MAKALAH
Pedoman Informasi Obat pada Penggunaan Antibiotik untuk Bakteri Gram Positif dan
Gram Negatif
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
FAKULTAS
FARMASI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Penyakit
infeksi merupakan satu kumpulan jenis-jenis penyakit yang mudah menyerang
anak-anak yang disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, dan infeksi
parasit. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling
utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2007, penyebab utama kematian antara lain 28,1 %
disebabkan oleh penyakit infeksi dan parasit, 18,9 % disebabkan oleh penyakit
vaskuler, dan 15,7 % disebabkan oleh penyakit pernapasan (Mutsaqof et al., 2015).
Penyakit
diare, demam tifoid, demam berdarah, infeksi saluran pernapasan atas
(influenza, radang amandel, radang tenggorokan), radang paru-paru, dan demam
yang belum diketahui penyebabnya (observasi
febris) merupakan penyakit infeksi yang termasuk ke dalam 10 penyakit
terbanyak rumah sakit di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit infeksi
harus cepat didiagnosis dan ditangani agar tidak semakin parah. Pemberian
antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit
infeksi (Mutsaqof et al., 2015).
Berdasarkan
Laporan Ditjen Pelayanan Medis Departemen Kesehatan RI tahun 2008, demam tifoid
menempati urutan ke 2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di Rumah
Sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15% (Depkes RI,
2009). Selain itu, penderita pneumonia balita di Indonesia tahun 2016 mencapai
503,738 kasus (57.84%) dan menyebabkan kematian karena pneumonia sebanyak 10
balita (Kemenkes RI, 2017). Kedua penyakit tersebut merupakan penyakit yang
masih menjadi menjadi masalah yang perlu untuk ditangani di negeri ini.
Antimikroba
adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia.
Sedangkan antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain. Berdasarkan
spektrum kerjanya, antibiotik dibagia kedalam dua golongan, yakni :
1.
Spektrum luas
(aktivitas luas) :
Antibiotik
yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram
positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah
sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan
rifampisin.
2.
Spektrum sempit
(aktivitas sempit) :
Antibiotik yang bersifat aktif
bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau
gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya
bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya
bekerja terhadap kuman gram-negatif (Utami, 2011).
Pengendalian
penggunaan antibiotik dianggap perlu untuk dilakukan guna menekan kejadian
resistensi antibiotik, salah satunya yaitu melalui program antibiotic stewardship/ program pengendalian resistensi antibiotik,
sebuah pendekatan kelembagaan atau sistem pelayanan kesehatan untuk
mempromosikan dan memantau penggunaan antibiotik secara tepat dan bijak agar
dapat mempertahankan efektivitasnya. Salah satu upaya untuk
mengurangi terjadinya resistensi adalah pemilihan jenis antibiotik harus
berdasar pada informasi tentang spektrum bakteri penyebab infeksi dan pola
kepekaan bakteri terhadap antibiotik. Informasi mengenai spektrum bakteri dan
pola resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan kultur dan uji resistensi (Yulia et al., 2018).
Berdasarkan
latar belakang diatas, penulis bermaksud untuk memaparkan informasi mengenai
antibiotik yang digunakan untuk mengendalikan infeksi khususnya pada infeksi
yang menyebabkan penyakit demam tifoid dan pneumonia. Dimana, informasi
mengenai penggunaan antibiotik pada 2 kasus diatas didasarkan pada tatalaksana
serta berdasarkan spektrum bakteri yang menyebabkan penyakit tersebut.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bakteri apa yang menyebabkan demam
tifoid serta pneumonia? Serta termasuk ke dalam jenis gram apa bakteri
tersebut?
2.
Bagaimanakan tatalaksana pengendalian
demam tifoid serta pneumonia?
3.
Apa saja informasi obat yang dapat
diberikan terkait antibiotik yang digunakan sebagai terapi untuk demam tifoid
serta pneumonia?
1.3
Maksud
dan Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1.
Mengetahui bakteri serta penggolongan
bakteri baik gram positif maupun gram negatif yang menyebabkan demam tifoid
serta pneumonia
2.
Mengetahui tatalaksana pengendalian
demam tifoid dan pneumonia
3.
