Minggu, 01 Desember 2019

MAKALAH SEDIAAN STREIL INJEKSI


MAKALAH

SEDIAAN STREIL INJEKSI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmasi Industri
pada Program Studi Profesi Apoteker




UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
2018



I.                    Definisi Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (Depkes RI, 1979).

II.                 Syarat Sediaan Injeksi
Syarat sediaan injeksi menurut Departemen Kesehatan RI (1979) adalah sebagai berikut.
2.1  Keseragaman Bobot
Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi dilarutkan terlebih dahulu, harus memenuhi syarat keseragaman bobot sebagai berikut :
Bobot yang Tertera dalam Etiket
Batas Penyimpangan
Tidak lebih dari 120 mg
±10
Antara 120 mg dan 300 mg
±7,5
300 mg atau lebih
±5

2.2  Keseragaman Volume
Volume pada Etiket (ml)
Volume tambahan yang dianjurkan
Cairan Encer
Cairan Kental
0,5
0,10 ml
0,12 ml
1,0
0,10 ml
0,15 ml
2,0
0,15ml
0,25 ml
5,0
0,30 ml
0,50 ml
10,0
0,50 ml
0,70 ml
20,0
0,60 ml
0,90 ml
30,0
0,80 ml
1,20 ml
50,0 atau lebih
2%
3%

2.3  Pirogenitas
Sediaan injeksi harus bebas pirogen dan memenuhi syarat uji streilitas.

3. Pengawasan Dalam Proses (Ipc/In Process Control)
3.1  Pemeriksaan pH
a)      Tujuan       :Mengetahui pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditentukan.
b)      Alat           : pH meter
c)      Prinsip       :Pengukuran pH cairan uji berdasarkan beda potensial dari pasangan elektroda menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
d)      Prosedur    :
-  pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dapar baku. Larutan dapar baku yang dipilih ada dua, di mana pH larutan uji diperkirakan berada diantara pH kedua larutan dapar baku tersebut dan  mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dengan pH larutan uji.
-  pH meter yang telah dikalibrasi digunakan untuk mengukur pH larutan.
(Depkes RI, 2014).

3.2  Pemeriksaan Bahan Partikulat
a)      Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu dalam sediaan injeksi
b)      Metode :
·         Uji Hitung Partikel Secara Hamburan Cahaya;\
·         Uji Hitung Partikel Secara Mikroskopik
c)  Prinsip   :
·         Pengukuran jumlah partikel berdasarkan hamburan cahanya larutan uji.
·         Pengukuran jumlah partikel berdasarkan perhitungan partikel yang terlihat dengan mikroskop.
d)  Prosedur :
·         Sejumlah tertentu sediaan uji diukur hamburan cahayanya kemudian dibandingkan dengan larutan baku.
·         Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran, lalu membran tersebut diamati di bawah mikroskop. Jumlah partikel dengan dimensi linear efektif 10 mikrometer atau lebih dan sama atau lebih besar dari 25 mikrometer dihitung.
e)  Interpretasi : 
·         Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang dikandung yang memiliki diameter ≥10 µm ≤ 6000 dan yang memiliki diameter ≥25 µm ≤ 600 per wadah.
·         Injeksi volume kecil  memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang dikandung yang memiliki diameter ≥10 µm ≤ 3000 dan yang memiliki diameter ≥25 µm ≤  300 per wadah
(Depkes RI, 2014).

3.3 Uji Kejernihan
a)      Tujuan          : Memastikan larutan injeksi bebas dari partikulat yang dapat terlihat secara visual.
b)      Prosedur       : Bulk sediaan diperiksa secara visual dengan mengamati kejernihan larutan dari samping dan dari permukaan larutan.
c)      Interpretasi   : Memenuhi syarat bila larutan jernih dan bebas partikulat yang terlihat secara visual.
(Agoes, 2012).

4. Uji Mutu Farmasetik Sediaan Akhir
4.1 Evaluasi Fisik
1. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
a)    Tujuan          : Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan.
b)    Prinsip          : Penentuan volum dilakukan dengan cara mengambil sampel dengan alat suntik hipodermik dan memasukkan ke dalam gelas ukur yang sesuai.
c)   Interpretasi    : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu.
(Depkes RI, 2014).


2. Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi
Uji ini dapat digunakan untuk semua injeksi volume kecil yang dikemas dalam wadah beretiket, yang dinyatakan berisi 100 ml atau kurang, dosis tunggal atau ganda, sebagai larutan atau larutan hasil rekontitusi zat padat steril, apabila pada masing masing monografi dicantumkan batas bahan partikulat (Depkes RI, 2014).

