa gangguan jiwa yang berat.
Makanan yang mengandung terlalu sedikit garam dapat menimbulkan
keracunan lithium dengan gejala pusing, mulut kering, lemah, bingung, tak
bertenaga, kehilangan selera makan, mual nyeri perut, nanar, dan bicara tidak
jelas. Jika makanan mengandung garam terlalu banyak, kondisi yang diobati
mungkin tidak terlalu baik. NaCl terdapat didalam bermacam-macam makanan
r.
Makanan yang
mengandung tiramin – antidepresan jenis IMAO (EUtoniyl, Marpan, Nardil,
Parnete)
Kombinasi ini dapat meningkatkan tekanan darah dengan nyata, akibatya
sakit kepala berat, demam, gangguan penglihatan, bingung yang mungkin,diikuti
oleh perdarahan otak. Tiramin adalah stimulant syaraf pusat,anti depresan
digunakan untuk meningkatkan tekanan jiwa dan memeperbaiki suasana hati.
Depresan jenis IMAO ini sudah tidakk begitu banyak digunakan lagi sejak
ditemukanya antidepresan yang lebih aman seperti Elavil, Sinequan, dan Desyrel.
Hindari makan mengandung tiramin seperti : Alpukat, kentang bakar, pisang
buncis, bir, sosis, keju, hati ayam, ciklat, kopi minuman kola, korma, (dalam
kaleng), pengepuk daging, kacang sup kemas, cabe acar ikan,haring, rasberi,
salami, acar, kol, sosis, kecap, anggur, ragi.
s.
Makanan yang
mengandung vitamin B6 piridoksin.
Efek levodopa dapat berkurang. Levodopa digunakan untuk mengendalikan
tremor pada penderita penyakit Parkinson. Akibatya : kondisi yang diobati
terkendali dengan baik. Hindari makanan yang kaya vitamin B6 : alpukat, ragi
roti, Ragi beras.
t.
Makanan yang kaya
vitamin K antikoagulan ( athrombin K, Caufarin, Caumadin, dikumarol.
Efek anti koagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk
mengencerkan darah dan mencgah pembekuan darah. Akibatnya : darah mungkin tetap
membeku meski penderita sedang berobat dengan antikoagulan Untuk mengurangi
interaksi ini, jangan makan terlalu banyak makanan vitamin K : Hati, sayuran
berdaun (asparagus, brokoli, kol, kembang kol, kangkung, kapri, bayam, lobak)
Interaksi Obat-Makanan yang bermakna klinis
Obat
|
Interaksi
|
Akibat klinis yang mungkin
|
Tetrasiklin
|
Penurunan ketersediaanhayati dengan susu dan produk
susu
|
Gagal
terapi
|
Siprofloksasin
|
Penurunan ketersediaanhayati dengan susu dan produk
susu
|
Gagal
terapi
|
Azitromisin
|
Penurunan
ketersediaanhayati dengan makanan
|
Gagal
terapi
|
Itrakonazol
|
Penurunan
ketersediaanhayati dengan makanan
|
Mungkin
Gagal terapi
|
Penisilamin
|
Penurunan
ketersediaanhayati dengan makanan
|
Gagal
terapi
|
Didanosin
|
Makanan
mengurangi ketersediaanhayati
|
Gagal
terapi
|
Indinavir
|
Makanan
mengurangi ketersediaanhayati
|
Gagal
terapi
|
Saquinavir
|
Garlic
(allicin) mengurangi ketersediaanhayati
|
Aktivitas
antiviral berkurang
|
Atiovaquone
|
Makanan
meningkatkan ketersediaanhayati
|
Khasiat bertambah bila bersama makan
|
Lovodopa
|
Protein mengurangi transpor ke otak
|
Menurunkan
khasiat
|
Teofilin
|
Makanan
lemak meningkatkan penyerapan
|
Kemungkinan
toksisitas
|
Warfarin
|
Makanan
kaya Vitamin K melawan efek antikoagulans
|
menurunkan
efek antikoagulasi
|
Siklosporin
|
Makanan dan sari grapefruit meningkatkan kadar plasma
|
mungkin
toksisitas
|
Alendronate
|
Makanan
mengurangi ketersediaanhayati
|
Gagal
terapi
|
Penghambat
MAO
|
Meningkatkan
kadar tiramin
|
Krisis
hipertensi
|
Terfanadin
|
Sari
Grapefruit meningkatkan ketersediaanhayati
|
Kadar plasma bertahan lebih lama
|
Felodipin
|
Makanan
meningkatkan ketersediaanhayati
|
Efek
samping lebih besar
|
Diuretik
|
Makanan
mengurangi ketersediaanhayati
|
Gagal
terapi
|
Spironolakton
|
Makanan
mengurangi ketersediaanhayati
|
Khasiat bertambah bila bersama makan
|
Propranolol
|
Makanan
menambah ketersediaanhayati
|
Efek
samping bertambah
|
DAFTAR PUSTAKA
Bruyne,
L. K., et al., 2008, Nutrition and Diet
Therapy, USA: Thompson.
Gibson,
Gordon, 1991, Pengantar Metabolisme Obat,
UI Press ; Jakarta.
Grahame,
Smith DG et al., 1985, Oxford Textbook
of Clinical Pharmacology and Drug Therapi, Pp.158-171, Oxford University
Press, Oxford.
Harkness,
Richard, 1989, Interaksi Obat,
Penerbit ITB: Bandung.
Hayes,
Eveleyn et al., 1996, Farmakologi
Pendekatan Proses Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Mahan,
L. K. and Escott-Stump, S, 2002, Krause’s
Food, Nutrition and Diet Therapy. USA: Elsevier.
Muttschler,Ernest,
1999, Dinamika Obat : Farmakologi dan
Toksikologi, Penerbit ITB: Bandung.
M.,
Tan, C.K., Prayitno, A. Farmasi Klinis;
Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Elex Media
Komputindo: Jakarta
Stockley,
H.I., 2005, Drug Interaction, Blackwell
Science Ltd; London
Widianto,
Mathilda ., 1989, Cermin Dunia
Kedokteran, PT Temprint: Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar