Minggu, 09 Juni 2019

MAKALAH Swamedikasi (Nyeri, Demam, Dan Premenstrual Syndrome)



MAKALAH
SWAMEDIKASI
(Nyeri, Demam, Dan Premenstrual Syndrome)
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pelayanan Kefarmasian
pada Program Studi Profesi Apoteker 



UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
2018


SWAMEDIKASI
(Nyeri, Demam, Dan Premenstrual Syndrome)
1.      Nyeri
Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi, dan kejang otot. Nyeri juga dapat dikatakan sebagai pengalaman sensorik serta emosional yang tidak menyenangkan karena kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial (Depkes RI, 2006; Bahrudin, 2017).
Penyebab timbulnya rasa nyeri adalah adanya rangsangan pada ujung syaraf akibat kerusakan jaringan tubuh yang terjadi karena (Depkes RI, 2006):
-          Trauma, misalnya akibat benda tajam, benda tumpul, bahan kimia, dan lain-lain
-          Proses infeksi atau peradangan

1.1.Patofisiogi Nyeri
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K+ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamine yang akan merangasang nociceptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia) (Bahrudin, 2018).
Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K+ ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosiseptor. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain. Peransang nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri (Bahrudin, 2018).


Gambar 1. Mekanisme Nyeri

1.2.Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri terbagi ke dalam 2 kategori yaitu nyeri akut dan kronis. Namun, karena sifat nyeri yang multidimensional maka nyeri dapat juga diagi ke dalam 3 kategori yaitu nyeri akut, nyeri kronis non-kanker, serta nyeri pada penyakit kanker.
a.       Nyeri akut
Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai pengalaman emosional, kognitif dan sensorik tidak menyenangkan akibat adanya trauma jaringan. Penyebab nyeri akut yang paling sering yaitu trauma, oprasi, persalinan, penatalaksanaan medis dan penyakit akut. Nyeri akut dapat berfungsi sebagai proses fisiologis atau peringatan adanya potensi untuk terjadi cedera jaringan yang lebih parah. Nyeri ini memiliki durasi kurang dari 3 bulan (APS, 2014).
b.      Nyeri kronis non-kanker
Nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri persisten yang dapat mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari, terjadi selama 3-6 bulan atau bahkan lebih. Nyeri kronis dapat disebabkan trauma, oprasi, kondisi malignan, dan berbagai kondisi penyait kronis seperti arthritis, neurophaty, fibromyalgia. Nyeri kronis dipengaruhi faktor patogenik, fisiologis dan linkungan yang  dapat memperparah kondisi nyeri dan menyebabkan sulitnya melakukan aktivitas dan menurunkan produktivitas (APS, 2014).
Berikut merupakan perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronis :


c.       Nyeri pada penyakit kanker
Nyeri pada penyakit kanker biasa disebut sebagai nyeri malignan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh penyakit itu sendiri seperti invasi tumor pada jaringan, pembuluh darah atau saraf yang terkompresi atau terinfiltrasi, kerusakan organ, infeksi serta inflamasi, penyebab lainnya termasuk prosedur diagnostik atau pengobatan seperti biopsi, nyeri paska operasi, toksisitas kemoterapi dan pengobatan radiasi. Nyeri pada kanker dipisahkan dari kategori nyeri akut atau kronis karena kesulitan dalam mengklasifikasifikasikan nyeri pada kanker berdasarkan durasi patologinya, lalu sifat nyeri pada kanker berbeda dengan yang non-kanker terutama dari segi patologi, waktu dan strategi pengobatan (APS, 2014).

1.3.Gejala
Secara umum nyeri dapat dideskripsikan sebagai perasaan tertusuk, tumpul, shock, intensitasny berfluktuasi dan lokasinya bervariasi tergantung rangsangan itu berasal (Baumann, 2016).
Pada nyeri kepala, gejala yang dapat muncul seperti kepala berat, pegal, rasa kencang pada daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala (Boru, 2005). Pada dismenor, gejala yang muncul dapat nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah (Lestari, 2013).
Sementara pada myalgia memiliki gejala otot terasa sakit, berat, kaku atau rasa kram (Sumardiyono, 2017). Pada nyeri gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti infeksi, inflamasi atau adanya rangsangan tertentu pada gigi yang sensitif sehingga gejalanya pun beragam seperti pembengkakan pada gusi, lidah atau nyeri pada sekitar area mulut hingga dapat menimbulkan demam (Puspitasari, Dian, & Agus, 2018).

1.4.Algoritma
Dalam penatalaksanaan nyeri, pertama kali dinilai tingkat nyeri yang dialami pasien. Penilaian dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah Numeric Rating Scale (NRS). Penilaian ini berdasarkan skala angka, dianggap sederhana dan mudah dimengerti,sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis (Yudiyanta, Novita, & Ratih, 2015) Berikut merupakan skala yang digunakan dalam NRS:


Gambar 2. Numeric Rating Scale

Setelah didapatkan skala nyeri, kemudian dapat dilakukan penatalaksanaan nyeri akut berdasarkan algoritma berikut :

Gambar 3. Algoritma Nyeri (Baumann, 2016)

1.5.Obat yang Digunakan
a.      Ibuprofen
1)      Kegunaan obat
Menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.
2)      Hal yang harus diperhatikan
-          Gunakan obat dengan dosis tepat
-          Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal jantung, asma dan bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter atau Apoteker
-          Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi, metotreksat, urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan vitamin C atau minta petunjuk dokter.
-          Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna.
3)      Kontra Indikasi
Obat tidak boleh digunakan pada:
-          Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif 
-          Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen
-          Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada hidung)
-          Kehamilan tiga bulan terakhir
4)      Efek Samping
-          Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi (sembelit/susah buang air besar), nyeri lambung sampai pendarahan.
-          Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia
-          Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan 
-          Gangguan fungsi hati
-          Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi
-          Anemia kekurangan zat besi
5)      Bentuk sediaan
-          Tablet 200 mg
-          Tablet 400 mg
6)      Aturan pemakaian
-          Dewasa: 1 tablet 200 mg, 2 – 4 kali sehari. Diminum setelah   makan
-          Anak:
         1 – 2   tahun : ¼ tablet 200 mg,3 – 4 kali sehari                      
         3 – 7   tahun : ½ tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari                      
         8 – 12 tahun : 1 tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari  
tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7 kg.
                        (Depkes RI, 2006).

b.      Asetosal (Aspirin)
1)      Kegunaan obat 
Mengurangi rasa sakit, menurunkan demam, antiradang
2)      Hal yang harus diperhatikan
-          Aturan pemakaian harus tepat, diminum setelah makan atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan lambung.
-          Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu menyusui dan dehidrasi 
-          Jangan diminum bersama dengan minuman beralkohol karena dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung.
-          Konsultasikan ke Dokter atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat hipoglikemik, metotreksat, urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen, penisilin dan vitamin C.
3)      Kontra Indikasi
Tidak boleh digunakan pada: 
-          Penderita alergi termasuk asma
-          Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan di bawah kulit 
-          Penderita hemofilia dan trombositopenia
4)      Efek samping
-          Nyeri lambung, mual, muntah
-          Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung
5)      Bentuk Sediaan
-          Tablet 100 mg
-          Tablet 500 mg
6)      Aturan pemakaian 
Dewasa :  500 mg setiap 4 jam (maksimal selama 4 hari)
Anak     : 
         2 – 3   tahun   : ½ - 1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam   
         4 – 5   tahun   : 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam  
         6 – 8   tahun   : ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam   
         9 – 11 tahun   : ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam   
         > 11 tahun      : 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam                 
(Depkes RI, 2006).

