Sabtu, 01 Februari 2020

MAKALAH Pedoman Informasi Obat pada Penggunaan Obat Gastritis


MAKALAH
Pedoman Informasi Obat pada Penggunaan Obat Gastritis

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
2018



BAB I

PENDAHULUAN


1.1.       Pendahuluan Gastritis

Gastritis dengan nama lain Dyspepsia atau istilah yang sering dikenal oleh masyarakat sebagai maag atau penyakit lambung adalah kumpulan gejala yang dirasakan sebagai nyeri ulu hati, orang yang terserang penyakit ini biasanya sering mual, muntah, rasa penuh, dan rasa tidak nyaman.
Biasa nya keluhan yang diajukan penderita tersebut ringan dan dapat diatasi dengan mengatur makanan, tetapi kadang-kadang dirasakan berat, sehingga ia terpaksa meminta  pertolongan dokter bahkan sampai terpaksa diberi perawatan khusus. Gastritis merupakan penyakit yang cenderung mengalami kekambuhan sehingga menyebabkan pasien harus berulang kali untuk berobat. Salah satu penyebab kekambuhan gastritis adalah karena minimnya  pengetahuan pasien dalam mencegah kekambuhan gastritis.

1.2.       Anatomi dan Fisiologi Lambung

1.2.1.      Anatomi Lambung

Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus. Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen. Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan, antrum, dan pilori. Kardia adalah daerah kecil yang berada  pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai  pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan adalah suatu rongga longitudinal yang  berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik. 

Gambar I. Anatomi Lambung

1.2.2.      Histologi Lambung

Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.
a)        Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina  propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas  jaringan ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos.
b)        Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus submukosa.
c)        Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu inner oblique, middle circular, outer longitudinal. Pada muskularis propia terdapat pleksus myenterik (auerbach). Lapisan oblik terbatas pada bagian badan dari lambung.
d)       Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos (mesotelium) dan jaringan ikat areolar. Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum.

Gambar II. Histologi Lambung.

1.2.3.      Fisiologi Sekresi Getah Lambung

Lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian terpisah : mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan, daerah kelenjar pilorik yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung (gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung  pada permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin. Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan kelenjar oksintik mukosa lambung, yaitu :
a)        Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus yang encer.
b)        Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell)  dan sel  parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
c)        Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk menghasilkan keadaan yang sangat asam.
Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka  berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice). Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel  baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan  bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau  berdiferens6iasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari.
Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel  parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi  produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam.
Gambar III. Kelenjar Oksintik Pada Lambung

1.3.       Pengertian Gastritis

Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu Gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu  Helicobacter pylori.
Tetapi faktor-faktor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis. Secara histologis dapat dibuktikan dengan inflamasi sel-sel radang pada daerah tersebut didasarkan pada manifestasi klinis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok ( ulcer ) dan dapat meningkatkan resiko dari kanker lambung.
Akan tetapi bagi banyak orang, gastritis bukanlah penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan  pengobatan. Gastritis merupakan gangguan yang sering terjadi dengan karakteristik adanya anorexia, rasa penuh, dan tidak enak pada epigastrium, nausea, muntah. Secara umum definisi gastritis ialah inflamasi pada dinding lambung terutama pada mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis merupakan gangguan yang paling sering ditemui diklinik karena diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis Bila mukosa lambung sering kali atau dalam waktu cukup lama  bersentuhan dengan aliran balik getah duodenum yang bersifat alkalis, peradangan sangat mungkin terjadi dan akhirnya malah berubah menjadi tukak lambung. Hal ini disebabkan karena mekanisme penutupan pylorus tidak bekerja dengan sempurna, sehingga terjadi refluks tersebut. Mukosa lambung dikikis oleh garam-garam empedu dan lysolesitin (dengan kerja detergens). Akibatnya timbul luka-luka mikro, sehingga getah lambung dapat meresap ke jaringan-jaringan dalam dan menyebabkan keluhan-keluhan. Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu :
a)        Gastritis akut Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis  besar yaitu :
-            Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid , mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung) ).
-            Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan  badan).
b)        Gastritis Kronik Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu : Tipe A dan Tipe B.
-            Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang  pada proses ini.
-            Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi  Helicobacter pylori  yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

