MAKALAH
Praktikum Analisa Obat I
Grup C
Akhmad Andy Sandra
1543057052
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS
1945
JAKARTA
Penetapan Kadar Ammonium Chlorida dalam
Aqua
Secara Argentometri
Kimia analitik dapat dibagi
menjadi bidang-bidang yang disebut analisa kualitatif dan analisa kuantitatif.
Analisa kualitatif menyangkut identifikasi zat. Mengenai unsur atau senyawa apa
yang ada di dalam suatu contoh. Sedangkan analisa kuantitatif mengenai
penentuan berapa zat tertentu yang ada di dalam suatu contoh. Zat yang
ditentukan, sering ditunjuk sebagai zat yang diinginkan atau analit, dapat
terdiri dari sebagian kecil atau besar dari contoh yang akan dianalisa (Khopkhar,
1990).
Volumetri (titrasi) merupakan
cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran
volumenya. Dalam analisis titirimetrik atau analisis volumetri atau analisis
kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan
dengan larutan baku (standar) dengan kadar atau konsentrasinya telah diketahui
secara teliti dan reaksinya berlangsung se!ara kuantitatif (Khopkhar,
1990).
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu
larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara
lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan di analisis. Prosedur
analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya
diketahui disebut analisis volumetri (Keenan, 1998). Pada proses titrasi ini digunakan
suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang
dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya
titik akhir titrasi (Brady, 1999).
Titrasi
adalah suatu proses dalam analisis volumetrik dimana suatu titran atau larutan
standar yang sudah diketahui konsentrasinya diteteskan melalui buret kedalam
larutan lain yang belum diketahui konsentrasinya. Zat yang akan ditentukan
kadarnya disebut titran dan zat yang sudah diketahui kadarnya tersebut disebut
titer (Khopkhar,
1990).
Pada analisis titrimetri atau volumetrik, untuk
mengetahui saat reaksi sempurna dapat dipergunakan suatu zat yang disebut
indikator. Indikator umumnya adalah senyawa yang berwarna, dimana senyawa
tersebut akan berubah warnanya dengan adanya perubahan pH. Indikator dapat
menanggapi munculnya kelebihan titran dengan adanya perubahan warna. Indikator
berubah warna karena system kromofornya diubah oleh reaksi asam basa. Indikator
asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah.
Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya merupakan elektrolit kuat,
larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7. Tetapi bila asamnya ataupun
basanya merupakan elektrolit lemah, garam yang terjadi akan mengalami
hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan mempunyai pH > 7 (bereaksi
basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat dihitung dari
tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari konsentrasi
larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan dengan
indikator asam basa (Maryani, 2012).
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin
Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara
untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi
berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+. Argentometri
merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa lain yang
membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
Metode argentometri disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang
mendasari titrasi argentometri yaitu (Gandjar, 2007) :
AgNO3 +
Cl- AgCl (s) +
NO3
Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan
dipergunakan indikator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi
dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi pengendapan ini. Dalam titrasi
yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses
dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO42-,
untuk mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode Volhard
menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah yang berwarna dengan ion
tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan indikator adsorpsi (Underwood, 2004).
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi
dengan AgNO3 yaitu (Skogg, 1965):
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator Kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan
pada potensial elektrode perak yang di celupkan kedalam larutan analit. Titik
akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode
perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator
kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna / muncul tidaknya kekeruhan dalam
larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog
dengan indikator titrasi netralisasi yaitu (Skogg, 1965):
1. Penentuan warna harus terjadi
terbatas dalam range pada p-function dari reagen / analit.
2. Perubahan warna harus terjadi dalam
bagian dari kurva titrasi untuk analit.
Pada titrasi argentometri terdapat syarat-syarat
terjadinya reaksi argentometri (Rivai, 1995):
1. Kesetimbangannya berkurang dengan cepat.
2. Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara
stoikiometri dengan pentiter.
3. Endapan yang terbentuk harus sukar larut.
4. Penetapan titik akhir titrasi harus sesuai.
5. Endapan yang terbentuk stabil.
Selain itu terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan diantaranya: suhu, sifat
pelarut, ion sejenis, aktivitas ion, pH, hidrolisis, hidroksida, logam dan
pembentukan senyawa kompleks (Keenan, 1998).
Titrasi argentometri diawali dengan cara pembakuan
NaCl dimana dilakukan titrasi antara larutan pada buret yaitu AgNO3
dengan NaCl pada erlenmeyer. Indikator K2CrO4 sebagai
indikator visual yang menandakan terjadinya reaksi sempurna. Yaitu ketika warna
larutan yang semula kuning menjadi coklat agak kemerahan dan terdapat endapan (Underwood, 2004).
