Minggu, 01 Maret 2020

MAKALAH Pedoman Informasi Obat pada Penggunaan Antibiotik untuk Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif


MAKALAH

Pedoman Informasi Obat pada Penggunaan Antibiotik untuk Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif



UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS FARMASI

2018




BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan satu kumpulan jenis-jenis penyakit yang mudah menyerang anak-anak yang disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, dan infeksi parasit. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2007, penyebab utama kematian antara lain 28,1 % disebabkan oleh penyakit infeksi dan parasit, 18,9 % disebabkan oleh penyakit vaskuler, dan 15,7 % disebabkan oleh penyakit pernapasan (Mutsaqof et al., 2015).

Penyakit diare, demam tifoid, demam berdarah, infeksi saluran pernapasan atas (influenza, radang amandel, radang tenggorokan), radang paru-paru, dan demam yang belum diketahui penyebabnya (observasi febris) merupakan penyakit infeksi yang termasuk ke dalam 10 penyakit terbanyak rumah sakit di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit infeksi harus cepat didiagnosis dan ditangani agar tidak semakin parah. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi (Mutsaqof et al., 2015).

Berdasarkan Laporan Ditjen Pelayanan Medis Departemen Kesehatan RI tahun 2008, demam tifoid menempati urutan ke 2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15% (Depkes RI, 2009). Selain itu, penderita pneumonia balita di Indonesia tahun 2016 mencapai 503,738 kasus (57.84%) dan menyebabkan kematian karena pneumonia sebanyak 10 balita (Kemenkes RI, 2017). Kedua penyakit tersebut merupakan penyakit yang masih menjadi menjadi masalah yang perlu untuk ditangani di negeri ini.

Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia. Sedangkan antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain. Berdasarkan spektrum kerjanya, antibiotik dibagia kedalam dua golongan, yakni :



1.             Spektrum luas (aktivitas luas) :

Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.

2.             Spektrum sempit (aktivitas sempit) :

Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif (Utami, 2011).

Pengendalian penggunaan antibiotik dianggap perlu untuk dilakukan guna menekan kejadian resistensi antibiotik, salah satunya yaitu melalui program antibiotic stewardship/ program pengendalian resistensi antibiotik, sebuah pendekatan kelembagaan atau sistem pelayanan kesehatan untuk mempromosikan dan memantau penggunaan antibiotik secara tepat dan bijak agar dapat mempertahankan efektivitasnya. Salah satu upaya untuk mengurangi terjadinya resistensi adalah pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada informasi tentang spektrum bakteri penyebab infeksi dan pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik. Informasi mengenai spektrum bakteri dan pola resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi (Yulia et al., 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis bermaksud untuk memaparkan informasi mengenai antibiotik yang digunakan untuk mengendalikan infeksi khususnya pada infeksi yang menyebabkan penyakit demam tifoid dan pneumonia. Dimana, informasi mengenai penggunaan antibiotik pada 2 kasus diatas didasarkan pada tatalaksana serta berdasarkan spektrum bakteri yang menyebabkan penyakit tersebut. 



1.2         Rumusan Masalah

1.             Bakteri apa yang menyebabkan demam tifoid serta pneumonia? Serta termasuk ke dalam jenis gram apa bakteri tersebut?

2.             Bagaimanakan tatalaksana pengendalian demam tifoid serta pneumonia?

3.             Apa saja informasi obat yang dapat diberikan terkait antibiotik yang digunakan sebagai terapi untuk demam tifoid serta pneumonia?





1.3         Maksud dan Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah

1.             Mengetahui bakteri serta penggolongan bakteri baik gram positif maupun gram negatif yang menyebabkan demam tifoid serta pneumonia

2.             Mengetahui tatalaksana pengendalian demam tifoid dan pneumonia

3.             Mengetahui informasi obat yang dapat diberikan  terkait antibiotik yang digunakan sebagai terapi dalam penanganan demam tifoid dan pneumonia






BAB II

PEMBAHASAN

Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak penyebab sakit di masyarakat. Infeksi adalah suatu proses invasi dan pembiakan mikroorganisme yang terjadi di jaringan tubuh manusia yang secara klinis dapat menimbulkan cedera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel atau respon antigen-antibodi. Demam tifoid serta pneumonia merupakan 2 penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan yang perlu diperhatikan di negri ini.

