MAKALAH
Pedoman Informasi Obat pada Penggunaan Obat Gastritis
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan Gastritis
Gastritis dengan nama lain Dyspepsia atau istilah yang sering dikenal oleh masyarakat sebagai
maag atau penyakit lambung adalah kumpulan gejala yang dirasakan sebagai nyeri
ulu hati, orang yang terserang penyakit ini biasanya sering mual, muntah, rasa
penuh, dan rasa tidak nyaman.
Biasa nya keluhan yang diajukan penderita
tersebut ringan dan dapat diatasi dengan mengatur makanan, tetapi kadang-kadang
dirasakan berat, sehingga ia terpaksa meminta
pertolongan dokter bahkan sampai terpaksa diberi perawatan khusus. Gastritis
merupakan penyakit yang cenderung mengalami kekambuhan sehingga menyebabkan
pasien harus berulang kali untuk berobat. Salah satu penyebab kekambuhan
gastritis adalah karena minimnya
pengetahuan pasien dalam mencegah kekambuhan gastritis.
1.2. Anatomi dan Fisiologi Lambung
1.2.1. Anatomi Lambung
Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar,
dan terletak di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus.
Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah
diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada
regio abdomen. Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu
kardiak, fundus, badan, antrum, dan pilori. Kardia adalah daerah kecil yang
berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak
sebagai pintu masuk ke lambung Fundus
adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia.
Badan adalah suatu rongga longitudinal yang
berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung.
Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung
dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik.
Gambar
I. Anatomi Lambung
1.2.2. Histologi Lambung
Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar
utama, sama halnya dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi
tertentu yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.
a)
Lapisan mukosa terdiri atas epitel
permukaan, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk
ke dalam lamina propia dengan kedalaman
yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut foveola gastrika.
Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah
epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina
propia lambung terdiri atas jaringan
ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa
yang memisahkan mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos.
b)
Lapisan sub mukosa mengandung jaringan
ikat, pembuluh darah, sistem limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai
tambahan yaitu terdapat pleksus submukosa.
c)
Lapisan muskularis propia terdiri dari
tiga lapisan otot, yaitu inner oblique, middle circular, outer longitudinal.
Pada muskularis propia terdapat pleksus myenterik (auerbach). Lapisan oblik
terbatas pada bagian badan dari lambung.
d) Lapisan
serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos (mesotelium)
dan jaringan ikat areolar. Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan
merupakan bagian dari viseral peritoneum.
Gambar II. Histologi Lambung.
1.2.3. Fisiologi Sekresi Getah Lambung
Lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung.
Sel-sel yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa
lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian terpisah :
mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan, daerah kelenjar pilorik
yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung
(gastric pits), yaitu suatu
invaginasi atau kantung pada permukaan
luminal lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi ini beberapa
diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin. Ada tiga jenis sel tipe
eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan kelenjar oksintik mukosa
lambung, yaitu :
a)
Sel mukus yang melapisi kantung lambung,
yang menyekresikan mukus yang encer.
b)
Bagian yang paling dalam dilapisi oleh
sel utama (chief cell) dan sel parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
c)
Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl
dan faktor intrinsik. Oksintik artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel
ini untuk menghasilkan keadaan yang sangat asam.
Semua
sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice). Sel mukus cepat
membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang
dihasilkan dari pembelahan sel akan
bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau berdiferens6iasi ke bawah untuk menjadi sel
utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti
setiap tiga hari.
Kantung-kantung
lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama mengeluarkan mukus dan sejumlah
kecil pepsinogen, yang berbeda dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah
kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel
parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang
menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan
somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi
asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli
sekresi produk protein, dan sekresi
asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam.
Gambar
III. Kelenjar Oksintik Pada Lambung
1.3. Pengertian Gastritis
Gastritis
atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu Gastro, yang
berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis
bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang
kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan
tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri
yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori.
Tetapi faktor-faktor lain seperti
trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit
dapat juga menyebabkan gastritis. Secara histologis dapat dibuktikan dengan
inflamasi sel-sel radang pada daerah tersebut didasarkan pada manifestasi
klinis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Pada beberapa kasus, gastritis
dapat menyebabkan terjadinya borok ( ulcer ) dan dapat meningkatkan resiko dari
kanker lambung.
Akan tetapi bagi banyak orang,
gastritis bukanlah penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan pengobatan. Gastritis merupakan gangguan yang
sering terjadi dengan karakteristik adanya anorexia, rasa penuh, dan tidak enak
pada epigastrium, nausea, muntah. Secara umum definisi gastritis ialah
inflamasi pada dinding lambung terutama pada mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis merupakan gangguan yang
paling sering ditemui diklinik karena diagnosisnya hanya berdasarkan gejala
klinis Bila mukosa lambung sering kali atau dalam waktu cukup lama bersentuhan dengan aliran balik getah
duodenum yang bersifat alkalis, peradangan sangat mungkin terjadi dan akhirnya
malah berubah menjadi tukak lambung. Hal ini disebabkan karena mekanisme
penutupan pylorus tidak bekerja dengan sempurna, sehingga terjadi refluks
tersebut. Mukosa lambung dikikis oleh garam-garam empedu dan lysolesitin
(dengan kerja detergens). Akibatnya timbul luka-luka mikro, sehingga getah
lambung dapat meresap ke jaringan-jaringan dalam dan menyebabkan
keluhan-keluhan. Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu :
a)
Gastritis akut Disebabkan oleh mencerna
asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut
dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
-
Gastritis Eksogen akut ( biasanya
disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan kimia misal : lisol,
alkohol, merokok, kafein lada, steroid , mekanis iritasi bakterial, obat
analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah
dapat menyebabkan erosi mukosa lambung) ).
-
Gastritis Endogen akut (adalah gastritis
yang disebabkan oleh kelainan badan).
b)
Gastritis Kronik Inflamasi lambung yang
lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh
bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis kronik dikelompokkan lagi
dalam 2 tipe yaitu : Tipe A dan Tipe B.
-
Dikatakan gastritis kronik tipe A jika
mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar
lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi
produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang
pada proses ini.
-
Gastritis kronik tipe B lebih lazim.
