Rabu, 03 Mei 2017

MAKALAH Penetapan Kadar Ammonium Chlorida dalam Aqua Secara Argentometri Praktikum Analisa Obat I


MAKALAH

Penetapan Kadar Ammonium Chlorida dalam Aqua Secara Argentometri

Praktikum Analisa Obat I

Grup C



Akhmad Andy Sandra

1543057052

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

JAKARTA


Penetapan Kadar Ammonium Chlorida dalam Aqua

Secara Argentometri



Kimia analitik dapat dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif menyangkut identifikasi zat. Mengenai unsur atau senyawa apa yang ada di dalam suatu contoh. Sedangkan analisa kuantitatif mengenai penentuan berapa zat tertentu yang ada di dalam suatu contoh. Zat yang ditentukan, sering ditunjuk sebagai zat yang diinginkan atau analit, dapat terdiri dari sebagian kecil atau besar dari contoh yang akan dianalisa (Khopkhar, 1990).

Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya. Dalam analisis titirimetrik atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) dengan kadar atau konsentrasinya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung se!ara kuantitatif (Khopkhar, 1990).

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan di analisis. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri (Keenan, 1998). Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999).

Titrasi adalah suatu proses dalam analisis volumetrik dimana suatu titran atau larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya diteteskan melalui buret kedalam larutan lain yang belum diketahui konsentrasinya. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut titran dan zat yang sudah diketahui kadarnya tersebut disebut titer (Khopkhar, 1990).

Pada analisis titrimetri atau volumetrik, untuk mengetahui saat reaksi sempurna dapat dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator umumnya adalah senyawa yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan titran dengan adanya perubahan warna. Indikator berubah warna karena system kromofornya diubah oleh reaksi asam basa. Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7. Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam yang terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan mempunyai pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat dihitung dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari konsentrasi larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan dengan indikator asam basa (Maryani, 2012).

Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+. Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri yaitu (Gandjar, 2007) :

AgNO3 + Cl-           AgCl (s) + NO3   

Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan dipergunakan indikator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi pengendapan ini. Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO42-, untuk mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan indikator adsorpsi (Underwood, 2004).

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu (Skogg, 1965):

1.    Indikator

2.    Amperometri

3.    Indikator Kimia

Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang di celupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna / muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi yaitu (Skogg, 1965):

1.    Penentuan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen / analit.

2.    Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.

Pada titrasi argentometri terdapat syarat-syarat terjadinya reaksi argentometri (Rivai, 1995):

1.    Kesetimbangannya berkurang dengan cepat.

2.    Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara stoikiometri dengan pentiter.

3.    Endapan yang terbentuk harus sukar larut.

4.    Penetapan titik akhir titrasi harus sesuai.

5.    Endapan yang terbentuk stabil.

Selain itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan diantaranya: suhu, sifat pelarut, ion sejenis, aktivitas ion, pH, hidrolisis, hidroksida, logam dan pembentukan senyawa kompleks (Keenan, 1998).

Titrasi argentometri diawali dengan cara pembakuan NaCl dimana dilakukan titrasi antara larutan pada buret yaitu AgNO3 dengan NaCl pada erlenmeyer. Indikator K2CrO4 sebagai indikator visual yang menandakan terjadinya reaksi sempurna. Yaitu ketika warna larutan yang semula kuning menjadi coklat agak kemerahan dan terdapat endapan (Underwood, 2004).

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri metode Mohr, metode Volhard, metode Fajans, dan metode Leibig Selain menggunakan jenis indikator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen (Underwood, 2004).

AgNO3 sebelum digunakan perlu dibakukan / standarisasi untuk memperoleh normalitas atau konsentrasi larutan AgNO3 secara pasti. Karena pada proses pembuatan larutan AgNO3 kemungkinan terjadi kesalahan sehingga diperoleh konsentrasi AgNO3 tidak murni yaitu konsentrasi AgNO3 yang tidak tepat (Rivai, 1995). 

