Kamis, 16 Februari 2017

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II Rute Pemberian


LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI II

Rute Pemberian

 

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

AKADEMI FARMASI SAMARINDA

2014


I.          TUJUAN PERCOBAAN

-   Untuk mengetahui berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efek yang ditimbulkan.

-   Untuk mengetahui teknik pemberian obat melalui rute secara oral, intraperitoneal (i.p.) dan intramuskular (i.m.)

-   Untuk menyatakan onset dan durasi obat berdasarkan rute yang diberikan.

-   Untuk mengetahui efek dari pemberian Alprazolam® berdasarkan dosis dan rute pemberian terhadap hewan percobaan.



II.          DASAR TEORI

Hewan coba/hewan uji atau lebih sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologi. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu.

Salah satu tahap penelitian obat atau alat baru adalah bahwa zat atau alat baru tersebut sebelum diujikan pada manusia terlebuh dahulu diuji pada hewan coba dan diperoleh kesan yang cukup aman (Sihombing, 2010).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam hewan percobaan penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologi sesuatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

1.    Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi dan sifat generik.

2.    Faktor-faktor lain yaitu factor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan dan cara pemeliharaan.

3.    Keadaan faktor-faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya. Senyawa bioaktif harus melalui proses absorbs terlebih dahulu.



A.  Penanganan Umum Beberapa Hewan Coba

Berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan bahan yang hidup memerlukan perhatian dan penanganan / perlakuan yang khusus.

1.    Mencit (Musmusculus).

Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya.

1.1.        Cara Memegang Mencit

Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, biarkan menjangkau / mencengkeram alat yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit Antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberiperlakuan.

1.2.        Pemberian perlakuan terhadap hewan coba mencit

a.   Cara pemberian oral:

Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi jarum/kanula oral (berujung tumpul). Kanula ini dimasukkan kedalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke arah belakang sampai esophagus kemudian masuk kedalam lambung. Perlu diperhatikan bahwa cara peluncuran / pemasukan kanus yang mulus disertai pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar. Cara pemberian yang keliru, masuk kedalam saluran pernafasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian.

b.   Intramuskular

Intramuskular (IM) (“Onset of action” bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih cepat diabsorpsi dari pada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi) (Joenoes, 2002). 

Intramuskular (i.m), yaitu disuntikkan kedalam jaringan otot, umumnya di otot pantat atau paha.

Ø Sediaan dalam bentuk larutan lebih cepat diabsorpsi dari pada susupensi pembawa air untuk minyak.

Ø Larutan sebaiknya isotonis.

Ø Onset bervariasi tergantung besar kecilnya partikel

Ø Sediaan dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi.

Ø Zat aktif bekerja lambat (preparat depo) serta muda terakumulasi, sehingga dapat menimbulkan keracunan.

Ø Volume sediaan umumnya 2 ml sampai 20 ml dapat disuntikkan kedalam otot dada, sedangkan volume yang lebih kecil disuntikkan kedalam otot-otot lain.

c.    Intraperitonial

Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya (Anonim, 1995). Disini obat langsung masuk kepembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolism serempak sehingga durasinya agak cepat.

Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling umum dilakukan karena relative mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah banyak factor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (factor obat, factor penderita, interaksi dalam absorpsi di salurancerna) (Ansel, 1989).

Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak (Ansel, 1989).

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot dan lain-lain. Cara pemberian obat yang berbeda-beda melibatkan proses absorbsi obat yang berbeda-beda pula. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.

          Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat per oral, karena mudah, aman dan murah .Dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus, karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200m2. Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk keperedaran darah dan didistribusikan keseluruh tubuh, terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna. Dalam pemberian obat perlu pertimbangan mengenai masalah-masalah seperti berikut :

1.    Efek apa yang dikehendaki, lokal atau sistemik.

2.    Onset yang bagaimana dikehendaki, yaitu cepat atau lambat.

3.    Duration yang bagaimana dikehandaki, yang lama atau pendek.

4.    Apakah obatnya tidak rusak di dalam lambung atau di usus.

5.    Rute yang mana mau digunakan yang relatif aman. Melalui mulut, suntikan atau melalui dubur.

6.    Melalui jalan mana yang menyenangkan bagi Dokter atau pasien. Ada orang yang sukar menelan dan ada orang yang takut disuntik. Dan waktu muntah orang sukar minum obat.