Mengetahui informasi obat yang dapat
diberikan terkait antibiotik yang
digunakan sebagai terapi dalam penanganan demam tifoid dan pneumonia
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit
infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak penyebab sakit
di masyarakat. Infeksi adalah suatu proses invasi dan pembiakan mikroorganisme
yang terjadi di jaringan tubuh manusia yang secara klinis dapat menimbulkan
cedera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel
atau respon antigen-antibodi. Demam tifoid serta pneumonia merupakan 2 penyakit
infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan yang perlu diperhatikan di negri
ini.
2.1
Demam
Tifoid
Demam tifoid adalah
penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C. Penularan
demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Demam tifoid merupakan penyakit yang
rawan terjadi di Indonesia, karena karakteristik iklim yang sangat rawan dengan
penyakit yang berhubungan dengan musim. Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan
musim yang ada di Indonesia dapat dilihat meningkatnya kejadian penyakit pada
musim hujan (Nuruzzaman dan Syahrul, 2016).
Salmonella
typhi merupakan
bakteri yang termasuk ke dalam bakteri berbentuk batang gram negatif. Bakteri
ini akan menembus mukosa epitel usus, berkembang biak di lamina propina
kemudian masuk ke dalam kelenjar getah bening mesenterium. Setelah itu memasuki
peredaran darah sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimomatis, lalu
bakteri masuk ke organ-organ terutama hepar dan sumsum tulang yang dilanjutkan
dengan pelepasan kuman dan endotoksin ke peredaran darah sehingga menyebabkan
bakteremia kedua. Bakteri yang berada di hepar akan masuk kembali ke dalam usus kecil, sehingga terjadi infeksi seperti
semula dan sebagian bakteri dikeluarkan bersama tinja.
2.1.1. Tatalaksana Demam Tifoid
Demam tifoid
disebabkan oleh adanya infasi dari Salmonella
typhi dapat ditangani dengan pemberian antibiotik. Berikut merupakan
tatalaksana yang dikeluarkan oleh WHO terkait penganganan demam tifoid:
2.1.2. Informasi Obat
Berdasarkan
tatalaksana diatas, maka berikut merupakan informasi yang dapat diberikan
terkait penggunaan beberapa antibiotik tersebut :
a.
Ciprofloxacin
Ciprofloxacin
adalah antibiotik fluoroquinolone yang melawan bakteri dalam tubuh. Ini
digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri. Fluoroquinolon dengan
aktivitas melawan pseudomonad, streptokokus, MRSA, Staphylococcus epidermidis, dan sebagian besar organisme gram
negatif tetapi tidak ada aktivitas melawan anaerob. Menghambat sintesis DNA
bakteri dan, akibatnya, pertumbuhan.
Untuk pengobatan
demam tifoid (enteric fever) akibat Salmonella typhi:
·
Dosis terapi : 500 mg setiap 12 jam selama 10 hari
·
Cara pakai : per oral
·
Interaksi obat
- Ciprofloxacin
>< Ibuprofen (Major)
Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID) dapat meningkatkan risiko toksisitas sistem saraf pusat yang
kadang-kadang dikaitkan dengan penggunaan fluoroquinolone.
-
Ciprofloxacin >< Aspirin
(Moderate)
Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID) dapat meningkatkan risiko toksisitas sistem saraf pusat yang
kadang-kadang dikaitkan dengan penggunaan fluoroquinolon.
-
Ciprofloxacin >< Prednisolon
(Major)
Pemberian kortikosteroid secara
bersamaan dapat mempotensiasi risiko tendinitis dan ruptur tendon yang terkait
dengan pengobatan fluoroquinolone.
·
Interaksi dengan makanan
-
Ciprofloxacin >< Kafein (Moderate)
Pemberian bersamaan dengan kuinolon
tertentu dapat meningkatkan konsentrasi plasma dan efek farmakologis dari
kafein karena penghambatan metabolisme kafein CYP450 1A2. Ciprofloxacin (250
hingga 750 mg dua kali sehari) meningkatkan AUC dan mengeliminasi waktu paruh
kafein sebesar 50% hingga lebih dari 100%, dan mengurangi klirensnya sebesar
30% hingga 50%.
-
Ciprofloxacin >< Multivitamin
dengan mineral (Moderate)
Sediaan oral yang mengandung magnesium,
aluminium, atau kalsium dapat secara signifikan mengurangi penyerapan
gastrointestinal antibiotik quinolone. Bioavailabilitas ciprofloxacin telah
dilaporkan berkurang sebanyak 90% ketika diberikan dengan antasida yang
mengandung aluminium atau magnesium hidroksida.