2.1         Demam Tifoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C. Penularan demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Demam tifoid merupakan penyakit yang rawan terjadi di Indonesia, karena karakteristik iklim yang sangat rawan dengan penyakit yang berhubungan dengan musim. Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan musim yang ada di Indonesia dapat dilihat meningkatnya kejadian penyakit pada musim hujan (Nuruzzaman dan Syahrul, 2016).

Salmonella typhi merupakan bakteri yang termasuk ke dalam bakteri berbentuk batang gram negatif. Bakteri ini akan menembus mukosa epitel usus, berkembang biak di lamina propina kemudian masuk ke dalam kelenjar getah bening mesenterium. Setelah itu memasuki peredaran darah sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimomatis, lalu bakteri masuk ke organ-organ terutama hepar dan sumsum tulang yang dilanjutkan dengan pelepasan kuman dan endotoksin ke peredaran darah sehingga menyebabkan bakteremia kedua. Bakteri yang berada di hepar akan masuk kembali ke dalam usus  kecil, sehingga terjadi infeksi seperti semula dan sebagian bakteri dikeluarkan bersama tinja.



2.1.1. Tatalaksana Demam Tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh adanya infasi dari Salmonella typhi dapat ditangani dengan pemberian antibiotik. Berikut merupakan tatalaksana yang dikeluarkan oleh WHO terkait penganganan demam tifoid:

                  



2.1.2. Informasi Obat

Berdasarkan tatalaksana diatas, maka berikut merupakan informasi yang dapat diberikan terkait penggunaan beberapa antibiotik tersebut :



a.             Ciprofloxacin

Ciprofloxacin adalah antibiotik fluoroquinolone yang melawan bakteri dalam tubuh. Ini digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri. Fluoroquinolon dengan aktivitas melawan pseudomonad, streptokokus, MRSA, Staphylococcus epidermidis, dan sebagian besar organisme gram negatif tetapi tidak ada aktivitas melawan anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan, akibatnya, pertumbuhan.

Untuk pengobatan demam tifoid (enteric fever) akibat Salmonella typhi:

·                Dosis terapi        : 500 mg setiap 12 jam selama 10 hari

·                Cara pakai         : per oral

·                Interaksi obat

-       Ciprofloxacin >< Ibuprofen (Major)

Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat meningkatkan risiko toksisitas sistem saraf pusat yang kadang-kadang dikaitkan dengan penggunaan fluoroquinolone.

-          Ciprofloxacin >< Aspirin (Moderate)

Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat meningkatkan risiko toksisitas sistem saraf pusat yang kadang-kadang dikaitkan dengan penggunaan fluoroquinolon.

-          Ciprofloxacin >< Prednisolon (Major)

Pemberian kortikosteroid secara bersamaan dapat mempotensiasi risiko tendinitis dan ruptur tendon yang terkait dengan pengobatan fluoroquinolone.

·                Interaksi dengan makanan

-          Ciprofloxacin >< Kafein (Moderate)

Pemberian bersamaan dengan kuinolon tertentu dapat meningkatkan konsentrasi plasma dan efek farmakologis dari kafein karena penghambatan metabolisme kafein CYP450 1A2. Ciprofloxacin (250 hingga 750 mg dua kali sehari) meningkatkan AUC dan mengeliminasi waktu paruh kafein sebesar 50% hingga lebih dari 100%, dan mengurangi klirensnya sebesar 30% hingga 50%.

-          Ciprofloxacin >< Multivitamin dengan mineral (Moderate)

Sediaan oral yang mengandung magnesium, aluminium, atau kalsium dapat secara signifikan mengurangi penyerapan gastrointestinal antibiotik quinolone. Bioavailabilitas ciprofloxacin telah dilaporkan berkurang sebanyak 90% ketika diberikan dengan antasida yang mengandung aluminium atau magnesium hidroksida.