Tipe ini dikaitkan dengan infeksi
Helicobacter pylori yang
menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
1.4. Etiologi
Secara garis
besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu adanya kondisi yang
memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat eksternal yang
menyebabkan iritasi dan infeksi. Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme
perlindungan dalam lambung mulai berkurang sehingga menimbulkan peradangan (inflamasi). Kerusakan ini bisa
disebabkan oleh gangguan kerja fungsi lambung, gangguan struktur anatomi yang
bisa berupa luka atau tumor, jadwal makan yang tidak teratur, konsumsi alkohol
atau kopi yang berlebih, gangguan stres, merokok, pemakaian obat penghilang
nyeri dalam jangka panjang dan secara terus menerus, stres fisik, infeksi
bakteri Helicobacter pylori.
Ketidakseimbangan
antara faktor-faktor agresif (asam dan pepsin) dan faktor-faktor defensif
(resistensi mukosa) pada mukosa lambung dan duodenum menyebabkan terjadinya
gastritis, duodenitis, ulkus lambung dan ulkus duodenum. Asam lambung yang
bersifat korosif dan pepsin yang bersifat proteolitik merupakan dua faktor
terpenting dalam menimbulkan kerusakan mukosa lambung-duodenum. Faktor-faktor
agresif lainnya adalah garam empedu, obat-obat ulserogenik (aspirin dan
antiinflamasi nonsteroid lainnya, kortikosteroid dosis tinggi), merokok,
etanol, bakteri, leukotrien B4 dan lain-lain.
Pemakaian
obat-obatan tertentu dalam jangka panjang beresiko mengakibatkan penyakit
gastritis karena obat-obat tersebut mengiritasi dinding lambung dan menyebabkan
mukosa pelindung lambung menjadi tipis sehingga lebih mudah terluka. Selain
itu, dapat pula disebabkan faktor sosial, yaitu situasi yang penuh stres
psikologis. Suatu pengamatan terhadap seorang pasien yang menderita fistula
pada lambungnya sehingga perubahan-perubahan pada lambung dapat diamati,
ternyata mengalami peningkatan produksi asam lambung saat dihadapkan pada
situasi yang menegangkan yang menimbulkan perasaan cemas.
Timbulnya
penyakit gastritis dan tukak lambung dipicu oleh stres yang berkepanjangan. Stres yang berkepanjangan ini
muncul karena gaya hidup saat ini yang serba cepat akibat tuntutan hidup dan
tuntutan kerja, misalnya mobilitas yang tinggi maupun beban kerja yang
dirasakan berat. Gaya hidup tersebut membuat individu selalu berada dalam
ketegangan sehingga berakibat pada munculnya stres. Selain itu pola makan yang
tidak teratur dan mengkonsumsi makanan instan sebagai akibat pola hidup serba
cepat juga merupakan salah satu pencetus
penyakit gastritis.
Helicobacter
pylori merupakan penyebab utama penyakit gastritis. Menurut penelitian,
gastritis yang dipicu bakteri ini bisa menjadi gastritis menahun karena
Helicobacter pylori dapat hidup dalam waktu yang lama dilambung manusia dan
memiliki kemampuan mengubah kondisi lingkungan yang sesuai dengan lingkungannya
sehingga Helicobacter pylori akan
mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium.
Komplikasi yang
dapat timbul dari gastritis, yaitu gangguan penyerapan vitamin B12, menyebabkan
anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum
pylorus. Gastritis kronis jika dibiarkan tidak terawat, akan menyebabkan ulkus
peptik dan pendarahan pada lambung. Serta dapat meningkatkan resiko kanker
lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung
dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung. Adapun kasus dengan penyakit
gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya diderita oleh kalangan
masyarakat sehingga harus berupaya untuk mencegah agar tidak terjadi kekambuhan.
1.5. Patofisiologi
Gastritis akut
merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respons mukosa
lambung terhadap berbagai iritan lokal. Patofisiologi terjadinya gastritis dan
tukak peptik ialah bila terdapat ketidakseimbangan faktor penyerang (ofensif)
dan faktor pertahanan (defensif) pada
mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor
ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas,
infeksi Helicobacter pylori yang
bersifat gram-negatif, OAINS, alkohol dan radikal bebas.
Sedangkan
sistem pertahanan atau faktor defensif
mukosa gastroduodenal terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial,
epitelial, dan subepitelial. Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan
pertama adalah berupa lapisan mucus bicarbonate yang merupakan penghalang
fisikokimiawi terhadap berbagai bahan
kimia termasuk ion hidrogen. Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu
sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat,
transportasi ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel.
Lapisan
pertahanan ketiga adalah aliran darah dan leukosit. Komponen terpenting lapis
pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat (Pangestu, 2003).
Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein, alkohol dan
aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. Pylori lebih sering
dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada
epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah
epitel yang gundul.
Obat lain juga
terlibat, misalnya OAINS (indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamid,
steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui
mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan
aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen
tersebut bila diminum secara terpisah.
1.6. Gejala Gastritis
Gejala gastritis
atau maag diantarnya yaitu tidak nyaman sampai nyeri pada saluran pencernaan terutama bagian atas,
mual, muntah, lambung terasa penuh,
kembung, bersendawa, merasa cepat kenyang, perut keroncongan dan sering kentut
serta timbulnya luka pada dinding lambung. Gejala ini bisa menjadi akut,
berulang dan kronis.
Disebut kronis
bila gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus dan gastritis
ini dapat ditangani sejak awal yaitu: mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi
kecil, berhenti mengkonsumsi makanan pedas dan asam, berhenti merokok serta
minuman beralkohol dan jika memang diperlukan dapat minum antasida sekitar
setengah jam sebelum makan atau sewaktu makan.
Tanda dan gejala
|
Penyebab
|
Mual
|
HCl meningkat
|
Muntah
|
Adanya penekanan
terhadap saraf vagus, dan memberikan reflek ingin muntah.
|
Tidak nafsu
makan
|
Karena lambung
banyak terisi HCl maka lambung akan terasa penuh, selain itu rasa mual juga
dapat menyebabkan tidak nafsu makan.
|
Nyeri
|
Peradangan
oleh agen iritasi lambung terhadap lambung
|
Hematesis
|
Pendarahan
lambung akibat erosi oleh agen iritasi lambung yang mengenai pembuluh darah
di lambung.
|
Dalam tinja
terdapat darah
|
Pendarahan
lambung akibat erosi oleh agen iritasi lambung yang mengenai pembuluh darah
di lambung.
|
Mulut terasa
asam
|
Lambung yang
terisi HCl yang penuh dapat menyembabkan HCl terasa sampai di rongga mulut.
|
Tabel I.