Sebelum melakukan penentuan kadar klorida  / sampel, melakukan titrasi larutan blanko terlebih dahulu. Titrasi larutan blanko digunakan sebagai faktor koreksi pada titrasi, Tujuan dari titrasi larutan blanko adalah mengurangi kesalahan pada titrasi yang disebabkan adanya pereaksi yang ditambahkan pada saat pelaksanaan titrasi yang kemungkinan pereaksi tersebut ikut bereaksi dengan larutan baku AgNO3. Kondisi yang kita lakukan pada titrasi larutan blanko harus sama dengan kondisi pada titrasi sampel uji, kecuali pada blanko tidak dimasukkan zat ujinya. Dengan dilakukannya titrasi larutan blanko maka volume yang bereaksi dengan zat sampel uji harus dikurangi dengan volume yang digunakan pada titrasi larutan blanko (Underwood, 2004).

Nilai pH pada larutan sampel dan aquadest harus netral atau sedikit basa. Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu asam ataupun terlalu basa. Bila terlalu basa, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai (Brady, 1999).

2Ag+(aq)   +   2OH-(aq)      2AgOH(s)     Ag2O(s)   +   H2O(l)

Bila pH terlalu asam, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi:

2H+(aq)   +   2CrO42-(aq)      Cr2O72-   +   H2O(l)

Apabila pH terlalu asam yaitu dibawah 7 maka harus ditambah NaOH setetes demi setetes hingga mendapatkan pH yang sesuai sebaliknya apabila pH terlalu basa yaitu diatas 7 maka harus ditambah HCl hingga mendapatkan pH yang sesuai (Brady, 1999).

Titik ekivalen terjadi ketika terlihat endapan perak kromat sekilas, kemudian terurai kembali secara lambat dan titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah bata yang mana perubahan warna ini menunjukkan terjadinya titik akhir titrasi (Underwood, 2004).

Titik ekivalen adalah titik dimana titran ditambahkan tepat bereaksi dengan seluruh zat yang dititrasi tanpa adanya titran yang tersisa. Pada titik ekivalen jumlah mol titran setara dengan mol titrat menurut stoikiometri. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator (Underwood, 2004).

Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat (Brady, 1999).

Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard, metode Fajans, dan metode Leibig.

1.    Metode Mohr

Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral atau sedikit basa dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah (Gandjar, 2007).

Ion Cl- yang ada dalam larutan akan mengendap dengan penambahan AgNO3 menghasilkan endapan putih AgCl. Setelah ion Cl- mengendap, kelebihan Ag+ akan berikatan dengan indikator K2CrO4 dan menghasilkan endapan merah bata. Warna tersebut menunjukkan titik akhir titrasi. Reaksi harus berjalan dalam suasana netral atau basa lemah.

Tingkat keasaman (pH) larutan yang mengandung NaCl berpengaruh pada titrasi. Titrasi dengan metode Mohr dilakukan pada pH 8. Jika pH terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator K2CrO4 akan berbentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang dibutuhkan untuk membentuk endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH > 8), sebagian Ag+ akan diendapkan menjadi  perak karbonat atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan.

2.    Metode Volhard

Perak dapat ditetapkan secara teliti dengan suasana asam dengan larutan baku kalium dan ammonium tiosianat. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III)-tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 - 1,5N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasana basa sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukan. pH larutan dibawah 3, Pada titrasi terjadi perubahan warna 0,7 – 1 % sebelum titik ekuaivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan mencapai titik akhir, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang diarbsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereksi dengan tiosianat. Metode volhard dapat digunakan untuk menetapkan asam klorida, bromida, dan iodida dalam suasana asam (Gandjar, 2007).



3.    Metode Fajans

Pada metode ini digunakan indikator arbsorbsi, yang mana pada titik ekuivalen, indikator terarbsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan warna pada larutan, tetapi pada permukaan endapan (Gandjar, 2007).

