MAKALAH
SWAMEDIKASI
(Nyeri, Demam, Dan Premenstrual Syndrome)
(Nyeri, Demam, Dan Premenstrual Syndrome)
Diajukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pelayanan Kefarmasian
pada Program Studi Profesi Apoteker
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
2018
SWAMEDIKASI
(Nyeri, Demam, Dan Premenstrual Syndrome)
(Nyeri, Demam, Dan Premenstrual Syndrome)
1.
Nyeri
Nyeri merupakan
suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti
peradangan, infeksi, dan kejang otot. Nyeri juga dapat dikatakan sebagai
pengalaman sensorik serta emosional yang tidak menyenangkan karena kerusakan
jaringan, baik aktual maupun potensial (Depkes RI, 2006; Bahrudin, 2017).
Penyebab
timbulnya rasa nyeri adalah adanya rangsangan pada ujung syaraf akibat
kerusakan jaringan tubuh yang terjadi karena (Depkes RI, 2006):
-
Trauma, misalnya akibat benda
tajam, benda tumpul, bahan kimia, dan lain-lain
-
Proses infeksi atau peradangan
1.1.Patofisiogi Nyeri
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas
tinggi maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan.
Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K+ dan protein
intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan menyebabkan
depolarisasi nociceptor, sedangkan
protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga
menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti
leukotrien, prostaglandin E2, dan histamine yang akan merangasang nociceptor sehingga rangsangan berbahaya
dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia) (Bahrudin, 2018).
Selain itu lesi juga mengaktifkan
faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan
merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi
iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K+ ekstraseluler dan H+
yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan
prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan
juga terjadi Perangsangan nosiseptor. Bila nosiseptor terangsang maka mereka
melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP),
yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin),
diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain.
Peransang nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri (Bahrudin, 2018).
Gambar 1.
Mekanisme Nyeri
1.2.Klasifikasi
Nyeri
Secara umum nyeri terbagi ke dalam
2 kategori yaitu nyeri akut dan kronis. Namun, karena sifat nyeri yang multidimensional
maka nyeri dapat juga diagi ke dalam 3 kategori yaitu nyeri akut, nyeri kronis
non-kanker, serta nyeri pada penyakit kanker.
a. Nyeri akut
Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai pengalaman emosional,
kognitif dan sensorik tidak menyenangkan akibat adanya trauma jaringan.
Penyebab nyeri akut yang paling sering yaitu trauma, oprasi, persalinan,
penatalaksanaan medis dan penyakit akut. Nyeri akut dapat berfungsi sebagai
proses fisiologis atau peringatan adanya potensi untuk terjadi cedera jaringan
yang lebih parah. Nyeri ini memiliki durasi kurang dari 3 bulan (APS, 2014) .
b. Nyeri kronis non-kanker
Nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri persisten yang
dapat mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari, terjadi selama 3-6 bulan atau
bahkan lebih. Nyeri kronis dapat disebabkan trauma, oprasi, kondisi malignan,
dan berbagai kondisi penyait kronis seperti arthritis, neurophaty, fibromyalgia.
Nyeri kronis dipengaruhi faktor patogenik, fisiologis dan linkungan yang dapat memperparah kondisi nyeri dan
menyebabkan sulitnya melakukan aktivitas dan menurunkan produktivitas (APS, 2014) .
Berikut merupakan perbedaan karakteristik nyeri akut dan
kronis :
c. Nyeri pada penyakit kanker
Nyeri pada penyakit kanker biasa disebut sebagai nyeri
malignan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh penyakit itu sendiri seperti invasi
tumor pada jaringan, pembuluh darah atau saraf yang terkompresi atau
terinfiltrasi, kerusakan organ, infeksi serta inflamasi, penyebab lainnya
termasuk prosedur diagnostik atau pengobatan seperti biopsi, nyeri paska
operasi, toksisitas kemoterapi dan pengobatan radiasi. Nyeri pada kanker
dipisahkan dari kategori nyeri akut atau kronis karena kesulitan dalam
mengklasifikasifikasikan nyeri pada kanker berdasarkan durasi patologinya, lalu
sifat nyeri pada kanker berbeda dengan yang non-kanker terutama dari segi
patologi, waktu dan strategi pengobatan (APS, 2014) .
1.3.Gejala
Secara umum nyeri dapat
dideskripsikan sebagai perasaan tertusuk, tumpul, shock, intensitasny berfluktuasi
dan lokasinya bervariasi tergantung rangsangan itu berasal (Baumann, 2016) .
Pada nyeri kepala, gejala yang
dapat muncul seperti kepala berat, pegal, rasa kencang pada daerah bitemporal
dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala (Boru, 2005) . Pada dismenor, gejala yang muncul dapat nyeri pada perut
bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri
dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus
menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi,
mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang.
Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan
sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah (Lestari, 2013) .
Sementara pada myalgia memiliki
gejala otot terasa sakit, berat, kaku atau rasa kram (Sumardiyono, 2017). Pada nyeri gigi dapat disebabkan oleh berbagai
hal seperti infeksi, inflamasi atau adanya rangsangan tertentu pada gigi yang
sensitif sehingga gejalanya pun beragam seperti pembengkakan pada gusi, lidah
atau nyeri pada sekitar area mulut hingga dapat menimbulkan demam (Puspitasari, Dian, & Agus, 2018) .
1.4.Algoritma
Dalam penatalaksanaan nyeri,
pertama kali dinilai tingkat nyeri yang dialami pasien. Penilaian dapat
dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah Numeric Rating Scale
(NRS). Penilaian ini berdasarkan skala angka, dianggap sederhana dan mudah
dimengerti,sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis (Yudiyanta, Novita, & Ratih, 2015) Berikut merupakan skala yang digunakan dalam NRS:
Gambar
2. Numeric Rating Scale
Setelah
didapatkan skala nyeri, kemudian dapat dilakukan penatalaksanaan nyeri akut
berdasarkan algoritma berikut :
Gambar 3. Algoritma Nyeri
1.5.Obat yang Digunakan
a.
Ibuprofen
1)
Kegunaan obat
Menekan rasa nyeri dan radang,
misalnya dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, paska
operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.
2)
Hal yang harus
diperhatikan
-
Gunakan obat dengan
dosis tepat
-
Hati-hati untuk
penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal jantung, asma dan bronkhospasmus
atau konsultasikan ke dokter atau Apoteker
-
Hati-hati untuk
penderita yang menggunakan obat hipoglisemi, metotreksat, urikosurik, kumarin,
antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan vitamin C atau minta petunjuk
dokter.
-
Jangan minum obat ini
bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna.
3)
Kontra Indikasi
Obat tidak boleh digunakan pada:
-
Penderita tukak
lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif
-
Penderita alergi
terhadap asetosal dan ibuprofen
-
Penderita polip hidung
(pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada hidung)
-
Kehamilan tiga bulan
terakhir
4)
Efek Samping
-
Gangguan saluran cerna
seperti mual, muntah, diare, konstipasi (sembelit/susah buang air besar), nyeri
lambung sampai pendarahan.
-
Ruam kulit,
bronkhospasmus, trombositopenia
-
Penurunan ketajaman
penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan
-
Gangguan fungsi hati
-
Reaksi alergi dengan
atau tanpa syok anafilaksi
-
Anemia kekurangan zat
besi
5)
Bentuk sediaan
-
Tablet 200 mg
-
Tablet 400 mg
6)
Aturan pemakaian
-
Dewasa: 1 tablet 200
mg, 2 – 4 kali sehari. Diminum setelah
makan
-
Anak:
•
1 – 2 tahun : ¼ tablet 200 mg,3 – 4 kali
sehari
•
3 – 7 tahun : ½ tablet 500 mg, 3 – 4 kali
sehari
•
8 – 12 tahun : 1
tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari
tidak boleh diberikan untuk anak
yang beratnya kurang dari 7 kg.
(Depkes RI, 2006).
b.