1.4.            Etiologi

Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi. Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme perlindungan dalam lambung mulai berkurang sehingga menimbulkan  peradangan (inflamasi). Kerusakan ini bisa disebabkan oleh gangguan kerja fungsi lambung, gangguan struktur anatomi yang bisa berupa luka atau tumor, jadwal makan yang tidak teratur, konsumsi alkohol atau kopi yang berlebih, gangguan stres, merokok, pemakaian obat penghilang nyeri dalam jangka panjang dan secara terus menerus, stres fisik, infeksi bakteri  Helicobacter pylori.
Ketidakseimbangan antara faktor-faktor agresif (asam dan pepsin) dan faktor-faktor defensif (resistensi mukosa) pada mukosa lambung dan duodenum menyebabkan terjadinya gastritis, duodenitis, ulkus lambung dan ulkus duodenum. Asam lambung yang bersifat korosif dan pepsin yang bersifat proteolitik merupakan dua faktor terpenting dalam menimbulkan kerusakan mukosa lambung-duodenum. Faktor-faktor agresif lainnya adalah garam empedu, obat-obat ulserogenik (aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lainnya, kortikosteroid dosis tinggi), merokok, etanol, bakteri, leukotrien B4 dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan tertentu dalam jangka panjang beresiko mengakibatkan penyakit gastritis karena obat-obat tersebut mengiritasi dinding lambung dan menyebabkan mukosa pelindung lambung menjadi tipis sehingga lebih mudah terluka. Selain itu, dapat pula disebabkan faktor sosial, yaitu situasi yang penuh stres psikologis. Suatu pengamatan terhadap seorang pasien yang menderita fistula pada lambungnya sehingga perubahan-perubahan pada lambung dapat diamati, ternyata mengalami peningkatan produksi asam lambung saat dihadapkan pada situasi yang menegangkan yang menimbulkan perasaan cemas.
Timbulnya penyakit gastritis dan tukak lambung dipicu oleh stres yang  berkepanjangan. Stres yang berkepanjangan ini muncul karena gaya hidup saat ini yang serba cepat akibat tuntutan hidup dan tuntutan kerja, misalnya mobilitas yang tinggi maupun beban kerja yang dirasakan berat. Gaya hidup tersebut membuat individu selalu berada dalam ketegangan sehingga berakibat pada munculnya stres. Selain itu pola makan yang tidak teratur dan mengkonsumsi makanan instan sebagai akibat pola hidup serba cepat juga merupakan salah satu  pencetus penyakit gastritis.
Helicobacter pylori merupakan penyebab utama penyakit gastritis. Menurut penelitian, gastritis yang dipicu bakteri ini bisa menjadi gastritis menahun karena Helicobacter pylori dapat hidup dalam waktu yang lama dilambung manusia dan memiliki kemampuan mengubah kondisi lingkungan yang sesuai dengan lingkungannya sehingga  Helicobacter pylori akan mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium.
Komplikasi yang dapat timbul dari gastritis, yaitu gangguan penyerapan vitamin B12, menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis kronis jika dibiarkan tidak terawat, akan menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Serta dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung. Adapun kasus dengan penyakit gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya diderita oleh kalangan masyarakat sehingga harus berupaya untuk mencegah agar tidak terjadi kekambuhan.

1.5.            Patofisiologi

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya  bersifat jinak dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidakseimbangan faktor penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif)  pada mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau  penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang  bersifat gram-negatif, OAINS, alkohol dan radikal bebas.
Sedangkan sistem  pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial. Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan mucus bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap  berbagai bahan kimia termasuk ion hidrogen. Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel.
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan leukosit. Komponen terpenting lapis pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat (Pangestu, 2003). Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. Pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul.
Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS (indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah.

1.6.            Gejala Gastritis

Gejala gastritis atau maag diantarnya yaitu tidak nyaman sampai nyeri  pada saluran pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, lambung terasa  penuh, kembung, bersendawa, merasa cepat kenyang, perut keroncongan dan sering kentut serta timbulnya luka pada dinding lambung. Gejala ini bisa menjadi akut, berulang dan kronis.
Disebut kronis bila gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus dan gastritis ini dapat ditangani sejak awal yaitu: mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi kecil, berhenti mengkonsumsi makanan pedas dan asam, berhenti merokok serta minuman beralkohol dan jika memang diperlukan dapat minum antasida sekitar setengah jam sebelum makan atau sewaktu makan.

Tanda dan gejala
Penyebab
Mual
HCl meningkat
Muntah
Adanya penekanan terhadap saraf vagus, dan memberikan reflek ingin muntah.
Tidak nafsu makan
Karena lambung banyak terisi HCl maka lambung akan terasa penuh, selain itu rasa mual juga dapat menyebabkan tidak nafsu makan.
Nyeri
Peradangan oleh agen iritasi lambung terhadap lambung
Hematesis
Pendarahan lambung akibat erosi oleh agen iritasi lambung yang mengenai pembuluh darah di lambung.
Dalam tinja terdapat darah
Pendarahan lambung akibat erosi oleh agen iritasi lambung yang mengenai pembuluh darah di lambung.
Mulut terasa asam
Lambung yang terisi HCl yang penuh dapat menyembabkan HCl terasa sampai di rongga mulut.
Tabel I. Gejala Gastritis.

1.7.            Komplikasi

Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas  berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia.

BAB II

GUIIDELINE DAN INFORMASI OBAT GASTRITIS


2.1.            Terapi Farmakologi

2.1.1.      Antagonis reseptor H2 histamin/ H2 Blocker

Obat golongan ini akan cepat diabsorbsi secara oral dan akan memblok kerja dari histamin pada sel parietal dan mengurangi sekresi asam. Obat ini akan mengurangi nyeri akibat gastritis dan meningkatkan kecepatan penyembuhan gastritis. Empat macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin. Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan diekskresikan dalam urin dengan waktu paruh yang singkat.
Ranitidin memiliki masa kerja yang panjang dan lima sampai sepuluh kali lebih kuat. Efek farmakologi famotidin sama dengan ranitidin, hanya 20−50 kali lebih kuat dibandingkan dengan simetidin dan 3−20 kali lebih kuat dibandingkan ranitidin. Efek farmakologi nizatidin sama seperti ranitidin, nizatidin dieliminasi melalui ginjal dan sedik.
Contoh obat:

2.1.1.1.Simetidin

Simetidin mempunyai efek antiandrogen, namun jarang menyebabkan ginekomastia. simetidin juga terikat pada sitokrom P-450 dan bisa menurunkan metabolisme dalam hati (misalnya : warfarin, fenitoin dan teofilin) (Neal, 2005) it yang terjadi metabolisme.
·           Indikasi: ulserasi gaster dan duodenum jinak, tukak stomal, refluks oesofagitis, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung bermanfaat
·           Kontraindikasi : hipersensitivitas
·           Efek samping : Jarang terjadi dan berupa diare (sementara), nyeri otot, pusing- pusing dan reaksi kulit. Pada penggunaan lama dengan dosis tinggi dapat terjadi impotensi dan gynecomatia ringan, yaitu buah dada yang membesar.
·           Farmakokinetik: Simetidin mudah diserap dari saluran gastrointestinal dan konsentrasi plasma puncak diperoleh setelah sekitar satu jam saat diberi perut kosong; Puncak kedua bisa terlihat setelah sekitar 3 jam. Makanan menunda laju dan mungkin sedikit mengurangi tingkat penyerapan, dengan konsentrasi plasma  puncak terjadi setelah sekitar 2 jam. Ketersediaan hayati simetidin setelah dosis oral adalah sekitar 60 sampai 70%. Simetidine didistribusikan secara luas dan memiliki volume distribusi sekitar 1 liter/kg dan lemah terikat, sekitar 20%, untuk  protein plasma. Itu Waktu paruh eliminasi dari plasma sekitar 2 jam dan meningkat pada gangguan ginjal.
·           Dosis : Gastritis, 1 dd 800 mg setelah makan malam. Ulkus peptikus 2 dd 400 mg  pada waktu makan atau 1 dd 800 mg selama 4 minggu dan maksimal 8 minggu. Dosis pemeliharaan guna mencegah kambuh, malam hari 400 mg selama 3-6  bulan. Intravena 4-6 dd 200 mg.

2.1.1.2.Ranitidin

Daya menghambat senyawa ini lebih kuat dibandingkan dengan simetidin. Tidak merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan
·           Indikasi : Pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis.
·           Interaksi Obat : ranitidine tampaknya tidak mempengaruhi sitokrom P450 untuk sebagian besar, dan karena itu dianggap memiliki sedikit efek pada metabolisme obat lain. Namun, seperti halnya antagonis H2 lainnya, efeknya pada pH lambung  bisa mengubah penyerapan dari beberapa obat lain.
·           Efek samping : penglihatan kabur; juga dilaporkan pankreatitis, gerakan disengaja gangguan, nefritis interstisial, alopesia
·           Farmakokinetik : Ranitidin mudah diserap dari saluran gastrointestinal dengan konsentrasi puncak dalam plasma terjadi sekitar 2 sampai 3 jam setelah dosis oral. Ranitidine melintasi penghalang plasenta dan disebarkan ke ASI.
·           Dosis : 1 dd 300 mg sesudah makan malam selama 4-8 minggu, sebagai  pencegah 1 dd 150 mg, i.v 50 mg sekali.

2.1.1.3.Famotidin

Famotidine adalah obat yang bermanfaat untuk mengatasi gejala sakit maag dan  heartburn (rasa panas dan nyeri di ulu hati), dan penyakit refluks asam lambung (GERD). Selain itu, obat ini juga dapat mengobati kondisi lain yang disebabkan oleh produksi asam lambung yang berlebihan, seperti sindrom Zollinger-Ellison, tukak lambung, serta ulkus duodenum.
Famotidine bekerja dengan menghambat zat histamin pada reseptor H2 (di lambung), sehingga mengurangi produksi asam lambung. Ini akan membantu pemulihan apabila terjadi kerusakan pada dinding lambung.
·           Indikasi : tukak usus 12 jari, hipersekresi patologis seperti sindrom zollinger Ellison dan edenoma endokrin berganda.
·           Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung, anoreksia, kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia.
·           Dosis : Ulserasi gaster dan duodenum jinak, pengobatan 40 mg di malam hari selama 4-8 minggu; pemeliharaan (duodenal ulserasi), 20 mg di malam hari, Refluks oesofagitis, 20-40 mg dua kali sehari selama 6-12 minggu; pemeliharaan, 20 mg dua kali sehari Antasida.
·           Farmakokinetik : Famotidine mudah diserap di saluran gastrointestinal namun tidak sempurna dengan konsentrasi puncak di plasma terjadi 1 sampai 3 jam setelah dosis oral. Ketersediaan hayati famotidine oral sekitar 40- 45% dan tidak terpengaruh secara signifikan dengan adanya makanan. Waktu paruh eliminasi dari plasma dilaporkan terjadi sekitar 3 jam dan berkepanjangan pada gangguan ginjal. Famotidine lemah terikat, sekitar 15 sampai 20%, ke plasma protein. Sebagian kecil famotidin adalah dimetabolisme di hati menjadi famotidin S-oksida. Tentang 25 sampai 30% dosis oral, dan 65 sampai 70% dari intravena Dosis, diekskresikan tidak berubah dalam air kencing dalam 24 jam, terutama dengan sekresi tubular aktif.
·           Interaksi obat : interaksi yang mungkin dapat terjadi jika menggunakan famotidine bersama dengan obat-obatan lain: Obat antasida akan sedikit menurunkan efektivitas famotidine. Famotidine dapat mengurangi kadar ketoconazole dan itraconazole dalam darah.