Gejala Gastritis.
1.7. Komplikasi
Komplikasi
gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik.
Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini
dapat berakhir syok hemoragik. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan
saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia.
BAB II
GUIIDELINE DAN INFORMASI OBAT GASTRITIS
2.1. Terapi Farmakologi
2.1.1. Antagonis reseptor H2 histamin/ H2 Blocker
Obat
golongan ini akan cepat diabsorbsi secara oral dan akan memblok kerja dari
histamin pada sel parietal dan mengurangi sekresi asam. Obat ini akan mengurangi
nyeri akibat gastritis dan meningkatkan kecepatan penyembuhan gastritis. Empat
macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin.
Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral, didistribusikan
secara luas ke seluruh tubuh dan diekskresikan dalam urin dengan waktu paruh
yang singkat.
Ranitidin memiliki masa kerja
yang panjang dan lima sampai sepuluh kali lebih kuat. Efek farmakologi
famotidin sama dengan ranitidin, hanya 20−50 kali lebih kuat dibandingkan dengan
simetidin dan 3−20 kali lebih kuat dibandingkan ranitidin. Efek farmakologi
nizatidin sama seperti ranitidin, nizatidin dieliminasi melalui ginjal dan
sedik.
Contoh obat:
2.1.1.1.Simetidin
Simetidin mempunyai efek antiandrogen, namun jarang
menyebabkan ginekomastia. simetidin juga terikat pada sitokrom P-450 dan bisa
menurunkan metabolisme dalam hati (misalnya : warfarin, fenitoin dan teofilin)
(Neal, 2005) it yang terjadi metabolisme.
·
Indikasi: ulserasi gaster dan duodenum
jinak, tukak stomal, refluks oesofagitis, kondisi lain dimana pengurangan asam
lambung bermanfaat
·
Kontraindikasi : hipersensitivitas
·
Efek samping : Jarang terjadi dan berupa
diare (sementara), nyeri otot, pusing- pusing dan reaksi kulit. Pada penggunaan
lama dengan dosis tinggi dapat terjadi impotensi dan gynecomatia ringan, yaitu
buah dada yang membesar.
·
Farmakokinetik: Simetidin mudah diserap
dari saluran gastrointestinal dan konsentrasi plasma puncak diperoleh setelah
sekitar satu jam saat diberi perut kosong; Puncak kedua bisa terlihat setelah
sekitar 3 jam. Makanan menunda laju dan mungkin sedikit mengurangi tingkat
penyerapan, dengan konsentrasi plasma
puncak terjadi setelah sekitar 2 jam. Ketersediaan hayati simetidin
setelah dosis oral adalah sekitar 60 sampai 70%. Simetidine didistribusikan
secara luas dan memiliki volume distribusi sekitar 1 liter/kg dan lemah
terikat, sekitar 20%, untuk protein
plasma. Itu Waktu paruh eliminasi dari plasma sekitar 2 jam dan meningkat pada
gangguan ginjal.
·
Dosis : Gastritis, 1 dd 800 mg setelah
makan malam. Ulkus peptikus 2 dd 400 mg
pada waktu makan atau 1 dd 800 mg selama 4 minggu dan maksimal 8 minggu.
Dosis pemeliharaan guna mencegah kambuh, malam hari 400 mg selama 3-6 bulan. Intravena 4-6 dd 200 mg.
2.1.1.2.Ranitidin
Daya
menghambat senyawa ini lebih kuat dibandingkan dengan simetidin. Tidak
merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak
mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan
·
Indikasi : Pengobatan jangka pendek
tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks
esofagitis.
·
Interaksi Obat : ranitidine tampaknya
tidak mempengaruhi sitokrom P450 untuk sebagian besar, dan karena itu dianggap
memiliki sedikit efek pada metabolisme obat lain. Namun, seperti halnya
antagonis H2 lainnya, efeknya pada pH lambung
bisa mengubah penyerapan dari beberapa obat lain.
·
Efek samping : penglihatan kabur; juga
dilaporkan pankreatitis, gerakan disengaja gangguan, nefritis interstisial,
alopesia
·
Farmakokinetik : Ranitidin mudah diserap
dari saluran gastrointestinal dengan konsentrasi puncak dalam plasma terjadi
sekitar 2 sampai 3 jam setelah dosis oral. Ranitidine melintasi penghalang
plasenta dan disebarkan ke ASI.
·
Dosis : 1 dd 300 mg sesudah makan malam
selama 4-8 minggu, sebagai pencegah 1 dd
150 mg, i.v 50 mg sekali.
2.1.1.3.Famotidin
Famotidine
adalah obat yang bermanfaat untuk mengatasi gejala sakit maag dan heartburn (rasa panas dan nyeri di ulu hati),
dan penyakit refluks asam lambung (GERD). Selain itu, obat ini juga dapat
mengobati kondisi lain yang disebabkan oleh produksi asam lambung yang
berlebihan, seperti sindrom Zollinger-Ellison, tukak lambung, serta ulkus
duodenum.
Famotidine
bekerja dengan menghambat zat histamin pada reseptor H2 (di lambung), sehingga
mengurangi produksi asam lambung. Ini akan membantu pemulihan apabila terjadi
kerusakan pada dinding lambung.
·
Indikasi : tukak usus 12 jari,
hipersekresi patologis seperti sindrom zollinger Ellison dan edenoma endokrin
berganda.
·
Efek samping : sembelit; mulut kering,
mual, muntah, perut kembung, anoreksia, kelelahan, sesak, pneumonia
interstisial, kejang, parestesia.
·
Dosis : Ulserasi gaster dan duodenum
jinak, pengobatan 40 mg di malam hari selama 4-8 minggu; pemeliharaan (duodenal
ulserasi), 20 mg di malam hari, Refluks oesofagitis, 20-40 mg dua kali sehari
selama 6-12 minggu; pemeliharaan, 20 mg dua kali sehari Antasida.