-          Ciprofloxacin >< Makanan (Moderate)

Konsumsi bersamaan produk susu (susu, yogurt) atau makanan yang diperkaya kalsium (mis., Sereal, jus jeruk) dapat mengurangi aktivitas antibiotik fluoroquinolone oral tertentu. Mekanismenya adalah pengkelatan kalsium dan quinolone, menghasilkan bioavailabilitas yang menurun.

·                Efek samping

Efek samping yang paling umum (dari uji klinis semua formulasi, dosis, lama terapi, dan indikasi) adalah mual, diare, tes fungsi hati abnormal, muntah, dan ruam. Efek samping yang paling umum dilaporkan dengan formulasi IV adalah mual, diare, muntah, reaksi dan suntikan tempat reaksi, ruam, dan peningkatan transaminase (sementara).

·                Cara penyimpanan

Simpan di tempat yang bersuhu antara 15-30°C, untuk setiap bentukan sebaiknya jauhi dari paparan sinar matahari langsung.

(Medscape, 2018 ; Drugs.com, 2018)



b.             Kloramfenikol

Mengikat subunit bakteri-ribosom 50S dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis protein. Efektif melawan bakteri gram negatif dan gram positif. Menghasilkan perbaikan cepat dalam kondisi umum pasien, diikuti oleh penurunan suhu dalam 3-5 hari.

·                Dosis Terapi             : 12,5 hingga 25 mg / kg IV setiap 6 jam

·                Cara pakai                : oral, intravena

·                Interaksi obat

-          Kloramfenikol >< Hidrokodon (Major)

Pemberian bersama dengan inhibitor CYP450 3A4 dapat meningkatkan konsentrasi plasma hidrokodon, yang secara substansial dimetabolisme oleh isoenzim. Peningkatan konsentrasi hidrokodon dapat meningkatkan atau memperpanjang efek obat yang merugikan dan dapat menyebabkan depresi pernapasan yang fatal.

-          Kloramfenikol >< Amlodipin (Moderate)

Pemberian bersama dengan inhibitor CYP450 3A4 dapat meningkatkan konsentrasi amlodipine dalam plasma, yang merupakan substrat isoenzim.

-          Kloramfenikol >< Simvastatin (Moderate)

Risiko neuropati perifer dapat meningkat selama penggunaan bersamaan dua agen atau lebih yang berhubungan dengan efek samping ini. Faktor risiko pasien termasuk diabetes dan usia lebih dari 60 tahun. Dalam beberapa kasus, neuropati dapat berkembang atau menjadi ireversibel meskipun obat dihentikan.

·                Interaksi dengan makanan    : -

·                Efek samping

Anemia aplastic, hipersensititas, sakit kepala, peripheral neuritis, enselopati, depresi ringan, mual, muntah, cardiomyophati.

·                Cara penyimpanan

Disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap.

(Medscape, 2018; Drugs.com, 2018)



c.              Amoxicilin

Mengganggu sintesis mucopeptide dinding sel selama multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap bakteri yang rentan. Setidaknya seefektif kloramfenikol dalam kecepatan defervesensi dan tingkat kambuh.

·                Dosis terapi              : dosis harian 75-100 mg / kg selama 14 hari.

·                Cara pakai                : per oral

·                Interaksi obat





-          Amoxicilin >< Metotreksat (Major)

Penggunaan bersamaan dari penisilin berdosis besar dapat meningkatkan konsentrasi serum metotreksat. Mekanisme ini mungkin melibatkan penghambatan kompetitif sekresi ginjal tubular metotreksat.

-          Amoxicilin >< Tetrasiklin (Moderate)

Tetrasiklin dapat mengurangi efek penisilin dengan menghambat sintesis protein seluler yang diperlukan untuk menghambat sintesis dinding sel oleh penisilin.

-          Amoxicilin >< Warfarin (moderate)

Penisilin kadang-kadang dapat mempotensiasi risiko perdarahan pada pasien yang diobati dengan antikoagulan oral.

·                Interaksi dengan makanan    : -

·                Efek samping

Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah diare, mual, dan ruam kulit.

·                Cara penyimpanan

Disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap.

(Medscape, 2018; Drugs.com, 2018)



d.             Kotrimoksazol (Trimetoprim & Sulfametoxazole)

Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic.