Asetosal (Aspirin)
1)
Kegunaan obat
Mengurangi rasa sakit, menurunkan
demam, antiradang
2)
Hal yang harus
diperhatikan
-
Aturan pemakaian harus
tepat, diminum setelah makan atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan
perdarahan lambung.
-
Konsultasikan ke
dokter atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu
hamil, ibu menyusui dan dehidrasi
-
Jangan diminum bersama
dengan minuman beralkohol karena dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung.
-
Konsultasikan ke Dokter
atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat hipoglikemik, metotreksat,
urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen, penisilin
dan vitamin C.
3)
Kontra Indikasi
Tidak boleh digunakan pada:
-
Penderita alergi
termasuk asma
-
Tukak lambung (maag)
dan sering perdarahan di bawah kulit
-
Penderita hemofilia
dan trombositopenia
4)
Efek samping
-
Nyeri lambung, mual,
muntah
-
Pemakaian dalam waktu
lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung
5)
Bentuk Sediaan
-
Tablet 100 mg
-
Tablet 500 mg
6)
Aturan pemakaian
Dewasa : 500 mg
setiap 4 jam (maksimal selama 4 hari)
Anak :
•
2 – 3 tahun
: ½ - 1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam
•
4 – 5 tahun
: 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam
•
6 – 8 tahun
: ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam
•
9 – 11 tahun : ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
•
> 11 tahun : 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
(Depkes RI,
2006).
c.
Parasetamol
1)
Kegunaan obat
Menurunkan
demam, mengurangi rasa sakit
2)
Hal yang harus
diperhatikan
-
Dosis harus tepat,
tidak berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati
dan ginjal.
-
Sebaiknya diminum
setelah makan
-
Hindari penggunaan
campuran obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis.
-
Hindari penggunaan
bersama dengan alkohol karena
meningkatkan risiko gangguan fungsi hati.
-
Konsultasikan ke
dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal.
3)
Kontra Indikasi
Obat demam tidak boleh digunakan
pada :
-
penderita gangguan
fungsi hati
-
penderita yang alergi
terhadap obat ini
-
pecandu alkohol
4)
Bentuk sediaan
-
Tablet 100 mg
-
Tablet 500 mg
-
Sirup 120 mg/5ml
5)
Aturan pemakaian
-
Dewasa : 1 tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari,
(setiap 4 – 6 jam)
-
Anak :
•
0 - 1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3 - 4 kali sehari
(setiap 4 - 6 jam)
•
1 - 5 tahun : 1 - 1 ½ sendok teh sirup, 3 – 4 kali
sehari (setiap 4 – 6 jam)
•
6 - 12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3 – 4 kali sehari
(setiap 4 – 6 jam)
(Depkes
RI, 2006).
d.
Asam Mefenamat
1)
Indikasi
Nyeri ringan
sampai sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk
nyeri karena trauma, nyeri otot, dan nyeri pasca operasi.
2)
Peringatan
Risiko
kardiovaskular; AINS dapat meningkatkan risiko kejadian trombotik
kardiovaskuler serius, infark miokard, dan stroke, yang dapat fatal. Pasien
dengan penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko untuk penyakit kardiovaskuler
berada dalam risiko yang lebih tinggi. Gunakan dengan hati-hati pada pasien
lansia, pengobatan jangka lama lakukan tes darah.
3)
Kontraindikasi:
Pengobatan
nyeri peri operatif pada operasi CABG, peradangan usus besar.
4)
Efek Samping:
Gangguan sistem
darah dan limpatik berupa agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitika
autoimun, hipoplasia sumsum tulang, penurunan hematokrit, eosinofilia,
leukopenia, pansitopenia, dan purpura trombositopenia.
5)
Dosis:
500 mg 3 kali
sehari sebaiknya setelah makan; selama tidak lebih dari 7 hari.
e.
Metampiron
1)
Indikasi
Mengatasi rasa
nyeri ringan sampai dengan berat, demam dan peradangan yang diakibatkan oleh
penyakit-penyakit seperti sakit kepala, pinggang, nyeri paska operasi,
pengapuran, batu ginjal, asam urat, dan lain-lain.
2)
Peringatan
-
Jangan menggunakan
obat ini tanpa anjuran dokter atau apoteker.
-
Minumlah obat dalam
keadaan perut terisi makanan atau setelah makan untuk menghindari efek
pendarahan pada sistem pencernaan.
-
Jangan digunakan
bersamaan dengan obat antikoagulan dan kortikosteroid karena dapat meningkatkan
risiko efek samping.
-
Jika mengalami efek
samping antalgin yang parah dan berkepanjangan hentikan penggunaan dan segera
hubungi dokter atau apoteker.
3)
Kontraindikasi:
-
Ibu hamil dan
menyusui, terutama pada periode kehamilan trimester pertama dan 6 minggu
terakhir.
-
Penderita dengan
tekanan darah sistolik < 100 mmHg, karena obat dapat menurunkan tekanan
darah.
-
Bayi usia < 3 bulan
atau dengan BB < 5 kg.
-
Pasien yang sedang
mengalami agranulositosis, yaitu keadaan yang ditandai dengan berkurangnya
jumlah granulosit.
-
Penderita dengan
kelainan darah atau pendarahan.
-
Pasien glukoma sudut
sempit.
-
Memiliki riwayat
alergi terhadap antalgin atau komponen-komponen obat di dalamnya, serta
obat-obat lain dalam golongan yang sama.
4)
Efek Samping:
Agranulositosis
, Leukopenia, Reaksi alergi yang biasanya ditanda dengan munculnya
rasa gatal pada kulit, kemerahan, bengkak pada lidah dan kulit dan
kesulitan bernapas, mual, muntah, nyeri
perut, diare, konstipasi dan kehilangan nafsu makan, pendarahan dan
perforasi pada sistem pencernaan, gangguan berkemih yang menyebabkan sulit
buang air kecil (anuria), dan gangguan kardiovaskuler yang dapat menyebabkan
nyeri dada, lemah, nafas pendek, gangguan bicara, gangguan penglihatan atau keseimbangan.
5)
Aturan Penggunaan
-
Dewasa : Jika
sakit 1 tablet, 3-4 x 1 tablet sehari atau 1 tablet setiap 6-8 jam sehari. Maksimal 1 hari 4 tablet (2 g/hari)
-
Anak 6– 12 tahun : Jika sakit 1/2 – 1 tablet, 3 x 1/2 –
1 tablet sehari. Maksimal 1 hari 4 tablet
(2 g/hari)
-
Anak 1 – 6 tahun : Jika sakit 1/4 – 1/2 tablet, 3 x
1/2 – 1/4 tablet sehari. Maksimal 1 hari 2 tablet (1 g/hari).
f.
Natrium Diklofenak
1)
Indikasi
Nyeri Sendi
2)
Peringatan
AINS dapat
meningkatkan risiko kejadian trombotik kardiovaskuler serius, infark miokard,
dan stroke, yang dapat fatal. Kejadian ini meningkat dengan lama penggunaan.
Pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko penyakit
kardiovaskuler mempunyai risiko lebih besar. AINS dapat meningkatkan ririko
kejadian efek samping gastrointestinal serius seperti pendarahan lambung,
ulserasi, dan perforasi usus dan lambung, yang dapat fatal.
3)
Kontraindikasi:
-
Hipersensitivitas pada
diklofenak atau zat pengisi lain, ulkus, pendarahan, atau perforasi usus atau lambung,
trimester terakhir kehamilan, gangguan fungsi hepar, ginjal, jantung.
-
Kontraindikasi pada
penggunaan secara intravena antara lain penggunaan bersama dengan AINS atau
antikoagulan (termasuk heparin dosis rendah), riwayat hemorragic diathesis, riwayat
perdarahan serebrovaskular yang sudah maupun belum dipastikan, pembedahan yang
berisiko tinggi menyebabkan pendarahan, riwayat asma, hipovolemi, dehidrasi.
Diklofenak kontraindikasi untuk pengobatan nyeri peri-operatif pada operasi
CABG (coronary artery bypass graft).