c.       Parasetamol 
1)      Kegunaan obat 
Menurunkan demam, mengurangi rasa sakit
2)      Hal yang harus diperhatikan 
-          Dosis harus tepat, tidak berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal.
-          Sebaiknya diminum setelah makan
-          Hindari penggunaan campuran obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis.
-          Hindari penggunaan bersama dengan alkohol karena  meningkatkan risiko gangguan fungsi hati.
-          Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal.
3)      Kontra Indikasi 
Obat demam tidak boleh digunakan pada :
-          penderita gangguan fungsi hati
-          penderita yang alergi terhadap obat ini
-          pecandu alkohol
4)      Bentuk sediaan
-          Tablet 100 mg
-          Tablet 500 mg
-          Sirup 120 mg/5ml
5)      Aturan pemakaian 
-          Dewasa  : 1 tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam) 
-          Anak    : 
         0 - 1 tahun   : ½ - 1 sendok teh sirup, 3 - 4 kali sehari (setiap 4 - 6 jam)
         1 - 5 tahun    : 1 - 1 ½ sendok teh sirup, 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
         6 - 12 tahun  : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
(Depkes RI, 2006).
d.      Asam Mefenamat
1)      Indikasi          
Nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri otot, dan nyeri pasca operasi.

2)      Peringatan      
Risiko kardiovaskular; AINS dapat meningkatkan risiko kejadian trombotik kardiovaskuler serius, infark miokard, dan stroke, yang dapat fatal. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko untuk penyakit kardiovaskuler berada dalam risiko yang lebih tinggi. Gunakan dengan hati-hati pada pasien lansia, pengobatan jangka lama lakukan tes darah.
3)      Kontraindikasi: 
Pengobatan nyeri peri operatif pada operasi CABG, peradangan usus besar.
4)      Efek Samping: 
Gangguan sistem darah dan limpatik berupa agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitika autoimun, hipoplasia sumsum tulang, penurunan hematokrit, eosinofilia, leukopenia, pansitopenia, dan purpura trombositopenia.
5)      Dosis: 
500 mg 3 kali sehari sebaiknya setelah makan; selama tidak lebih dari 7 hari.
e.       Metampiron
1)      Indikasi
Mengatasi rasa nyeri ringan sampai dengan berat, demam dan peradangan yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit seperti sakit kepala, pinggang, nyeri paska operasi, pengapuran, batu ginjal, asam urat, dan lain-lain.
2)      Peringatan
-          Jangan menggunakan obat ini tanpa anjuran dokter atau apoteker.
-          Minumlah obat dalam keadaan perut terisi makanan atau setelah makan untuk menghindari efek pendarahan pada sistem pencernaan.
-          Jangan digunakan bersamaan dengan obat antikoagulan dan kortikosteroid karena dapat meningkatkan risiko efek samping.
-          Jika mengalami efek samping antalgin yang parah dan berkepanjangan hentikan penggunaan dan segera hubungi dokter atau apoteker.
3)      Kontraindikasi: 
-          Ibu hamil dan menyusui, terutama pada periode kehamilan trimester pertama dan 6 minggu terakhir.
-          Penderita dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg, karena obat dapat menurunkan tekanan darah.
-          Bayi usia < 3 bulan atau dengan BB < 5 kg.
-          Pasien yang sedang mengalami agranulositosis, yaitu keadaan yang ditandai dengan berkurangnya jumlah granulosit.
-          Penderita dengan kelainan darah atau pendarahan.
-          Pasien glukoma sudut sempit.
-          Memiliki riwayat alergi terhadap antalgin atau komponen-komponen obat di dalamnya, serta obat-obat lain dalam golongan yang sama.
4)      Efek Samping: 
Agranulositosis , Leukopenia, Reaksi alergi yang biasanya ditanda dengan munculnya rasa gatal pada kulit, kemerahan, bengkak pada lidah dan kulit dan kesulitan bernapas,  mual, muntah, nyeri perut, diare, konstipasi dan kehilangan nafsu makan, pendarahan dan perforasi pada sistem pencernaan, gangguan berkemih yang menyebabkan sulit buang air kecil (anuria), dan gangguan kardiovaskuler yang dapat menyebabkan nyeri dada, lemah, nafas pendek, gangguan bicara, gangguan penglihatan atau keseimbangan.

