MAKALAH
Keseimbangan pH, Cairan
Tubuh dan Elektrolit
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
FAKULTAS
FARMASI
2018
A.
KESEIMBANGAN PH
1.
Fisiologis pH
Derajat
keasaman (pH) tubuh dipengaruhi oleh asam dan basa. Asam dapat didefinisikan
sebagai zat yang dapat mendonorkan atau memberikan ion H+ kepada senyawa lain.
Basa merupakan zat yang dapat menerima atau akseptor ion H+ dari senyawa lain
(Horne, 2000).
Organ
tubuh yang mempengaruhi keseimbangan asam basa antara lain ginjal dan paru.
Ginjal berperan dalam proses pelepasan asam sedangkan paru berperan dalam
pelepasan CO2 (Karbindioksida) (Seifter, 2014).
Derajat
keasaman (pH) dalam tubuh manusia haruslah dikontrol karena mempengaruhi pada
proses metabolise tubuh. Proses metabolism tubuh dan fungsi organ dapat bekerja
secara optimal jika (pH) tubuh dalam kondisi normal, pH normal darah manusia
berkisar antara 7.35 – 7.45. Jika terjadi ketidakseimbangan pH dalam tubuh,
dapat dibagi menjadi 2 kondisi, dimana jika kondisi pH tubuh < 7.35 maka
disebut asidosis dan jika pH tubuh > 7.45 maka disebut alkalosis (Seifter,
2014).
2.
Gangguan pH
Ketidakseimbangan
pH dalam tubuh sangat mempengaruhi system metabolism dan system fungsi organ.
Ketidakseimbangan pH tubuh ada 2 macam, asidosis (terlalu asam) dan alkalosis
(terlalu basa).
2.1.Asidosis
respiratorik
Asidosis
respiratorik merupakan kondisi asam yang berlebihan karena terjadi penumpukkan
CO2 dalam darah karena memburuknya kondisi paru-paru, atau pernapasan melambat.
Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam
darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun
dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang
otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan
lebih dalam. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit
dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan
(Hawfield, 2010).
Gejala
pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya memburuk, rasa
mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor
dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika
pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak
terlalu terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan
bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa
hari. Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah dan
pengukuran karbondioksida dari darah arteri (Hawfield, 2010).
2.2.Asidosis
metabolic
Asidosis
metabolic merupakan kondisi asam yang berlebihan dalam darah yang ditandai
dengan menurunnya kadar bikarbonat dalam darah. Seiring dengan menurunnya pH
darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk
menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut
dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua
mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan
terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan
keadaan koma (Hawfield, 2010).
Asidosis
metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita
merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau
sedikit lebih cepat. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai
merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami
kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun,
menyebabkan syok, koma dan kematian (Hawfield, 2010).
Untuk
mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan
bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu
menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton
dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya
bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi
disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan
air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih (Hawfield, 2010).
2.3.Alkalosis
respiratorik
Alkalosis
respiratorik merupakan kondisi basa berlebih dalam darah karena pernapasan yang
dalam dan cepat (hiperventilasi), sehingga terjadi penurunan karbondioksida
dalam darah. Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan
dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin
memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran (Hawfield, 2010).
2.4.Alkalosis
metabolic
Alkalosis
metabolic merupakan kondisi basa berlebih dalam darah dengan terjadinya
peningkatan kadar bikarbonat dalam darah. Alkalosis metabolik terjadi jika
tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Seperti kehilangan sejumlah asam lambung
selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan
selang lambung. Alkalosis metabolik dapat terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau
kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan
keseimbangan asam basa darah (Hawfield, 2010).
Alkalosis
metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut dan
kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat,
dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang
berkepanjangan (tetani) (Hawfield, 2010).
3.
Penanganan Gangguan pH
Pemberian
natrium bikarbonat adalah satu satunya pilihan pada asidosis apapun
penyebabnya. Ini dilakukan jika kadar HCO3 < 5 mmol/L Bikarbonat harus
ditambahkan pada larutan hipotonis dan diberikan dalam 1 jam. Pada diare cair
akut HCO3 dalam tinja bisa mencapai 40 mEq/\l, ini menyebabkan asidosis
metabolik derajat sedang sampai berat. Pada saat rehidrasi dibutuhkan penambahan
HCO3 ke dalam cairan intravena. Tapi sebelum menambahkan HCO3 harus diukur dulu
kadar K+ serum, sebab penambahan HCO3 akan menyebabkan hipokalemia, sehingga
akan memperburuk hipokalemia jika sebelumnya sudah terjadi hipokalemia. Jadi
pada pasien dengan asidosis sedang sampai berat (10 sampai 15 mEq/L) atau pH
> 7.2, diperlukan koreksi dehidrasi dan kehilangan elektrolitnya agar ginjal
dapat mengeluarkan kelebihan H+ secara efektif (Juffrie, 2004).