·                Dosis terapi                           : 80-400 mg

·                Cara pakai                             : oral, intravena

·                Interaksi obat                        :

-          Kotrimoksazol >< Captopril (major)

Penggunaan trimethoprim dalam kombinasi dengan obat-obatan lain yang mengandung kalium atau garam kalium dapat meningkatkan risiko hiperkalemia. Trimethoprim menghambat reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan menghalangi saluran natrium di tubulus distal ginjal.

-          Kotrimoksazol >< metformin (moderate)

Trimethoprim dapat mengurangi ekskresi metformin dengan bersaing untuk transpor tubulus ginjal. Mekanisme ini mungkin melibatkan penghambatan trimetoprim dari transporter kation organik 2 (OCT2), sehingga meningkatkan konsentrasi plasma metformin. Peningkatan kadar metformin dapat meningkatkan risiko asidosis laktat.



·                Interaksi dengan makanan    :

-                 Kotrimoksazol >< Alkohol (moderate)

Penghambatan asetaldehid dehidrogenase yang mengakibatkan akumulasi asetaldehida yang dapat menyebabkan flushing, palpitasi jantung, dispnea, sakit kepala, dan mual (disulfiram - reaksi jenis alkohol).

·                Efek samping

Efek GI (mual, muntah, anoreksia); reaksi dermatologis dan sensitivitas (ruam, urtikaria).

·                Cara penyimpanan

Disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap.

(Medscape, 2018; Drugs.com, 2018)



2.2         Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak menyerang bayi dan anak balita. Kejadian pneumonia pada masa balita berdampak jangka panjang yang akan muncul pada masa dewasa yaitu penurunan fungsi paru. Pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima tahun (balita) didunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. ( Adawiyah dan Duarsa, 2016).

Bakteri penyebab utama pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae yaitu bakteri yang tergolong gram positif. Streptococcus pneumoniae atau pnemokokus adalah bakteri penghuni flora normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia. Pneumonia merupakan bentuk utama Infeksi Saluran Napas Bawah Akut (ISNBA) di parenkim paru yang dapat menimbulkan mortalitas yang tinggi (Kementrian Kesehatan RI, 2010 ; Suharjono, et al., 2009).

Berdasarkan data Kemenkes 2011 diketahui bahwa pneumonia merupakan penyebab mortalitas terbanyak yaitu sebesar 7,60%. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 2010 menyebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernapasan napas bawah menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian di Indonesia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.2.1   Tatalaksana Pneumonia

Demam tifoid disebabkan oleh adanya infasi dari Streptococcus pneumoniae dapat ditangani dengan pemberian antibiotik. Berikut merupakan tatalaksana penganganan pneumonia :


                                                                                                         (Mandell et al., 2007).





2.2.2   Informasi Obat

Berdasarkan tatalaksana diatas, maka berikut merupakan informasi yang dapat diberikan terkait penggunaan beberapa antibiotik tersebut :



a.             Eritromisin (Binfar, 2015)

Eritromisin aktif terhadap Gram-positif dan beberapa mikroorganisme Gram-negatif dan digunakan dalam pengobatan infeksi saluran pernapasan, gastrointestinal, dan saluran genital, serta infeksi kulit dan jaringan lunak. Eritromisin paling efektif terhadap Staphylococcus aureus cocci, streptokokus grup A, enterococci, dan pneumococci. Ini menghambat strain Neisseriae, dan beberapa strain Haemophilus influenzae, Pasteurellae multocidae, Brucellae, Rickettsiae, dan Treponemae (Jelić and Antolović,2016).

·                Dosis                  : 

-          Dewasa        : 2- 4 x 250-500 mg

-          Anak dan bayi : 30-50mg/kg terbagi 3-4 dosis.