4.    Metode Leibig

Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukan dengan terjadi kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan akali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut kembali karena akan terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut (Gandjar ,2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan antara lain:

1.    Temperatur, Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.

2.    Sifat alami pelarut, Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat.

3.    Pengaruh ion sejenis, Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.

4.    Pengaruh Ph, Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI.

5.    Pengaruh hidrolisis, Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.

6.    Pengaruh ion kompleks, Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl (Maryani, 2012).

Argentometri sering digunakan untuk penetapan kadar garam dapur, potasium dan bromida. Selain itu dalam bidang farmasi, argentometri sering digunakan untuk penetapan kadar obat khususnya dalam penetapan kadar senyawa yang sukar larut, misalnya seperti yang terdapat pada Farmakope Indonesia titrasi argentometri digunakan untuk menentukan kadar fenoterol, amonium klorida, kalium klorida dan natrium klorida. Umumnya zat yang ditetapkan kadarnya adalah zat yang mengandung halogen karena halogen mudah bereaksi dengan ion Ag+ membentuk endapan. Namun selain halogen, ada juga zat yang bukan halogen yang biasa ditetapkan kadarnya yaitu Kalium Tiosianat (Susanti, 2003).   

Dalam aplikasi titrasi pengendapan dapat dilihat pada proses desinfeksi air yang sering menggunakan klor, karena harganya terjangkau dan mempunyai daya desinfektan selama beberapa jam setelah pembubuhan (residu klor). Selama proses tersebut, klor direduksi salama hingga menjadi klorida (Cl-) yang tidak mempunyai daya desinfektan, disampinh itu klor juga bereaksi dengan ammonia. Klor aktif dalam larutan dapat tersedia dalam keadaan bebas (Cl2, OCl-, HOCl) dan keadaan terikat (NH2Cl, NHCl2, NCl3). Klor terikat mempunyai daya desinfektan yang tidak seefisien klor bebas (Susanti, 2003).



MONOGRAFI

1.    Amonium Klorida

Rumus Bangun       :

Rumus Molekul      : NH4Cl

Sinonim                  : Ammonium Chlorida

BM                         : 5,349

Kadar                     : Mengandung tidak kurang dari 99,5% NH4Cl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian                : Serbuk butir atau hablur putih tidak berbau rasa asin dan dingin, higroskopik.

Kelarutan               : Mudah larut dalam air dan dalam gliserol, lebih mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol 95%.

Penetapan Kadar   : Timbang seksama 200 mg larutan dalam 15 mL air tambahkan berturut-turut 15 mL asam oksalat.  

2.    Perak Nitrat

Rumus Bangun       :



Rumus Molekul     : AgNO3

Sinonim                 : Argenti Nitras

BM                         : 169,87

Kadar                     : Mengandung tidak kurang dari 99,5% AgNO3.

Pemerian                : Hablur transparan atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau, menjadi gelap jika terkena cahaya.

Kelarutan               : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol 95% P.



3.    Natrium Klorida

Rumus Molekul     : NaCl

Sinonim                  : Natrii Chloridum

BM                         : 58,44 

Kadar                     : Mengandung tidak kurang dari 99,5% NaCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian                : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.

Kelarutan               : Larut dalam 2,8 bagian air dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P.

4.    Kalium Kromat

Rumus Bangun       :

Rumus Molekul     : K2CrO4

Pemerian                : Massa hablur, kuning.

Kelarutan               : Sangat mudah larut dalam air, larutan jernih.

5.    Aqua Destilata

Sinonim                  : Air suling

Rumus molekul      : H2O

Pemerian                : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.




Daftar Pustaka



Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara.

Gandjar, G. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Keenan, C. W. dkk. 1998. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Khopkhar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Maryani. 2012. Modul Menerapkan Dasar-dasar Kerja di Laboratorium Resep dan Kimia. Jakarta: Erlangga.

Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.

Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi Ke Enam. Florida: Sounders College Publishing.

Susanti, 2003. Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar: Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

Underwood, A.L. dan R.A. Day, Jr. 2004. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

0 komentar:

Posting Komentar