·
Farmakokinetik : Famotidine mudah
diserap di saluran gastrointestinal namun tidak sempurna dengan konsentrasi
puncak di plasma terjadi 1 sampai 3 jam setelah dosis oral. Ketersediaan hayati
famotidine oral sekitar 40- 45% dan tidak terpengaruh secara signifikan dengan
adanya makanan. Waktu paruh eliminasi dari plasma dilaporkan terjadi sekitar 3
jam dan berkepanjangan pada gangguan ginjal. Famotidine lemah terikat, sekitar
15 sampai 20%, ke plasma protein. Sebagian kecil famotidin adalah dimetabolisme
di hati menjadi famotidin S-oksida. Tentang 25 sampai 30% dosis oral, dan 65
sampai 70% dari intravena Dosis, diekskresikan tidak berubah dalam air kencing
dalam 24 jam, terutama dengan sekresi tubular aktif.
·
Interaksi obat : interaksi yang mungkin
dapat terjadi jika menggunakan famotidine bersama dengan obat-obatan lain: Obat
antasida akan sedikit menurunkan efektivitas famotidine. Famotidine dapat
mengurangi kadar ketoconazole dan itraconazole dalam darah.
2.1.1.4.Nizatidin
·
Efek samping : sembelit; mulut kering,
mual, muntah, perut kembung, anoreksia, kelelahan, sesak, pneumonia
interstisial, kejang, parestesia.
·
Dosis : Pengobatan, 300 mg di malam hari
atau 150 mg dua kali sehari selama 4-8 minggu; pemeliharaan, 150mg dimalam
hari. Penyakit refluks gastroesofagus, 150-300 mg dua kali setiap hari sampai
12 minggu.
·
Indikasi :
-
Ulkus duodenum
-
Ulser gaster jinak
-
Pencegahan ulkus gastrik duodenum atau
jinak
-
Penyakit refluks esofagus lambung
(termasuk erosi, ulserasi dan sakit maag terkait)
-
Ulkus lambung dan / atau duodenum yang
terkait dengan penggunaan obat antiinflamasi non steroid secara bersamaan.
·
Farmakodinamik : Nizatidine adalah
inhibitor histamin yang kompetitif dan reversibel pada reseptor H2 histamin,
terutama pada sel parietal gastrik. Dengan menghambat aksi histamin pada sel
lambung, nizatidine mengurangi produksi asam lambung. Nizatidine tidak memiliki
tindakan antiandrogenik yang nyata. Terapi dosis penuh untuk masalah yang
ditangani oleh nizatidine berlangsung tidak lebih dari 8 minggu. Telah
ditunjukkan bahwa pengobatan dengan mengurangi dosis nizatidine efektif sebagai
terapi pemeliharaan setelah penyembuhan ulkus duodenum aktif.
·
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
terhadap antagonis reseptor H2
·
Keamanan Penggunaan Pada Wanita Hamil
dan Menyusui : Kategori kehamilan FDA: B. Nizatidin mungkin tidak menyebabkan
bahaya pada janin yang belum lahir. Sebelum pengobatan Nizatidine, pasien harus
berdiskusi dengan dokter, jika mereka merencanakan kehamilan.Nizatidine bisa
masuk ke ASI. Konsultasikan dengan dokter Anda sebelum mengkonsumsi Nizatidine.
2.1.2. Pompa Proton Inhibitor (PPI)
Pompa Proton Inhibitor (PPI) adalah
salah satu jenis obat yang dapat digunakan untuk mengurangi asam lambung dan
meredakan gejala GERD. Obat lain yang dapat mengobati asam lambung berlebih
adalah penghambat reseptor H2, seperti famotidin dan simetidin. Namun, PPI
biasanya lebih efektif daripada H2 receptor
blocker dan dapat meredakan gejala pada sebagian besar orang yang mengalami
GERD.
Pompa Proton Inhbitor (PPI)
bekerja dengan cara menghambat enzim adenosine trifosfatase hidrogen-kalium
(pompa proton) di dinding lambung (dari sel parietal) yang menghasilkan asam,
sehinga mengurangi produksi asam di lambung. Pompa Proton Inhibitor yaitu omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, pantoprazol, dan rabeprazol efektif untuk pengobatan
jangka pendek tukak lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan secara
kombinasi dengan antibiotika untuk H. pylori.
Penghambat pompa proton sebaiknya
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, kehamilan dan
menyusui. Penghambat pompa proton dapat menutupi gejala kanker lambung;
perhatian khusus perlu diberikan pada orang-orang yang menunjukkan
gejala-gejala yang membahayakan (turunnya berat badan yang signifikan, muntah
yang berulang, disfagia, hematemesis atau melena), pada kasus-kasus seperti ini
penyakit kanker lambungnya sebaiknya dipastikan terlebih dahulu sebelum
dimulai pengobatan dengan penghambat pompa proton.
Efek samping penghambat pompa
proton meliputi gangguan saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung,
kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing. Efek samping yang
kurang sering terjadi diantaranya adalah mulut kering, insomnia, mengantuk,
malaise, penglihatan kabur, ruam kulit dan pruritus. Efek samping lain yang
dilaporkan jarang atau sangat jarang terjadi adalah gangguan pengecapan,
disfungsi hati, udem perifer, reaksi hipersensitivitas (termasuk urtikaria,
angioedema, bronko-spasmus, anafilaksis), fotosensitivitas, demam, berkeringat,
depresi, nefritis interstitial, gangguan darah (seperti leukopenia,
leukositosis, pansitopenia, trombositopenia), artralgia, mialgia dan reaksi
pada kulit (termasuk sindroma Stevens- Johnson, nekrolisis epidermal
toksik, bullous eruption). Penghambat pompa proton, dengan
mengurangi keasaman lambung, dapat meningkatkan risiko infeksi saluran cerna.
Hanya omeprazol
yang dapat digunakan pada anak untuk pengobatan GERD dengan gejala yang parah.
Lansoprazol tidak dianjurkan digunakan pada anak.
2.1.2.1.Omeprazole
Nama : Omeprazole
Kategori Kehamilan : C
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum,
tukak lambung dan duodenum yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum,
regimen eradikasi H. pylori pada tukak peptik, refluks
esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.