5)      Aturan Penggunaan
-          Dewasa  :  Jika sakit 1 tablet, 3-4 x 1 tablet sehari atau 1 tablet setiap 6-8 jam sehari.  Maksimal 1 hari 4 tablet (2 g/hari)
-          Anak 6– 12 tahun          : Jika sakit 1/2 – 1 tablet, 3 x 1/2 – 1 tablet sehari. Maksimal 1 hari 4 tablet  (2 g/hari)
-          Anak 1 – 6 tahun           : Jika sakit 1/4 – 1/2 tablet, 3 x 1/2 – 1/4 tablet sehari. Maksimal 1 hari 2 tablet (1 g/hari).
f.        Natrium Diklofenak
1)      Indikasi
Nyeri Sendi
2)      Peringatan
AINS dapat meningkatkan risiko kejadian trombotik kardiovaskuler serius, infark miokard, dan stroke, yang dapat fatal. Kejadian ini meningkat dengan lama penggunaan. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko penyakit kardiovaskuler mempunyai risiko lebih besar. AINS dapat meningkatkan ririko kejadian efek samping gastrointestinal serius seperti pendarahan lambung, ulserasi, dan perforasi usus dan lambung, yang dapat fatal.
3)      Kontraindikasi: 
-          Hipersensitivitas pada diklofenak atau zat pengisi lain, ulkus, pendarahan, atau perforasi usus atau lambung, trimester terakhir kehamilan, gangguan fungsi hepar, ginjal, jantung.
-          Kontraindikasi pada penggunaan secara intravena antara lain penggunaan bersama dengan AINS atau antikoagulan (termasuk heparin dosis rendah), riwayat hemorragic diathesis, riwayat perdarahan serebrovaskular yang sudah maupun belum dipastikan, pembedahan yang berisiko tinggi menyebabkan pendarahan, riwayat asma, hipovolemi, dehidrasi. Diklofenak kontraindikasi untuk pengobatan nyeri peri-operatif pada operasi CABG (coronary artery bypass graft).
4)      Efek Samping: 
Radang lambung, tukak lambung, nyeri perut, mual, pusing, konstipasi, nyeri dada, peningkatan risiko terkena serangan jantung dan stroke. Efek samping ini lebih cenderung terjadi pada penggunaan obat secara oral (diminum), namun dalam bentuk gel juga bisa terjadi.
5)      Aturan Penggunaan
-          Untuk mengobati osteoarthritis, dosis diclofenac adalah 50 mg 2 sampai 3 kali sehari atau 75 mg secara oral dua kali sehari. Dosis lebih besar dari 150 mg/hari tidak dianjurkan untuk osteoarthritis. Untuk dosis diclofenac 100 mg, Anda bisa minum sekali sehari.
-          Untuk mengobati ankylosing spondylitis, dosis diclofenac adalah 25 mg secara oral 4 kali sehari. Tambahan dosis 25 mg dapat diberikan pada waktu tidur, jika perlu.
-          Untuk meringankan nyeri had, dosis diklofenak adalah 50 mg secara oral 3 kali sehari. Pada beberapa pasien, dosis awal 100 mg kalium diclofenac, diikuti oleh dosis 50 mg, akan memberikan bantuan yang lebih baik. Setelah hari pertama, dosis harian tidak boleh melebihi 150 mg.
-          Untuk meringankan nyeri akut ringan sampai sedang, dosis diclofenac adalah 50 mg secara oral 3 kali sehari. Pada beberapa pasien, dosis awal 100 mg kalium diklofenac, diikuti oleh dosis 50 mg, akan memberikan bantuan yang lebih baik. Setelah hari pertama, dosis harian tidak boleh melebihi 150 mg.
-          Untuk mengatasi rheumatoid arthritis, dosis diclofenac adalah 50 mg secara oral 3 sampai 4 kali sehari atau 75 mg secara oral dua kali sehari. Untuk dosis diclofenac 100 mg, Anda bisa minum sekali sehari. Dosis lebih dari 225 mg/hari tidak dianjurkan untuk rheumatoid arthritis.
g.      Piroksikam
1)      Indikasi
Terapi simtomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut dan gout akut.
2)      Peringatan
menghambat biosintesis prostaglandin, dapat mengakibatkan kerusakan hati, meningkatkan SGPT/SGOT hingga jaundice, pasien dengan gangguan pencernaan, jantung, hipertensi dan keadaan predisposisi retensi air, ginjal dan hati, keamanan penggunaan pada anak-anak belum diketahui dengan pasti, pasien yang mengalami gangguan penglihatan selama menggunakan piroksikam dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mata, kehamilan
3)      Kontraindikasi: 
riwayat tukak lambung atau pendarahan lambung, pasien yang mengalami bronkospasme, polip hidung dan angioedema atau urtikaria apabila diberikan asetosal atau obat-obatan AINS yang lain.
4)      Efek Samping: 
gangguan gastrointestinal seperti stomatitis, anoreksia, epigastric distress, mual, konstipasi, rasa tidak nyaman pada abdomen, kembung, diare, nyeri abdomen, perdarahan lambung, perforasi dan tukak lambung, edema, pusing, sakit kepala, ruam kulit, pruritus, somnolence, penurunan hemoglobin dan hematokrit.
5)      Cara Penggunaan
Rematoid artritis, osteoartritis dan ankilosing spondilitis: Dosis awal 20 mg sebagai dosis tunggal. Dosis pemeliharaan pada umumnya 20 mg sehari atau jika diperlukan dapat diberikan 10 mg - 30 mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis lebih dari 20 mg sehari meningkatkan efek samping gastrointestinal. Gout akut, mula-mula 40 mg sehari sebagai dosis tunggal, diikuti 4-6 hari berikutnya 40 mg sehari dosis tunggal atau terbagi. Gangguan muskuloskeletal akut, awal 40 mg sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi selama 2 hari, selanjutnya 20 mg sehari selama 7-14 hari.

1.6.Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan antara lain (Smeltzer dan Bare, 2002):
a.       Stimulasi dan Masase Kutaneus
Masase adalah Stimulasi kutaneus tubuh secara umum sering dipusatkan pada punggung dan bahu,. Massase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien merasa lebih nyaman  karena menyebabkan relaksasi otot.
b.      Terapi es dan Panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan
c.       TENS (Transcutaneus Electric Nerve Stimulation)
TENS menggunakan unit yang dijalankan dengan baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, mendengung pada area nyeri. TENS dapat digunakan untuk nyeri kronik maupun akut.
d.      Distraksi
Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap tehnik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Cara-cara yang dapat digunakan pada teknik distraksi antara lain:
-          penglihatan: membaca, melihat pemendangan dan gambar, menonton TV
-          pendengaran: mendengarkan musik, suara burung, gemercik air,
-          taktil kinestik: memegang orang tercinta, binatang peliharaan atau mainan, pernafasan yang berirama.
-          projek: permainan yang menarik, puzzle, kartu, menulis cerita, mengisi teka-teki silang.
e.       Terapi Musik
Manfaat Musik Classic yaitu sebagai audioanalgesic atau penenang, focus perhatian dan atau mengatur latihan, meningkatkan hubungan terapis- klien, memperkuat proses belajar, mengatur kegembiraan dan interaksi personal yang positif, sebagai penguat untuk kesehatan dalam hal ketrampilan fisiologis, emosi, dan gaya hidup, mereduksi stress pada pikiran – kesatan tubuh.
f.        Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri, hampir semua nyeri kronik mendapatkan relaksasi. Relaksasi memberikan efek positif untuk klien yang mengalami nyeri, yaitu:
-          Memperbaiki kualitas tidur
-          Memperbaiki kemampuan memecahkan masalah
-          Mengurangi keletihan/fatigue
-          Meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri dalam mengatasi nyeri
-          Mengurangi efek kerusakan fisiologi dari stress yang berlanjut atau berulang karena nyeri
-          Pengalihan rasa nyeri/distraksi
-          Meningkatkan keefektifan teknik-teknik pengurangan nyeri yang lain
-          Memperbaiki kemampuan mentoleransi nyeri
-          Menurunkan distress atau ketakutan selama antisi pasi terhadap nyeri
g.      Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu, contoh : imajinasi terbimbing menggabungkan nafas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan
h.      Hipnosis
Hipnosis adalah suatu tehnik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri yang dicapai melalui gagasan- gagasan yang disampaikan oleh penghipnosis. Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.

KASUS NYERI
            Seorang pria 52 tahun menanyakan rekomendasi untuk obat sakit kepala. Bapak tersebut menggambarkan mengalami sakit di sekitar kepalanya terasa seperti tercengkram. Dia mengalami nyeri sakit kepala yang sama kira-kira selama 2 hari terakhir, yang ia kaitkan dengan stres karena memulai pekerjaan baru dan perjalanan panjang. Bapak tersebut tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan dan sedang mengonsumsi lisinopril/hydrochlorothiazide 20 mg/25 mg setiap hari untuk hipertensi dan simvastatin 40 mg setiap hari untuk hiperkolesterolemia sejak 2 tahun yang lalu, namun belum mengonsumsi obat apapun untuk menangani rasa sakit kepalanya. Dan berdasarkan penuturan pasien, pengukuran tekanan darahnya terkontrol baik. Berdasarkan jenis sakit kepala yang mungkin dialami Bapak tersebut, Apa obat analgesik yang tepat untuk mengurangi rasa sakitnya?
Penyelesaian:
-          Subjec t: Mengeluh sakit kepala terasa seperti tercengkram.
                            Tekanan darah terkontrol baik
-          Object :  -
-          Assessment:
Ø  Pria berusia 52 tahun mengalami sakit kepala selama 2 hari akibat stress.
Ø  Memiliki riwayat hipertensi dan hiperkolesterolemia
Ø  Riwayat pengobatan:
Ø  lisinopril/hydrochlorothiazide 20 mg/25 mg tiap hari untuk hipertensi
Ø  simvastatin 40 mg setiap hari untuk hiperkolesterolemia
Ø  Belum mengonsumsi obat apapun untuk mengatasi sakit kepalanya
-          Plan :
Ø  Terapi Farmakologis: Paracetamol 500 mg  (4-6 jam sekali) dikonsumsi saat sakit kepala menyerang dan maksimal dikonsumsi 8 kali dalam 1 hari.
Ø  Alasan pemilihan terapi: Menurut American Heart Association, pasien yang berisiko tinggi untuk penyakit kardiovaskular harus menghindari NSAID.
Ø  Terapi Non-farmakologis: Mengurangi rasa stress pasien.

