Minggu, 01 Maret 2020

MAKALAH Pendampingan Apoteker dalam Pencegahan dan Penanganan Stunting (Nutrisi, Edukasi & Sanitasi)


MAKALAH

Pendampingan Apoteker dalam Pencegahan dan Penanganan Stunting  (Nutrisi, Edukasi & Sanitasi)




UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS FARMASI

2018





Pendampingan Apoteker dalam Pencegahan dan Penanganan Stunting  (Nutrisi, Edukasi & Sanitasi)



1.1  Pengertian Stunting


Stunting dapat didefinisikan sebagai kegagalan dalam mencapai pertumbuhan optimal terutama pada balita dan anak-anak dengan diukur berdasarkan TB/U (tinggi badan menurut umur). Stunting atau sering disebut juga malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan pertumbuhan.  Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat yang ditandai dengan adanya penurunan kecepatan pertumbuhan dalam perkembangan manusia yang merupakan dampak utama dari kekurangan nutrisi. Gizi kurang merupakan hasil dari ketidak seimbangan faktor-faktor pertumbuhan (faktor internal dan eksternal). Hal ini dapat terjadi selama beberapa periode pertumbuhan, seperti masa kehamilan, masa perinatal, masa menyusui, bayi dan masa pertumbuhan (masa anak). Hal ini juga bisa disebabkan karena defisiensi dari berbagai zat gizi, misalnya mikronutrien, protein atau energi (Setiawan, 2010).

Pertumbuhan (growth) sangat erat hubungannya dengan perubahan jumlah, ukuran dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu secara keseluruhan. Pertumbuhan ini diukur dengan satuan ukuran yang meliputi berat (gram, pound, kilogram), panjang (cm, meter) dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). (Supariasa, et al, 2001).



1.2 Indikator Stunting


Indikator untuk mengetahui apakah seorang anak stunting atau normal dapat menggunakan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan dapat menggambarkan kondisi pertumbuhan skeletal anak yang pada keadaan normal tinggi badan anak tumbuh seiring dengan bertambahnya umur. Tetapi pertumbuhan tinggi badan biasanya kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indeks TB/U ini lebih menggambarkan status gizi anak di masa lalu serta lebih erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi keluarga (Supariasa et al 2001).

Indeks TB/U dalam penerapannya dalam menilai kondisi pertumbuhan anak memiliki beberapa kelebihan antara lain,

1) Merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi pada masa lampau.

2)  Alat mudah dibawa-bawa dan murah.

3) Pengukuran objektif.

Sedangkan kelemahannya indeks TB/U ini antara lain,

1) Harus disertai dengan indeks lain (seperti BB/U), karena perubahan tinggi badan tidak banyak terjadi dalam waktu singkat.

2) Ketepatan umur masih sulit diperoleh.

Kategori dan ambang batas penilaian status gizi berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U) disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks PB/U atau TB/U

Indeks
Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z-Score)
Panjang Badan menurut Umur
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) anak
Sangat Pendek
Pendek
Normal
< - 3 SD
-3 SD s/d ≤ -2 SD
-2 SD s/d 2 SD
Tinggi
> 2 SD







Pada waktu lahir, panjang badan bayi rata-rata adalah 50 cm, tinggi badan 75 cm dicapai pada usia 1 tahun, 85 cm pada usia 2 tahun dan 100 cm yaitu 2 kali panjang lahir dicapai pada usia 4 tahun, dan pada usia 6 tahun tingginya berkisar 130 cm. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh ini sejalan dengan pertumbuhan umur anak. Pengaruh dari kurangnya zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama.

Tabel 1.2. Tinggi Badan dan Berat Badan Rata-rata Anak Umur 0-6 Tahun


No
Kelompok Umur
Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (cm)
1
0 - 6 bulan
6
60
2
7 - 12 bulan
8,5
71
3
1 - 3 tahun
12
90
4
4 – 6 tahun
17
110

 


1.3  Prevalensi Stunting


Satu dari tiga anak di negara berkembang dan negara miskin mengalami stunting dengan jumlah kejadian tertinggi berada dikawasan Asia Selatan yang mencapai 46% disusul dengan kawasan Benua Afrika sebesar 38%. Secara keseluruhan angka kejadian stunting di negara miskin dan berkembang mencapai 32%. Stunting disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang terjadi dalam waktu lama dan frekuensi menderita penyakit infeksi (UNICEF, 2007). Akibat dari stunting ini meliputi perkembangan motorik yang lambat, menurunnya fungsi kognitif dan kemampuan berpikir.