Dosis terapi:
Tukak lambung dan tukak duodenum 1x20
mg/hari selama 4 minggu pada tukak duodenum atau 8 minggu pada tukak lambung;
pada kasus yang berat atau kambuh tingkatkan menjadi 40 mg sehari; pemeliharaan
untuk tukak duodenum yang kambuh, 20 mg sehari
·
Refluks gastroesofageal 1x20 mg/hari selama 4-8
minggu.
·
Sindrom Zollinger Ellison,
1x60 mg sekali sehari
·
Eradikasi H. pylori pada
anak (dalam kombinasi dengan antibakteri, lihat 1.3): Usia 1-12 tahun, 1-2
mg/kg bb (maks. 40 mg) satu kali sehari; Usia 12-18 tahun: 40 mg satu kali
sehari.
Cara
penggunaan :
Digunakan
sebelum
makan
Interaksi
obat :
Menghambat
absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam,
cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik,
teofilin.
Interaksi
obat dengan makanan:
Menurunkan penyerapan omeprazol
Cara
penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan
pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan
disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.
Efek
samping :
Saluran cerna (seperti mual,
muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing,
paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia, impotensi, stomatitis,
ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia, bingung (sementara),
agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat, gangguan penglihatan dilaporkan
pada pemberian injeksi dosis tinggi.
Peringatan :
Pasien dengan penyakit hati,
kehamilan, menyusui.
2.1.2.2.Lansoprazole
Nama : Lansoprazole
Kategori kehamilan : B
Indikasi :
Tukak duodenum dan tukak lambung
ringan, refluks esofagitis.
Dosis terapi :
Tukak
lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak duodenum, 30 mg
sehari pada pagi hari selama 4 minggu; pemeliharaan 15 mg sehari. Tukak lambung
atau tukak duodenum karena AINS, 15-30 mg sekali sehari selama 4 minggu,
dilanjutkan lagi selama 4 minggu jika tidak sepenuhnya sembuh; profilaksis,
15-30 mg sekali sehari.
Tukak
duodenum atau gastritis karena H. pylori menggunakan regimen
eradikasi. Sindroma Zollinger-Ellison (dan
kondisi hipersekresi lainnya), dosis awal 60 mg sekali sehari, selanjutnya
disesuaikan dengan respons; dosis harian sebesar 120 mg atau lebih dibagi
menjadi 2 dosis. Refluks gastroesofagal, 30 mg sehari
pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak
sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 15-30 mg sehari. Dispepsia karena asam lambung, 15-30 mg sehari pada pagi
hari selama 2-4 minggu (Anak. Belum ada data yang cukup
mengenai penggunaan lansoprazol pada anak)
Cara
penggunaan :
Digunakan
sebelum
makan
Interaksi
obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol
dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine dan
fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara
penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan
pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan
disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.
Efek
samping :
Saluran cerna (seperti mual,
muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing,
paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia, impotensi, stomatitis,
ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia, bingung (sementara),
agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat.
Peringatan :
Pasien dengan penyakit hati,
kehamilan, menyusui.
2.1.2.3.Pantoprazole
Nama : Pantoprazole
Kategori kehamilan : B
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum,
GERD, hipersekresi patologis (sindroma Zollinger Ellison)
Dosis
terapi :
Oral, tukak peptik, 40 mg sehari
pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sembuh
sepenuhnya. Refluks gastroesofagal, 20-40 mg pada pagi hari selama 4 minggu,
diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 20 mg
sehari, ditingkatkan sampai 40 mg jika gejala muncul kembali.
Tukak duodenum, 40 mg sehari pada
pagi hari selama 2 minggu, diikuti 2 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya
sembuh. Tukak duodenum yang disebabkan Helicobacter pylori, lihat regimen
eradikasi. Pencegahan tukak peptik dan tukak duodenum yang disebabkan AINS
dengan peningkatan resiko komplikasi gastroduodenum yang membutuhkan pemberian
AINS berkesinambungan, 20 mg sehari.
Untuk sindrom Zollinger-Ellison (dan
kondisi hipersekresi lainnya), dosis awal 80 mg sekali sehari dan disesuaikan
dengan respons (LANSIA: maksimal 40 mg sehari); dosis harian di atas 80 mg
diberikan dalam 2 dosis terbagi.
Cara
penggunaan :
Digunakan
sebelum
atau sesudah makan
Interaksi
obat :
Menghambat
absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam,
cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik,
teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan
pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan
disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.
Efek
samping :
Saluran cerna (seperti mual,
muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing,
dilaporkan juga peningkatan trigliserida.
Peringatan :
Gangguan ginjal, hati dan lanjut
usia.
2.1.2.4.Esomeprazole
Nama : Esomeprazole
Kategori kehamilan : B
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum,
GERD, hipersekresi patologis (sindroma Zollinger Ellison)
Dosis
terapi :
Oral, GERD: terapi refluks
esofagal erosif: 40 mg sekali sehari selama 4 minggu. Terapi tambahan selama 4
minggu dianjurkan untuk pasien yang esofagitisnya belum sembuh atau memiliki
gejala yang menetap. Esomeprazol 40 mg hanya diberikan untuk pasien dengan
mukosa C dan D rusak (berdasarkan sistem klasifikasi LA), derajatnya harus
dipastikan melalui endoskopi atau diagnosa radiologi. Pasien GERD dengan
derajat esofagitis erosif derajat A dan B direkomendasikan untuk diobati
esomeprazol 20 mg; Pengobatan jangka panjang pada pasien yang telah sembuh dari
esofagitis untuk mencegah kekambuhan: 20 mg sekali sehari; Terapi simtomatis
GERD: 20 mg sekali sehari pada pasien tanpa esofagitis. Jika kontrol gejala
tidak tercapai setelah 4 minggu, pasien harus diperiksa lebih jauh. Sekali
gejala hilang, kontrol gejala selanjutnya dapat dicapai dengan menggunakan
regimen 20 mg sekali bila diperlukan;
Regimen terapi kombinasi dengan
antibakteri yang sesuai untuk eradikasi H. pylori dan
mengobati H.pylori terkait dengan tukak duodenum: 20 mg
dikombinasikan dengan klaritromisin 500 mg, keduanya diberikan 2 kali sehari
selama 7 hari.