2.1.1.4.Nizatidin

·           Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung, anoreksia, kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia.
·           Dosis : Pengobatan, 300 mg di malam hari atau 150 mg dua kali sehari selama 4-8 minggu; pemeliharaan, 150mg dimalam hari. Penyakit refluks gastroesofagus, 150-300 mg dua kali setiap hari sampai 12 minggu.
·           Indikasi :
-          Ulkus duodenum
-          Ulser gaster jinak
-          Pencegahan ulkus gastrik duodenum atau jinak
-          Penyakit refluks esofagus lambung (termasuk erosi, ulserasi dan sakit maag terkait)
-          Ulkus lambung dan / atau duodenum yang terkait dengan penggunaan obat antiinflamasi non steroid secara bersamaan.
·           Farmakodinamik : Nizatidine adalah inhibitor histamin yang kompetitif dan reversibel pada reseptor H2 histamin, terutama pada sel parietal gastrik. Dengan menghambat aksi histamin pada sel lambung, nizatidine mengurangi produksi asam lambung. Nizatidine tidak memiliki tindakan antiandrogenik yang nyata. Terapi dosis penuh untuk masalah yang ditangani oleh nizatidine berlangsung tidak lebih dari 8 minggu. Telah ditunjukkan bahwa pengobatan dengan mengurangi dosis nizatidine efektif sebagai terapi pemeliharaan setelah penyembuhan ulkus duodenum aktif.
·           Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap antagonis reseptor H2
·           Keamanan Penggunaan Pada Wanita Hamil dan Menyusui : Kategori kehamilan FDA: B. Nizatidin mungkin tidak menyebabkan bahaya pada janin yang belum lahir. Sebelum pengobatan Nizatidine, pasien harus berdiskusi dengan dokter, jika mereka merencanakan kehamilan.Nizatidine bisa masuk ke ASI. Konsultasikan dengan dokter Anda sebelum mengkonsumsi Nizatidine.

2.1.2.      Pompa Proton Inhibitor (PPI)

Pompa Proton Inhibitor (PPI) adalah salah satu jenis obat yang dapat digunakan untuk mengurangi asam lambung dan meredakan gejala GERD. Obat lain yang dapat mengobati asam lambung berlebih adalah penghambat reseptor H2, seperti famotidin dan simetidin. Namun, PPI biasanya lebih efektif daripada H2 receptor blocker dan dapat meredakan gejala pada sebagian besar orang yang mengalami GERD.
Pompa Proton Inhbitor (PPI) bekerja dengan cara menghambat enzim adenosine trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton) di dinding lambung (dari sel parietal) yang menghasilkan asam, sehinga mengurangi produksi asam di lambung. Pompa Proton Inhibitor yaitu omeprazol, esomeprazollansoprazol, pantoprazol, dan rabeprazol efektif untuk pengobatan jangka pendek tukak lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan secara kombinasi dengan antibiotika untuk H. pylori.
Penghambat pompa proton sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, kehamilan dan menyusui. Penghambat pompa proton dapat menutupi gejala kanker lambung; perhatian khusus perlu diberikan pada orang-orang yang menunjukkan gejala-gejala yang membahayakan (turunnya berat badan yang signifikan, muntah yang berulang, disfagia, hematemesis atau melena), pada kasus-kasus seperti ini penyakit kanker lambungnya sebaiknya dipastikan terlebih dahulu sebelum dimulai pengobatan dengan penghambat pompa proton.
Efek samping penghambat pompa proton meliputi gangguan saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing. Efek samping yang kurang sering terjadi diantaranya adalah mulut kering, insomnia, mengantuk, malaise, penglihatan kabur, ruam kulit dan pruritus. Efek samping lain yang dilaporkan jarang atau sangat jarang terjadi adalah gangguan pengecapan, disfungsi hati, udem perifer, reaksi hipersensitivitas (termasuk urtikaria, angioedema, bronko-spasmus, anafilaksis), fotosensitivitas, demam, berkeringat, depresi, nefritis interstitial, gangguan darah (seperti leukopenia, leukositosis, pansitopenia, trombositopenia), artralgia, mialgia dan reaksi pada kulit (termasuk sindroma Stevens- Johnson, nekrolisis epidermal toksik, bullous eruption). Penghambat pompa proton, dengan mengurangi keasaman lambung, dapat meningkatkan risiko infeksi saluran cerna.
Hanya omeprazol yang dapat digunakan pada anak untuk pengobatan GERD dengan gejala yang parah. Lansoprazol tidak dianjurkan digunakan pada anak.

2.1.2.1.Omeprazole

Nama                           : Omeprazole
Kategori Kehamilan    : C

Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi H. pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.

Dosis terapi:  
Tukak lambung dan tukak duodenum 1x20 mg/hari selama 4 minggu pada tukak duodenum atau 8 minggu pada tukak lambung; pada kasus yang berat atau kambuh tingkatkan menjadi 40 mg sehari; pemeliharaan untuk tukak duodenum yang kambuh, 20 mg sehari
·         Refluks gastroesofageal 1x20 mg/hari selama 4-8 minggu.
·         Sindrom Zollinger Ellison, 1x60 mg sekali sehari
·         Eradikasi H. pylori pada anak (dalam kombinasi dengan antibakteri, lihat 1.3): Usia 1-12 tahun, 1-2 mg/kg bb (maks. 40 mg) satu kali sehari; Usia 12-18 tahun: 40 mg satu kali sehari.