2.      Demam
Demam bukanlah sebuah penyakit, melainkan gejala yang seringkali menyertai penyakit yang dapat sembuh sendiri tanpa memerlukan pengobatan, seperti misalnya flu atau pilek. Maka dari itu, demam akan menghilang dengan sendirinya saat penyakit yang mendasarinya sembuh. Tapi untuk mengobati demam yang lebih parah, beberapa obat-obatan penurun panas bisa dibeli secara bebas di apotek. Baca aturan pakai dan ikuti dosis yang dianjurkan.

21.1 Patofisiologi
            Suhu tubuh secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit, walaupun terpapar suhu lingkungan yang bervariasi. Suhu tubuh secara normal berfluktuasi sepanjang hari, 0,5⁰C dibawah normal pada pagi hari dan 0,5⁰C diatas normal pada malam hari. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Produksi panas tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 37⁰C, setelah informasi tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point (Kayman, 2003).
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (IL-1, TNFα, IL-6 dan interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu tubuh normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9⁰C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37⁰C terlalu dingin dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Plipat, et al., 2002).
Peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan eksogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen dan yang poten di antaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan INF (interferon). Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem syaraf pusat pada tingkat Organum Vasculosum Laminae Terminalis (OVLT) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respons terhadap sitokin tersebut, maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Plipat, et al., 2002).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam dari jalur prostaglandin, demam melalui aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Victor, et al., 1994).
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokontriksi kulit juga berlangsung dengan cepat untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi (Victor, et al., 1994).

2.2 Gejala
Gejala yang menyertai demam tergantung kepada penyebab demam itu sendiri. Berikut ini adalah contoh gejala yang bisa menyertai demam:


·            Sakit kepala
·            Berkeringat dingin
·            Menggigil
·            Dehidrasi
·            Batuk-batuk
·            Sakit tenggorokan
·            Sakit pada telinga
·            Diare dan muntah-muntah
·            Sakit otot
·            Kehilangan selera makan
·            Merasa kelelahan


Pemeriksaan suhu tubuh yang paling tepat adalah menggunakan termometer. Jangan mengandalkan rabaan tangan untuk memastikan demam atau tidak. Demam belum tentu menjadi kondisi yang serius, namun Anda perlu waspada apabila suhu tubuh anda di atas 38 derajat celcius dan Anda mengalami satu atau lebih gejala di bawah ini:

·         Leher terasa kaku dan mata menjadi sangat sensitif terhadap cahaya

·         Muntah-muntah secara terus-menerus

·         Muncul bercak-bercak kemerahan pada kulit

·         Sesak napas

·         Terus-menerus merasa mengantuk

·         Apabila Anda/anak Anda merasa kesakitan



2.3 Penatalaksanaan Demam 







(Mayo Clinic, 2018).

2.4 Obat Yang Dapat Digunakan

Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam yaitu:

a.      Parasetamol/Asetaminofen

1)      Indikasi

Menurunkan demam (antipiretik), mengurangi rasa sakit (analgesik)

2)      KontraIndikasi

Obat demam tidak boleh digunakan pada:

·         Penderita gangguan fungsi hati

·         Penderita yang alergi terhadap obat ini

·         Pecandu alkohol

3)      Hal yang harus diperhatikan:

·         Dosis harus tepat, tidak berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal.

·         Sebaiknya diminum setelah makan

·         Hindari penggunaan campuran obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis.

·         Hindari penggunaan bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko gangguan fungsi hati.

·         Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal.

4)      Efek Samping

Pusing, gangguan ginjal, gangguan hati reaksi alergi berupa bintik bintik dan gangguan darah (PioNas, 2018).

5)      Bentuk Sediaan

·         Tablet 100 mg

·         Tablet 500 mg

·         Sirup 120 mg/5ml

6)      Aturan pemakaian

·         Dewasa: 1 tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam)

Dosis Maksimum: 4000mg / hari

·         Anak:

0-1 tahun : 1⁄2-1sendok the sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)

1-5 tahun  : 1 – 1 1⁄2 sendok teh sirup, 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)

6-12 tahun : 1⁄2 - 1 tablet (250-500 mg), 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)

(Depkes RI, 2006).

7)      Interaksi Obat

Penggunaan obat ini dengan obat-obat yang terlampir di bawah umumnya tidak direkomendasikan, namun mungkin dibutuhkan pada beberapa kasus. Apabila kedua obat diresepkan bersamaan, dokter Anda mungkin akan mengganti dosisnya atau seberapa sering penggunaan obat satu atau lainnya.

·         Imatinib

·         Isoniazid

·         Pixantrone

Penggunaan obat ini dengan obat-obatan yang terlampir di bawah dapat menyebabkan peningkatan risiko dari beberapa efek samping tertentu, namun penggunaan kedua obat mungkin dapat menjadi pengobatan terbaik untuk Anda. Apabila kedua obat-obatan diresepkan bersama, dokter Anda mungkin akan mengganti dosisnya atau seberapa sering penggunaan obat satu dan yang lainnya.

·         Acenocoumarol

·         Carbamazepine

·         Fosphenytoin

·         Lixisenatide

·         Phenytoin

·         Warfarin

·         Zidovudine

(PioNas, 2018).

8)      Penyimpanan

Suhu kamar, kering dan tidak panas atau lembab (Depkes RI, 1995). 


b.      Asetosal (Aspirin)

1)      Indikasi

Mengurangi rasa sakit, menurunkan demam, antiradang

2)      Kontraindikasi

Tidak boleh digunakan pada:

-          Penderita alergi termasuk asma

-          Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan di bawah kulit

-          Penderita hemofilia dan trombositopenia

3)      Hal yang harus diperhatikan:

-          Aturan pemakaian harus tepat, diminum setelah makan atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan lambung.

-          Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu menyusui dan dehidrasi

-          Jangan diminum bersama dengan minuman beralkohol karena dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung.

-          Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat hipoglikemik, metotreksat, urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen, penisilin dan vitamin C.

4)      Efek samping

-          Nyeri lambung, mual, muntah

-          Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung

5)      Bentuk Sediaan

-          Tablet 100 mg

-          Tablet 500 mg

6)      Aturan pemakaian

-          Dewasa: 500 mg setiap 4 jam (maksimal selama 4 hari)

Dosis Maksimum: 8 gram / hari

-          Anak:

         2–3 tahun: 1⁄2-11⁄2 tablet 100mg, setiap 4 jam

         4–5 tahun: 11⁄2-2 tablet 100mg, setiap 4 jam

         6–8 tahun: 1⁄2-3⁄4 tablet 500mg, setiap 4 jam

         9–11tahun:  3⁄4-1 tablet 500mg, setiap 4 jam

         > 11 tahun: 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam

7)      Interaksi Obat

Penggunaan obat ini dengan obat AINS lainnya dan berbarengan dengan alkohol dapat mengakibatkan pendarahan pada saluran cerna (Depkes RI, 2006).