-          Dosis dapat dilipat gandakan pada infeksi berat

·                Cara Pakai         : Diberikan 2 jam sebelum makan atau sesudah makan

·                Interaksi obat :

Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole, cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin, thioridazine. Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil, carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin, bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking Flukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin

·                Interaksi dengan makanan :

Makanan dapat menghambat penyerapan eritromisin, konsumsi eritromisin dalam keadaan perut kosong (drugs.com)

·                Cara penyimpanan :

Untuk tablet atau serbuk disimpan di suhu ruangan, untuk sirup kering simpan di refrigerator setelah dicampur, buang sisa sirup bila lebih dari 10 hari (drugs.com)

·                Efek samping     :

-          10-15%        : mual, muntah, rasa terbakar pada lambung: bersifat reversibel, biasanya terjadi setelah 5-7 hari terapi, insiden 

-          Ototoksisitas : terjadi pada dosis tinggi disertai gagal hati ataupun ginjal

-          Cholestatic Jaundice: Umum terjadi pada garam estolat dari eritromisin



b.             Azitromisin (Binfar, 2015)

Azitromisin menunjukkan spektrum aktivitas yang luas terhadap banyak spesies Gram-positif aerob dan anaerob, dan juga menghambat sejumlah bakteri Gram-negatif aerob dan anaerob penting. Secara signifikan, azitromisin menunjukkan aktivitas yang baik terhadap Haemophilus influenzae, suatu organisme di mana antibiotik makrolida yang lebih terdahulu terbukti mengecewakan seperti eritromisin. Aktivitas bakterisida terlihat untuk streptokokus tertentu dan untuk H. influenzae (Neu, 1991)

·                Dosis  :

-          Dewasa                    : ISPA: 1x500mg hari I, diikuti 1x250mg pada hari kedua-kelima

-          Anak > 6 bulan        : CAP: 10mg/kg pada hari I diikuti 5mg/kg/hari sekali sehari sampai hari kelima

·                Cara Pakai :

Obat diminum bersama makanan untuk mengatasi efek samping terhadap saluran cerna. Jangan minum antasida  bersama obat ini

·                Interaksi obat :

Meningkatkan aritmia bila diberikan dg astemizole, cisapride, gatifloksasin, moksifloksasin,sparfloksasin, thioridazine. Meningkatkan kadar plasma benzodiazepine, alfentanil, carbamazepin, CCB, clozapin, cilostazol, digoksin, bromokriptin, statin, teofilin,warfarin,neuromuskulerbloking Flukonazol meningkatkan kadar plasma klaritromisin

·                Interaksi dengan makanan : -

·                Cara penyimpanan :

Disimpan pada suhu ruangan. Jauhkan obat ini dari paparan sinar matahari langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan dibekukan.

·                Efek samping :

1-10%: sakit kepala, rash, diare, mual,muntah



c.              Sefuroksim (Binfar, 2015)

Cefuroxime efektif terhadap berbagai infeksi yang disebabkan oleh aerob Gram-positif atau Gram-negatif, tetapi tidak memiliki efek terhadap infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa atau B. fragilis. Cefuroxime bermanfaat dalam pengobatan infeksi pernapasan karena Haemophilus influenzae dan Streptocococcus pneumoniae dan bermanfaat terhadap infeksi Klebsiella dan Enterobacter yang kebal terhadap sefalosporin (Brogden, 1979).

·                Dosis                   : untuk dewasa sebanyak 2 x 250-500 mg selama 10 hari

·                Cara Pakai :

Diminum bersama makanan, Laporkan bila diare menetap, obat diminum selama 10-14 hari untuk memastikan kuman terbasmi

·                Interaksi obat     : Kombinasi dg aminoglikosida meningkatkan nefrotoksisitas

·                Interaksi dengan makanan :

Konsumsi sefuroksim bersama garam bernatrium dapat meningkatkan tekanan darah (drugs.com)

·                Cara penyimpanan :

Simpan sefuroksim tablet di suhu ruangan dan tidak di tempat yang lembab dan panas. Simpan botol dalam keadaan tertutp rapat ketika tidak digunakan. Simpan sefuroksim cair dalam kulkas namun bukan di dalam freezer, buang sisa obat cair jika sudah melebihi 10 hari (drugs.com)

·                Efek samping :

-          1-10%                      :Eosinofilia, anemia,peningkatan SGOT/SGPT/ALP

-          < 1%                        :anafilaksis, angiooedema, cholestasis, diare.



d.             Levofloksasin (Binfar, 2015)

Levofloxacin adalah agen antibakteri spektrum luas dengan aktivitas melawan berbagai bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dan organisme atipikal. Ini memberikan kemanjuran klinis dan bakteriologis dalam berbagai infeksi, termasuk yang disebabkan oleh strain rentan penisilin dan strain S. pneumoniae resisten (Croom and Goa, 2003)

·                Dosis                  : untuk dewasa sebanyak 1 x 500mg selama 7-14 hari, 

·                Cara Pakai         :

Obat diminum 1-2 jam sebelum makan. Jangan diminum bersamaan dengan antasida. Anda dapat mengalami fotosensitifitas oleh karena itu gunakan sunscreen, pakaian protektif untuk menghindarinya.