Cara penggunaan :  
Digunakan sebelum makan

Interaksi obat :
            Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik, teofilin.
Interaksi obat dengan makanan:    
Menurunkan penyerapan omeprazol

Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.

Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing, paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia, impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia, bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat, gangguan penglihatan dilaporkan pada pemberian injeksi dosis tinggi.

Peringatan :  
Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.

2.1.2.2.Lansoprazole

Nama                           : Lansoprazole
Kategori kehamilan     : B

Indikasi :
Tukak duodenum dan tukak lambung ringan, refluks esofagitis.

Dosis terapi : 
Tukak lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak duodenum, 30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu; pemeliharaan 15 mg sehari. Tukak lambung atau tukak duodenum karena AINS, 15-30 mg sekali sehari selama 4 minggu, dilanjutkan lagi selama 4 minggu jika tidak sepenuhnya sembuh; profilaksis, 15-30 mg sekali sehari.
Tukak duodenum atau gastritis karena H. pylori menggunakan regimen eradikasi. Sindroma Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya), dosis awal 60 mg sekali sehari, selanjutnya disesuaikan dengan respons; dosis harian sebesar 120 mg atau lebih dibagi menjadi 2 dosis. Refluks gastroesofagal, 30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 15-30 mg sehari. Dispepsia karena asam lambung, 15-30 mg sehari pada pagi hari selama 2-4 minggu (Anak. Belum ada data yang cukup mengenai penggunaan lansoprazol pada anak)

Cara penggunaan :
Digunakan sebelum makan

Interaksi obat :

Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.

Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing, paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia, impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia, bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat.

Peringatan :
Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.

2.1.2.3.Pantoprazole

Nama                           : Pantoprazole
Kategori kehamilan     : B

Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis (sindroma Zollinger Ellison)

Dosis terapi : 
Oral, tukak peptik, 40 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sembuh sepenuhnya. Refluks gastroesofagal, 20-40 mg pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 20 mg sehari, ditingkatkan sampai 40 mg jika gejala muncul kembali.
Tukak duodenum, 40 mg sehari pada pagi hari selama 2 minggu, diikuti 2 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh. Tukak duodenum yang disebabkan Helicobacter pylori, lihat regimen eradikasi. Pencegahan tukak peptik dan tukak duodenum yang disebabkan AINS dengan peningkatan resiko komplikasi gastroduodenum yang membutuhkan pemberian AINS berkesinambungan, 20 mg sehari.
Untuk sindrom Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya), dosis awal 80 mg sekali sehari dan disesuaikan dengan respons (LANSIA: maksimal 40 mg sehari); dosis harian di atas 80 mg diberikan dalam 2 dosis terbagi.

Cara penggunaan :
Digunakan sebelum atau sesudah makan

Interaksi obat :
            Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik, teofilin.

Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.

Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga peningkatan trigliserida.

Peringatan :
Gangguan ginjal, hati dan lanjut usia.

2.1.2.4.Esomeprazole

Nama                           : Esomeprazole
Kategori kehamilan     : B

Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis (sindroma Zollinger Ellison)

Dosis terapi :
Oral, GERDterapi refluks esofagal erosif: 40 mg sekali sehari selama 4 minggu. Terapi tambahan selama 4 minggu dianjurkan untuk pasien yang esofagitisnya belum sembuh atau memiliki gejala yang menetap. Esomeprazol 40 mg hanya diberikan untuk pasien dengan mukosa C dan D rusak (berdasarkan sistem klasifikasi LA), derajatnya harus dipastikan melalui endoskopi atau diagnosa radiologi. Pasien GERD dengan derajat esofagitis erosif derajat A dan B direkomendasikan untuk diobati esomeprazol 20 mg; Pengobatan jangka panjang pada pasien yang telah sembuh dari esofagitis untuk mencegah kekambuhan: 20 mg sekali sehari; Terapi simtomatis GERD: 20 mg sekali sehari pada pasien tanpa esofagitis. Jika kontrol gejala tidak tercapai setelah 4 minggu, pasien harus diperiksa lebih jauh. Sekali gejala hilang, kontrol gejala selanjutnya dapat dicapai dengan menggunakan regimen 20 mg sekali bila diperlukan;
Regimen terapi kombinasi dengan antibakteri yang sesuai untuk eradikasi H. pylori dan mengobati H.pylori terkait dengan tukak duodenum: 20 mg dikombinasikan dengan klaritromisin 500 mg, keduanya diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.
Pasien yang memerlukan terapi AINS yang berkesinambungan: mengobati tukak lambung terkait dengan terapi AINS: dosis lazim 20 mg sekali sehari dengan durasi terapi 4-8 minggu; Pencegahan tukak lambung dan duodenum terkait dengan terapi AINS pada pasien dengan risiko: 20 mg sekali sehari.

Cara penggunaan :
Digunakan sebelum makan

Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik, teofilin.

Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.

Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga peningkatan dermatitis.

Peringatan :
Insufisiensi ginjal berat.