3. Penetapan Ph
a)    Tujuan    :Mengetahui pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui
                   kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditentukan.
b)   Alat        : pH meter
c)    Prinsip    :Pengukuran pH cairan uji berdasarkan beda potensial dari
                pasangan elektroda menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
d)      Prosedur    :
-  pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dapar baku. Larutan dapar baku yang dipilih ada dua, di mana pH larutan uji diperkirakan berada diantara pH kedua larutan dapar baku tersebut dan  mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dengan pH larutan uji.
-  pH meter yang telah dikalibrasi digunakan untuk mengukur pH larutan.
(Depkes RI, 2014).

4. Uji kebocoran
a)    Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta  kestabilan sediaan.
b)    Prosedur:
·      Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan diluar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dipakai untuk larutan-larutan yang sudah berwarna.
·      Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, yaitu dengan ujungnya dibawah. Ini juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada kebocoran maka larutan ini dari dalam wadah akan keluar, dan wadah menjadi kosong.
·      Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian divakumkan. Jika ada kebocoran larutan akan diserap keluar. Harus dijaga agar jangan sampai larutan yang telah keluar, diisap kembali jika vakum dihilangkan.

f)     Interpretasi: Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru dan    kertas saring atau kapas tidak basah.
(Agoes, 2012).


5. Uji kejernihan dan warna
a)      Tujuan  : Untuk memeriksa bahwa setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas darikotoran.
b)      Prosedur: Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinariwadah dari samping dengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya dicat bewarna hitam dan separuh lagi dicat berwarna putih. Latar belakang hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan berlatar putih untuk kotoran-kotoran berwarna gelap.
c)      Interpretasi : Memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan.
(Agoes, 2012).

6. Keseragaman sediaan
a)      Tujuan            : Menjamin keseragaman sediaan
b)      Metode          : (1) Keseragaman kandungan; (2) Keragaman Bobot
c)      Prinsip            : Menetapkan kadar sediaan satu per satu sesuai penetapan kadar dalam masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain dalam Uji Keseragaman Kandungan.

d)      Interpretasi    :
Persyaratan untuk keseragaman sediaan dipenuhi jika nilai penerimaan dari 10 unit pertama dosis tunggal lebih kecil atau sama dengan L 1%. Jika nilai penerimaan lebih besar dari L 1% lakukan pengujian 20 satuan berikutnya dan hitung nilai penerimaan. Persyaratan terpenuhi jika nilai penerimaan akhir dari 30 satuan lebih kecil atau sama dengan L 1% dan tidak satupun lebih kecil dari [1-L2*0,01]M atau tidak lebih dari [1+L2*0,01]M seperti yang dinyatakan dalam perhitungan nilai penerimaan pada masing-masing Keseragaman kandungan atau pada Keseragaman bobot. Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, L1 sama dengan 15,0 dan L2 sama dengan 25,0 (Depkes RI, 2014).

Injeksi Rekonstitusi
1.      Waktu rekonstitusi
a)      Tujuan             : Menjamin sediaan mudah direkonstitusi dengan pengocokan sedang.
b)     Prinsip             : Menentukan waktu rekonstitusi yang diperlukan sejak cairan pembawa dimasukkan ke dalam vial sampai serbuk terlarut sempurna.
c)      Interpretasi      : Waktu rekonstitusi yang baik kurang dari 30 detik.
(Depkes RI, 2014).


2.      Kesempurnaan dan Kejemihan Melarut
      Konstitusikan larutan seperti tertera pada etiket dari pabrik untuk sediaan kering steril.
a)      Padatan melarut sempuma, tidak terlihat meninggalkan sisa yang tidak larut.
b)      Kejernihan larutan terkonstitusi tidak kurang jernih secara signifikan dari volume sama pengencer atau Air Murni dalam wadah serupa dan diperiksa dengan cara yang sama
(Depkes RI, 1995).

3.      Bahan Partikulat
      Konstitusikan larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket sediaan kering steril: larutan tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara visual.

4.2 Evaluasi Kimia
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data monografi sediaan yang meliputi pengujian identifikasi bahan dan penetapan kadar

4.3 Evaluasi Biologi
1.      Uji sterilitas
a)      Tujuan : Menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril
memenuhi persyaratan berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera    pada masing-masing monografi.
b)      Persiapan:
·      Penyiapan media
·      Uji kesesuaian : uji sterilitas media, uji fertilitas media, penyimpanan
c)      Prosedur:
·      Inokulasi langsung ke dalam media uji.
·      Teknik penyaringan membran.
d)      Interpretasi:
Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat sterilitas. Jika terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak memenuhi syarat sterilitas, kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah disebabkan oleh hal yang tidak berhubungan dengan bahan uji. Uji dikatakan tidak absah jika satu atau lebih kondisi dibawah ini dipenuhi:
·         Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas menunjukkan ketidaksesuaian.
·         Pengkajian prosedur uji yang digunakan selama pengujian menunjukkan ketidaksesuaian.
·         Pertumbuhan mikroba ditemukan pada kontrol negatif
·         Setelah dilakukan identifikasi mikroba yang diisolasi dari hasil uji, pertumbuhan mikroba (beberapa mikroba) dapat dianggap berasal dari kesalahan pada bahan uji, atau teknik pengujian yang digunakan pada prosedur uji sterilitas.
Jika pengujian dinyatakan tidak absah, lakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama dengan uji awal. Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba pada uji ulang, maka contoh memenuhi syarat uji sterilitas. Jika ditemukan pertumbuhan mikroba pada uji ulang, makacontoh tidak memenuhi syarat uji sterilitas (Depkes RI, 2015)