8)      Penyimpanan:

Suhu kamar, kering dan tidak panas atau lembab (Depkes RI, 1995).



c.       Ibuprofen

1)      Indikasi

Obat menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.

2)      Kontra Indikasi

Obat tidak boleh digunakan pada:

-          Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif

-          Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen

-          Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada hidung)

-          Kehamilan tiga bulan terakhir

3)      Hal yang harus diperhatikan:

-          Gunakan obat dengan dosis tepat

-          Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal jantung, asma dan bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter atau Apoteker

-          Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi, metotreksat, urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan vitamin C atau minta petunjuk dokter.

-          Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna.

4)      Efek Samping

-          Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi (sembelit/susah buang air besar), nyeri lambung sampai pendarahan.

-          Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia

-          Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan

-          Gangguan fungsi hati

-          Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi

-          Anemia kekurangan zat besi

5)      Bentuk sediaan:

-          Tablet 200 mg

-          Tablet 400 mg

6)      Aturan pemakaian

         Dewasa: 1 tablet 200 mg, 2 – 4 kali sehari. Diminum setelah makan.

Dosis Maksimum: 1,2 - 2,4 gram/ hari

         Anak:

-          1–2 tahun: 1⁄4 tablet 200 mg, 3–4 kali sehari

-          3–7 tahun: 1⁄2 tablet 500 mg, 3–4 kali sehari

-          8 – 12 tahun: 1 tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7 kg.

7)      Interaksi Obat

      Penggunaan obat ini dengan obat AINS lainnya dan berbarengan dengan alkohol dapat mengakibatkan pendarahan pada saluran cerna (Depkes RI, 2006).

8)      Penyimpanan

      Suhu kamar, kering dan tidak panas atau lembab (Depkes RI, 1995).



2.1  Terapi Non-Farmakologi

Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan antara lain:

a.      Pasien Ditempatkan dalam Ruangan Bersuhu Normal

Suhu lingkungan yang normal akan memicu suhu tubuh untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya sehingga suhu tubuh dapat terkontrol menuju suhu optimum (Kayman, 2003).

b.      Istirahat yang Cukup

Istirahat yang cukup diperlukan untuk mengembalikan kondisi tubuh kembali seimbang dan optimum, dengan cara memberikan sel dan organ tubuh memiliki waktu istirahat dan pemulihan yang cukup (Kayman, 2003).

c.       Memperbanyak Asupan Cairan

Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi karena kebutuhan air dalam tubuh pasien meningkat (Kayman, 2003).

d.       Mengenakan Pakaian Hangat Secukupnya

Tidak memberikan pasien pakaian panas atau tebal yang berlebihan pada saat menggigil. Mengenakan satu lapis pakaian dan satu lapis selimut saja sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada pasien (Kayman, 2003).

e.        Mandi dengan Air Hangat

Mandi dengan air hangat diperlukan untuk menghindari keadaan menggigil dan peningkatan suhu tubuh bila dibandingkan dengan mandi dengan air biasa atau air dingin (Kayman, 2003).

f.         Memberikan Kompres Hangat

Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh. Pemberian kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Hindari pemberian kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti tubuh pasien (Kayman, 2003).

Beberapa tindakan kompres yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anatara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering menggunakan buli-buli hangat, kompres dingin basah dengan larutan obat anti septik, kompres dingin basah dengan air biasa, dan kompres dingin kering dengan kirbat es (eskap) (Kayman, 2003).

Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi. Dengan kompres air hangat menyebabkan suhu tubuh di luar akan hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur tubuh. Dengan adanya suhu luar yang hangat, maka pembuluh darah tepi di kulit akan melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas dalam bentuk uap atau keringat sehingga akan terjadi penurunan suhu tubuh. Pemberian kompres air hangat ini dilakukan di tempat tempat tertentu di bagian tubuh, misalnya pada bagian aksila dan dahi (Dewi, 2016).

g.       Tepid Sponge Bath

Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka. Pemberian tepid sponge bath memungkinkan aliran udara lembab membantu pelepasan panas tubuh dengan cara konveksi. Suhu tubuh lebih hangat daripada suhu udara atau suhu air memungkinkan panas akan pindah ke molekul molekul udara melalui kontak langsung dengan permukaan kulit. Pemberian tepid sponge bath ini dilakukan dengan cara menyeka seluruh tubuh pasien dengan air hangat (Wardiyah, dkk., 2016).





KASUS DEMAM:

            Seorang mahasiswa berumur 22 tahun datang ke Apotek mengeluh tidak enak badan, sebelumnya ia sudah memeriksa panas tubuhnya dengan thermometer dirumah. Hasilnya saat diukur di mulut 38oC. Dia meminta obat penurun panas karena merasa aktivitasnya terganggu. Pasien juga mengeluhkan rasa sakit kepala yang dirasakan.

Langkah Swamedikasi:

Pasien diberikan Panadol biru dimana kandunganya adalah paracetamol 500 mg. Paracetamol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan analgesik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun demam). Pasien dianjurkan meminum 1 tablet tiap 4-6 jam.

            Pasien juga diberi peringatan akan efek samping obatnya yaitu

·         Penurunan jumlah sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit.

·         Muncul ruam, terjadi pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi.

·         Tekanan darah rendah (hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi). Kerusakan pada hati dan ginjal jika menggunakan obat ini secara

·         Bisa menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10 gram, dalam 24 jam.



3.      Premenstrual Syndrome (PMS)

Menstruasi atau haid merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Menstruasi merupakan keluarnya desidua (superfisial) endometrium dan disertai dengan pengeluaran darah. Umumnya menstruasi berlangsung selama 5 hari atau sekitar 2 hari sampai 7 hari. Volume darah menstruasi sekitar 10 ml hingga 80 ml perhari, tetapi biasanya dengan rata-rata 35 ml per harinya. Terdapat 4 fase dalam proses menstruasi yaitu fase menstruasi atau deskuamasi, regenerasi atau folikuler, proliferasi atau praovulasi dan pramenstruasi atau sekresi. Keseluruhan proses tersebut melibatkan aktivitas hormonal seperti FSH (Follicle Stimulating Hormone) (Manuaba, 2003).

Sindrom prahaid atau yang dikenal dengan istilah pre menstruasi sindrom (PMS) merupakan suatu kumpulan keluhan dan atau gejala fisik, emosional, dan perilaku yang terjadi pada wanita usia reproduksi yang muncul secara siklik dalam rentang waktu 7-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang setelah darah menstruasi keluar yang terjadi pada suatu tingkatan yang mampu mempengaruhi gaya hidup dan kemudian diikuti oleh suatu periode waktu bebas gejala, Sindrom prahaid ini terjadi pada sekitar 80-95% wanita pada usia melahirkan (Manuaba, 2003).

Gejala PMS terbagi menjadi dua, yaitu :

1.      Gejala fisik

perut kembung, payudara bengkak dan nyeri, kelelahan, nyeri panggul, sakit punggung dan otot, serta sakit kepala.