4)
Efek Samping:
Radang lambung,
tukak lambung, nyeri perut, mual, pusing, konstipasi, nyeri dada, peningkatan
risiko terkena serangan jantung dan stroke. Efek samping ini lebih cenderung
terjadi pada penggunaan obat secara oral (diminum), namun dalam bentuk gel juga
bisa terjadi.
5)
Aturan Penggunaan
-
Untuk
mengobati osteoarthritis, dosis diclofenac adalah 50 mg 2 sampai
3 kali sehari atau 75 mg secara oral dua kali sehari. Dosis lebih besar dari
150 mg/hari tidak dianjurkan untuk osteoarthritis. Untuk dosis diclofenac 100
mg, Anda bisa minum sekali sehari.
-
Untuk
mengobati ankylosing spondylitis, dosis diclofenac adalah 25 mg
secara oral 4 kali sehari. Tambahan dosis 25 mg dapat diberikan pada waktu
tidur, jika perlu.
-
Untuk
meringankan nyeri had, dosis diklofenak adalah 50 mg secara oral
3 kali sehari. Pada beberapa pasien, dosis awal 100 mg kalium diclofenac,
diikuti oleh dosis 50 mg, akan memberikan bantuan yang lebih baik. Setelah hari
pertama, dosis harian tidak boleh melebihi 150 mg.
-
Untuk meringankan
nyeri akut ringan sampai sedang, dosis diclofenac adalah 50 mg secara oral
3 kali sehari. Pada beberapa pasien, dosis awal 100 mg kalium diklofenac,
diikuti oleh dosis 50 mg, akan memberikan bantuan yang lebih baik. Setelah hari
pertama, dosis harian tidak boleh melebihi 150 mg.
-
Untuk
mengatasi rheumatoid arthritis, dosis diclofenac adalah 50 mg secara
oral 3 sampai 4 kali sehari atau 75 mg secara oral dua kali sehari. Untuk
dosis diclofenac 100 mg, Anda bisa minum sekali sehari. Dosis lebih dari 225
mg/hari tidak dianjurkan untuk rheumatoid arthritis.
g.
Piroksikam
1)
Indikasi
Terapi
simtomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis,
gangguan muskuloskeletal akut dan gout akut.
2)
Peringatan
menghambat
biosintesis prostaglandin, dapat mengakibatkan kerusakan hati, meningkatkan
SGPT/SGOT hingga jaundice, pasien dengan gangguan pencernaan, jantung,
hipertensi dan keadaan predisposisi retensi air, ginjal dan hati, keamanan
penggunaan pada anak-anak belum diketahui dengan pasti, pasien yang mengalami
gangguan penglihatan selama menggunakan piroksikam dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan mata, kehamilan
3)
Kontraindikasi:
riwayat tukak
lambung atau pendarahan lambung, pasien yang mengalami bronkospasme, polip
hidung dan angioedema atau urtikaria apabila diberikan asetosal atau
obat-obatan AINS yang lain.
4)
Efek Samping:
gangguan
gastrointestinal seperti stomatitis, anoreksia, epigastric distress, mual,
konstipasi, rasa tidak nyaman pada abdomen, kembung, diare, nyeri abdomen,
perdarahan lambung, perforasi dan tukak lambung, edema, pusing, sakit kepala,
ruam kulit, pruritus, somnolence, penurunan hemoglobin dan hematokrit.
5)
Cara Penggunaan
Rematoid
artritis, osteoartritis dan ankilosing spondilitis: Dosis awal 20 mg sebagai dosis
tunggal. Dosis pemeliharaan pada umumnya 20 mg sehari atau jika diperlukan
dapat diberikan 10 mg - 30 mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis lebih
dari 20 mg sehari meningkatkan efek samping gastrointestinal. Gout akut,
mula-mula 40 mg sehari sebagai dosis tunggal, diikuti 4-6 hari berikutnya 40 mg
sehari dosis tunggal atau terbagi. Gangguan muskuloskeletal akut, awal 40 mg
sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi selama 2 hari, selanjutnya 20 mg
sehari selama 7-14 hari.
1.6.Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan antara lain (Smeltzer dan Bare, 2002):
a.
Stimulasi dan Masase
Kutaneus
Masase adalah
Stimulasi kutaneus tubuh secara umum sering dipusatkan pada punggung dan bahu,.
Massase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian
yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem
kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien merasa lebih nyaman karena menyebabkan relaksasi otot.
b.
Terapi es dan Panas
Terapi es dapat
menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan
subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan
panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan
c.
TENS (Transcutaneus Electric Nerve Stimulation)
TENS
menggunakan unit yang dijalankan dengan baterai dengan elektroda yang dipasang
pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, mendengung pada
area nyeri. TENS dapat digunakan untuk nyeri kronik maupun akut.
d.
Distraksi
Distraksi
mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat
menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung
jawab terhadap tehnik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Cara-cara
yang dapat digunakan pada teknik distraksi antara lain:
-
penglihatan: membaca,
melihat pemendangan dan gambar, menonton TV
-
pendengaran:
mendengarkan musik, suara burung, gemercik air,
-
taktil kinestik:
memegang orang tercinta, binatang peliharaan atau mainan, pernafasan yang
berirama.
-
projek: permainan yang
menarik, puzzle, kartu, menulis cerita, mengisi teka-teki silang.
e.
Terapi Musik
Manfaat Musik
Classic yaitu sebagai audioanalgesic
atau penenang, focus perhatian dan atau mengatur latihan, meningkatkan hubungan
terapis- klien, memperkuat proses belajar, mengatur kegembiraan dan interaksi
personal yang positif, sebagai penguat untuk kesehatan dalam hal ketrampilan
fisiologis, emosi, dan gaya hidup, mereduksi stress pada pikiran – kesatan
tubuh.
f.
Teknik Relaksasi
Relaksasi otot
skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot
yang menunjang nyeri, hampir semua nyeri kronik mendapatkan relaksasi. Relaksasi
memberikan efek positif untuk klien yang mengalami nyeri, yaitu:
-
Memperbaiki kualitas
tidur
-
Memperbaiki kemampuan
memecahkan masalah
-
Mengurangi
keletihan/fatigue
-
Meningkatkan
kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri dalam mengatasi nyeri
-
Mengurangi efek
kerusakan fisiologi dari stress yang berlanjut atau berulang karena nyeri
-
Pengalihan rasa
nyeri/distraksi
-
Meningkatkan
keefektifan teknik-teknik pengurangan nyeri yang lain
-
Memperbaiki kemampuan
mentoleransi nyeri
-
Menurunkan distress
atau ketakutan selama antisi pasi terhadap nyeri
g.
Imajinasi Terbimbing
Imajinasi
terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu, contoh :
imajinasi terbimbing menggabungkan nafas berirama lambat dengan suatu bayangan
mental relaksasi dan kenyamanan
h.
Hipnosis
Hipnosis adalah
suatu tehnik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri yang dicapai
melalui gagasan- gagasan yang disampaikan oleh penghipnosis. Keefektifan hipnosis
tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
KASUS NYERI
Seorang pria 52 tahun menanyakan
rekomendasi untuk obat sakit kepala. Bapak tersebut menggambarkan mengalami
sakit di sekitar kepalanya terasa seperti tercengkram. Dia mengalami nyeri
sakit kepala yang sama kira-kira selama 2 hari terakhir, yang ia kaitkan dengan
stres karena memulai pekerjaan baru dan perjalanan panjang. Bapak tersebut
tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan dan sedang mengonsumsi
lisinopril/hydrochlorothiazide 20 mg/25 mg setiap hari untuk hipertensi dan
simvastatin 40 mg setiap hari untuk hiperkolesterolemia sejak 2 tahun yang
lalu, namun belum mengonsumsi obat apapun untuk menangani rasa sakit kepalanya.
Dan berdasarkan penuturan pasien, pengukuran tekanan darahnya terkontrol baik.
Berdasarkan jenis sakit kepala yang mungkin dialami Bapak tersebut, Apa obat
analgesik yang tepat untuk mengurangi rasa sakitnya?
Penyelesaian:
-
Subjec t: Mengeluh sakit kepala terasa seperti tercengkram.