2.      Uji endotoksin bakteri
a)      Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada didalam atau pada bahan uji.
b)     Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte Lysate" (LAL), terdapat dua teknik uji, teknik pemebentukan jendal gel dan teknik fotometrik. Teknik fotometrik mencakup metode turbidimetri, yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah penguraian substrat endogen dan metode kromogenik yang didasarkan pada pembentukan warna setelah terjadi penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik. Dilakukan salah satu dari teknik tersebut, kecuali jika dinyatakan lain pada monografi. 
c)      Sebelumnya dilakukan persiapan :
·         Depirogenasi alat
·         Penyiapan baku pembanding dan baku kontrol endotoksin
·         Penentuan pengenceran maksimum yang absah (PMA)
d)     Interpretasi : memenuhi syarat jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang ditetapkan pada masing-masing monografi.
(Depkes RI, 2015)

3.      Uji efektivitas pengawet antimikroba
a)      Tujuan : Untuk semua produk injeksi dosis ganda atau produk lain yang mengandung pengawet, harus menunjukkan efektivitas antimikroba baik sebagai sifat bawaan dalam produk maupun yang dibuat dengan penambahan pengawet. Efektivitas antimikroba juga harus ditunjukkan untuk semua produk dosis ganda sediaan topikal, oral dan sediaan lain seperti tetes mata, telinga, hidung, irigasi dan cairan dialisis.
b)     Prinsip :Inokulasi mikroba pada sediaan untuk mengetahui efektivitas pengawet pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri bioligik yang berisi sampel dari inokula pada suhu 22,5 ± 2,5°C.
c)      Prosedur : Pengujian dapat dilakukan dalam tiap lima wadah asli bila volume sediaan tiap wadahnya mencukupi dan wadah sediaan dapat ditusuk secara aseptik (dengan jarum dan alat suntik melalui tutup karet elastomerik), atau dalam lima wadah bakteriologi bertutup steril, berukuran mencukupi untuk volume sediaan yang dipindahkan. Inokulasi tiap wadah dengan satu inokula baku yang telah disiapkan dan diaduk. Volume suspense inokula yang digunakan antara 0,5% dan 1,0% dari volume sediaan. Kadar mikroba uji yang ditambahkan pada sediaan seperti halnya kadar akhir sediaan uji setelah diinokulasi antara 1 x 105 dan 1 x 106 koloni/ml. Inkubasi wadah yang sudah diinokulasi pada 22,5º ± 2,5º.
              d)     Interpretasi : Suatu pengawet dikatakan efektif jika :

                                                                                    (Depkes RI, 2015)

4.      Penetapan potensi antibiotika (untuk zat aktif antibiotik)
a)      Tujuan : Untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan injeksi. Aktivitas antibiotik dapat dilihat dengan dua kriteria, yaitu konsentrasi hambat minimum (KHM) dan diameter hambat. Harga KHM berlainan untuk setiap mikroorganisme, tergantung pada kepekaan masing-masing mikroba. Makin rendah harga KHM, makin kuat potensinya. Pada umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang besar.
b)     Metode : Turbidimetri dan Lempeng-silinder
(Depkes RI, 2015)

5.  Uji pirogen (Untuk injeksi dengan volume >10ml)
a)         Tujuan: Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi
b)        Prinsip:Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara I.V. dan ditujukan untuk sediaan yang dapat diroleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10ml per  kg dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit
c)         Interpretasi: Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan  memenuhi syarat apabila tak seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih,  lanjutkan pengujian dengan mengunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci dan tidak > 3,3º sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
                                                               (Depkes RI, 2015)

6. Kandungan zat antimikroba
Metode I   → Kromatografi gas : benzil alkohol, klorbutanol, fenol, ester metil, etil, propil dan butil asam p-hidrobenzoat
Metode II →  Polarografi: fenil raksa II nitrat, timerosal
a)         Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
b)        Prinsip:Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan KG atau polarografi (sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
c)         Persyaratan: Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
(Depkes RI, 2015)
  


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi keempat. Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi kelima. Jakarta : Depkes RI.
Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Steril. Bandung: ITB Press.

0 komentar:

Posting Komentar