2.1.2.5.Rabeprazole

Nama               :  Rabeprazole

Indikasi          :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis (sindroma Zollinger Ellison)

Dosis terapi    :          
Tukak peptik, 20 mg sehari pada pagi hari selama 6 minggu, diikuti 6 minggu berikutnya jika tidak sembuh sepenuhnya. Tukak duodenum, 20 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, dilanjutkan 4 minggu berikutnya bila tidak sembuh sepenuhnya.
Refluks gastroesofagal, 20 mg sekali sehari selama 4-8 minggu; pemeliharaan 10-20 mg sehari; pengobatan simptomatik tanpa esofagitis, 10 mg sehari sampai 4 minggu, kemudian 10 mg sehari bila diperlukan.
Tukak peptik dan tukak duodenum akibat Helicobacter pylori, lihat pada regimen eradikasi. Sindrom Zollinger-Ellison, dosis awal 60 mg sekali sehari disesuaikan menurut respon (maksimal 120 mg sehari); dosis di atas 100 mg sehari diberikan dalam 2 dosis terbagi.Cara penggunaan :           Sebelum atau sesudah makan

Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik, teofilin.

Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.

Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga dilaporkan juga, batuk, faringitis, rinitis, asthenia, sindrom seperti influenza; nyeri dada (kurang umum terjadi), sinusitis, bingung, infeksi saluran urin; stomatitis (jarang), ensefalopati pada penyakit hati parah, anoreksia, peningkatan berat badan

2.1.3.      Penguat Mukosa Lambung

2.1.3.1.Sukralfat

Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sukralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, pemberian bersama Antagonis H2 atau antasid menurunkan bioavailabilitas (FKUI).

Indikasi :
Sukralfat sama efektifnya dengan simetidin untuk pengobatan tukak lambung dan tukak duodenum. Data terbatas menunjukkan bahwa derajat kekambuhan ulkus lebih rendah etelah pemberian sukralfat (FKUI).

Farmakokinetik :
Sukralfat hanya sedikit diserap di gastrointestinal traktus setelah pemberian oral. Namun, bisa ada beberapa pelepasan ion aluminium dan sukrosa sulfat; sejumlah kecil sukrosa sulfat mungkin akan diserap dan diekskresikan, terutama dalam urin (Martindale 36th ed. Hal 1772).

Dosis :
Dewasa, untuk tukak duodenum dan tukak peptik 1g, 4 kali sehari dalam keadaan lambung kosong (1 jam sebelum makan), selama 4-8 minggu. Pemberian antasid untuk mengurangi nyeri dapat diberikan dengan interval 1 jam setelah sukralfat. Untuk pencegahan stress ulcer diberikan 1g, 6 kali sehari sebagai suspensi oral (FKUI).

Efek Samping :
Konstipasi adalah yang paling sering dilaporkan merugikan. Meskipun diare, mual, muntah, perut kembung, atau ketidaknyamanan lambung juga bisa terjadi. Efek samping lainnya ialah mulut kering, pusing, mengantuk, sakit kepala, vertigo, sakit punggung, dan kulit ruam. Reaksi hipersensitivitas seperti pruritus, edema, urtikaria, kesulitan pernafasan, rhinitis, laringospasme, dan pembengkakan wajah telah dilaporkan (Martindale 36th ed. Hal 1772). Karena sukralfat mengandung alumunium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal harus hati-hati. Data keamanannya pada wanita hamil belum ada, jadi sebiknya tidak digunakan (FKUI).

Interaksi :
Sukralfat bisa mengganggu penyerapan obat-obatan lain dan sudah dianjurkan bahwa pemberian selang 2 jam antara sukralfat dan obat non-antasid. Beberapa obat yang dipengaruhi absorbsinya oleh sukralfat antara lain simetidin, ranitidin, digoksin, antibakteri fluoroquinolon, ketokonazol, levothyroxine, phenytoin, tetrasiklin, quinidine, teofilin dan warfarin. Interval pemberian antara sukralfat dan antasida adalah 30 menit. Selang waktu 1 jam untuk pemberian sukralfat dan makanan enteral (Martindale 36th ed. Hal 1772).

Cara pakai:
Kocok botol obat sebelum menggunakan. Minum sukralfat lewat mulut biasanya 2 sdm 4 kali sehari dalam keadaan perut kosong atau 1 jam sebelum makan atau sesuai anjuran dokter

Cara penyimpanan
Simpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembab. Jangan simpan di kamar mandi. Jangan dibekukan. Jauhkan dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan. Ikuti instruksi penyimpanan pada kemasan obat.

2.1.3.2.Misoprostol

Suatu analog metilester prostaglandin E1. Obat ini berefek menghambat sekresi HCl dan bersifat sitoprotektif untuk mencegah tukak saluran cerna yang diinduksi obat-obat AINS. Misoprostol adalah prostaglandin sintetik pertama yang efektif secara oral. Obat ini menyembuhkan tukak lambung dan duodenum, efeknya berbeda bermakna dibanding plasebo dan sebanding dengan simetidin. Misoprostol menyembuhkan tukak duodenum yang telah refrakter terhadap AH2. Pada penelitian klinis, misoprostol sama efektif dengan simetidin untuk pengobatan jangka pendek tukak duodenum dan jelas efektif untuk menyembuhkan tukak lambung. Tetapi AH2 atau tukak sukralfat lebih sering dipilih untuk pengobatan tukak bukan karena obat AINS, karena efek sampingnya ringan (FKUI)

Indikasi :
Menstimulasi mekanisme perlindungan mukosa lambung dan menghambat sekresi asam lambung. Berdasarkan ini membantu pengobatan tukak lambung dan juga ditambahkan dengan NSAIDs (Tjay dan Kirana, 2015).

