MAKALAH
SEDIAAN STREIL
INJEKSI
Diajukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Farmasi Industri
pada Program Studi Profesi Apoteker
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
FAKULTAS
FARMASI
2018
I.
Definisi Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lender. Injeksi diracik dengan melarutkan,
mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau
dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis
ganda (Depkes RI, 1979).
II.
Syarat Sediaan Injeksi
Syarat
sediaan injeksi menurut Departemen Kesehatan RI (1979) adalah sebagai
berikut.
2.1
Keseragaman Bobot
Sediaan
yang sebelum digunakan sebagai injeksi dilarutkan terlebih dahulu, harus
memenuhi syarat keseragaman bobot sebagai berikut :
Bobot yang Tertera dalam Etiket
|
Batas Penyimpangan
|
Tidak lebih dari 120 mg
|
±10
|
Antara 120 mg dan 300 mg
|
±7,5
|
300 mg atau lebih
|
±5
|
2.2
Keseragaman Volume
Volume pada Etiket (ml)
|
Volume tambahan yang dianjurkan
|
|
Cairan Encer
|
Cairan Kental
|
|
0,5
|
0,10 ml
|
0,12 ml
|
1,0
|
0,10 ml
|
0,15 ml
|
2,0
|
0,15ml
|
0,25 ml
|
5,0
|
0,30 ml
|
0,50 ml
|
10,0
|
0,50 ml
|
0,70 ml
|
20,0
|
0,60 ml
|
0,90 ml
|
30,0
|
0,80 ml
|
1,20 ml
|
50,0 atau lebih
|
2%
|
3%
|
2.3
Pirogenitas
Sediaan
injeksi harus bebas pirogen dan memenuhi syarat uji streilitas.
3. Pengawasan Dalam Proses
(Ipc/In Process Control)
3.1 Pemeriksaan pH
a)
Tujuan :Mengetahui
pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan
persyaratan yang telah ditentukan.
b)
Alat : pH
meter
c)
Prinsip :Pengukuran
pH cairan uji berdasarkan beda potensial dari pasangan elektroda menggunakan pH
meter yang telah dikalibrasi.
d)
Prosedur :
- pH meter dikalibrasi
terlebih dahulu menggunakan larutan dapar baku. Larutan dapar baku yang dipilih
ada dua, di mana pH larutan uji diperkirakan berada diantara pH kedua larutan
dapar baku tersebut dan mempunyai
perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dengan pH larutan uji.
- pH meter yang telah
dikalibrasi digunakan untuk mengukur pH larutan.
(Depkes
RI, 2014).
3.2 Pemeriksaan Bahan Partikulat
a)
Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang
ukuran tertentu dalam sediaan injeksi
b)
Metode :
·
Uji Hitung Partikel Secara Hamburan Cahaya;\
·
Uji Hitung Partikel Secara Mikroskopik
c)
Prinsip :
·
Pengukuran jumlah partikel berdasarkan hamburan cahanya
larutan uji.
·
Pengukuran jumlah partikel berdasarkan perhitungan partikel
yang terlihat dengan mikroskop.
d)
Prosedur :
·
Sejumlah tertentu sediaan uji diukur hamburan cahayanya
kemudian dibandingkan dengan larutan baku.
·
Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan
membran, lalu membran tersebut diamati di bawah mikroskop. Jumlah partikel
dengan dimensi linear efektif 10 mikrometer atau lebih dan sama atau lebih
besar dari 25 mikrometer dihitung.
e)
Interpretasi :
·
Injeksi volume kecil
memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang dikandung yang memiliki diameter
≥10 µm ≤ 6000 dan yang memiliki diameter ≥25 µm ≤ 600 per wadah.
·
Injeksi volume
kecil memenuhi syarat uji jika jumlah
partikel yang dikandung yang memiliki diameter ≥10 µm ≤ 3000 dan yang memiliki
diameter ≥25 µm ≤ 300 per wadah
(Depkes
RI, 2014).