Tekanan darah terkontrol baik
-
Object : -
-
Assessment:
Ø Pria berusia 52 tahun mengalami sakit kepala selama 2 hari akibat
stress.
Ø Memiliki riwayat hipertensi dan hiperkolesterolemia
Ø Riwayat pengobatan:
Ø lisinopril/hydrochlorothiazide 20 mg/25 mg tiap hari untuk
hipertensi
Ø simvastatin 40 mg setiap hari untuk hiperkolesterolemia
Ø Belum mengonsumsi obat apapun untuk mengatasi sakit kepalanya
-
Plan :
Ø Terapi Farmakologis: Paracetamol 500 mg (4-6 jam sekali) dikonsumsi saat sakit kepala
menyerang dan maksimal dikonsumsi 8 kali dalam 1 hari.
Ø Alasan pemilihan terapi: Menurut American Heart Association, pasien
yang berisiko tinggi untuk penyakit kardiovaskular harus menghindari NSAID.
Ø Terapi Non-farmakologis: Mengurangi rasa stress pasien.
2.
Demam
Demam bukanlah
sebuah penyakit, melainkan gejala yang seringkali menyertai penyakit yang dapat
sembuh sendiri tanpa memerlukan pengobatan, seperti misalnya flu atau pilek.
Maka dari itu, demam akan menghilang dengan sendirinya saat penyakit yang
mendasarinya sembuh. Tapi untuk mengobati demam yang lebih parah, beberapa
obat-obatan penurun panas bisa dibeli secara bebas di apotek. Baca aturan pakai
dan ikuti dosis yang dianjurkan.
21.1
Patofisiologi
Suhu
tubuh secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit, walaupun terpapar
suhu lingkungan yang bervariasi. Suhu tubuh secara normal berfluktuasi
sepanjang hari, 0,5⁰C dibawah normal pada pagi hari dan 0,5⁰C diatas normal
pada malam hari. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan
antara produksi panas dan kehilangan panas. Produksi panas tergantung pada
aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi melalui
radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan normal termostat di
hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 37⁰C, setelah informasi
tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan
pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point (Kayman, 2003).
Sebagai respon
terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer
mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (IL-1, TNFα,
IL-6 dan interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk
meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik
patokan yang baru dan bukan di suhu tubuh normal. Sebagai contoh, pirogen
endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9⁰C, hipotalamus merasa bahwa
suhu normal prademam sebesar 37⁰C terlalu dingin dan organ ini memicu
mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Plipat, et
al., 2002).
Peningkatan suhu
tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk
mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan eksogen seperti eksotoksin dan
endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen dan yang
poten di antaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan INF (interferon).
Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem syaraf pusat pada tingkat Organum Vasculosum
Laminae Terminalis (OVLT) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral
nucleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respons
terhadap sitokin tersebut, maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin,
terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur
siklooksigenase 2 (COX-2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam
(Plipat, et al., 2002).
Mekanisme demam
dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus
vagus yang dimediasi oleh produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1
(MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung terhadap hipotalamus
anterior. Berbeda dengan demam dari jalur prostaglandin, demam melalui
aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Victor, et al.,
1994).
Menggigil
ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara
vasokontriksi kulit juga berlangsung dengan cepat untuk mengurangi pengeluaran
panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian,
pembentukan demam sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu
yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi
(Victor, et al., 1994).
2.2
Gejala
Gejala
yang menyertai demam tergantung kepada penyebab demam itu sendiri. Berikut ini
adalah contoh gejala yang bisa menyertai demam:
·
Sakit kepala
·
Berkeringat dingin
·
Menggigil
·
Dehidrasi
·
Batuk-batuk
·
Sakit tenggorokan
·
Sakit pada telinga
·
Diare dan
muntah-muntah
·
Sakit otot
·
Kehilangan selera
makan
·
Merasa kelelahan
Pemeriksaan suhu
tubuh yang paling tepat adalah menggunakan termometer. Jangan mengandalkan
rabaan tangan untuk memastikan demam atau tidak. Demam belum tentu menjadi
kondisi yang serius, namun Anda perlu waspada apabila suhu tubuh anda di atas
38 derajat celcius dan Anda mengalami satu atau lebih gejala di bawah ini:
·
Leher terasa kaku dan
mata menjadi sangat sensitif terhadap cahaya
·
Muntah-muntah secara
terus-menerus
·
Muncul bercak-bercak
kemerahan pada kulit
·
Sesak napas
·
Terus-menerus merasa
mengantuk
·
Apabila Anda/anak
Anda merasa kesakitan
2.3
Penatalaksanaan Demam
(Mayo Clinic, 2018).
2.4
Obat Yang Dapat Digunakan
Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan
demam yaitu:
a.
Parasetamol/Asetaminofen
1) Indikasi
Menurunkan
demam (antipiretik), mengurangi rasa sakit (analgesik)
2) KontraIndikasi
Obat
demam tidak boleh digunakan pada:
·
Penderita gangguan fungsi
hati
·
Penderita yang alergi
terhadap obat ini
·
Pecandu alkohol
3) Hal
yang harus diperhatikan:
·
Dosis harus tepat, tidak
berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan
ginjal.
·
Sebaiknya diminum setelah
makan
·
Hindari penggunaan campuran
obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis.
·
Hindari penggunaan
bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko gangguan fungsi hati.
·
Konsultasikan ke dokter
atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal.
4) Efek
Samping
Pusing,
gangguan ginjal, gangguan hati reaksi
alergi berupa bintik bintik dan gangguan darah (PioNas, 2018).
5) Bentuk
Sediaan
·
Tablet 100 mg
·
Tablet 500 mg
·
Sirup 120 mg/5ml
6) Aturan
pemakaian
·
Dewasa: 1 tablet (500 mg)
3 – 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam)
Dosis
Maksimum: 4000mg / hari
·
Anak:
0-1
tahun : 1⁄2-1sendok the sirup, 3–4 kali
sehari (setiap 4 – 6 jam)
1-5
tahun : 1 – 1 1⁄2 sendok teh sirup, 3 – 4
kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
6-12
tahun : 1⁄2 - 1 tablet (250-500 mg), 3 – 4
kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
(Depkes
RI, 2006).
7) Interaksi
Obat
Penggunaan
obat ini dengan obat-obat yang
terlampir di bawah umumnya tidak direkomendasikan, namun mungkin dibutuhkan
pada beberapa kasus. Apabila kedua obat diresepkan bersamaan, dokter Anda
mungkin akan mengganti dosisnya atau seberapa sering penggunaan obat satu atau
lainnya.
·
Imatinib
·
Pixantrone
Penggunaan
obat ini dengan obat-obatan yang terlampir di bawah dapat menyebabkan
peningkatan risiko dari beberapa efek samping tertentu, namun penggunaan kedua
obat mungkin dapat menjadi pengobatan terbaik untuk Anda. Apabila kedua
obat-obatan diresepkan bersama, dokter Anda mungkin akan mengganti dosisnya
atau seberapa sering penggunaan obat satu dan yang lainnya.
·
Acenocoumarol
·
Lixisenatide
·
Warfarin
(PioNas, 2018).
8)
Penyimpanan
Suhu kamar, kering dan tidak panas atau
lembab (Depkes RI, 1995).
b.
Asetosal
(Aspirin)
1) Indikasi
Mengurangi rasa sakit,
menurunkan demam, antiradang
2) Kontraindikasi
Tidak boleh digunakan
pada:
-
Penderita alergi termasuk
asma
-
Tukak lambung (maag) dan
sering perdarahan di bawah kulit
-
Penderita hemofilia dan
trombositopenia
3) Hal
yang harus diperhatikan:
-
Aturan pemakaian harus
tepat, diminum setelah makan atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan
perdarahan lambung.
-
Konsultasikan ke dokter
atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu
menyusui dan dehidrasi
-
Jangan diminum bersama
dengan minuman beralkohol karena dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung.
-
Konsultasikan ke dokter
atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat hipoglikemik, metotreksat,
urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen,
penisilin dan vitamin C.