Selain
itu terapi dipusatkan pada pengobatan penyebab utamanya. Pada alkalosis derajat
sedang sampai berat pemberian Cl- akan memacu ginjal untuk mengeluarkan
kelebihan basa. Pada alkalosis berat pemberian asam hidrochloride mungkin
dibutuhkan. Alternatif lain adalah pemberian ammonium klorid atau arginin mono klorid
walaupun kontraindikasi pada penyakit hepar dan ginjal. Pada muntah dan
aspirasi nasogastrik pemberian garam klorida 1-2 mEq/kg per hari dianjurkan.
Karena alkalosis biasanya disertai dengan hipokalemia maka keadaan hipokalemia
ini harus segera dikoreksi (Juffrie, 2004).
Perubahan komposisi dan volume cairan tubuh yang
disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit disebabkan oleh
berbagai macam keadaan atau penyakit. Di dalam tubuh homeostasis dijaga
oleh aktifitas yang merupakan kerjasama antara lingkungan, hormonal, ginjal,
adaptasi vaskuler untuk perubahan volume dan tekanan osmotik. Total cairan
tubuh yang mengambil 55-72% massa tubuh, beragam menurut jenis kelamin, umur
dan kadar lemak yang mengambil bagian antara intraseluler dan ekstraseluler.
Cairan ekstra seluler yang merupakan 1/3 total cairan tubuh, terdiri dari
cairan plasma intravaskuler, dan cairan interstisial ekstravaskuler. Ion-ion
elektrolit yang utama adalah Na+, Cl-, HCO3, sedangkan yang jumlahnya sedikit
adalah K+, Mg, Ca, fosfat, sulfat, asam organik, dan protein. Komponen cairan
intraseluler ialah K+, protein, Mg, Sulfat, dan Fosfat. Dalam cairan
ekstraseluler Na+ dan Cl- mengisi lebih dari 90% larutannya (Juffrie, 2004).
Elektrolit adalah senyawa di
dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang bermuatan (ion) positif
atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan negatif
disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai elektronetralitas. Sebagian
besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit.
Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan
(Darwis, et al., 2008).
1. Natrium
1.1.Fisiologi
Natrium adalah
kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq per
kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam
cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan
oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida
(NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan
osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.
Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq (Darwis, et
al., 2008).
Jumlah natrium
dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk dan
natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui
epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui
ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit (Darwis, et
al., 2008).
Ekskresi natrium
terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan untuk
mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan
volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di glomerulus, direabsorpsi
secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang
direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di lengkung henle (25-30%),
tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%). Sekresi natrium di urin <1%.
Aldosterone menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi natrium bersama air
secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin –angiotensin-aldosteron
untuk mempertahankan elektroneutralitas (Stefan and Lang, 2007).
Nilai rujukan
kadar natrium pada:
- Serum bayi :
134-150 mmol/L
- Serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- Urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- Cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- Feses :
kurang dari 10 mmol/hari
1.2.Gangguan Keseimbangan
Natrium
Gangguan Keseimbangan Natrium yaitu seseorang dikatakan hiponatremia, bila
konsentrasi natrium plasma dalam tubuhnya turun lebih dari beberapa
miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145 mEq/L) dan hipernatremia bila
konsentrasi natrium plasma meningkat di atas normal. Hiponatremia biasanya
berkaitan dengan hipoosmolalitas dan hipernatremia berkaitan dengan
hiperosmolalitas (Fischbach, et al., 2009).
Penyebab Hiponatremia Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau
penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan
konsentrasi natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi
pada dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas
berat yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel
seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan.
Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang
menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit
addison, serta retensi air yang berlebihan (overhidrasi hipoosmotik) akibat
hormon antidiuretik.