·                Interaksi obat :

Hindari pemberian bersamaan dengan eritromisin, cisapride, antipsikotik, antidepressant karena akan memperpanjang kurva QT pada rekaman EKG. Demikian pula hindari pemberian bersama betabloker dan amiodarone karena dapat menyebabkan bradikardi. Hindari pemberian bersama insulin, karena dapat mengubah profil glukosa. Meningkatkan pendarahan bila diberikan bersama warfarin serta dapat meningkatkan kadar digoksin.

·                Interaksi dengan makanan         :

Levofloksasin tidak akan bekerja dengan baik jika pemberian per oral diberikan bersama makanan. Jeda makan sekitar 1 jam sebelum konsumsi levofloksasin atau 2 jam sesudah konsumsi levofloksasin. Lefofloksasin dan multivitamin juga tidak boleh dikonsumsi bersamaan. Produk suplemen yang mengandung magnesium, aluminium, kalsium, besi, atau mineral lainnya dapat mengganggu penyerapan lefofloksasin ke dalam peredaran darah dan mengurahi efektifitasnya. Konsumsi lefofloksasin 2-4 jam sebelum atau 4-6 jam sesudah konsumsi multivitamin dengan kandungan mineral (drugs.com)

·                Cara penyimpanan         :

Simpan di suhu ruangan dan terhindar dari lembab dan panas, dan simpan dalam keadaan botol tertutup rapat jika tidak digunakan (drugs.com)

·                Efek samping     :

-          3-10%: sakit kepala, pusing,mual, diare, reaksi alergi, reaksi anafilaktik,angioneurotik oedema, bronkhospasme, nyeri dada.




BAB III

PENUTUP

3.1.       Kesimpulan

Demam tifoid disebabkan oleh adanya infasi dari bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri yang termasuk ke dalam bakteri berbentuk batang gram negatif sedangkan penumonia utamanya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae yaitu bakteri yang tergolong gram positif. Penanganan demam tifoid serta pneumonia harus berdasar pada informasi tentang spektrum bakteri penyebab infeksi, hal ini diupayakan untuk menurunkan tingkat resistensi yang dihasilkan oleh bakteri penyebab penyakit yakni tifoid dan pneumonia.

Dalam pemberian informasi obat yang baik harus memberikan informasi sejelas mungkin meliputi nama obat, dosis terapi, cara pakai, interaksi obat , interaksi dengan makanan, cara penyimpanan serta efek sampingnya.



3.2.       Saran

Dalam penanganan demam tifoid serta pneumonia seharusnya berdasarkan pada informasi tentang spektrum bakteri penyebab infeksi untuk menurunkan tingkat resistensi dari bakteri yang menimbulkan penyakit.

Tentunya, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih terdapat banyak kelemahan atau bahkan kekeliruan dalam bentuk penulisan dan penyajiannya. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan dari para pembaca sehingga penulis dapat menyajikan informasi yang lebih baik kedepannya.








DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah dan Duarsa. 2016. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Pneumonia Pada Balita di Puskesmas Susunan Kota Bandar Lampung Tahun 2012. Jurnal Kedokteran Yarsi, 24(1).

Brogden, R. N., Heel, R. C., Speight, T. M dan Avery, G. S. 1979. Cefuroxime: a review of its antibacterial activity, pharmacological properties and therapeutic use. Drugs, 17(4).

Croom, K. F dan Goa, K. L. 2003. Levofloxacin : a review of its use in the treatment of bacterial infections in the United States.. Drugs63(24).

Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Tersedia di : http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_INFEKSI.pdf

Drugs.com. 2018. Amoxicillin. Available online at https://www.drugs.com/amoxicillin.html (diakses 26 Desember 2018).

Drugs.com. 2018. Cefuroxime and Alcohol / Food Interactions. Tersedia di : https://www.drugs.com/food-interactions/cefuroxime.html

Drugs.com. 2018. Chloramphenicol. Available online at https://www.drugs.com/cdi/chloramphenicol.html (diakses 26 Desember 2018).

Drugs.com. 2018. Ciprofloxacin. Available online at https://www.drugs.com/ciprofloxacin.html (diakses 26 Desember 2018).

Drugs.com. 2018. Co-trimoxazole. Available online at https://www.drugs.com/monograph/co-trimoxazole.html (diakses 26 Desember 2018).

Drugs.com. 2018. Erythromycin and Alcohol / Food Interactions. Tersedia di : https://www.drugs.com/food-interactions/erythromycin.html#moreResources

Drugs.com. 2018. Levofloxacin and Alcohol / Food Interactions. Tersedia di : https://www.drugs.com/food-interactions/levofloxacin.html

Jelić, D dan Antolović, R. 2016. From erythromycin to azithromycin and new potential ribosome-binding antimicrobials. Antibiotics5(3).

Kemenkes RI. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Mandell,L.A., Wunderink,R.G dan Anzueto A. 2007. Infectious Disease Society of America/American Thoracic Society Consensus Guidelines on the Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults. IDSA/ATS, 44(2).

Medscape. 2018. Amoxicillin. Available online at https://reference.medscape.com/drug/amoxil-moxatag-amoxicillin-342473 (diakses 26 Desember 2018)

Medscape. 2018. Chloramphenicol. Available online at https://reference.medscape.com/drug/chloramphenicol-iv-chloromycetin-342554 (diakses 26 Desember 2018)

Medscape. 2018. Ciprofloxacin. Available online at https://reference.medscape.com/drug/cipro-xr-ciprofloxacin-342530#11 (diakses 26 Desember 2018)

Medscape. 2018. Trimethoprim/Sulfamethoxazole. Available online at https://reference.medscape.com/drug/bactrim-trimethoprim-sulfamethoxazole-342543 (diakses 26 Desember 2018)

Medscape. 2018. Typhoid Fever Medication. Available online at https://emedicine.medscape.com/article/231135-medication (diakses 26 Desember 2018)

Mutsaqof, A.A.N., Wiharto,S.T dan Suryani,E. Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit Infeksi Menggunakan Forward Chaining. Jurnal Itsmart, 4(1).

Neu, H. C. 1991. Clinical microbiology of azithromycin. The American journal of medicine, 91(3).

Nuruzzaman, H dan Syahrul,F. 2016. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan Kebersihan Diri dan Kebiasaan Jajan Di Rumah. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(1).

Suharjono, Yuniati, T., Sumarno, dan Semedi, S.J. 2009. Sudi Penggunaan Antibiotika pada Penderita Rawat Inap Pneumonia (Penelitian Di Sub Departemen anak Rumkital DR. Ramelan Surabaya). Majalah Ilmu Kefarmasian,6(3).

Utami,E.R. 2011. Antibiotika, Resistensi, Dan Rasionalitas Terapi. El-Hayah, 1(4).

WHO. 2003. The Diagnosis, Treatment and Prevention Of Typhoid Fever. Ordering Code: WHO/V&B/03.07.

Yulia,R., Herawati,F., Jaelani, A.K dan Anggraini,W. 2018. Evaluasi Penggunaan Antibiotik dan Profil Kuman Pada Seksio Sesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pasuruan. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 7(2). 

1 komentar:

Blogger mengatakan...

If you're trying to lose pounds then you absolutely need to jump on this totally brand new custom keto meal plan diet.

To produce this keto diet, licensed nutritionists, fitness trainers, and cooks united to develop keto meal plans that are powerful, convenient, money-efficient, and enjoyable.

Since their first launch in early 2019, thousands of clients have already completely transformed their figure and health with the benefits a smart keto meal plan diet can offer.

Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-certified ones given by the keto meal plan diet.

Posting Komentar