Pasien yang memerlukan terapi
AINS yang berkesinambungan: mengobati tukak lambung terkait dengan terapi AINS:
dosis lazim 20 mg sekali sehari dengan durasi terapi 4-8 minggu; Pencegahan
tukak lambung dan duodenum terkait dengan terapi AINS pada pasien dengan
risiko: 20 mg sekali sehari.
Cara
penggunaan :
Digunakan
sebelum
makan
Interaksi
obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol
dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine dan
fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara
penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan
pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan
disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.
Efek
samping :
Saluran cerna (seperti mual,
muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing,
dilaporkan juga peningkatan dermatitis.
Peringatan :
Insufisiensi ginjal berat.
2.1.2.5.Rabeprazole
Nama : Rabeprazole
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum,
GERD, hipersekresi patologis (sindroma Zollinger Ellison)
Dosis
terapi :
Tukak peptik, 20 mg sehari pada
pagi hari selama 6 minggu, diikuti 6 minggu berikutnya jika tidak sembuh
sepenuhnya. Tukak duodenum, 20 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu,
dilanjutkan 4 minggu berikutnya bila tidak sembuh sepenuhnya.
Refluks gastroesofagal, 20 mg
sekali sehari selama 4-8 minggu; pemeliharaan 10-20 mg sehari; pengobatan
simptomatik tanpa esofagitis, 10 mg sehari sampai 4 minggu, kemudian 10 mg
sehari bila diperlukan.
Tukak peptik dan tukak duodenum akibat Helicobacter
pylori, lihat pada regimen eradikasi. Sindrom Zollinger-Ellison,
dosis awal 60 mg sekali sehari disesuaikan menurut respon (maksimal 120 mg
sehari); dosis di atas 100 mg sehari diberikan dalam 2 dosis terbagi.Cara
penggunaan : Sebelum atau sesudah makan
Interaksi
obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol
dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine dan
fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara
penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan
pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan
disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.
Efek
samping :
Saluran cerna (seperti mual,
muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing,
dilaporkan juga dilaporkan juga, batuk, faringitis, rinitis, asthenia, sindrom
seperti influenza; nyeri dada (kurang umum terjadi), sinusitis, bingung, infeksi
saluran urin; stomatitis (jarang), ensefalopati pada penyakit hati parah,
anoreksia, peningkatan berat badan
2.1.3. Penguat Mukosa Lambung
2.1.3.1.Sukralfat
Senyawa
aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan
terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sukralfat hampir tidak
diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan
pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu
untuk mengaktifkan obat ini, pemberian bersama Antagonis H2 atau antasid
menurunkan bioavailabilitas (FKUI).
Indikasi
:
Sukralfat sama efektifnya dengan simetidin untuk
pengobatan tukak lambung dan tukak duodenum. Data terbatas menunjukkan bahwa
derajat kekambuhan ulkus lebih rendah etelah pemberian sukralfat (FKUI).
Farmakokinetik
:
Sukralfat hanya sedikit diserap di gastrointestinal
traktus setelah pemberian oral. Namun, bisa ada beberapa pelepasan ion
aluminium dan sukrosa sulfat; sejumlah kecil sukrosa sulfat mungkin akan
diserap dan diekskresikan, terutama dalam urin (Martindale 36th ed. Hal 1772).
Dosis
:
Dewasa, untuk tukak duodenum dan tukak peptik 1g, 4
kali sehari dalam keadaan lambung kosong (1 jam sebelum makan), selama 4-8
minggu. Pemberian antasid untuk mengurangi nyeri dapat diberikan dengan
interval 1 jam setelah sukralfat. Untuk pencegahan stress ulcer diberikan 1g, 6
kali sehari sebagai suspensi oral (FKUI).
Efek
Samping :
Konstipasi adalah yang paling sering dilaporkan
merugikan. Meskipun diare, mual, muntah, perut kembung, atau ketidaknyamanan
lambung juga bisa terjadi. Efek samping lainnya ialah mulut kering, pusing,
mengantuk, sakit kepala, vertigo, sakit punggung, dan kulit ruam. Reaksi
hipersensitivitas seperti pruritus, edema, urtikaria, kesulitan pernafasan, rhinitis,
laringospasme, dan pembengkakan wajah telah dilaporkan (Martindale 36th ed. Hal
1772). Karena sukralfat mengandung alumunium, penggunaannya pada pasien gagal
ginjal harus hati-hati. Data keamanannya pada wanita hamil belum ada, jadi
sebiknya tidak digunakan (FKUI).
Interaksi
:
Sukralfat bisa mengganggu penyerapan obat-obatan
lain dan sudah dianjurkan bahwa pemberian selang 2 jam antara sukralfat dan
obat non-antasid. Beberapa obat yang dipengaruhi absorbsinya oleh sukralfat
antara lain simetidin, ranitidin, digoksin, antibakteri fluoroquinolon,
ketokonazol, levothyroxine, phenytoin, tetrasiklin, quinidine, teofilin dan
warfarin. Interval pemberian antara sukralfat dan antasida adalah 30 menit.
Selang waktu 1 jam untuk pemberian sukralfat dan makanan enteral (Martindale
36th ed. Hal 1772).
Cara pakai:
Kocok botol obat sebelum
menggunakan. Minum sukralfat lewat mulut biasanya 2 sdm 4 kali sehari dalam
keadaan perut kosong atau 1 jam sebelum makan atau sesuai anjuran dokter
Cara penyimpanan
Simpan pada suhu ruangan,
jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembab. Jangan simpan di kamar
mandi. Jangan dibekukan. Jauhkan dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan.
Ikuti instruksi penyimpanan pada kemasan obat.