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka
kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai
biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan
membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat
diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik
titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas
Argentometri metode Mohr, metode Volhard, metode Fajans, dan metode Leibig Selain
menggunakan jenis indikator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode
potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen (Underwood, 2004).
AgNO3 sebelum digunakan perlu dibakukan /
standarisasi untuk memperoleh normalitas atau konsentrasi larutan AgNO3 secara
pasti. Karena pada proses pembuatan larutan AgNO3 kemungkinan
terjadi kesalahan sehingga diperoleh konsentrasi AgNO3 tidak murni
yaitu konsentrasi AgNO3 yang tidak tepat (Rivai, 1995).
Sebelum melakukan penentuan kadar klorida / sampel, melakukan titrasi larutan blanko terlebih
dahulu. Titrasi larutan blanko digunakan sebagai faktor koreksi pada titrasi,
Tujuan dari titrasi larutan blanko adalah mengurangi kesalahan pada titrasi
yang disebabkan adanya pereaksi yang ditambahkan pada saat pelaksanaan titrasi
yang kemungkinan pereaksi tersebut ikut bereaksi dengan larutan baku AgNO3.
Kondisi yang kita lakukan pada titrasi larutan blanko harus sama dengan kondisi
pada titrasi sampel uji, kecuali pada blanko tidak dimasukkan zat ujinya.
Dengan dilakukannya titrasi larutan blanko maka volume yang bereaksi dengan zat
sampel uji harus dikurangi dengan volume yang digunakan pada titrasi larutan
blanko (Underwood, 2004).
Nilai pH pada larutan sampel dan aquadest harus netral
atau sedikit basa. Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu asam ataupun
terlalu basa. Bila terlalu basa, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya
terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai (Brady, 1999).
2Ag+(aq) + 2OH-(aq)
↔
2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)
Bila pH terlalu asam, ion CrO4- sebagian akan berubah
menjadi Cr2O72- karena reaksi:
2H+(aq) + 2CrO42-(aq)
↔
Cr2O72- + H2O(l)
Apabila pH terlalu asam yaitu dibawah 7 maka harus
ditambah NaOH setetes demi setetes hingga mendapatkan pH yang sesuai sebaliknya
apabila pH terlalu basa yaitu diatas 7 maka harus ditambah HCl hingga
mendapatkan pH yang sesuai (Brady, 1999).
Titik ekivalen terjadi ketika
terlihat endapan perak kromat sekilas, kemudian terurai kembali secara lambat
dan titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah
bata yang mana perubahan warna ini menunjukkan terjadinya titik akhir titrasi (Underwood, 2004).
Titik ekivalen adalah titik dimana
titran ditambahkan tepat bereaksi dengan seluruh zat yang dititrasi tanpa
adanya titran yang tersisa. Pada titik ekivalen jumlah mol titran setara dengan
mol titrat menurut stoikiometri. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana
reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan
visual melalui perubahan warna indikator (Underwood, 2004).
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk
dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan
menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki
kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi
endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai
sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan
kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan
basa kuat (Brady, 1999).
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu
metode Mohr, metode Volhard, metode Fajans, dan metode Leibig.
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk
menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral atau sedikit basa
dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat
sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida
dan setelah tercapai titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan
bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna
merah (Gandjar, 2007).
Ion Cl- yang ada dalam
larutan akan mengendap dengan penambahan AgNO3 menghasilkan endapan
putih AgCl. Setelah ion Cl- mengendap, kelebihan Ag+ akan
berikatan dengan indikator K2CrO4 dan menghasilkan
endapan merah bata. Warna tersebut menunjukkan titik akhir titrasi. Reaksi
harus berjalan dalam suasana netral atau basa lemah.
Tingkat keasaman (pH)
larutan yang mengandung NaCl berpengaruh pada titrasi. Titrasi dengan metode
Mohr dilakukan pada pH 8. Jika pH terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator K2CrO4 akan berbentuk
HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang
dibutuhkan untuk membentuk endapan Ag2CrO4. Pada pH basa
(pH > 8), sebagian Ag+ akan diendapkan menjadi perak
karbonat atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai
penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan.
2. Metode Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti
dengan suasana asam dengan larutan baku kalium dan ammonium tiosianat.
Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III)
nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna
merah dari kompleks besi (III)-tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 - 1,5N.
Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan
diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasana basa sehingga titik akhir tidak
dapat ditunjukan. pH larutan dibawah 3, Pada titrasi terjadi perubahan warna
0,7 – 1 % sebelum titik ekuaivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada
waktu akan mencapai titik akhir, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak
yang diarbsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereksi dengan tiosianat.
Metode volhard dapat digunakan untuk menetapkan asam klorida, bromida, dan
iodida dalam suasana asam (Gandjar, 2007).