Farmakokinetik :
Misoprostol dilaporkan cepat diserap dan dimetabolisme menjadi bentuk aktifnya (misoprostol acid; SC-30695) setelah dosis oral; konsentrasi plasma puncak asam misoprostol terjadi sekitar 15-30 menit. Makanan mengurangi peningkatan tetapi tidak tingkat penyerapannya. Asam misoprostol dimetabolisme lebih lanjut dengan oksidasi sejumlah organ tubuh dan diekskresikan terutama di dalam urine. Waktu paruh eliminasi plasma dilaporkan terjadi antara 20 dan 40 menit. Asam misoprostol terdistribusi ke dalam ASI (Martindale 36th ed. Hal 1772).

Dosis :
Oral, dewasa 200mg 4 kali/ hari atau 400 mg 2 kali/ hari.
obat ini diindikasikan untuk profilaksis tukak lambung pada pasien berisiko tinggi (usia lanjut dan pasien yang pernah menderita tukak lambung atau perdarahan saluran cerna yang memerlukan AINS) (FKUI).

Efek Samping :
Diare (kadang kala bisa parah dan membutuhkan penarikan, dikurangi dengan memberi dosis tunggal tidak melebihi 200 mikrogram dan dengan menghindari antasida yang mengandung magnesium), dan juga sakit perut, dispepsia, perut kembung, mual dan muntah-muntah, pendarahan vagina abnormal (termasuk perdarahan intermenstruasi, menorrhagia dan pasca menopause perdarahan), ruam dan pusing (BNF 68 Hal. 55). Misoprostol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Dalam suatu penelitian dilaporkan timbulnya pendarahan 50% wanita hamil trisemester I, dan 7% mengalami keguguran (FKUI).

2.1.4.      Antasida

Antasida adalah senyawa yang mempunyai kemampuan menetralkan asam lambung atau mengikatnya. Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik, membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin tidak aktif pada pH lebih tinggi dari empat, maka penggunaan antasida juga dapat mengurangkan aktivitas pepsin (Finkel, 2009). Obat ini juga memiliki efek pengurangan kolonisasi H. pylori dan merangsang sintesis prostaglandin (Mycek, 2001).
Ada tiga cara antasida mengurangi keasaman cairan lambung, yaitu pertama secara langsung menetralkan cairan lambung, kedua dengan berlaku sebagai buffer terhadap hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal mempunyai pH 1-2 dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas. Antasida akan mengurangi rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris dan melindungi mukosa lambung terhadap perusakan oleh pepsin (Anwar, 2000).
Sediaan antasida dapat digolongkan menjadi:
1.      Antasida dengan kandungan aluminium dan atau magnesium
2.      Antasida dengan kandungan natrium bikarbonat
3.      Antasida dengan kandungan bismut dan kalsium
4.      Antasida dengan kandungan simetikon
Zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia, kemampuan menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan harganya. Kemampuan untuk menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitasnya untuk menetralkan HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk waktu yang lebih lama). Oleh karena hal tersebut efek antasida lebih baik
jika dikonsumsi setelah makan (Mycek, 2001).
Antasida yang biasa digunakan adalah garam alumunium dan magnesium. Contoh seperti alumunium hidroksida biasanya campuran Al(OH) atau (alumunium oksidahidrat) dan  (MgOH3)2 atau magnesium hidroksida baik tunggal ataupun dalam bentuk kombinasi. Garam kalsium yang dapat merangsang pelepasan gastrin maka penggunanaan antasida yang mengandung kalsium seperti pada  Kalsium bikarbonat (CaCO3) dapat menyebabkan produksi tambahan. Absorbsi natrium bikarbonat (NaHCO3) secara sistemik dapat menyebabkan alkalosis metabolik sementara. Oleh karena hal tersebut, antasida tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang (Mycek, 2001).
Dosis antasida yang diberikan sebanyak 3x500-1000 mg/hr (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Antasida dapat diminum saat menjelang tidur, pagi hari dan diantara waktu makan (Depkes, 2007). Obat ini memiliki 2 bentuk sediaan yaitu antasida DOEN I dan DOEN II. Antasida DOEN I terdiri dari kombinasi alumunium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida 200 mg adalah tablet kunyah, sedangkan antasida DOEN II kombinasi dari alumunium hidroksida 200 mg/5 ml dan magnesium hidroksida 200 mg/5 ml adalah suspensi (Depkes, 2008).Golongan obat ini dalam pengkonsumsiannya memang harus dikunyah terlebih dahulu, hal ini untuk meningkatkan kerja obat dalam menurunkan asam lambung (Oktora, 2011).
Pemberian antasida bersama-sama dengan obat lain sebaiknya dihindari karena mungkin dapat mengganggu absorpsi obat lain. Selain itu, antasida mungkin dapat merusak salut enterik yang dirancang untuk mencegah pelarutan obat dalam lambung (Pionas, 2015).

2.1.4.1. Antasida dengan kandungan aluminium dan atau magnesium

Indikasi:
Menetralisir asam lambung yang berlebih

Dosis:
Dosis maksimum hingga 10 gram sehari

Efek samping:
Alumunium hidroksida dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan magnesium hidroksida dapat menyebabkan diare. Kombinasi keduanya dapat membantu menormalkan fungsi usus.