2.1.3.2.Misoprostol
Suatu analog metilester prostaglandin E1. Obat ini
berefek menghambat sekresi HCl dan bersifat sitoprotektif untuk mencegah tukak
saluran cerna yang diinduksi obat-obat AINS. Misoprostol adalah prostaglandin
sintetik pertama yang efektif secara oral. Obat ini menyembuhkan tukak lambung
dan duodenum, efeknya berbeda bermakna dibanding plasebo dan sebanding dengan
simetidin. Misoprostol menyembuhkan tukak duodenum yang telah refrakter
terhadap AH2. Pada penelitian klinis, misoprostol sama efektif dengan simetidin
untuk pengobatan jangka pendek tukak duodenum dan jelas efektif untuk
menyembuhkan tukak lambung. Tetapi AH2 atau tukak sukralfat lebih sering
dipilih untuk pengobatan tukak bukan karena obat AINS, karena efek sampingnya
ringan (FKUI)
Indikasi
:
Menstimulasi mekanisme perlindungan mukosa lambung
dan menghambat sekresi asam lambung. Berdasarkan ini membantu pengobatan tukak
lambung dan juga ditambahkan dengan NSAIDs (Tjay dan Kirana, 2015).
Farmakokinetik
:
Misoprostol dilaporkan cepat diserap dan
dimetabolisme menjadi bentuk aktifnya (misoprostol acid; SC-30695) setelah
dosis oral; konsentrasi plasma puncak asam misoprostol terjadi sekitar 15-30
menit. Makanan mengurangi peningkatan tetapi tidak tingkat penyerapannya. Asam
misoprostol dimetabolisme lebih lanjut dengan oksidasi sejumlah organ tubuh dan
diekskresikan terutama di dalam urine. Waktu paruh eliminasi plasma dilaporkan
terjadi antara 20 dan 40 menit. Asam misoprostol terdistribusi ke dalam ASI
(Martindale 36th ed. Hal 1772).
Dosis
:
Oral, dewasa 200mg 4 kali/ hari atau 400 mg 2 kali/
hari.
obat ini diindikasikan untuk profilaksis tukak
lambung pada pasien berisiko tinggi (usia lanjut dan pasien yang pernah
menderita tukak lambung atau perdarahan saluran cerna yang memerlukan AINS)
(FKUI).
Efek
Samping :
Diare (kadang kala bisa parah dan membutuhkan
penarikan, dikurangi dengan memberi dosis tunggal tidak melebihi 200 mikrogram
dan dengan menghindari antasida yang mengandung magnesium), dan juga sakit
perut, dispepsia, perut kembung, mual dan muntah-muntah, pendarahan vagina
abnormal (termasuk perdarahan intermenstruasi, menorrhagia dan pasca menopause
perdarahan), ruam dan pusing (BNF 68 Hal. 55). Misoprostol sebaiknya tidak
diberikan pada wanita hamil. Dalam suatu penelitian dilaporkan timbulnya pendarahan
50% wanita hamil trisemester I, dan 7% mengalami keguguran (FKUI).
2.1.4. Antasida
Antasida adalah senyawa yang
mempunyai kemampuan menetralkan asam lambung atau mengikatnya. Antasida
adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik, membentuk garam dan
air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin tidak aktif pada pH lebih
tinggi dari empat, maka penggunaan antasida juga dapat mengurangkan aktivitas
pepsin (Finkel, 2009). Obat ini juga memiliki efek pengurangan kolonisasi H.
pylori dan merangsang sintesis prostaglandin (Mycek, 2001).
Ada
tiga cara antasida mengurangi keasaman cairan lambung, yaitu pertama secara
langsung menetralkan cairan lambung, kedua dengan berlaku sebagai buffer
terhadap hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal mempunyai pH
1-2 dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas. Antasida akan
mengurangi rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris dan melindungi
mukosa lambung terhadap perusakan oleh pepsin (Anwar, 2000).
Sediaan antasida dapat digolongkan
menjadi:
1.
Antasida
dengan kandungan aluminium dan atau magnesium
2.
Antasida
dengan kandungan natrium bikarbonat
3.
Antasida
dengan kandungan bismut dan kalsium
4.
Antasida
dengan kandungan simetikon
Zat
antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia, kemampuan menetralkan asam,
kandungan natrium, rasa dan harganya. Kemampuan untuk menetralkan asam suatu
antasida tergantung pada kapasitasnya untuk menetralkan HCl lambung dan apakah
lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan memperlambat pengosongan
lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk waktu yang lebih lama). Oleh
karena hal tersebut efek antasida lebih baik
jika
dikonsumsi setelah makan (Mycek, 2001).
Antasida
yang biasa digunakan adalah garam alumunium dan magnesium. Contoh seperti alumunium
hidroksida biasanya campuran Al(OH) atau (alumunium oksidahidrat) dan (MgOH3)2 atau magnesium
hidroksida baik tunggal ataupun dalam bentuk kombinasi. Garam kalsium yang
dapat merangsang pelepasan gastrin maka penggunanaan antasida yang mengandung
kalsium seperti pada Kalsium
bikarbonat (CaCO3) dapat menyebabkan produksi tambahan. Absorbsi natrium
bikarbonat (NaHCO3) secara sistemik dapat menyebabkan alkalosis metabolik
sementara. Oleh karena hal tersebut, antasida tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang (Mycek, 2001).
Dosis
antasida yang diberikan sebanyak 3x500-1000 mg/hr (Kementrian Kesehatan RI,
2014). Antasida dapat diminum saat menjelang tidur, pagi hari dan diantara
waktu makan (Depkes, 2007). Obat ini memiliki 2 bentuk sediaan yaitu antasida
DOEN I dan DOEN II. Antasida DOEN I terdiri dari kombinasi alumunium hidroksida
200 mg dan magnesium hidroksida 200 mg adalah tablet kunyah, sedangkan antasida
DOEN II kombinasi dari alumunium hidroksida 200 mg/5 ml dan magnesium
hidroksida 200 mg/5 ml adalah suspensi (Depkes, 2008).Golongan obat ini dalam
pengkonsumsiannya memang harus dikunyah terlebih dahulu, hal ini untuk
meningkatkan kerja obat dalam menurunkan asam lambung (Oktora, 2011).
Pemberian antasida bersama-sama
dengan obat lain sebaiknya dihindari karena mungkin dapat mengganggu absorpsi
obat lain. Selain itu, antasida mungkin dapat merusak salut enterik yang
dirancang untuk mencegah pelarutan obat dalam lambung (Pionas, 2015).