4) Efek
samping
-
Nyeri lambung, mual,
muntah
-
Pemakaian dalam waktu
lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung
5) Bentuk
Sediaan
-
Tablet 100 mg
-
Tablet 500 mg
6)
Aturan pemakaian
-
Dewasa: 500 mg setiap 4
jam (maksimal selama 4 hari)
Dosis Maksimum: 8 gram /
hari
-
Anak:
•
2–3 tahun: 1⁄2-11⁄2
tablet 100mg, setiap 4 jam
•
4–5 tahun: 11⁄2-2 tablet
100mg, setiap 4 jam
•
6–8 tahun: 1⁄2-3⁄4 tablet
500mg, setiap 4 jam
•
9–11tahun: 3⁄4-1 tablet 500mg, setiap 4 jam
•
> 11 tahun: 1 tablet
500 mg, setiap 4 jam
7) Interaksi
Obat
Penggunaan
obat ini dengan obat AINS lainnya dan berbarengan dengan alkohol dapat
mengakibatkan pendarahan pada saluran cerna (Depkes RI, 2006).
8)
Penyimpanan:
Suhu kamar, kering dan tidak panas atau
lembab (Depkes RI, 1995).
c.
Ibuprofen
1)
Indikasi
Obat
menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea primer (nyeri haid), sakit
gigi, sakit kepala, paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan
terkilir.
2)
Kontra Indikasi
Obat tidak boleh
digunakan pada:
-
Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif
-
Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen
-
Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel
berbentuk tonjolan pada hidung)
-
Kehamilan tiga bulan terakhir
3)
Hal yang harus
diperhatikan:
-
Gunakan obat dengan dosis tepat
-
Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal,
gagal jantung, asma dan bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter atau
Apoteker
-
Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi,
metotreksat, urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan
vitamin C atau minta petunjuk dokter.
-
Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena
meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna.
4)
Efek Samping
-
Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare,
konstipasi (sembelit/susah buang air besar), nyeri lambung sampai pendarahan.
-
Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia
-
Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat
dihentikan
-
Gangguan fungsi hati
-
Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi
-
Anemia kekurangan zat besi
5)
Bentuk sediaan:
-
Tablet 200 mg
-
Tablet 400 mg
6)
Aturan pemakaian
•
Dewasa: 1 tablet 200
mg, 2 – 4 kali sehari. Diminum setelah makan.
Dosis Maksimum: 1,2 -
2,4 gram/ hari
•
Anak:
-
1–2 tahun: 1⁄4 tablet
200 mg, 3–4 kali sehari
-
3–7 tahun: 1⁄2 tablet
500 mg, 3–4 kali sehari
-
8 – 12 tahun: 1 tablet
500 mg, 3 – 4 kali sehari tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang
dari 7 kg.
7)
Interaksi Obat
Penggunaan obat ini dengan obat AINS
lainnya dan berbarengan dengan alkohol dapat mengakibatkan pendarahan pada
saluran cerna (Depkes RI, 2006).
8)
Penyimpanan
Suhu
kamar, kering dan tidak panas atau lembab (Depkes RI, 1995).
2.1 Terapi
Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan
antara lain:
a.
Pasien Ditempatkan dalam Ruangan Bersuhu Normal
Suhu lingkungan yang normal akan memicu suhu tubuh untuk menyesuaikan
dengan lingkungan sekitarnya sehingga suhu tubuh dapat terkontrol menuju suhu
optimum (Kayman, 2003).
b.
Istirahat yang
Cukup
Istirahat yang cukup diperlukan untuk mengembalikan kondisi tubuh kembali
seimbang dan optimum, dengan cara memberikan sel dan organ tubuh memiliki waktu
istirahat dan pemulihan yang cukup (Kayman, 2003).
c.
Memperbanyak
Asupan Cairan
Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi karena
kebutuhan air dalam tubuh pasien meningkat (Kayman, 2003).
d.
Mengenakan Pakaian Hangat Secukupnya
Tidak memberikan pasien pakaian panas atau tebal yang berlebihan pada
saat menggigil. Mengenakan satu lapis pakaian dan satu lapis selimut saja sudah
dapat memberikan rasa nyaman kepada pasien (Kayman, 2003).
e.
Mandi dengan Air Hangat
Mandi dengan air hangat diperlukan untuk menghindari keadaan menggigil
dan peningkatan suhu tubuh bila dibandingkan dengan mandi dengan air biasa atau
air dingin (Kayman, 2003).
f.
Memberikan Kompres Hangat
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang
telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu
sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh. Pemberian
kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Hindari pemberian
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan
kembali suhu inti tubuh pasien (Kayman, 2003).
Beberapa tindakan kompres yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu
tubuh anatara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering menggunakan
buli-buli hangat, kompres dingin basah dengan larutan obat anti septik, kompres
dingin basah dengan air biasa, dan kompres dingin kering dengan kirbat es
(eskap) (Kayman, 2003).
Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi.
Dengan kompres air hangat menyebabkan suhu tubuh di luar akan hangat sehingga
tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup panas, akhirnya tubuh
akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur
tubuh. Dengan adanya suhu luar yang hangat, maka pembuluh darah tepi di kulit
akan melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit akan membuka
dan mempermudah pengeluaran panas dalam bentuk uap atau keringat sehingga akan
terjadi penurunan suhu tubuh. Pemberian kompres air hangat ini dilakukan di
tempat tempat tertentu di bagian tubuh, misalnya pada bagian aksila dan dahi
(Dewi, 2016).
g.
Tepid
Sponge Bath
Kompres tepid sponge adalah
sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada
pembuluh darah supervisial dengan teknik seka. Pemberian tepid sponge bath memungkinkan aliran udara lembab membantu
pelepasan panas tubuh dengan cara konveksi. Suhu tubuh lebih hangat daripada
suhu udara atau suhu air memungkinkan panas akan pindah ke molekul molekul
udara melalui kontak langsung dengan permukaan kulit. Pemberian tepid sponge bath ini dilakukan dengan
cara menyeka seluruh tubuh pasien dengan air hangat (Wardiyah, dkk., 2016).
KASUS DEMAM:
Seorang mahasiswa berumur 22 tahun datang ke Apotek mengeluh
tidak enak badan, sebelumnya ia sudah memeriksa panas tubuhnya dengan
thermometer dirumah. Hasilnya saat diukur di mulut 38oC. Dia meminta
obat penurun panas karena merasa aktivitasnya terganggu. Pasien juga
mengeluhkan rasa sakit kepala yang dirasakan.
Langkah Swamedikasi:
Pasien diberikan Panadol biru dimana
kandunganya adalah paracetamol 500 mg. Paracetamol adalah salah satu obat yang
masuk ke dalam golongan analgesik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun
demam). Pasien dianjurkan meminum 1 tablet tiap 4-6 jam.
Pasien juga
diberi peringatan akan efek samping obatnya yaitu
·
Penurunan jumlah
sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit.
·
Muncul ruam, terjadi
pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi.
·
Tekanan darah rendah
(hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi). Kerusakan pada hati dan
ginjal jika menggunakan obat ini secara
·
Bisa menyebabkan
overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10 gram, dalam
24 jam.
3.
Premenstrual Syndrome (PMS)
Menstruasi atau
haid merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara
berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Menstruasi merupakan keluarnya
desidua (superfisial) endometrium dan disertai dengan pengeluaran darah.
Umumnya menstruasi berlangsung selama 5 hari atau sekitar 2 hari sampai 7 hari.
Volume darah menstruasi sekitar 10 ml hingga 80 ml perhari, tetapi biasanya
dengan rata-rata 35 ml per harinya. Terdapat 4 fase dalam proses menstruasi
yaitu fase menstruasi atau deskuamasi, regenerasi atau folikuler, proliferasi atau
praovulasi dan pramenstruasi atau sekresi. Keseluruhan proses tersebut
melibatkan aktivitas hormonal seperti FSH (Follicle Stimulating Hormone) (Manuaba,
2003).