Peringatan:
Harap berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal, batu ginjal, konstipasi yang parah, gangguan hati, gagal jantung, edema, hipomagnesaemia (kadar magnesium rendah dalam darah), hipofosfatemia (kadar fosfat rendah dalam darah), serta bagi yang sering mengonsumsi minuman beralkohol.


Interaksi:
Penyerapan aluminium hidroksida oleh tubuh akan meningkat jika dikonsumsi bersama dengan vitamin C dan asam sitrat.
Aluminium hidroksida dapat mengganggu penyerapan penicillin, tetracycline, indometacin, phenylbutazone, quinidine, digoxin, suplemen zat besi, naproxen, sejumlah vitamin, dan sulfonamide. Oleh karena itu, pasien sebaiknya menunggu 2 jam sebelum atau sesudah menggunakan antasida ini jika ingin mengonsumsi obat lain.

2.1.4.2. Antasida dengan kandungan Natrium Bikarbonat

Indikasi:
Menetralisis asam lambung

Kategori Kehamilan: C

Dosis:
1 – 5 gram, diminum bila ada keluhan

Efek samping:
Dapat menyebabkan alkalosis sistemik, natrium bikarbonat melepaskan CO2 yang dapat menimbulkan sendawa dan kembung.

Peringatan:
Harap berhati-hati bagi yang menderita penyakit jantung, mengalami pembengkakan pada kedua tungkai, gangguan ginjal, gangguan hati, gangguan saluran kemih, hipertensi, penyakit usus buntu, atau memiliki kadar natrium yang tinggi dalam darah.

Interaksi:
Natrium bikarbonat dapat menurunkan efektivitas beberapa obat seperti sukralfat, pazopanib, suplemen zat besi, anti-jamur golongan Azole, seperti ketoconazole dan fluconazole dan ampicilin.

2.2.            Terapi Non-Farmakologi

Berikut ini adalah gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan mencegah timbulnya gangguan pada lambung, antara lain:
·         Atur pola makan
·         Olah raga teratur
·         Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain)
·         Hindari mengkonsumsi makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon, semangka, dan lain-lain)
·         Hindari mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas
·         Hindari minuman dengan kadar caffein, alkohol, dan kurangi rokok
·         Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung
·         Kelola stres psikologi seefisien mungkin



BAB III

PENUTUP


Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Penyakit-penyakit gastritits diantaranya; tukak lambung, tukak duodenum, refluks esofagitis, sindroma Zollinger Ellison dan juga infeksi bakteri H.Pylori.
Ada beberapa golongan obat untuk pengobatan gastritis diantaranya, antasida (garam alumunium, garam magnesium, natrium bikarbonat dan magnesium trisilikat), PPI (omeprazole, lansoprazole, pantoprazole, esomeprazole dan rabeprazole), H2 Blocker (simetidin, ranitidin, famotidin), dan Sukralfat




DAFTAR PUSTAKA




Bliss, S. J. (2016). Proton Pump Inhibitors. Medically eviewd writtern by Robin Madell, diakses tanggal 26 Desember 2018 (https://www.healthline.com/health/gerd/proton-pump-inhibitors#1)

Ogbru, O. Proton Pump Inhibitor (PPIs) Side Effect, List of Names and Uses. Editor Marks, J.W. diakses tanggal 26 Desembert 2018 (https://www.medicinenet.com/proton-pump_inhibitors/article.htm#what_diseaes_or_conditions_do_ppis_treat)

BPOM. Penghambat Pompa Proton. Diakses tanggal 26 Desember 2018 (http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-1-sistem-saluran-cerna-0/13-antitukak/134-penghambat-pompa-proton)

Kumar, V., Cotran, RS., Robbins, SL. 2002. The Oral cavity and the Gastrointestinal Tract In: Robbins Basic Pathology 7th Ed.  Philladephia. WB Saunders Company. 543 – 90.

Ikatan Apoteker Indonesia. 2011.  ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 46 . Jakarta : PT ISFI.

Ganiswarna G .2007.  Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 , Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Misnadiarly. 2009.  Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau  Maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulcer Gastrointestinal . Pustaka Populer Obor. Jakarta. 

Neal, Michael J. 2005. At a Glance Farmakologi Medis Ed.5 . Erlangga, Jakarta

Pangestu, A. 2003.  Paradigma Baru Pengobatan Gastritis dan Tukak Peptik.  Diambil dari http://www.pgh.or.id//lambung-per.htm Diakses tanggal 23 februarir 2018.

Price and Wilson. 2005.  Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th Ed . Canada: Yolanda Cossio. Schmitz & Martin. 2008.

Subekti, Tri dan Muhana Sofiati Utami. 2011. Metode Relaksasi Untuk  Menurunkan Stres dan Keluhan Tukak Lambung pada Penderita Tukak  Lambung Kronis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Jurnal Psikologi Volume 38, No. 2, Desember 2011: 147 –  163.

Suryono dan Ratna Dwi Meilani. 2016. Pengetahuan Pasien Dengan Gastritis Tentang Pencegahan Kekambuhan Gastritis. Kediri: Akademi Keperawatan Pamenang Pare. Jurnal AKP vol. 7 no. 2.

Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Princeples of Anatomy and Physiology . USA : Jhon Wiley & Sons,Inc

Tjay, H. T. & Rahardja, K. 2015.Obat-obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan  Efek Sampingnya, Edisi VI, Cetakan Pertama, Elex Media Komputindo, Jakarta.

1 komentar:

Blogger mengatakan...

v

Posting Komentar