2.1.4.1. Antasida
dengan kandungan aluminium dan atau magnesium
Indikasi:
Menetralisir asam lambung yang berlebih
Dosis:
Dosis maksimum hingga 10 gram sehari
Efek samping:
Alumunium
hidroksida dapat
menyebabkan konstipasi, sedangkan magnesium hidroksida dapat menyebabkan
diare. Kombinasi keduanya dapat membantu menormalkan fungsi usus.
Peringatan:
Harap
berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal, batu ginjal, konstipasi yang
parah, gangguan hati, gagal jantung, edema, hipomagnesaemia (kadar magnesium
rendah dalam darah), hipofosfatemia (kadar fosfat rendah dalam darah), serta
bagi yang sering mengonsumsi minuman beralkohol.
Interaksi:
Penyerapan
aluminium hidroksida oleh tubuh akan meningkat jika dikonsumsi bersama
dengan vitamin C dan
asam sitrat.
Aluminium
hidroksida dapat mengganggu penyerapan penicillin, tetracycline, indometacin,
phenylbutazone, quinidine, digoxin,
suplemen zat besi, naproxen,
sejumlah vitamin, dan sulfonamide. Oleh karena itu, pasien sebaiknya menunggu 2
jam sebelum atau sesudah menggunakan antasida ini jika ingin mengonsumsi obat
lain.
2.1.4.2. Antasida
dengan kandungan Natrium Bikarbonat
Indikasi:
Menetralisis asam lambung
Kategori Kehamilan: C
Dosis:
1 – 5 gram, diminum bila ada keluhan
Efek samping:
Dapat menyebabkan
alkalosis sistemik, natrium bikarbonat melepaskan CO2 yang dapat
menimbulkan sendawa dan kembung.
Peringatan:
Harap berhati-hati bagi yang menderita
penyakit jantung, mengalami pembengkakan pada kedua tungkai, gangguan ginjal,
gangguan hati, gangguan saluran kemih, hipertensi,
penyakit usus buntu, atau memiliki kadar natrium yang tinggi dalam darah.
Interaksi:
Natrium
bikarbonat dapat menurunkan efektivitas beberapa obat seperti sukralfat,
pazopanib, suplemen zat besi,
anti-jamur golongan Azole, seperti ketoconazole dan fluconazole dan ampicilin.
2.2. Terapi Non-Farmakologi
Berikut ini adalah gaya hidup yang dianjurkan untuk
mengelola dan mencegah timbulnya gangguan pada lambung, antara lain:
·
Atur pola makan
·
Olah raga teratur
·
Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat
pengosongan isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain)
·
Hindari mengkonsumsi makanan yang menimbulkan gas di
lambung (kol, kubis, kentang, melon, semangka, dan lain-lain)
·
Hindari mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas
·
Hindari minuman dengan kadar caffein, alkohol, dan
kurangi rokok
·
Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung
·
Kelola stres psikologi seefisien mungkin
BAB III
PENUTUP
Gastritis adalah salah satu
penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam dan kehidupan
sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan
infeksi. Penyakit-penyakit gastritits diantaranya; tukak lambung, tukak
duodenum, refluks esofagitis, sindroma Zollinger Ellison dan juga infeksi
bakteri H.Pylori.
Ada beberapa golongan obat untuk
pengobatan gastritis diantaranya, antasida (garam alumunium, garam magnesium,
natrium bikarbonat dan magnesium trisilikat), PPI (omeprazole, lansoprazole,
pantoprazole, esomeprazole dan rabeprazole), H2 Blocker (simetidin, ranitidin, famotidin), dan Sukralfat
DAFTAR PUSTAKA
Bliss,
S. J. (2016). Proton Pump Inhibitors. Medically
eviewd writtern by Robin Madell, diakses tanggal 26 Desember 2018
(https://www.healthline.com/health/gerd/proton-pump-inhibitors#1)
Ogbru,
O. Proton Pump Inhibitor (PPIs) Side
Effect, List of Names and Uses. Editor Marks, J.W. diakses tanggal 26
Desembert 2018 (https://www.medicinenet.com/proton-pump_inhibitors/article.htm#what_diseaes_or_conditions_do_ppis_treat)
BPOM.
Penghambat Pompa Proton. Diakses
tanggal 26 Desember 2018
(http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-1-sistem-saluran-cerna-0/13-antitukak/134-penghambat-pompa-proton)
Kumar, V., Cotran, RS., Robbins,
SL. 2002. The Oral cavity and the
Gastrointestinal Tract In: Robbins Basic Pathology 7th Ed. Philladephia. WB Saunders Company. 543 – 90.
Ikatan Apoteker Indonesia.
2011. ISO: Informasi Spesialite Obat
Indonesia Volume 46 . Jakarta : PT ISFI.
Ganiswarna G .2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 , Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis
(Dyspepsia atau Maag), Infeksi Mycobacteria
pada Ulcer Gastrointestinal . Pustaka Populer Obor. Jakarta.
Neal, Michael J. 2005. At a
Glance Farmakologi Medis Ed.5 . Erlangga, Jakarta
Pangestu, A. 2003. Paradigma Baru Pengobatan Gastritis dan Tukak
Peptik. Diambil dari http://www.pgh.or.id//lambung-per.htm
Diakses tanggal 23 februarir 2018.
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Vol.2. Jakarta: EGC.
Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems.
7th Ed . Canada: Yolanda Cossio. Schmitz & Martin. 2008.
Subekti, Tri dan Muhana Sofiati
Utami. 2011. Metode Relaksasi Untuk
Menurunkan Stres dan Keluhan Tukak Lambung pada Penderita Tukak Lambung Kronis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada. Jurnal Psikologi Volume 38, No. 2, Desember 2011: 147
– 163.
Suryono dan Ratna Dwi Meilani.
2016. Pengetahuan Pasien Dengan Gastritis Tentang Pencegahan Kekambuhan
Gastritis. Kediri: Akademi Keperawatan Pamenang Pare. Jurnal AKP vol. 7 no. 2.
Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Princeples of Anatomy and Physiology .
USA : Jhon Wiley & Sons,Inc
Tjay, H. T. & Rahardja, K.
2015.Obat-obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya, Edisi VI, Cetakan Pertama,
Elex Media Komputindo, Jakarta.
1 komentar:
v
Posting Komentar