Sindrom prahaid
atau yang dikenal dengan istilah pre menstruasi sindrom (PMS) merupakan suatu
kumpulan keluhan dan atau gejala fisik, emosional, dan perilaku yang terjadi
pada wanita usia reproduksi yang muncul secara siklik dalam rentang waktu 7-10
hari sebelum menstruasi dan menghilang setelah darah menstruasi keluar yang
terjadi pada suatu tingkatan yang mampu mempengaruhi gaya hidup dan kemudian
diikuti oleh suatu periode waktu bebas gejala, Sindrom prahaid ini terjadi pada
sekitar 80-95% wanita pada usia melahirkan (Manuaba, 2003).
Gejala PMS terbagi menjadi dua, yaitu :
1.
Gejala fisik
perut kembung,
payudara bengkak dan nyeri, kelelahan, nyeri panggul, sakit punggung dan otot,
serta sakit kepala.
2.
Gejala psikologis
mudah marah,
emosi, mudah tersinggung, mudah menangis, sulit berkonsentrasi, mudah lupa dan
depresi (Manuaba, 2003).
3.1.Patofisiologi
Awalnya teori mengungkapkan bahwa
penyebab PMS merupakan akibat dari kelebihan estrogen, kekurangan progesterone,
kekurangan pyridoxine dan adanya perubahan pada metabolisme glukosa dan
ketidakseimbangan elektrolit. Namun penelitian terbaru memaparkan bahwa PMS
sangat dipengaruhi oleh hormon kelamin, termasuk dalam hal ini metabolit dan interaksinya terhadap
sistem neurotransmitter dan
neurohormonal misalnya serotonin, GABA, cholecystokinin, dan rennin-angiotensin
aldosteron (Henshaw, 2007). Beberapa mekanisme PMS yang diduga menjadi faktor
terbesar terhadap perubahan psikologis dan fisiologis wanita pada saat mengalami
PMS antara lain (Henshaw, 2007):
a.
Axis Hypotalamic pituitary adrenal (HPA)
Ketidakseimbangan
regulasi HPA axis berhubungan dengan timbulnya sindrom depresi. Cairan basal
dan urin yang diuji tidak terdapat kandungan kortisol yang membedakan wanita
dengan PMS. Kortisol ini akan memicu terjadinya stress. Wanita dengan PMS akan
menunjukkan adanya ketidakseimbangan HPA axis yang menyebabkan timbulnya
depresi.
b.
Sistem GABA
Hal ini
disebabkan oleh adanya allopregnanolone yang merupakan metabolit aktif dari
progesterone yang memiliki efek anastesi dan anxiolitik namun pada saat
setengah siklus menstruasi yang metabolit aktif terikat pada reseptor GABA-A
turun dan menyebabkan timbulnya depresi dan perubahan pola makan. Pada wanita
dengan PMS konsentrasi GABA korteks mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat
adanya pengarutan hormon estradiol dan progesterone.
c.
Sistem Serotonegik
Sistem
serotonin merupakan salah satu sistem yang dianggap mempunyai andil yang cukup
besar dalam patofisiologi PMS. Inhibisi
dari aktifitas serotonin oleh penurunan kadar triptofan akan menyebabkan PMS
semakin parah. Selanjutnya metergoline yang merupakan antagonis selektif dari
serotonin akan memblok reseptor serotonin sehingga akan menimbulkan PMS.
d.
Opioid endogen
Wanita dengan
PMS memiliki toleransi yang rendah terhadap rasa sakit atau dapat dikatakan
bahwa ambang rasa sakit wanita tersebut rendah. Hal ini akan lebih terasa pada
saat wanita tersebut berada dalam siklus menstruasi dan khususnya menjelang
hari-hari siklus tersebut akan dimulai lagi. Pada penelitian yang dilakukan
pada tahun 2002 menyatakan bahwa wanita dengan PMS dibandingkan dengan wanita
yang tidak mengalami PMS memiliki B-endorfin yang rendah sehingga wanita
tersebut akan lebih mudah terserang PMS.
3.2.Tata Laksana
Gambar 4. Tata
Laksana Sindrom Premenstruasi (Green et
al., 2016)
1. Antidepresan. Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
SSRI adalah pengobatan lini pertama untuk PMS atau PMDD yang
parah. Obat-obatan ini umumnya diminum setiap hari. Tetapi untuk beberapa
wanita dengan PMS, penggunaan antidepresan mungkin terbatas pada dua minggu
sebelum menstruasi dimulai. Obat golongan ini termasuk fluoxetine (Prozac,
Sarafem), paroxetine (Paxil, Pexeva), sertraline (Zoloft) dan lain-lain - telah
berhasil mengurangi gejala suasana hati.
2. Anti-inflamasi nonsteroid (AINS).
Obat golongan ini digunakan sebelum atau pada awal
menstruasi. Golongan obat AINS seperti ibuprofen (Advil, Motrin IB, lainnya)
atau natrium naproksen (Aleve) dapat meredakan kram dan ketidaknyamanan
payudara.
3. Diuretik
Ketika berolahraga dan membatasi asupan garam tidak cukup
untuk mengurangi penambahan berat badan dan pembengkakan. Pemakaian golongan
diuretik dapat membantu pembuangan kelebihan cairan melalui ginjal. Golongan
obat diuretik yang dapat membantu meringankan beberapa gejala PMS adalah
spironolactone (Aldactone).
4. Kontrasepsi hormonal
Obat
resep ini dapat menghentikan ovulasi sehingga akan meredakan gejala PMS.
Contoh: hormon progesteron dan estrogen (Mayo Clinic, 2018).
Ada beberapa
intervensi untuk PMS secara konservatif dan farmakologi dengan risiko rendah
(Steiner, 2000).
Tabel 1.
Intervensi Konservatif untuk PMS
Intervensi
|
Keterangan
|
Membuat
data
|
Mendata gejala harian
|
Pola Makan
|
Mengurangi atau mengeluarkan makanan
(terutama pada fase luteal) seperti garam, coklat, kafein dan alkohol; makan
dalam jumlah sedikit namun sering untuk makanan yang tinggi akan karbohidrat
kompleks; makan dalam jumlah sedang vitamin dan mineral.
|
Olahraga
|
Sedang, regular, olahraga aerobik
|
Relaksasi
|
Kelas Relaksasi atau dari audiotapes
|
Relationship
|
Kelas asertif atau konseling
pernikahan, jika diperlukan
|
Self-help group
|
Jika diperlukan
|
Edukasi
|
Buku Self-help
|
Tabel 2.
Interevensi Low-risk pharmacological
Intervensi
|
Dosis
|
Vitamin
B6
|
100
mg sehari
|
Kasium
|
1000-1200 mg sehari
|
Ion
Magnesium
|
200
mg sehari atau 360 mg sehari (14 hari sebelum menstrusi)
|
Vitamin
E
|
400 IU sehari
|
Tabel 3.
Intervensi Farmakologi untuk menangani PMS
Golongan
obat
|
Obat
|
Dosis
|
Antidepressan
|
Fluoksetin
|
20
mg/hari, setiap hari atau hanya selama fase luteal
|
Sertralin
|
50-150 mg/hari, setiap hari atau
hanya selama fase luteal
|
|
Paroksetin
|
10-30
mg/hari, setiap hari atau hanya selama fase luteal
|
|
Citalopram
|
5-20 mg/hari, setiap hari atau hanya
selama fase luteal
|
|
Anxiolytics
|
Alprazolam
|
0,25-1
mg/ tiga kali sehari, 6-14 hari sebelum menstruasi
|
Buspirone
|
25 mg/hari, 12 hari sebelum
menstruasi
|
|
Ovulation suppressants (GnRH agonis)
|
Buserelin
|
400-900
mg/hari (intranasal)
|
Leuprolid
|
3,75-7,5 mg (injeksi intramuskular)
|
|
Danazol
|
200-400
mg/hari, intermittent
|
3.3.Obat yang Dapat Digunakan
a.