2.      Gejala psikologis

mudah marah, emosi, mudah tersinggung, mudah menangis, sulit berkonsentrasi, mudah lupa dan depresi (Manuaba, 2003).



3.1.Patofisiologi

Awalnya teori mengungkapkan bahwa penyebab PMS merupakan akibat dari kelebihan estrogen, kekurangan progesterone, kekurangan pyridoxine dan adanya perubahan pada metabolisme glukosa dan ketidakseimbangan elektrolit. Namun penelitian terbaru memaparkan bahwa PMS sangat dipengaruhi oleh hormon kelamin, termasuk dalam  hal ini metabolit dan interaksinya terhadap sistem  neurotransmitter dan neurohormonal misalnya serotonin, GABA, cholecystokinin, dan rennin-angiotensin aldosteron (Henshaw, 2007). Beberapa mekanisme PMS yang diduga menjadi faktor terbesar terhadap perubahan psikologis dan fisiologis wanita pada saat mengalami PMS antara lain (Henshaw, 2007):

a.       Axis Hypotalamic pituitary adrenal (HPA)

Ketidakseimbangan regulasi HPA axis berhubungan dengan timbulnya sindrom depresi. Cairan basal dan urin yang diuji tidak terdapat kandungan kortisol yang membedakan wanita dengan PMS. Kortisol ini akan memicu terjadinya stress. Wanita dengan PMS akan menunjukkan adanya ketidakseimbangan HPA axis yang menyebabkan timbulnya depresi.

b.      Sistem GABA

Hal ini disebabkan oleh adanya allopregnanolone yang merupakan metabolit aktif dari progesterone yang memiliki efek anastesi dan anxiolitik namun pada saat setengah siklus menstruasi yang metabolit aktif terikat pada reseptor GABA-A turun dan menyebabkan timbulnya depresi dan perubahan pola makan. Pada wanita dengan PMS konsentrasi GABA korteks mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat adanya pengarutan hormon estradiol dan progesterone.

c.       Sistem Serotonegik

Sistem serotonin merupakan salah satu sistem yang dianggap mempunyai andil yang cukup besar dalam  patofisiologi PMS. Inhibisi dari aktifitas serotonin oleh penurunan kadar triptofan akan menyebabkan PMS semakin parah. Selanjutnya metergoline yang merupakan antagonis selektif dari serotonin akan memblok reseptor serotonin sehingga akan menimbulkan PMS.

d.      Opioid endogen

Wanita dengan PMS memiliki toleransi yang rendah terhadap rasa sakit atau dapat dikatakan bahwa ambang rasa sakit wanita tersebut rendah. Hal ini akan lebih terasa pada saat wanita tersebut berada dalam siklus menstruasi dan khususnya menjelang hari-hari siklus tersebut akan dimulai lagi. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2002 menyatakan bahwa wanita dengan PMS dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami PMS memiliki B-endorfin yang rendah sehingga wanita tersebut akan lebih mudah terserang PMS.



3.2.Tata Laksana 




Gambar 4. Tata Laksana Sindrom Premenstruasi (Green et al., 2016)



1.      Antidepresan. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

SSRI adalah pengobatan lini pertama untuk PMS atau PMDD yang parah. Obat-obatan ini umumnya diminum setiap hari. Tetapi untuk beberapa wanita dengan PMS, penggunaan antidepresan mungkin terbatas pada dua minggu sebelum menstruasi dimulai. Obat golongan ini termasuk fluoxetine (Prozac, Sarafem), paroxetine (Paxil, Pexeva), sertraline (Zoloft) dan lain-lain - telah berhasil mengurangi gejala suasana hati.

2.      Anti-inflamasi nonsteroid (AINS).

Obat golongan ini digunakan sebelum atau pada awal menstruasi. Golongan obat AINS seperti ibuprofen (Advil, Motrin IB, lainnya) atau natrium naproksen (Aleve) dapat meredakan kram dan ketidaknyamanan payudara.

3.      Diuretik

Ketika berolahraga dan membatasi asupan garam tidak cukup untuk mengurangi penambahan berat badan dan pembengkakan. Pemakaian golongan diuretik dapat membantu pembuangan kelebihan cairan melalui ginjal. Golongan obat diuretik yang dapat membantu meringankan beberapa gejala PMS adalah spironolactone (Aldactone).

4.      Kontrasepsi hormonal

Obat resep ini dapat menghentikan ovulasi sehingga akan meredakan gejala PMS. Contoh: hormon progesteron dan estrogen (Mayo Clinic, 2018).

Ada beberapa intervensi untuk PMS secara konservatif dan farmakologi dengan risiko rendah (Steiner, 2000).

Tabel 1. Intervensi Konservatif untuk PMS

Intervensi
Keterangan
Membuat data
Mendata gejala harian
Pola Makan
Mengurangi atau mengeluarkan makanan (terutama pada fase luteal) seperti garam, coklat, kafein dan alkohol; makan dalam jumlah sedikit namun sering untuk makanan yang tinggi akan karbohidrat kompleks; makan dalam jumlah sedang vitamin dan mineral.
Olahraga
Sedang, regular, olahraga aerobik
Relaksasi
Kelas Relaksasi atau dari audiotapes
Relationship
Kelas asertif atau konseling pernikahan, jika diperlukan
Self-help group
Jika diperlukan
Edukasi
Buku Self-help



Tabel 2. Interevensi Low-risk pharmacological

Intervensi
Dosis
Vitamin B6
100 mg sehari
Kasium
1000-1200 mg sehari
Ion Magnesium
200 mg sehari atau 360 mg sehari (14 hari sebelum menstrusi)
Vitamin E
400 IU sehari

  

Tabel 3. Intervensi Farmakologi untuk menangani PMS

Golongan obat
Obat
Dosis
Antidepressan
Fluoksetin
20 mg/hari, setiap hari atau hanya selama fase luteal
Sertralin
50-150 mg/hari, setiap hari atau hanya selama fase luteal
Paroksetin
10-30 mg/hari, setiap hari atau hanya selama fase luteal
Citalopram
5-20 mg/hari, setiap hari atau hanya selama fase luteal
Anxiolytics
Alprazolam
0,25-1 mg/ tiga kali sehari, 6-14 hari sebelum menstruasi
Buspirone
25 mg/hari, 12 hari sebelum menstruasi
Ovulation suppressants (GnRH agonis)
Buserelin
400-900 mg/hari (intranasal)
Leuprolid
3,75-7,5 mg (injeksi intramuskular)
Danazol
200-400 mg/hari, intermittent



3.3.Obat yang Dapat Digunakan

a.      Kalsium

Asupan tinggi kalsium dengan jumlah 1.336 mg/hari dapat memperbaiki gejala-gejala gangguan mood, perilaku, nyeri dan retensi air selama siklus menstruasi. Sumber utama kalsium berasal dari susu dan hasil olahan lainnya seperti yogurt dan keju (Ramadani, 2012).

b.      Magnesium

Diberikan selama fase luteal siklus menstruasi sampai dengan saat darah menstruasi keluar terbukti dapat mengurangi gejala dan afeksi negatif.  Sumber magnesium adalah sayuran hijau, seperti bayam, kacang, biji-bijian, gandum, oatmeal, yogurt, kedelai, alpukat, dan pisang (Ramadani, 2012).

c.       Vitamin B6

Membantu meringankan depresi dan gelisah yang terkait dengan PMS. Makanan sumber utama vitamin B6 meliputi sereal, sayuran (wortel,bayam,kacang polong), telur dan daging (Ramadani, 2012).

d.      Asam mefenamat diberikan secara premenstruasi mengurangi kelelahan, sakit kepala, sakit dan nyeri, dan suasana hati membaik (Steiner, 2000).

e.       Pemakaian NSAID seperti ibuprofen, naproxen, dan aspirin.