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF, di Indonesia terdapat sekitar 7,8 juta anak berusia dibawah 5 tahun mengalami stunting. Dari data ini Indonesia masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah anak di bawah 5 tahun yang mengalami stunting tinggi. Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan angka kejadian stunting secara nasional sebesar 36,7 % yang berarti 1 dari 3 anak dibawah 5 tahun mengalami stunting, yang merupakan proporsi yang menjadi masalah kesehatan masyarakat menurut kriteria WHO (UNICEF, 2012). Meskipun telah terjadi penurunan angka kejadian stunting pada Riskesdas 2010 menjadi 35,7 %, namun di beberapa Provinsi di Indonesia terutama di kawasan timur Indonesia menunjukkan peningkatan angka kejadian stunting.



1.4  Penyebab Stunting


Menurut beberapa penelitian kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses kumulatif dari semenjak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang peningkatan kejadian stunting terjadi terutama pada 2 tahun pertama kehidupan. Faktor asupan gizi ibu se!elum serta selama kehamilan merupakan faktor penyebab tak langsung yang berkontribusi terhadap proses tumbuh  kembang anak. Ibu hamil yang kurang asupan nutrisi mampu menyebabkan janin mengalami Intrauterine Growth Retardation (IUGR) sehingga nantinya bayi akan lahir dengan kondisi kurang gizi serta mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Anak anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang bergizi, penyakit infeksi yang berulang, meningkatnya kebutuhan metabolik serta kurangny nafsu makan akan makin  meningkatkan kondisi kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunting (Allen and Gillespie, 2001).

Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu saktor saja seperti yang telah disebutkan di atas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor di mana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut:

1)      Asupan makanan tidak seimbang yang berkaitan dengan kandungan nutrisi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.

2)      Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

3)      Riwayat penyakit.






1.5  Gejala Stunting


Gejala stunting dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini.

1.      Tanda pubertas terlambat

2.      Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

3.      Pertumbuhan gigi terlambat

4.      Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan eye contact

5.      Pertumbuhan melambat

6.      Wajah tampak lebih muda dari usianya






1.6 Dampak Stunting



Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting:

1.      Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh

2.      Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua

Semua dampak tersebut akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa.



1.7  Pencegahan dan Penanganan Stunting


Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.


1) Pola Makan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah ''Isi Piringku'' dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.


2) Pola Asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan. Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa
memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.



3) Sanitasi dan Akses Air Bersih

Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya.






Penangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif pada sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun.



Intervensi Gizi Spesifik

Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan.



a.         Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil:

1)      Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis.

2)      Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.

3)      Mengatasi kekurangan iodium.

4)      Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.

5)      Melindungi ibu hamil dari Malaria.

b.      Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:

1)      Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).

2)      Mendorong pemberian ASI Eksklusif.

c.    Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan:

1)      Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI.

2)      Menyediakan obat cacing.

3)      Menyediakan suplementasi zink.

4)      Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.

5)      Memberikan perlindungan terhadap malaria.

6)      Memberikan imunisasi lengkap.

7)      Melakukan pencegahan dan pengobatan diare



Intervensi Gizi Sensitif

Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari PertamaKehidupan (HPK).

1)      Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.

2)      Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.

3)      Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.

4)      Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

5)      Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

6)      Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).

7)      Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.

8)      Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.

9)      Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.

10)  Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.

11)  Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.

12)  Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.






Daftar Pustaka



Allen, L.H dan Gillespie, S.R. 2001. What Works? A Review of The Efficacy and Effectiveness of Nutrition Intervensions. Manila: ABD.



Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. 2017. Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.



Keputusan Menteri Kesehatan No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak yang Menggunakan Standar WHO 2005.



Setiawan, B. 2010. Peranan ASI dan MP-ASI terhadap Tumbuh Kembang Anak Dan Pengaruh Stunting terhadap Mortalitas. Banda Aceh: Jurusan Gizi Poltekkes Depkes NAD.



Supariasa et. al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC



UNICEF. 2007. Progress for Children. Tersedia di http://www.unicef.org/publications/files/Progress_For_Children_No_6_Revised.pdf  [Diunduh tanggal 27 Desember 2018].



UNICEF. 2012. Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak. Tersedia di http://www.unicef.org/indonesia/id/A6_-_B_Ringkasan_Kajian_Gizi.pdf [Diunduh tanggal 27 Desember 2018].

1 komentar:

Blog27999 mengatakan...

If you're looking to lose pounds then you absolutely need to start following this brand new custom keto plan.

To create this service, certified nutritionists, personal trainers, and professional chefs have joined together to provide keto meal plans that are powerful, suitable, money-efficient, and satisfying.

Since their first launch in 2019, hundreds of people have already remodeled their body and well-being with the benefits a proper keto plan can offer.

Speaking of benefits; in this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones provided by the keto plan.

Posting Komentar