-
Ciprofloxacin >< Makanan
(Moderate)
Konsumsi bersamaan produk susu (susu,
yogurt) atau makanan yang diperkaya kalsium (mis., Sereal, jus jeruk) dapat
mengurangi aktivitas antibiotik fluoroquinolone oral tertentu. Mekanismenya
adalah pengkelatan kalsium dan quinolone, menghasilkan bioavailabilitas yang menurun.
·
Efek samping
Efek samping
yang paling umum (dari uji klinis semua formulasi, dosis, lama terapi, dan
indikasi) adalah mual, diare, tes fungsi hati abnormal, muntah, dan ruam. Efek
samping yang paling umum dilaporkan dengan formulasi IV adalah mual, diare,
muntah, reaksi dan suntikan tempat reaksi, ruam, dan peningkatan transaminase
(sementara).
·
Cara penyimpanan
Simpan di tempat
yang bersuhu antara 15-30°C, untuk setiap bentukan sebaiknya jauhi dari paparan
sinar matahari langsung.
(Medscape,
2018 ; Drugs.com, 2018)
b.
Kloramfenikol
Mengikat
subunit bakteri-ribosom 50S dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan
menghambat sintesis protein. Efektif melawan bakteri gram negatif dan gram
positif. Menghasilkan perbaikan cepat dalam kondisi umum pasien, diikuti oleh
penurunan suhu dalam 3-5 hari.
·
Dosis Terapi : 12,5 hingga 25 mg / kg IV setiap 6 jam
·
Cara pakai : oral, intravena
·
Interaksi obat
-
Kloramfenikol >< Hidrokodon
(Major)
Pemberian bersama dengan inhibitor
CYP450 3A4 dapat meningkatkan konsentrasi plasma hidrokodon, yang secara
substansial dimetabolisme oleh isoenzim. Peningkatan konsentrasi hidrokodon
dapat meningkatkan atau memperpanjang efek obat yang merugikan dan dapat
menyebabkan depresi pernapasan yang fatal.
-
Kloramfenikol >< Amlodipin (Moderate)
Pemberian bersama dengan inhibitor
CYP450 3A4 dapat meningkatkan konsentrasi amlodipine dalam plasma, yang
merupakan substrat isoenzim.
-
Kloramfenikol >< Simvastatin
(Moderate)
Risiko neuropati perifer dapat meningkat
selama penggunaan bersamaan dua agen atau lebih yang berhubungan dengan efek
samping ini. Faktor risiko pasien termasuk diabetes dan usia lebih dari 60
tahun. Dalam beberapa kasus, neuropati dapat berkembang atau menjadi
ireversibel meskipun obat dihentikan.
·
Interaksi dengan makanan : -
·
Efek samping
Anemia
aplastic, hipersensititas, sakit kepala, peripheral neuritis, enselopati,
depresi ringan, mual, muntah, cardiomyophati.
·
Cara penyimpanan
Disimpan
pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap.
(Medscape,
2018; Drugs.com, 2018)
c.
Amoxicilin
Mengganggu
sintesis mucopeptide dinding sel selama multiplikasi aktif, menghasilkan
aktivitas bakterisidal terhadap bakteri yang rentan. Setidaknya seefektif
kloramfenikol dalam kecepatan defervesensi dan tingkat kambuh.
·
Dosis terapi : dosis harian 75-100 mg / kg selama 14 hari.
·
Cara pakai : per oral
·
Interaksi obat
-
Amoxicilin >< Metotreksat (Major)
Penggunaan bersamaan dari penisilin
berdosis besar dapat meningkatkan konsentrasi serum metotreksat. Mekanisme ini
mungkin melibatkan penghambatan kompetitif sekresi ginjal tubular metotreksat.
-
Amoxicilin >< Tetrasiklin
(Moderate)
Tetrasiklin dapat mengurangi efek
penisilin dengan menghambat sintesis protein seluler yang diperlukan untuk
menghambat sintesis dinding sel oleh penisilin.
-
Amoxicilin >< Warfarin (moderate)
Penisilin kadang-kadang dapat
mempotensiasi risiko perdarahan pada pasien yang diobati dengan antikoagulan
oral.
·
Interaksi dengan makanan : -
·
Efek samping
Efek samping yang paling sering
dilaporkan adalah diare, mual, dan ruam kulit.