Peningkatan
konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan ekstrasel
(dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan natrium
dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air oleh
ginjal dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium klorida
dalam cairan ekstrasel. 19 Kepustakaan lain menyebutkan bahwa hipernatremia
dapat terjadi bila ada defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi
ekskresi natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada pengeluaran air
tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau keringat, diare osmotik
akibat pemberian laktulose atau sorbitol, diabetes insipidus sentral maupun
nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa atau manitol, gangguan pusat rasa
haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan vascular (Siregar, 2007).
1.3.Tatalaksana
Gangguan Keseimbangan Natrium
1.3.1. Hiponatremia
dengan gejala berat
Tatalaksana
yang dilakukan pada jam pertama tanpa
memandang apakah hiponatremia akut ataupun kronik yaitu dengan merekomendasikan pemberian cepat 150 mL infus salin hipertonik 3% atau setaranya
selama 20 menit. Kemudian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar natrium
plasma setelah 20 menit pemberian infus salin dan mengulang pemberian 150 mL
infus salin hipertonik 3% atau setaranya dalam 20 menit berikutnya. Kedua
terapi diatas disarankan untuk diulang sebanyak dua kali atau sampai kadar
natrium plasma 5 mmol/L tercapai (Spasovki, 2014).
1.3.2. Tatalaksana
lanjutan jika gejala membaik setelah kenaikan kadar natrium plasma 5 mmol/L
dalam jam pertama, tanpa memandang hiponatremia akut maupun kronik
Direkomendasikan untuk menghentikan infus salin hipertonik, dan
mempertahankan jalur intravena dengan menginfuskan sejumlah terkecil cairan
salin 0,9% sampai pengobatan spesifik terhadap penyakit dimulai. Kemudian
dilakukan tatalaksana diagnosa spesifik jika ada, yang bertujuan untuk
menstabilkan kadar natrium. Selanjutnya dibatasi kenaikan kadar natrium plasma
sampai total 10 mmol/L dalam 24 jam pertama dan tambahan 8 mmol/L dalam setiap
24 jam berikutnya sampai kadar natrium plasma mencapai 130 mmol/L. disarankan
untuk mememriksa kadar natrium plasma setelah 6 dan 12 jam serta selanjutnya
setiap hari sampai kadar natrium plasma stabil (Spasovki, 2014).
1.3.3. Tatalaksana lanjutan jika tidak terjadi perbaikan gejala
setelah peningkatan kadar natrium plasma 5 mmol/L dalam jam pertama, tanpa
memandang hiponatremia akut maupun kronik
Direkomendasikan
untuk melanjutkan infus salin hipertonik 3% atau setaranya dengan tujuan untuk
kenaikan kadar natrium plasma 1 mmol/L/jam. Jika gejala membaik disarankan
untuk menghentikan infus salin hipertonik 3% atau setaranya (peningkatan 10
mmol/L atau kadar natrium mencapai 130 mmol/L). Dilakukan juga evaluasi
diagnostik tambahan untuk mencari penyebab lain dari gejala hiponatremia.
Selanjutnya ddianjurkan untuk memeriksa kadar natrium plasma setiap 4 jam
selama infus salin hipertonik 3% jatau setanya dilanjutkan (Spasovki, 2014).
1.3.4. Hiponatremia dengan gejala cukup berat
Dilakukan dengan
cepat evaluasi diagnostik, jika memungkinkan hentikan obat-obatan dan factor
lain yang berperan atau memperberat hiponatremia. Tatalaksana yang
direkomendasikan spesifik berdasarkan penyebabnya, kemudian diberikan dengan
cepat infus tunggal 150 mLsalin hipertonik 3% intravena atau setara dalam 20
menit. Kenaikan kadar natrium plasma yang dianjurkan yaitu 5 mmol/L/24 jam dan
membatasi kenaikan kadar natrium plasma sampai 10 mmol/L dalam 24 jam pertama
dan 8 mmol/L dalam 24 jam berikutnya sampai tercapai kadar natrium plasma 130
mmol/L. diperika kadar natrium plasma setelh 1, 6, dan 12 jam pemberian infus
salin. Kemudian disarankan evaluasi diagnostik tambahan untuk penyebab gejala
yang lain jika gejala tidak membaik dengan kenaikan kadar natrium plasma
(Spasovki, 2014).