3. Metode Fajans
Pada metode ini digunakan indikator
arbsorbsi, yang mana pada titik ekuivalen, indikator terarbsorbsi oleh endapan.
Indikator ini tidak memberikan warna pada larutan, tetapi pada permukaan
endapan (Gandjar, 2007).
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir
titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukan dengan
terjadi kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan akali
sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut
kembali karena akan terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut (Gandjar ,2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan antara
lain:
1. Temperatur, Kelarutan semakin
meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan
endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut, Garam anorganik
mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau
asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat
dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat.
3. Pengaruh ion sejenis, Kelarutan
endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion
sejenis dibandingkan dalam air saja.
4. Pengaruh Ph, Kelarutan endapan garam
yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan
karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan
semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung
dengan I- membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis, Jika garam dari
asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+
dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami
hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks, Kelarutan
garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan
kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan
naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, ini disebabkan
karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl (Maryani, 2012).
Argentometri sering digunakan untuk
penetapan kadar garam dapur, potasium dan bromida. Selain itu dalam bidang
farmasi, argentometri sering digunakan untuk penetapan kadar obat khususnya
dalam penetapan kadar senyawa yang sukar larut, misalnya seperti yang terdapat
pada Farmakope Indonesia titrasi argentometri digunakan untuk menentukan kadar
fenoterol, amonium klorida, kalium klorida dan natrium klorida. Umumnya zat
yang ditetapkan kadarnya adalah zat yang mengandung halogen karena halogen
mudah bereaksi dengan ion Ag+ membentuk endapan. Namun selain halogen,
ada juga zat yang bukan halogen yang biasa ditetapkan kadarnya yaitu Kalium Tiosianat
(Susanti, 2003).
Dalam aplikasi titrasi pengendapan
dapat dilihat pada proses desinfeksi air yang sering menggunakan klor, karena
harganya terjangkau dan mempunyai daya desinfektan selama beberapa jam setelah
pembubuhan (residu klor). Selama proses tersebut, klor direduksi salama hingga
menjadi klorida (Cl-) yang tidak mempunyai daya desinfektan,
disampinh itu klor juga bereaksi dengan ammonia. Klor aktif dalam larutan dapat
tersedia dalam keadaan bebas (Cl2, OCl-, HOCl) dan
keadaan terikat (NH2Cl, NHCl2, NCl3). Klor
terikat mempunyai daya desinfektan yang tidak seefisien klor bebas (Susanti,
2003).
MONOGRAFI
1. Amonium Klorida
Rumus Bangun :
Rumus Molekul :
NH4Cl
Sinonim :
Ammonium Chlorida
BM :
5,349
Kadar : Mengandung tidak kurang dari 99,5% NH4Cl,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk butir
atau hablur putih tidak berbau rasa asin dan dingin, higroskopik.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam gliserol, lebih mudah
larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol 95%.
Penetapan Kadar : Timbang seksama 200 mg larutan dalam 15 mL
air tambahkan berturut-turut 15 mL asam oksalat.
2. Perak Nitrat
Rumus Bangun :
Rumus Molekul :
AgNO3
Sinonim :
Argenti Nitras
BM :
169,87
Kadar :
Mengandung tidak kurang dari 99,5% AgNO3.
Pemerian : Hablur transparan atau serbuk hablur berwarna
putih, tidak berbau, menjadi gelap jika terkena cahaya.
Kelarutan :
Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol 95% P.
3. Natrium Klorida
Rumus Molekul :
NaCl
Sinonim :
Natrii Chloridum
BM :
58,44
Kadar :
Mengandung tidak kurang dari 99,5% NaCl, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan :
Larut dalam 2,8 bagian air dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang
10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P.
4. Kalium Kromat
Rumus Bangun :
Rumus
Molekul : K2CrO4
Pemerian : Massa hablur, kuning.
Kelarutan :
Sangat mudah larut dalam air, larutan jernih.
5. Aqua Destilata
Sinonim : Air suling
Rumus
molekul : H2O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa.
Daftar Pustaka
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Gandjar, G. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Keenan, C. W. dkk. 1998. Kimia untuk Universitas. Jakarta:
Erlangga.
Khopkhar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Maryani. 2012. Modul
Menerapkan Dasar-dasar Kerja di Laboratorium Resep dan Kimia. Jakarta:
Erlangga.
Rivai, H. 1995. Asas
Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.
Skogg. 1965. Analytical
Chemistry. Edisi Ke Enam. Florida: Sounders College Publishing.
Susanti, 2003. Analisis Kimia Farmasi
Kuantitatif. Makassar: Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.
Underwood, A.L. dan R.A. Day, Jr. 2004. Analisis
Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
0 komentar:
Posting Komentar