·
Cara penyimpanan
Disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari
cahaya langsung dan tempat yang lembap.
(Medscape,
2018; Drugs.com, 2018)
d.
Kotrimoksazol
(Trimetoprim & Sulfametoxazole)
Menghambat
pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic.
·
Dosis terapi : 80-400 mg
·
Cara pakai : oral, intravena
·
Interaksi obat :
-
Kotrimoksazol >< Captopril (major)
Penggunaan
trimethoprim dalam kombinasi dengan obat-obatan lain yang mengandung kalium
atau garam kalium dapat meningkatkan risiko hiperkalemia. Trimethoprim
menghambat reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan menghalangi saluran
natrium di tubulus distal ginjal.
-
Kotrimoksazol >< metformin
(moderate)
Trimethoprim
dapat mengurangi ekskresi metformin dengan bersaing untuk transpor tubulus
ginjal. Mekanisme ini mungkin melibatkan penghambatan trimetoprim dari
transporter kation organik 2 (OCT2), sehingga meningkatkan konsentrasi plasma
metformin. Peningkatan kadar metformin dapat meningkatkan risiko asidosis
laktat.
·
Interaksi dengan makanan :
-
Kotrimoksazol >< Alkohol
(moderate)
Penghambatan
asetaldehid dehidrogenase yang mengakibatkan akumulasi asetaldehida yang dapat
menyebabkan flushing, palpitasi
jantung, dispnea, sakit kepala, dan mual (disulfiram - reaksi jenis alkohol).
·
Efek samping
Efek GI (mual,
muntah, anoreksia); reaksi dermatologis dan sensitivitas (ruam, urtikaria).
·
Cara penyimpanan
Disimpan pada
suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap.
(Medscape,
2018; Drugs.com, 2018)
2.2
Pneumonia
Pneumonia
merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak menyerang bayi dan anak balita.
Kejadian pneumonia pada masa balita berdampak jangka panjang yang akan muncul
pada masa dewasa yaitu penurunan fungsi paru. Pneumonia merupakan pembunuh
utama anak dibawah usia lima tahun (balita) didunia, lebih banyak dibandingkan dengan
penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. ( Adawiyah dan Duarsa, 2016).
Bakteri penyebab
utama pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae
yaitu bakteri yang tergolong gram positif. Streptococcus pneumoniae atau pnemokokus
adalah bakteri penghuni flora normal pada saluran pernapasan bagian atas
manusia. Pneumonia merupakan bentuk utama Infeksi Saluran Napas Bawah Akut
(ISNBA) di parenkim paru yang dapat menimbulkan mortalitas yang tinggi
(Kementrian Kesehatan RI, 2010 ; Suharjono, et al., 2009).
Berdasarkan data
Kemenkes 2011 diketahui bahwa pneumonia merupakan penyebab mortalitas terbanyak
yaitu sebesar 7,60%. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 2010
menyebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernapasan napas bawah menempati urutan
kedua sebagai penyebab kematian di Indonesia (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010).
2.2.1
Tatalaksana
Pneumonia
Demam tifoid
disebabkan oleh adanya infasi dari Streptococcus
pneumoniae dapat ditangani dengan pemberian antibiotik. Berikut merupakan
tatalaksana penganganan pneumonia :
(Mandell et al., 2007).
2.2.2
Informasi
Obat
Berdasarkan
tatalaksana diatas, maka berikut merupakan informasi yang dapat diberikan
terkait penggunaan beberapa antibiotik tersebut :
a.
Eritromisin
(Binfar, 2015)
Eritromisin aktif terhadap Gram-positif
dan beberapa mikroorganisme Gram-negatif dan digunakan dalam pengobatan infeksi
saluran pernapasan, gastrointestinal, dan saluran genital, serta infeksi kulit
dan jaringan lunak. Eritromisin
paling efektif terhadap Staphylococcus
aureus cocci, streptokokus grup A, enterococci, dan pneumococci. Ini menghambat strain Neisseriae, dan beberapa strain Haemophilus influenzae,
Pasteurellae multocidae, Brucellae, Rickettsiae, dan Treponemae (Jelić and
Antolović,2016).
·
Dosis :
-
Dewasa :
2- 4 x 250-500 mg
-
Anak dan bayi : 30-50mg/kg terbagi 3-4
dosis.