Kalsium
Asupan tinggi kalsium
dengan jumlah 1.336 mg/hari dapat memperbaiki gejala-gejala gangguan mood,
perilaku, nyeri dan retensi air selama siklus menstruasi. Sumber utama kalsium
berasal dari susu dan hasil olahan lainnya seperti yogurt dan keju (Ramadani,
2012).
b.
Magnesium
Diberikan selama fase
luteal siklus menstruasi sampai dengan saat darah menstruasi keluar terbukti
dapat mengurangi gejala dan afeksi negatif.
Sumber magnesium adalah sayuran hijau, seperti bayam, kacang,
biji-bijian, gandum, oatmeal, yogurt, kedelai, alpukat, dan pisang (Ramadani,
2012).
c.
Vitamin B6
Membantu meringankan
depresi dan gelisah yang terkait dengan PMS. Makanan sumber utama vitamin B6
meliputi sereal, sayuran (wortel,bayam,kacang polong), telur dan daging
(Ramadani, 2012).
d. Asam mefenamat diberikan secara premenstruasi mengurangi kelelahan, sakit
kepala, sakit dan nyeri, dan suasana hati membaik (Steiner, 2000).
e. Pemakaian NSAID seperti ibuprofen, naproxen, dan aspirin.
3.4. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi
yang dapat dilakukan antara lain:
a.
Air Putih
Selama
menstruasi rahim berkontraksi untuk meluruhkan lapisannya, yang keluar sebagai
darah haid. Hal tersebut membuat pengeluaran cairan lebih banyak dan
memungkinan terjadinya dehidrasi sel yang lebih besar, salah satunya pada
sel-sel endometrium. Cairan yang hilang dari tubuh terutama pada otot dapat
menyebabkan ketegangan sehingga mengganggu proses kontraksi otot rahim. Ketika
otot rahim berkontraksi, pembuluh darah yang melapisi rahim menjadi tertekan,
apabila pembuluh darah tersebut terlalu lama mengalami penekanan akan
mengakibatkan putusnya suplai darah serta oksigen ke dalam rahim. Tanpa oksigen
yang memadai, jaringan di dalam rahim melepaskan hormon prostaglandin secara
berlebihan yang memicu terjadinya rasa nyeri saat haid. Prostaglandin membuat
otot rahim berkontraksi lebih kuat dan rasa nyeri menjadi semakin berat. Jika
prostaglandin dilepaskan dalam jumlah yang berlebihan ke dalam darah, maka
selain mengalami dismenorhea, dapat juga terjadi beberapa gejala sistemik
antara lain seperti mual, muntah, diare, demam, nyeri kepala (Bobak et al., 2005; Harel, 2002).
Salah
satu cara untuk mengatasi dismenorhea adalah dengan perbanyak minum air putih
yaitu 2 gelas pagi hari setelah bangun tidur sebelum sarapan,
2 gelas 1,5 jam sebelum makan pagi, makan siang, dan makan malam, satu
gelas sebelum tidur
malam, gelas yang digunakan berukuran isi 250 cc (Muhammad, 2011;
Suban, 2017). Air putih dapat mengurangi nyeri menstruasi melalui
mekanisme pengenceran darah dan mencegah penggumpalan darah ketika beredar ke
seluruh tubuh serta sumber utama energi bagi tubuh karena mengandung tujuh
meneral alami yang sangat dibutuhkan oleh tubuh diantaranya fluorida, natrium,
kalium, magnesium, kalsium, zinc, dan silika, dimana ada beberapa dari tujuh
mineral tersebut yang berperan penting dalam menurunkan nyeri haid, yakni
magnesium dan kalsium. (Batmanghelidj, 2007; Taber, 2005). Magnesium berguna
untuk merelaksasikan otot dan dapat memberikan rasa rileks yang dapat
mengendalikan suasana hati yang murung. Selain itu magnesium juga berfungsi
untuk memperbesar pembuluh darah sehingga mencegah terjadinya ketegangan otot
dan dinding pembuluh darah. Oleh sebab itu megnesium berfungsi untuk mengurangi
rasa sakit saat mentruasi atau dismenorhea primer. Kalsium berfungsi sebagai
penghubung antar saraf, kerja jantung, dan pergerakan otot. Jika otot tidak
mempunyai cukup kalsium, maka otot tidak dapat mengendur dan megalami
ketegangan sehingga dapat mengakibatkan kram (Dean, 2013; Hill, 2002; Sinaga,
2011).
b.
Jahe Merah
Sebanyak 15 gram jahe merah
direbus dengan 400 ml air ditambahkan 2 sendok makan gula merah. Air rebusan
akhir sebanyak 200 ml diminum 1 kali sehari selama 6 hari yaitu 3 hari sebelum
menstruasi dan 3 hari pertama menstruasi. Nyeri haid merupakan hasil kontraksi
myometrium yang disebabkan oleh prostaglandin. Konsentrasi prostaglandin pada
wanita yang mengalami dismenorrhea sangat tinggi. Efek dari jahe untuk
menurunkan intensitas nyeri berkaitan dengan hambatan tromboksan dan
terdapatnya aktivitas prostaglandin (Speroff, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ozgoli (2009) menunujukkan bahwa jahe
sama efektifnya dengan asam mefenamat dan ibuprofen dalam menghilangkan rasa
nyeri saat haid. Penelitian yang dilakukan oleh Altman (2001)
menunjukkan bahwa salisilat dalam jahe segar dapat menghilangkan nyeri melalui
mekanisme antiinflamasi.
c.
Kompres Hangat dan Aromaterapi
Menggunakan kompres
hangat dan
aromaterapi dengan waktu 1 x
30 menit. Kompres hangat dapat menurunkan kontraksi otot perut yang
berlebihan sehingga rasa nyeri saat menstruasi akan berkurang. Sedangkan
aromaterapi memberikan efek menenangkan sehingga dapat (Sari, 2013). Molekul
volatil dari aromaterapi akan ditransmisikan ke otak kemudian ke sistem limbik.
Dimana akan merangsang hipotalamus untuk melepaskan hormon serotonin dan hormon
endorphin. Hormon serotonin dapat memperbaiki suasana hati sedangkan hormon
endorphin sebagai penghilang rasa sakit alami serta menghasilkan perasaan
tenang dan senang. Ketika seseorang menghirup aromaterapi selama 15-30 menit
maka dapat mengendurkan otot-otot yang tegang kemudian terjadilah vasodilatasi
hal ini menyebabkan terjadinya penurunan nyeri haid (Koensoemardiyah. A-Z.
2009; Mangoenprasodjo, 2005; Pustikawaty, 2016).
d.
Tumbuhan Herbal Lainnya
Berikut ini tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai terapi untuk Premenstrual
Syndrome:
Nama
Tumbuhan
|
Nama
Latin
|
Cara
Penggunaan
|
Daun sembung
|
Blumea balsamifera
|
5 lembar daun
yang telah dipanggang dan dihaluskan direbus dengan 2 gelas air sampai
tersisa separuhnya. Minum setelah dingin (Dalimartha, 1999).
|
Daun Suji
|
Dracaena
angustifolia
Roxb.
|
Cuci bersih 20 gr daun suji
segar lalu rebus dengan 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin,
saring, lalu minum sekaligus 1 gelas sehari. (Hariana,
2009).
|
Gandarusa
|
Justicia
gendarussa
|
Daun
dilumatkan, diperas dan diambil airnya, lalu diminum (Kumala, 2006).
|
Rimpang Kunyit
|
Curcuma
domestica
Val.
|
Rimpang dicuci, diparut,
diperas,
disaring tambahkan sedikit garam
lalu diminum (Winarto, 2004).
|
Daun Sirih
|
Piperaceae
|
Direbus,
disaring, diminum (Kumala, 2006)
|
Kasus PMS
Seorang Wanita X
usia 18 tahun datang ke apotek. Perempuan tersebut mengeluhkan rasa sakit yang
mengganggu pada bagian panggulnya. Selain itu, perempuan tersebut merasa lelah
dan lemas. Pasien mengaku bahwa ini adalah hari pertama pasien mengalami
menstruasi dan sudah mengonsumsi kiranti.