3.3 Uji Kejernihan
a)
Tujuan :
Memastikan larutan injeksi bebas dari partikulat yang dapat terlihat secara
visual.
b)
Prosedur : Bulk
sediaan diperiksa secara visual dengan mengamati kejernihan larutan dari
samping dan dari permukaan larutan.
c)
Interpretasi :
Memenuhi syarat bila larutan jernih dan bebas partikulat yang terlihat secara
visual.
(Agoes, 2012).
4. Uji Mutu Farmasetik Sediaan Akhir
4.1 Evaluasi Fisik
1. Penetapan Volume
Injeksi dalam Wadah
a)
Tujuan :
Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume injeksi yang
digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan.
b)
Prinsip :
Penentuan volum dilakukan dengan cara mengambil sampel dengan alat suntik
hipodermik dan memasukkan ke dalam gelas ukur yang sesuai.
c)
Interpretasi :
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per
satu.
(Depkes RI, 2014).
2. Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi
Uji
ini dapat digunakan untuk semua injeksi volume kecil yang dikemas dalam wadah
beretiket, yang dinyatakan berisi 100 ml atau kurang, dosis tunggal atau ganda,
sebagai larutan atau larutan hasil rekontitusi zat padat steril, apabila pada
masing masing monografi dicantumkan batas bahan partikulat (Depkes
RI, 2014).
3. Penetapan Ph
a)
Tujuan :Mengetahui
pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui
kesesuaiannya dengan
persyaratan yang telah ditentukan.
b)
Alat : pH meter
c)
Prinsip :Pengukuran
pH cairan uji berdasarkan beda potensial dari
pasangan elektroda menggunakan pH meter yang
telah dikalibrasi.
d)
Prosedur :
- pH meter dikalibrasi
terlebih dahulu menggunakan larutan dapar baku. Larutan dapar baku yang dipilih
ada dua, di mana pH larutan uji diperkirakan berada diantara pH kedua larutan
dapar baku tersebut dan mempunyai perbedaan
pH tidak lebih dari 4 unit dengan pH larutan uji.
- pH meter yang telah
dikalibrasi digunakan untuk mengukur pH larutan.
(Depkes
RI, 2014).
4. Uji kebocoran
a)
Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas
dan volume serta kestabilan sediaan.
b)
Prosedur:
·
Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah
selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada
wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilena akan masuk kedalamnya karena
perbedaan tekanan diluar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat
dipakai untuk larutan-larutan yang sudah berwarna.
·
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, yaitu
dengan ujungnya dibawah. Ini juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil.
Jika ada kebocoran maka larutan ini dari dalam wadah akan keluar, dan wadah
menjadi kosong.
·
Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus
diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian
divakumkan. Jika ada kebocoran larutan akan diserap keluar. Harus dijaga agar
jangan sampai larutan yang telah keluar, diisap kembali jika vakum dihilangkan.
f)
Interpretasi: Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam
wadah tidak menjadi biru dan kertas
saring atau kapas tidak basah.
(Agoes, 2012).
5. Uji kejernihan dan warna
a)
Tujuan : Untuk
memeriksa bahwa setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas darikotoran.
b)
Prosedur: Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu
dengan menyinariwadah dari samping dengan latar belakang sehelai papan yang
separuhnya dicat bewarna hitam dan separuh lagi dicat berwarna putih. Latar
belakang hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan
berlatar putih untuk kotoran-kotoran berwarna gelap.
c)
Interpretasi : Memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran
dalam larutan.
(Agoes, 2012).
6. Keseragaman sediaan
a)
Tujuan :
Menjamin keseragaman sediaan
b)
Metode : (1)
Keseragaman kandungan; (2) Keragaman Bobot
c)
Prinsip :
Menetapkan kadar sediaan satu per satu sesuai penetapan kadar dalam
masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain dalam Uji Keseragaman
Kandungan.
d)
Interpretasi :
Persyaratan untuk
keseragaman sediaan dipenuhi jika nilai penerimaan dari 10 unit pertama dosis
tunggal lebih kecil atau sama dengan L 1%. Jika nilai penerimaan lebih besar
dari L 1% lakukan pengujian 20 satuan berikutnya dan hitung nilai penerimaan.