-
Dosis dapat dilipat gandakan pada
infeksi berat
·
Cara Pakai : Diberikan 2 jam sebelum makan atau sesudah makan
·
Interaksi obat :
Meningkatkan aritmia bila diberikan dg
astemizole, cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin,
thioridazine. Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil, carbamazepin,
CCB, clozapin, cilostazol, digoksin, bromokriptin, statin,
teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking Flukonazol meningkatkan kadar plasma
klaritromisin
·
Interaksi dengan makanan :
Makanan dapat menghambat penyerapan
eritromisin, konsumsi eritromisin dalam keadaan perut kosong (drugs.com)
·
Cara penyimpanan :
Untuk tablet atau serbuk disimpan di
suhu ruangan, untuk sirup kering simpan di refrigerator setelah dicampur, buang
sisa sirup bila lebih dari 10 hari (drugs.com)
·
Efek samping :
-
10-15% :
mual, muntah, rasa terbakar pada lambung: bersifat reversibel, biasanya terjadi
setelah 5-7 hari terapi, insiden
-
Ototoksisitas : terjadi pada dosis
tinggi disertai gagal hati ataupun ginjal
-
Cholestatic Jaundice: Umum terjadi pada
garam estolat dari eritromisin
b.
Azitromisin
(Binfar, 2015)
Azitromisin menunjukkan spektrum
aktivitas yang luas terhadap banyak spesies Gram-positif aerob dan anaerob, dan
juga menghambat sejumlah bakteri Gram-negatif aerob dan anaerob penting. Secara
signifikan, azitromisin menunjukkan aktivitas yang baik terhadap Haemophilus influenzae, suatu organisme
di mana antibiotik makrolida yang lebih terdahulu terbukti mengecewakan seperti
eritromisin. Aktivitas bakterisida terlihat untuk streptokokus tertentu dan
untuk H. influenzae (Neu, 1991)
·
Dosis
:
-
Dewasa :
ISPA: 1x500mg hari I, diikuti 1x250mg pada hari kedua-kelima
-
Anak > 6 bulan : CAP: 10mg/kg pada hari I diikuti 5mg/kg/hari sekali sehari
sampai hari kelima
·
Cara Pakai :
Obat diminum bersama makanan untuk
mengatasi efek samping terhadap saluran cerna. Jangan minum antasida bersama obat ini
·
Interaksi obat :
Meningkatkan aritmia bila diberikan dg
astemizole, cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin,
thioridazine. Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil,
carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin, bromokriptin, statin,
teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking Flukonazol meningkatkan kadar plasma
klaritromisin
·
Interaksi dengan makanan : -
·
Cara penyimpanan :
Disimpan pada suhu ruangan. Jauhkan obat
ini dari paparan sinar matahari langsung dan tempat yang lembap. Jangan
disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.
·
Efek samping :
1-10%:
sakit kepala, rash, diare, mual,muntah
c.
Sefuroksim
(Binfar, 2015)
Cefuroxime efektif terhadap berbagai
infeksi yang disebabkan oleh aerob Gram-positif atau Gram-negatif, tetapi tidak
memiliki efek terhadap infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa atau B.
fragilis. Cefuroxime bermanfaat dalam pengobatan infeksi pernapasan karena Haemophilus influenzae dan Streptocococcus pneumoniae dan
bermanfaat terhadap infeksi Klebsiella
dan Enterobacter yang kebal terhadap
sefalosporin (Brogden, 1979).
·
Dosis : untuk dewasa sebanyak 2 x 250-500 mg selama
10 hari
·
Cara Pakai :
Diminum bersama makanan, Laporkan bila
diare menetap, obat diminum selama 10-14 hari untuk memastikan kuman terbasmi
·
Interaksi obat : Kombinasi dg aminoglikosida meningkatkan nefrotoksisitas
·
Interaksi dengan makanan :
Konsumsi sefuroksim bersama garam
bernatrium dapat meningkatkan tekanan darah (drugs.com)
·
Cara penyimpanan :
Simpan sefuroksim tablet di suhu ruangan
dan tidak di tempat yang lembab dan panas. Simpan botol dalam keadaan tertutp
rapat ketika tidak digunakan. Simpan sefuroksim cair dalam kulkas namun bukan
di dalam freezer, buang sisa obat cair jika sudah melebihi 10 hari (drugs.com)
·
Efek samping :
-
1-10% :Eosinofilia,
anemia,peningkatan SGOT/SGPT/ALP
-
< 1% :anafilaksis,
angiooedema, cholestasis, diare.
d.