1.3.5. Hiponatremia akut tanpa gejala yang berat atau cukup
berat
Pastikan bahwa kadar natrium
plasma diukur dengan memakai teknik yang sama seperti yang digunakan sebelumnya
dan tidak terjadi kesalahan administratif dalam penanganan sampel. Jika
memungkinkan, hentikan cairan, obat-obatan dan faktor-faktor lain yang dapat
berperan atau memperberat hiponatremia. Direkomendasikan untuk memulai evaluasi
diagnostik cepat dan terapi spesifik sesuai penyebab. Jika penurunan akut kadar
natrium plasma melebihi 10 mmol/L, kami menyarankan pemberian infus tunggal
150 mL salin hipertonik 3% atau setaranya dalam 20 menit. Disarankan untuk
memeriksa kadar natrium plasma setelah 4 jam, memakai teknik yang sama seperti
yang digunakan untuk pengukuran sebelumnya (Spasovki, 2014).
1.3.6. Hiponatremia
kronik tanpa gejala yang berat atau
cukup berat
Hentikan cairan yang tidak
diperlukan, obat-obatan dan faktor lain yang dapat berperan atau memperberat
hiponatremia. Direkomendasikan terapi spesifik sesuai penyebanya. Pada
hiponatremia ringan, dianjurkan untuk tidak memberikan terapi yang hanya
bertujuan untuk menaikkan kadar natrium plasma. Pada hiponatremia sedang atau
berat, direkomendasikan untuk menghindari kenaikan kadar natrium plasma >10
mmol/L dalam 24 jam pertama dan >8 mmol/L dalam setiap 24 jam berikutnya.
Pada hiponatremia sedang atau berat, disarankan untuk memeriksa kadar natrium
plasma setiap enam jam sampai kadar natrium plasma stabil dalam pengobatan. Dalam
kasus hiponatremia yang sulit, pertimbangkan untuk melihat kembali algoritme
diagnostik dan berkonsultasi dengan ahli (Spasovki, 2014).
1.3.7. Pasien
dengan kelebihan cairan ekstraselular
Tidak memberikan terapi yang
hanya bertujuan untuk menaikkan kadar natrium plasma pada hiponatremia ringan
atau sedang. Disarankan untuk pembatasan cairan untuk mencegah kelebihan cairan
lebih lanjut. Direkomendasikan untuk tidak memberikan antagonis reseptor vasopresin
dan demeclocycline (Spasovki, 2014).
1.3.8. Pasien
dengan sindrom sekresi hormone antiduretik taksesuai
Pada hiponatremia sedang atau
berat, disarankan untuk membatasi asupan cairan sebagai tatalaksana lini
pertama. Pada hiponatremia sedang atau berat, disarankan hal-hal berikut yang
dapat setara dengan tatalaksana lini kedua: menaikkan asupan solut dengan 0,25
– 0,50 g/kg/hari urea atau kombinasi diuretik dosis rendah dan natrium klorida
oral. Pada hiponatremia sedang atau berat, direkomendasikan untuk tidak
memberikan lithium atau demeclocycline. Pada hiponatremia sedang, tidak
direkomendasikan pemberian antagonis
reseptor vasopresin. Pada hiponatremia berat, tidak direkomendasika untuk
memberikan antagonis reseptor vasopressin (Spasovki, 2014).
1.3.9. Pasien
dengan kekurangan cairan
Direkomendasikan untuk mengembalikan
volume cairan ekstraselular dengan infus intravena salin 0,9% atau cairan
kristaloid yang setara dengan kecepatan 0,5 – 1,0 mL/kg/jam. Menatalaksana
pasien dengan gangguan hemodinamik di lingkungan dimana monitoring biokimia dan
klinis dapat dilakukan dengan ketat. Pada kasus dengan hemodinamik terganggu,
kebutuhan untuk resusitasi cairan cepat mengesampingkan risiko untuk menaikkan
kadar natrium dengan cepat (Spasovki, 2014).
2. Kalium
2.1. Fisiologi
Kalium
Sekitar 98%
jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium
intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar
2%). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium
pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada
orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak (Priest, 1996).
Perbedaan kadar
kalium di dalam plasma dan cairan interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan
Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium cairan intrasel dengan cairan
interstisial adalah akibat adanya transpor aktif (transpor aktif kalium ke
dalam sel bertukar dengan natrium). Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin
keseimbangan kalium yang masuk dan keluar. Kalium difiltrasi di glomerulus,
sebagian besar (70- 80%) direabsorpsi secara aktif maupun pasif di tubulus
proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida di lengkung
henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal kurang
dari 5%, kulit dan urine mencapai 90% (Priest, 1996).