Persyaratan terpenuhi jika nilai penerimaan akhir dari 30 satuan lebih kecil
atau sama dengan L 1% dan tidak satupun lebih kecil dari [1-L2*0,01]M
atau tidak lebih dari [1+L2*0,01]M seperti yang dinyatakan dalam
perhitungan nilai penerimaan pada masing-masing Keseragaman kandungan atau pada Keseragaman
bobot. Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, L1
sama dengan 15,0 dan L2 sama dengan 25,0 (Depkes
RI, 2014).
Injeksi Rekonstitusi
1.
Waktu rekonstitusi
a) Tujuan : Menjamin sediaan mudah
direkonstitusi dengan pengocokan sedang.
b) Prinsip : Menentukan waktu rekonstitusi yang
diperlukan sejak cairan pembawa dimasukkan ke dalam vial sampai serbuk terlarut
sempurna.
c)
Interpretasi :
Waktu rekonstitusi yang baik kurang dari 30 detik.
(Depkes
RI, 2014).
2.
Kesempurnaan dan
Kejemihan Melarut
Konstitusikan
larutan seperti tertera pada etiket dari pabrik untuk sediaan kering steril.
a)
Padatan melarut sempuma, tidak terlihat meninggalkan sisa
yang tidak larut.
b)
Kejernihan larutan terkonstitusi tidak kurang jernih secara
signifikan dari volume sama pengencer atau Air Murni dalam wadah serupa dan diperiksa
dengan cara yang sama
(Depkes RI, 1995).
3.
Bahan Partikulat
Konstitusikan
larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket sediaan kering steril:
larutan tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara visual.
4.2 Evaluasi Kimia
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada
data monografi sediaan yang meliputi pengujian identifikasi bahan dan penetapan
kadar
4.3 Evaluasi Biologi
1.
Uji sterilitas
a)
Tujuan : Menetapkan apakah bahan
Farmakope yang harus steril
memenuhi
persyaratan berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-masing monografi.
b)
Persiapan:
·
Penyiapan media
·
Uji kesesuaian : uji sterilitas
media, uji fertilitas media, penyimpanan
c)
Prosedur:
·
Inokulasi langsung ke dalam
media uji.
·
Teknik penyaringan membran.
d)
Interpretasi:
Jika
tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat sterilitas.
Jika terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak memenuhi syarat
sterilitas, kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah disebabkan oleh hal
yang tidak berhubungan dengan bahan uji. Uji dikatakan tidak absah jika satu
atau lebih kondisi dibawah ini dipenuhi:
·
Data pemantauan mikrobiologi
terhadap fasilitas uji sterilitas menunjukkan ketidaksesuaian.
·
Pengkajian prosedur uji yang
digunakan selama pengujian menunjukkan ketidaksesuaian.
·
Pertumbuhan mikroba ditemukan
pada kontrol negatif
·
Setelah dilakukan identifikasi
mikroba yang diisolasi dari hasil uji, pertumbuhan mikroba (beberapa mikroba)
dapat dianggap berasal dari kesalahan pada bahan uji, atau teknik pengujian
yang digunakan pada prosedur uji sterilitas.
Jika
pengujian dinyatakan tidak absah, lakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang
sama dengan uji awal. Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba pada uji
ulang, maka contoh memenuhi syarat uji sterilitas. Jika ditemukan pertumbuhan
mikroba pada uji ulang, makacontoh tidak memenuhi syarat uji sterilitas (Depkes
RI, 2015)
2.
Uji endotoksin bakteri
a) Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin
ada didalam atau pada bahan uji.
b) Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte
Lysate" (LAL), terdapat dua teknik uji, teknik pemebentukan jendal gel dan
teknik fotometrik. Teknik fotometrik mencakup metode turbidimetri, yang
didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah penguraian substrat endogen dan
metode kromogenik yang didasarkan pada pembentukan warna setelah terjadi
penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik. Dilakukan salah satu dari teknik
tersebut, kecuali jika dinyatakan lain pada monografi.
c) Sebelumnya dilakukan persiapan :
·
Depirogenasi alat
·
Penyiapan baku pembanding dan
baku kontrol endotoksin
·
Penentuan pengenceran maksimum
yang absah (PMA)
d)
Interpretasi : memenuhi
syarat jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang ditetapkan pada
masing-masing monografi.