Levofloksasin
(Binfar, 2015)
Levofloxacin adalah agen antibakteri
spektrum luas dengan aktivitas melawan berbagai bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif dan organisme atipikal. Ini memberikan kemanjuran klinis dan
bakteriologis dalam berbagai infeksi, termasuk yang disebabkan oleh strain
rentan penisilin dan strain S. pneumoniae resisten (Croom and Goa, 2003)
·
Dosis :
untuk dewasa sebanyak 1 x 500mg selama 7-14 hari,
·
Cara Pakai :
Obat diminum 1-2 jam sebelum makan.
Jangan diminum bersamaan dengan antasida. Anda dapat mengalami fotosensitifitas
oleh karena itu gunakan sunscreen, pakaian protektif untuk menghindarinya.
·
Interaksi obat :
Hindari pemberian bersamaan dengan
eritromisin, cisapride, antipsikotik, antidepressant karena akan memperpanjang
kurva QT pada rekaman EKG. Demikian pula hindari pemberian bersama betabloker
dan amiodarone karena dapat menyebabkan bradikardi. Hindari pemberian bersama
insulin, karena dapat mengubah profil glukosa. Meningkatkan pendarahan bila
diberikan bersama warfarin serta dapat meningkatkan kadar digoksin.
·
Interaksi dengan makanan :
Levofloksasin tidak akan bekerja dengan
baik jika pemberian per oral diberikan bersama makanan. Jeda makan sekitar 1
jam sebelum konsumsi levofloksasin atau 2 jam sesudah konsumsi levofloksasin.
Lefofloksasin dan multivitamin juga tidak boleh dikonsumsi bersamaan. Produk
suplemen yang mengandung magnesium, aluminium, kalsium, besi, atau mineral
lainnya dapat mengganggu penyerapan lefofloksasin ke dalam peredaran darah dan
mengurahi efektifitasnya. Konsumsi lefofloksasin 2-4 jam sebelum atau 4-6 jam
sesudah konsumsi multivitamin dengan kandungan mineral (drugs.com)
·
Cara penyimpanan :
Simpan di suhu ruangan dan terhindar
dari lembab dan panas, dan simpan dalam keadaan botol tertutup rapat jika tidak
digunakan (drugs.com)
·
Efek samping :
-
3-10%: sakit kepala, pusing,mual, diare,
reaksi alergi, reaksi anafilaktik,angioneurotik oedema, bronkhospasme, nyeri
dada.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Demam tifoid
disebabkan oleh adanya infasi dari bakteri Salmonella
typhi merupakan bakteri yang termasuk ke dalam bakteri berbentuk batang
gram negatif sedangkan penumonia utamanya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae yaitu bakteri yang tergolong gram positif.
Penanganan demam tifoid serta pneumonia harus berdasar pada informasi tentang spektrum
bakteri penyebab infeksi, hal ini diupayakan untuk menurunkan tingkat
resistensi yang dihasilkan oleh bakteri penyebab penyakit yakni tifoid dan
pneumonia.
Dalam pemberian
informasi obat yang baik harus memberikan informasi sejelas mungkin meliputi nama
obat, dosis terapi, cara pakai, interaksi obat , interaksi dengan makanan, cara
penyimpanan serta efek sampingnya.
3.2.
Saran
Dalam penanganan
demam tifoid serta pneumonia seharusnya berdasarkan pada informasi tentang
spektrum bakteri penyebab infeksi untuk menurunkan tingkat resistensi dari
bakteri yang menimbulkan penyakit.
Tentunya,
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih terdapat banyak kelemahan
atau bahkan kekeliruan dalam bentuk penulisan dan penyajiannya. Oleh karena
itu, penulis berharap adanya masukan dari para pembaca sehingga penulis dapat
menyajikan informasi yang lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah
dan Duarsa. 2016. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Pneumonia
Pada Balita di Puskesmas Susunan Kota Bandar Lampung Tahun 2012. Jurnal Kedokteran Yarsi, 24(1).
Brogden,
R. N., Heel, R. C., Speight, T. M dan Avery, G. S. 1979. Cefuroxime: a review
of its antibacterial activity, pharmacological properties and therapeutic use. Drugs, 17(4).
Croom, K. F dan Goa, K. L. 2003. Levofloxacin :
a review of its use in the treatment of bacterial infections in the United
States.. Drugs, 63(24).