3.4. Terapi Non-Farmakologi

Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan antara lain:

a.      Air Putih

Selama menstruasi rahim berkontraksi untuk meluruhkan lapisannya, yang keluar sebagai darah haid. Hal tersebut membuat pengeluaran cairan lebih banyak dan memungkinan terjadinya dehidrasi sel yang lebih besar, salah satunya pada sel-sel endometrium. Cairan yang hilang dari tubuh terutama pada otot dapat menyebabkan ketegangan sehingga mengganggu proses kontraksi otot rahim. Ketika otot rahim berkontraksi, pembuluh darah yang melapisi rahim menjadi tertekan, apabila pembuluh darah tersebut terlalu lama mengalami penekanan akan mengakibatkan putusnya suplai darah serta oksigen ke dalam rahim. Tanpa oksigen yang memadai, jaringan di dalam rahim melepaskan hormon prostaglandin secara berlebihan yang memicu terjadinya rasa nyeri saat haid. Prostaglandin membuat otot rahim berkontraksi lebih kuat dan rasa nyeri menjadi semakin berat. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah yang berlebihan ke dalam darah, maka selain mengalami dismenorhea, dapat juga terjadi beberapa gejala sistemik antara lain seperti mual, muntah, diare, demam, nyeri kepala (Bobak et al., 2005; Harel, 2002).

Salah satu cara untuk mengatasi dismenorhea adalah dengan perbanyak minum air putih yaitu 2 gelas pagi hari setelah bangun tidur sebelum sarapan, 2 gelas 1,5 jam sebelum makan pagi, makan siang, dan makan malam, satu gelas sebelum tidur malam, gelas yang digunakan berukuran isi 250 cc (Muhammad, 2011; Suban, 2017). Air putih dapat mengurangi nyeri menstruasi melalui mekanisme pengenceran darah dan mencegah penggumpalan darah ketika beredar ke seluruh tubuh serta sumber utama energi bagi tubuh karena mengandung tujuh meneral alami yang sangat dibutuhkan oleh tubuh diantaranya fluorida, natrium, kalium, magnesium, kalsium, zinc, dan silika, dimana ada beberapa dari tujuh mineral tersebut yang berperan penting dalam menurunkan nyeri haid, yakni magnesium dan kalsium. (Batmanghelidj, 2007; Taber, 2005). Magnesium berguna untuk merelaksasikan otot dan dapat memberikan rasa rileks yang dapat mengendalikan suasana hati yang murung. Selain itu magnesium juga berfungsi untuk memperbesar pembuluh darah sehingga mencegah terjadinya ketegangan otot dan dinding pembuluh darah. Oleh sebab itu megnesium berfungsi untuk mengurangi rasa sakit saat mentruasi atau dismenorhea primer. Kalsium berfungsi sebagai penghubung antar saraf, kerja jantung, dan pergerakan otot. Jika otot tidak mempunyai cukup kalsium, maka otot tidak dapat mengendur dan megalami ketegangan sehingga dapat mengakibatkan kram (Dean, 2013; Hill, 2002; Sinaga, 2011).



b.      Jahe Merah

Sebanyak 15 gram jahe merah direbus dengan 400 ml air ditambahkan 2 sendok makan gula merah. Air rebusan akhir sebanyak 200 ml diminum 1 kali sehari selama 6 hari yaitu 3 hari sebelum menstruasi dan 3 hari pertama menstruasi. Nyeri haid merupakan hasil kontraksi myometrium yang disebabkan oleh prostaglandin. Konsentrasi prostaglandin pada wanita yang mengalami dismenorrhea sangat tinggi. Efek dari jahe untuk menurunkan intensitas nyeri berkaitan dengan hambatan tromboksan dan terdapatnya aktivitas prostaglandin (Speroff, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ozgoli (2009) menunujukkan bahwa jahe sama efektifnya dengan asam mefenamat dan ibuprofen dalam menghilangkan rasa nyeri saat haid. Penelitian yang dilakukan oleh Altman (2001) menunjukkan bahwa salisilat dalam jahe segar dapat menghilangkan nyeri melalui mekanisme antiinflamasi.



c.       Kompres Hangat dan Aromaterapi

Menggunakan kompres hangat dan aromaterapi dengan waktu 1 x 30 menit. Kompres hangat dapat menurunkan kontraksi otot perut yang berlebihan sehingga rasa nyeri saat menstruasi akan berkurang. Sedangkan aromaterapi memberikan efek menenangkan sehingga dapat (Sari, 2013). Molekul volatil dari aromaterapi akan ditransmisikan ke otak kemudian ke sistem limbik. Dimana akan merangsang hipotalamus untuk melepaskan hormon serotonin dan hormon endorphin. Hormon serotonin dapat memperbaiki suasana hati sedangkan hormon endorphin sebagai penghilang rasa sakit alami serta menghasilkan perasaan tenang dan senang. Ketika seseorang menghirup aromaterapi selama 15-30 menit maka dapat mengendurkan otot-otot yang tegang kemudian terjadilah vasodilatasi hal ini menyebabkan terjadinya penurunan nyeri haid (Koensoemardiyah. A-Z. 2009; Mangoenprasodjo, 2005; Pustikawaty, 2016).



d.      Tumbuhan Herbal Lainnya

Berikut ini tumbuhan yang dapat digunakan sebagai terapi untuk Premenstrual Syndrome:

Nama Tumbuhan
Nama Latin
Cara Penggunaan
Daun sembung
Blumea balsamifera

5 lembar daun yang telah dipanggang dan dihaluskan direbus dengan 2 gelas air sampai tersisa separuhnya. Minum setelah dingin (Dalimartha, 1999).
Daun Suji
Dracaena angustifolia
Roxb.

Cuci bersih 20 gr daun suji segar lalu rebus dengan 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring, lalu minum sekaligus 1 gelas sehari. (Hariana,
2009).
Gandarusa
Justicia
gendarussa

Daun dilumatkan, diperas dan diambil airnya, lalu diminum (Kumala, 2006).
Rimpang Kunyit
Curcuma
domestica
Val.
Rimpang dicuci, diparut, diperas,
disaring tambahkan sedikit garam
lalu diminum (Winarto, 2004).
Daun Sirih
Piperaceae
Direbus, disaring, diminum (Kumala, 2006)



Kasus PMS

Seorang Wanita X usia 18 tahun datang ke apotek. Perempuan tersebut mengeluhkan rasa sakit yang mengganggu pada bagian panggulnya. Selain itu, perempuan tersebut merasa lelah dan lemas. Pasien mengaku bahwa ini adalah hari pertama pasien mengalami menstruasi dan sudah mengonsumsi kiranti.  Pasien meminta obat untuk mengatasi rasa sakitnyanya, apakah obat yang dapat diberikan oleh apoteker?