Pasien meminta obat untuk mengatasi rasa sakitnyanya, apakah obat yang
dapat diberikan oleh apoteker?
Penyelesaian:
WHO : Pasien
wanita X usia 18 tahun
WHAT :
Mengalami sakit yang mengganggu pada bagian panggulnya karena menstruasi
HOW : 1 hari
Action : -
Medication has ben taken: Mengonsumsi kiranti
Plan :
Pasien diberikan paracetamol 500 mg. Paracetamol adalah salah satu obat yang
masuk ke dalam golongan analgesik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun
demam). Pasien diberikan informasi untuk
meminum obat 1 tablet tiap 4-6 jam.
Pasien juga diberi peringatan akan
efek samping obatnya yaitu:
Ø Penurunan jumlah sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit.
Ø
Muncul ruam, terjadi
pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi.
Ø
Tekanan darah rendah
(hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi). Kerusakan pada hati dan
ginjal jika menggunakan obat ini secara
Ø Bisa menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau
lebih dari 10 gram, dalam 24 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Altman, R. D
and Marcussen K. C. 2001.
Effects of A
Ginger Extract on Knee Pain in Patients with Osteoarthritis. Journal of Arthritis Rheum.;44(11):2531-2538.
APS.
2014. Pain: Current Understanding of
Assessment, Management, and Treatments. Vancouver: National Pharmaceutical
Council.
Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi
Nyeri (Pain). Saintika Medika, Vol. 13,
No. 1.
Batmanghelidj, F. 2007. Air Untuk Menjaga Kesehatan dan Menyembuhkan Penyakit. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Baumann,
T. C. 2016. Pain Management. Tersedia online
di https://basicmedicalkey.com/pain-management-2/#ch44ref3 [diakses pada 30 September 2018]
Berman, A., Snyder, S.J., Kozier,
B., and Erb, G. 2009. Buku Ajar Praktik
keperawatan Klinis Kozier Erb. Jakarta: EGC.
Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D., &
Perry, S. E. 2005. Maternity nursing.
Fourth Edition. Mosby-Year Book, Inc.
Boru,
U. K. 2005. Prevalence and Characteristics of Migraine in Women of Reproductive
Age in Istanbul, Turkey: A Population Based Survey. Tohoku J. Exp. Med, 206(1) : 51-59.
BPOM. 2018. Asam mefenamat. Tersedia online di http://pionas.pom.go.id/monografi/asam-mefenamat [Diakses pada tanggal 9 Oktober 2018].
BPOM. 2018. Asam asetil salisilat.
Tersedia online di http://pionas.pom.go.id/monografi/asetosal-asam-asetilsalisilat [Diakses pada tanggal 9 Oktober 2018].
Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia
Jilid 1. Trubus Agriwidya. Jakarta: Anggota IKAPI. PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
Dean, C. and Douglas, J., 2013. Magnesium and the
Obstetric Anaesthetist. International journal of obstetric anesthesia, 22(1),
pp.52-63.
Depkes
RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-Empat. Jakarta : Depkes RI.
Depkes
RI. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta:
Depkes RI.
Dewi,
A. K. 2016. Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh antara Pemberian Kompres Air Hangat
dengan Tepid Sponge Bath pada Anak
Demam. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah,
1 (1): 63-71.
Green, et al. 2016. Management of Premenstrual Syndrome. Skotlandia:
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.
Harel. 2002. A Contemporary Approach to Dysmenorrhea
in Adolescents. Journal Pediatric Drugs,
4(12), 797-805.
Hariana, A. 2009. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 1.
Cet.8. Jakarta: Penebar Swadaya.
Henshaw, C. 2007. PMS:diagnosis,
Etiology, Assessment and Management. Advances
in Psychiatric Treatment, Vol.13, 139-146
Hill, M.C., Graw. 2002. Nutrition almanac. Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Kayman, H. 2003. Management of
Fever: making evidence-based decisions. Clin
Pediatr. (42); 383.
Kayman,
H. 2003. Management of Fever: Making Evidence-Based Decisions. Clin Pediatr, (42): 383.
Koensoemardiyah. A-Z. 2009. Aromaterapi untuk Kesehatan, Kebugaran, dan
Kecantikan. Yogyakarta: Lily Publisher.
Kumalasari, L. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional
dengan Pertimbangan manfaat dan Keamanannya. Majlah Ilmu Kefarmasian. Vol. III,
No.1, April 2006, 01 – 07 Winarto WP.
2004. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Lestari,
N. 2013. Pengaruh Dismenorea Pada Remaja. Seminar
Nasional FMIPA UNDIKSHA III, 323-329.
Mangoenprasodjo Setiono. 2005. Terapi Alternatif & Gaya Hidup Sehat.
Yogyakarta: Pradipta.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Mayo clinic. 2018. Fever treatment: quick guide to trating a
fever. Tersedia online di
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/fever/in-depth/fever/art-20050997
[diakses pada tanggal 9 Desember 2018].
Mayo Clinic. 2018. Prementrual
Syndrome. Tersedia online di : https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/premenstrual-syndrome/diagnosis-treatment/drc-20376787 [Diakses pada tanggal 9 Oktober 2018].
Muhammad,
A. 2011. Kedahsyatan air putih untuk ragam terapi kesehatan.
Yogyakarta: Penerbit DIVA Press.
Ozgoli
G, Goli M, Moattar F. 2009. Comparison of Effects of Ginger,
Mefenamic Acid, and Ibuprofen on Pain in Women with Primary Dysmenorrhea. Journal Altern
Complement Med.;15(2):129-132.
PioNas.
2018. Ibuprofen. Avaiable online at http://pionas.pom.go.id/monografi/ibuprofen. [diakses tanggal 26
September 2018]
PioNas.
2018. Paracetamol. Avaiable online at http://pionas.pom.go.id/monografi/parasetamol-asetaminofen. [diakses tanggal 26
September 2018]
Plipat, N., Hakim, S., Ahrens,
W.R. 2002. The febrile child. Dalam: Strange GR, Ahrens WR, Lelyveld S,
Schafermeger RW, penyunting. Pediatric
emergency medicine. Edisi ke-2. New York:McGraw-Hill. 315-24.
Puspitasari,
Dian, E., & Agus, W. (2018). Klasifikasi Penyakit Gigi Dan Mulut Menggunakan
Metode Support Vector Machine. Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2(2) : 802-810.
Pustikawaty, R., 2016. Pengaruh Aromaterapi Lavender
Terhadap Skala Nyeri Haid Siswi Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sungai
Ambawang Kabupaten Kubu Raya. ProNers, 3(1).
Sinaga, S., 2011. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu
dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning. (Skripsi). Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth. 8th Ed. Jakarta: EGC.
Speroff
L, Fritz MA. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. New York, United States of America:
Lippincott Williams & Wilkins.
Steiner, Meir. 2000. Premenstrual
Syndrome and Premenstrual Dysphoric Disorder: Guidelines for Management. Journal of Psychiatry and Neuroscience. 25(5).
Suban,
P.A., Perwiraningtyas, P. and Susmini, S., 2017. Pengaruh Terapi Air Putih
Terhadap Penurunan Dismenorhea Primer pada Remaja Putri di Kos Bambu Kelurahan
Tlogomas Kota Malang. Nursing News: Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Keperawatan, 2(3).
Sumardiyono.,
N. W. 2017. Kejadian Myalgia Pada Lansia Pasien Rawat Jalan. Jurnal Riset Sains dan Teknologi, 1(2) :
59-63.
Taber,
B. 2005. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Alih bahasa: dr. Teddy
Supriyadi dan dr. Johanes Gunawan. Jakarta: EGC.
Victor, N., Vinci, R.J., Lovejoy,
F.H. 1994. Fever in children. Pediatr Rev.
(15); 127-34.
Wardiyah,
dkk. 2016. Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Anak yang Mengalami Demam di Ruang Alamanda RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan
Holistik, 10 (1): 36-44.
Yudiyanta,
Novita, K., dan Ratih, W. 2015. Assessment Nyeri. CDK-226, 42(3) : 214-234.
0 komentar:
Posting Komentar