Nilai rujukan
kalium serum pada:
- Serum bayi: 3,6-5,8 mmol/L
- Serum anak: 3,5-5,5 mmo/L
- Serum dewasa: 3,5-5,3 mmol/L
- Urine anak: 17-57 mmol/24 jam
- Urine dewasa: 40-80 mmol/24 jam
- Cairan lambung: 10 mmol/L
2.2.Gangguan
Keseimbangan Kalium
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan
kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan ion
kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. Peningkatan kalium
plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang lebih
tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung (Darwis, et al., 2008).
Penyebab Hipokalemia Penyebab
hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut:
a.
Asupan
Kalium Kurang
Orang
tua yang hanya makan roti panggang dan teh, peminum alkohol yang berat sehingga
jarang makan dan tidak makan dengan baik, atau pada pasien sakit berat yang
tidak dapat makan dan minum dengan baik melalui mulut atau disertai oleh
masalah lain misalnya pada pemberian diuretik atau pemberian diet rendah kalori
pada program menurunkan berat badan dapat menyebabkan hipokalemia.
b.
Pengeluaran
Kalium Berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna
seperti muntah-muntah, melalui ginjal seperti pemakaian diuretik, kelebihan
hormon mineralokortikoid primer/hiperaldosteronisme primer (sindrom barter atau
sindrom gitelman) atau melalui keringat yang berlebihan).
Diare, tumor
kolon (adenoma vilosa) dan pemakaian pencahar menyebabkan kalium keluar bersama
bikarbonat pada saluran cerna bagian bawah (asidosis eriodic). Licorice
(semacam permen) yang mengandung senyawa yang bekerja mirip eriodicia, dapat
menyebabkan eriodicia jika dimakan berlebihan.
c.
Kalium
Masuk ke Dalam Sel
Kalium masuk ke
dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulin,
peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian β2- agonis), paralisis eriodic
hipokalemik, dan hipotermia.
(Yaswir dan
Ferawati, 2012).
2.3.Tatalaksana
Penyebab dari hipokalemia merupakan bagian dari terapi hipokalemia.
Indikasi koreksi kalium dibagi dalam :
-
Indikasi mutlak
: pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan pasien sedang
dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketosidosis diabetik, pasien dengan kelemahan
otot pernafasan dan pasien dengan hipokalemia berat (<2 mEq/L)
-
Indikasi kuat :
kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada keadaan
insufisensi coroner/ iskemia otot jantung, ensefalopati hepatik dan pasien
menggunakan obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke
intrasel.
-
Indikasi sedang
: pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada hipokalemia ringan ( K
3-3,5 mEq/L).
Kalium dapat diberikan secara oral atau intravena. Kalium intrvena
diberikan pada pasien yang tidak mampu minum obat. Pemerian kalium oral :
-
Pemberian Kalium
40-60 mEq dapat meningkatkan kadar kalium 1-1,5 mEq/L dan pemberian 135-60 mEq
dapat meningkakan kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L.
Pemberian kalium intravena :
-
Kecepatan
pemberian KCL melalui vena perifer 10 mEq per jam, atau melalui vena sentral 20
mEq per jam atau lebih pada keadaan tertentu.
-
Konsentrasi
cairan infus KCL bila melalui vena perifer, KCL maksimal 60 mEq dilarutkan
dalam NaCl isotonis 1000 ml karena bila melebihi dapat menimbulkan rasa nyeri
dan menyebabkan sclerosis vena.
-
Konsentrasi
cairan infus kalium bila melalui vena central, KCL maksimal 40 mEq dilarukan
dalam NaCl isotonis 100 ml.
-
Pada keadaan
arimia yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot pernafasan, KCL dapat diberikan
dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCL sebanyak 20 meq dilarutkan dalam 100 ml
NaCl isotonik.
Sediaan yang dipilih adalah kalium khlorida karena
meningkatkan kalium plasma lebih cepat dibandingkan kalium kalium bikarbonat,
kalium fosfat atau kalium sitrat (Nuwin, 2011).
3. Klorida
3.1.Fisiologi
Klorida
Klorida
merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan konsentrasi klorida
dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan keseimbangan
asam-basa, dan menghitung anion gap. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan
ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi
lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan dewasa (Klutts and Scott, 2006).
Keseimbangan
Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan interstisial lebih tinggi
dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus membran sel secara pasif. Perbedaan kadar klorida antara cairan
interstisial dan cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di
permukaan luar dan dalam membran sel (Klutts and Scott, 2006).