Departemen
Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Tersedia di : http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_INFEKSI.pdf
Drugs.com.
2018. Amoxicillin. Available online at https://www.drugs.com/amoxicillin.html
(diakses 26 Desember 2018).
Drugs.com.
2018. Cefuroxime and Alcohol / Food Interactions. Tersedia di : https://www.drugs.com/food-interactions/cefuroxime.html
Drugs.com.
2018. Chloramphenicol. Available online at https://www.drugs.com/cdi/chloramphenicol.html
(diakses 26 Desember 2018).
Drugs.com.
2018. Ciprofloxacin. Available online at https://www.drugs.com/ciprofloxacin.html
(diakses 26 Desember 2018).
Drugs.com.
2018. Co-trimoxazole. Available online at https://www.drugs.com/monograph/co-trimoxazole.html
(diakses 26 Desember 2018).
Drugs.com.
2018. Erythromycin and Alcohol / Food Interactions. Tersedia di : https://www.drugs.com/food-interactions/erythromycin.html#moreResources
Drugs.com.
2018. Levofloxacin and Alcohol / Food Interactions. Tersedia di : https://www.drugs.com/food-interactions/levofloxacin.html
Jelić, D dan Antolović, R. 2016. From
erythromycin to azithromycin and new potential ribosome-binding
antimicrobials. Antibiotics, 5(3).
Kemenkes
RI. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes
RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Mandell,L.A.,
Wunderink,R.G dan Anzueto A. 2007. Infectious Disease Society of
America/American Thoracic Society Consensus Guidelines on the Management of
Community-Acquired Pneumonia in Adults. IDSA/ATS,
44(2).
Medscape.
2018. Amoxicillin. Available online at https://reference.medscape.com/drug/amoxil-moxatag-amoxicillin-342473
(diakses 26 Desember 2018)
Medscape.
2018. Chloramphenicol. Available online at https://reference.medscape.com/drug/chloramphenicol-iv-chloromycetin-342554
(diakses 26 Desember 2018)
Medscape.
2018. Ciprofloxacin. Available online at https://reference.medscape.com/drug/cipro-xr-ciprofloxacin-342530#11
(diakses 26 Desember 2018)
Medscape.
2018. Trimethoprim/Sulfamethoxazole. Available online at https://reference.medscape.com/drug/bactrim-trimethoprim-sulfamethoxazole-342543
(diakses 26 Desember 2018)
Medscape.
2018. Typhoid Fever Medication. Available online at https://emedicine.medscape.com/article/231135-medication
(diakses 26 Desember 2018)
Mutsaqof,
A.A.N., Wiharto,S.T dan Suryani,E. Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit
Infeksi Menggunakan Forward Chaining. Jurnal
Itsmart, 4(1).
Neu, H.
C. 1991. Clinical microbiology of azithromycin. The American journal of medicine, 91(3).
Nuruzzaman,
H dan Syahrul,F. 2016. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan
Kebersihan Diri dan Kebiasaan Jajan Di Rumah. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(1).
Suharjono, Yuniati, T., Sumarno, dan Semedi, S.J.
2009. Sudi Penggunaan Antibiotika pada Penderita Rawat Inap Pneumonia
(Penelitian Di Sub Departemen anak Rumkital DR. Ramelan Surabaya). Majalah Ilmu Kefarmasian,6(3).
Utami,E.R.
2011. Antibiotika, Resistensi, Dan
Rasionalitas Terapi. El-Hayah, 1(4).
WHO. 2003. The
Diagnosis, Treatment and Prevention Of Typhoid Fever. Ordering Code:
WHO/V&B/03.07.
Yulia,R., Herawati,F., Jaelani, A.K dan Anggraini,W.
2018. Evaluasi Penggunaan Antibiotik dan Profil Kuman Pada Seksio Sesarea di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pasuruan. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia, 7(2).
1 komentar:
If you're trying to lose pounds then you absolutely need to jump on this totally brand new custom keto meal plan diet.
To produce this keto diet, licensed nutritionists, fitness trainers, and cooks united to develop keto meal plans that are powerful, convenient, money-efficient, and enjoyable.
Since their first launch in early 2019, thousands of clients have already completely transformed their figure and health with the benefits a smart keto meal plan diet can offer.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-certified ones given by the keto meal plan diet.
Posting Komentar