(Depkes RI, 2015)
3.
Uji efektivitas pengawet antimikroba
a)
Tujuan : Untuk semua produk
injeksi dosis ganda atau produk lain yang mengandung pengawet, harus
menunjukkan efektivitas antimikroba baik sebagai sifat bawaan dalam produk
maupun yang dibuat dengan penambahan pengawet. Efektivitas antimikroba juga
harus ditunjukkan untuk semua produk dosis ganda sediaan topikal, oral dan
sediaan lain seperti tetes mata, telinga, hidung, irigasi dan cairan dialisis.
b) Prinsip :Inokulasi mikroba pada sediaan untuk mengetahui efektivitas
pengawet pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri bioligik yang
berisi sampel dari inokula pada suhu 22,5 ± 2,5°C.
c) Prosedur : Pengujian dapat dilakukan dalam tiap lima wadah asli bila
volume sediaan tiap wadahnya mencukupi dan wadah sediaan dapat ditusuk secara
aseptik (dengan jarum dan alat suntik melalui tutup karet elastomerik), atau
dalam lima wadah bakteriologi bertutup steril, berukuran mencukupi untuk volume
sediaan yang dipindahkan. Inokulasi tiap wadah dengan satu inokula baku yang
telah disiapkan dan diaduk. Volume suspense inokula yang digunakan antara 0,5%
dan 1,0% dari volume sediaan. Kadar mikroba uji yang ditambahkan pada sediaan
seperti halnya kadar akhir sediaan uji setelah diinokulasi antara 1 x 105 dan 1
x 106 koloni/ml. Inkubasi wadah yang sudah diinokulasi pada 22,5º ± 2,5º.
d) Interpretasi : Suatu pengawet dikatakan efektif jika :
(Depkes RI, 2015)
4.
Penetapan potensi antibiotika (untuk zat aktif antibiotik)
a)
Tujuan : Untuk memastikan
aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan injeksi. Aktivitas
antibiotik dapat dilihat dengan dua kriteria, yaitu konsentrasi hambat minimum
(KHM) dan diameter hambat. Harga KHM berlainan untuk setiap mikroorganisme, tergantung
pada kepekaan masing-masing mikroba. Makin rendah harga KHM, makin kuat
potensinya. Pada umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang
rendah dan diameter hambat yang besar.
b) Metode : Turbidimetri dan Lempeng-silinder
(Depkes RI, 2015)
5. Uji pirogen (Untuk injeksi dengan volume
>10ml)
a)
Tujuan: Untuk membatasi
resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian
sediaan injeksi
b)
Prinsip:Pengukuran kenaikan
suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara I.V. dan ditujukan untuk
sediaan yang dapat diroleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan
tidak lebih dari 10ml per kg dalam
jangka waktu tidak lebih dari 10 menit
c)
Interpretasi: Setiap
penurunan suhu dianggap nol. Sediaan
memenuhi syarat apabila tak seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu
0,5º atau lebih, lanjutkan pengujian
dengan mengunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor
kelinci masing-masing menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah
kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci dan tidak > 3,3º sediaan dinyatakan
memenuhi syarat bebas pirogen.
(Depkes RI, 2015)
6. Kandungan zat
antimikroba
Metode I → Kromatografi
gas : benzil alkohol, klorbutanol, fenol, ester metil,
etil, propil dan butil asam p-hidrobenzoat
Metode
II → Polarografi: fenil raksa II nitrat, timerosal
a)
Tujuan: Menentukan kadar
pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-zat yang paling
umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak
lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
b)
Prinsip:Penentuan kandungan
zat antimikroba menggunakan KG atau polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang
digunakan)
c)
Persyaratan: Produk harus
mengandung sejumlah zat antimikroba tidak lebih dari 20% dari jumlah yang
tertera di etiket.
(Depkes RI, 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope
Indonesia Edisi ketiga. Jakarta : Depkes RI.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope
Indonesia Edisi keempat. Jakarta : Depkes RI.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope
Indonesia Edisi kelima. Jakarta : Depkes RI.
Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Steril. Bandung: ITB
Press.
0 komentar:
Posting Komentar