Jumlah klorida
dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida yang masuk dan yang
keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Kandungan
klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal rerata
mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses
sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung atau usus pada diare menyebabkan
ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida dalam keringat
bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran keringat berlebihan, kehilangan
klorida dapat mencapai 200 mEq per hari. Ekskresi utama klorida adalah melalui
ginjal (Klutts and Scott, 2006).
3.2.Gangguan Klorida
Penyebab Hipoklorinemia
Hipoklorinemia
terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan. Penyebab hipoklorinemia
umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada alkalosis metabolik dengan
hipoklorinemia, defisit klorida tidak disertai defisit natrium. Hipoklorinemia
juga dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan retensi bikarbonat,
contohnya pada asidosis respiratorik kronik dengan kompensasi ginjal (Klutts
and Scott, 2006).
Penyebab Hiperklorinemia
Hiperklorinemia terjadi jika
pemasukan melebihi pengeluaran pada gangguan mekanisme homeostasis dari
klorida. Umumnya penyebab hiperklorinemia sama dengan hipernatremia.
Hiperklorinemia dapat dijumpai pada kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal,
gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang disebabkan karena diare yang lama
dan kehilangan natrium bikarbonat, diabetes insipidus, hiperfungsi status
adrenokortikal dan penggunaan larutan salin yang berlebihan, alkalosis
respiratorik. Asidosis hiperklorinemia dapat menjadi petanda pada gangguan
tubulus ginjal yang luas (Klutts and Scott, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Darwis,
D. Moenajat, Y., Nur, B.M., Madjid, A.S., Siregar, P., Aniwidyaningsih, W., et al. 2008. Fisiologi Keseimbangan Air
dan Elektrolit: dalam Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam-Basa,
Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana Ed. ke-2. Jakarta: FK-UI.
Fischbach
F, Dunning M.B, Talaska F, Barnet M, Schweitzer T.A, Strandell C, et al. 2009. Chlorida, Potassium, Sodium
In: A Manual of Laboratory and Diagnostic Test, 8th Ed. Lippincot Wiliams and
Wilkins. pp. 997- 1009.
Hawfield A, DuBose T. Acid-Base Balance Disorders. eLS. 2010;.
Horne, M. M & Swearingen,P. L. (2000). Keseimbangan cairan,
elektrolit, & Asam Basa. (ed. 2). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Juffrie,
M. 2004. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit Saluran
Cerna Penyakit Saluran Cerna. Sari
Pediatri. Vol. 6 (1): 52-59.
Klutts
J.S. and Scott M.G. 2006. Physiology and disorders of Water, Electrolyte, and
AcidBase Metabolism In: Tietz Text Book of Clinical Chemistry and Molecular
Diagnostics 4 th Ed. Vol. 1. Philadelphia: Elsevier Saunders Inc.
Nuwin
R, Luf FC, Shirley G. 2011. Pathiphysiology and Management Hypokalemia:
Clinical Perspective,7:75-84.
Priest,
G., Smith, B., and Heitz. 1996. 9180 Electrolyte Analyzer Operator’s Manual 1st
Ed. USA: AVL Scientific Corporation.
Scott,
M.G., LeGrys, V.A., and Klutts J. 2006. Electrochemistry and Chemical Sensors
and Electrolytes and Blood Gases In: Tietz Text Book of Clinical Chemistry and
Molecular Diagnostics, 4th Ed. Vol. 1. Philadelphia: Elsevier Saunders Inc.
Seifter JL. Integration of acid–base and electrolyte disorders. N
Engl J Med. 2014;371(19):1821–1831
Siregar
P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi ke-5. Jakarta: Interna publishing.
Spasovki
G., Raymond Vanholder. 2014. Panduan Praktik Klinis Diagnosis dan
Tatalaksana Hipnotremia. Europe: ERBP.
Stefan
Silbernagl and Florian Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yaswir,
R., dan Ferawati, I. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium
dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium.
Jurnal Kesehatan Andalas. 1(2): 80-8
1 komentar:
If you're trying to lose pounds then you absolutely have to jump on this totally brand new custom keto meal plan.
To create this keto diet service, certified nutritionists, fitness couches, and top chefs have united to provide keto meal plans that are productive, painless, money-efficient, and delicious.
Since their grand opening in 2019, 100's of individuals have already completely transformed their body and health with the benefits a good keto meal plan can provide.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones provided by the keto meal plan.
Posting Komentar