            Penyelesaian:

WHO   : Pasien wanita X usia 18 tahun

WHAT            : Mengalami sakit yang mengganggu pada bagian panggulnya karena menstruasi

HOW  : 1 hari

Action : -

Medication has ben taken: Mengonsumsi kiranti

Plan     : Pasien diberikan paracetamol 500 mg. Paracetamol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan analgesik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun demam).  Pasien diberikan informasi untuk meminum obat 1 tablet tiap 4-6 jam.



Pasien juga diberi peringatan akan efek samping obatnya yaitu:

Ø  Penurunan jumlah sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit.

Ø  Muncul ruam, terjadi pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi.

Ø  Tekanan darah rendah (hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi). Kerusakan pada hati dan ginjal jika menggunakan obat ini secara

Ø  Bisa menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10 gram, dalam 24 jam.



DAFTAR PUSTAKA



Altman, R. D and Marcussen K. C. 2001. Effects of A Ginger Extract on Knee Pain in Patients with Osteoarthritis. Journal of Arthritis Rheum.;44(11):2531-2538.

APS. 2014. Pain: Current Understanding of Assessment, Management, and Treatments. Vancouver: National Pharmaceutical Council.

Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, Vol. 13, No. 1.

Batmanghelidj, F. 2007. Air Untuk Menjaga Kesehatan dan Menyembuhkan Penyakit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Baumann, T. C. 2016. Pain Management. Tersedia online di  https://basicmedicalkey.com/pain-management-2/#ch44ref3 [diakses pada 30 September 2018]

Berman, A., Snyder, S.J., Kozier, B., and Erb, G. 2009. Buku Ajar Praktik keperawatan Klinis Kozier Erb. Jakarta: EGC.

Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D., & Perry, S. E. 2005. Maternity nursing. Fourth Edition. Mosby-Year Book, Inc.

Boru, U. K. 2005. Prevalence and Characteristics of Migraine in Women of Reproductive Age in Istanbul, Turkey: A Population Based Survey. Tohoku J. Exp. Med, 206(1) : 51-59.

BPOM. 2018. Asam  mefenamat. Tersedia online di  http://pionas.pom.go.id/monografi/asam-mefenamat [Diakses pada tanggal 9 Oktober 2018].

BPOM. 2018. Asam asetil salisilat. Tersedia online di http://pionas.pom.go.id/monografi/asetosal-asam-asetilsalisilat [Diakses pada tanggal 9 Oktober 2018].

Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Trubus Agriwidya. Jakarta: Anggota IKAPI. PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.

Dean, C. and Douglas, J., 2013. Magnesium and the Obstetric Anaesthetist. International journal of obstetric anesthesia, 22(1), pp.52-63.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-Empat. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Depkes RI.

Dewi, A. K. 2016. Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh antara Pemberian Kompres Air Hangat dengan Tepid Sponge Bath pada Anak Demam. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1 (1): 63-71.

Green, et al.  2016. Management of Premenstrual Syndrome. Skotlandia: Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.

Harel. 2002. A Contemporary Approach to Dysmenorrhea in Adolescents. Journal Pediatric Drugs, 4(12), 797-805.

Hariana, A. 2009. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 1. Cet.8. Jakarta: Penebar Swadaya.

Henshaw, C. 2007. PMS:diagnosis, Etiology, Assessment and Management. Advances in Psychiatric Treatment, Vol.13, 139-146

Hill, M.C., Graw. 2002. Nutrition almanac. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Kayman, H. 2003. Management of Fever: making evidence-based decisions. Clin Pediatr. (42); 383.

Kayman, H. 2003. Management of Fever: Making Evidence-Based Decisions. Clin Pediatr, (42): 383.

Koensoemardiyah. A-Z. 2009. Aromaterapi untuk Kesehatan, Kebugaran, dan Kecantikan. Yogyakarta: Lily Publisher.

Kumalasari, L. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan manfaat dan Keamanannya. Majlah Ilmu Kefarmasian. Vol. III, No.1, April 2006, 01 – 07 Winarto WP. 2004. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Lestari, N. 2013. Pengaruh Dismenorea Pada Remaja. Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III, 323-329.

Mangoenprasodjo Setiono. 2005. Terapi Alternatif & Gaya Hidup Sehat. Yogyakarta: Pradipta.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Mayo clinic. 2018. Fever treatment: quick guide to trating a fever. Tersedia online di  https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/fever/in-depth/fever/art-20050997 [diakses pada tanggal 9 Desember 2018].

Mayo Clinic. 2018. Prementrual Syndrome. Tersedia online di : https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/premenstrual-syndrome/diagnosis-treatment/drc-20376787 [Diakses pada tanggal 9 Oktober 2018].

Muhammad, A. 2011. Kedahsyatan air putih untuk ragam terapi kesehatan. Yogyakarta: Penerbit DIVA Press.

Ozgoli G, Goli M, Moattar F. 2009. Comparison of Effects of Ginger, Mefenamic Acid, and Ibuprofen on Pain in Women with Primary Dysmenorrhea. Journal Altern Complement Med.;15(2):129-132.

PioNas. 2018. Ibuprofen. Avaiable online at http://pionas.pom.go.id/monografi/ibuprofen. [diakses tanggal 26 September 2018]

PioNas. 2018. Paracetamol. Avaiable online at http://pionas.pom.go.id/monografi/parasetamol-asetaminofen. [diakses tanggal 26 September 2018]

Plipat, N., Hakim, S., Ahrens, W.R. 2002. The febrile child. Dalam: Strange GR, Ahrens WR, Lelyveld S, Schafermeger RW, penyunting. Pediatric emergency medicine. Edisi ke-2. New York:McGraw-Hill. 315-24.

Puspitasari, Dian, E., & Agus, W. (2018). Klasifikasi Penyakit Gigi Dan Mulut Menggunakan Metode Support Vector Machine. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2(2) : 802-810.

Pustikawaty, R., 2016. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Skala Nyeri Haid Siswi Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya. ProNers, 3(1).

Sinaga, S., 2011. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning. (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. 8th Ed. Jakarta: EGC.

Speroff L, Fritz MA. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. New York, United States of America: Lippincott Williams & Wilkins.

Steiner, Meir. 2000. Premenstrual Syndrome and Premenstrual Dysphoric Disorder: Guidelines for Management. Journal of Psychiatry and Neuroscience. 25(5).

Suban, P.A., Perwiraningtyas, P. and Susmini, S., 2017. Pengaruh Terapi Air Putih Terhadap Penurunan Dismenorhea Primer pada Remaja Putri di Kos Bambu Kelurahan Tlogomas Kota Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keperawatan, 2(3).

Sumardiyono., N. W. 2017. Kejadian Myalgia Pada Lansia Pasien Rawat Jalan. Jurnal Riset Sains dan Teknologi, 1(2) : 59-63.

Taber, B. 2005. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Alih bahasa: dr. Teddy Supriyadi dan dr. Johanes Gunawan. Jakarta: EGC.

Victor, N., Vinci, R.J., Lovejoy, F.H. 1994. Fever in children. Pediatr Rev. (15); 127-34.

Wardiyah, dkk. 2016. Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak yang Mengalami Demam di Ruang Alamanda RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan Holistik, 10 (1): 36-44.

Yudiyanta, Novita, K., dan Ratih, W. 2015. Assessment Nyeri. CDK-226, 42(3) : 214-234.

0 komentar:

Posting Komentar