7.    Obat yang mana yang harganya relatif murah.



III.          METODOLOGI PERCOBAAN

A.  Alat yang digunakan

Timbangan, Spuit injeksi dan jarum ukuran 1 ml, Sonde / Kanulla, Sarung tangan, Stop watch, Wadah pengamatan.

B.  Bahan-bahan yang digunakan

Alprazolam 1 mg (Actazolam 0,5mg ®), Larutan NaCl 0,9%, Alkohol 70%, Aqua Pro Injection

C.  Prosedur percobaan

·      Pembuatan suspensi alprazolam®

1.    500 mg Na CMC dilarutkan dalam aquadest 100 ml, sambil dipanaskan diatas Bunsen, diaduk sampai homogen.

2.    Dimasukkan Alprazolam 0,5mg sebanyak 1 tablet aduk ad homogen, lalu diangkat dari Bunsen

·      Pemberian secara per-oral

1.    Mencit diangkat dengan memegangnya pada ujung ekornya dengan tangan kanan

2.    Biarkan menjangkau kawat kandang dengan kaki depannya

3.    Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu jari

4.    Pindahkan ekornya dari tangan kanan ke antara jari manis dan kelingking tangan kiri sehingga mencit cukup erat dipegang

5.    Pemberian obat dapat dimulai dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya tumpul (sonde)

6.    Ditempelkan sonde oral yang berisi cairan obat pada langit-langit mulut atas hewan percobaanke belakang sampai esopagus

7.    Dimasukkan dengan sudut 90˚ cairan obat perlahan-lahan melalui tepi langit-langit mulut tersebut sampai esophagus

8.    Ditarik dan dimasukkan kembali sonde, jika terasa ada hambatan di saluran pernafasan hingga terasa tidak ada hambatan lagi dalam pelaksanaannya

9.    Dipastikan bahwa obat yang telah diberikan tidak keluar dari mulut hewan percobaan.

10.     Diamati dan ditentukan durasi dan onset pada mencit.

·      Pemberian secara intraperitoneal

1.    Mencit dipegang pada ekornya dengan tangan kanan

2.    Biarkan menjangkau kawat kandang dengan kaki depannya

3.    Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan jari tengah

4.    Pindahkan ekor tikus dari tangan kanan ke jari kelingking tangan kiri sehingga kulit abdomennya menjadi tegang

5.    Pada saat penyuntikan posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomennya

6.    Disuntikkan jarum dengan sudut sekitar 24˚ dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah sebelah kiri perut hewan coba untuk menghindari dengan kandung kencing

7.    Volume untuk mencit umumnya 1 ml/100 g BB. Kepekatan untuk larutan obat yang disuntikkan, disesuaikan dengan volume yang dapat disuntikkan tersebut.

·      Pemberian secara intramuskular

1.    Pemberian obat dilakukan dengan  menggunakan jarum suntik yang ujungnya runcing

2.    Mencit dipegang dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking

3.    Posisi hewan harus terbalik dan kaki agak ditarik keluar agar paha bagian belakang terlihat

4.    Posisi jarum sejajar dengan tubuh atau abdomen

5.    Suntikkan pada otot paha bagian belakang

6.    Suntikan tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena pembuluh darah

7.    Sebelum melakukan suntikan, bersihkan daerah kulit dengan alkohol 70%.

                     TABEL HASIL PENGAMATAN

Rute / dosis
No. mencit
BB (g)
Vol cairan
(ml)
Tidur
Bangun
Onset
Durasi
Kontrol PO
1
30,97
0,387
-
-
-
-
PO Perlakuan
2
31,31
0,391
-
-
-
-
IP perlakuan
3
29,71
0,372
-
-
-
-
IM perlakuan
4
36,34
0,019
-
-
-
-



IV.          PEMBAHASAN

 pengujian yang berkaitan dengan manusia harus diuji dahulu dengan hewan coba. Hal ini dilakukan agar dapat member gambaran secara ilmiah respon yang mungkin terjadi pada manusia. Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit. Hewan coba yang lebih baik adalah hewan percobaan yang berjenis kelamin jantan. Hal ini dikarenakan hewan jantan tidak memiliki siklus menstruasi seperti hewan betina. Perbedaan hormone saat menstruasi pada hewan betina dapat mempengaruhi efek obat pada hewan coba.

Sebelum menguji suatu sediaan kehewan percobaan, pada praktikum ini menggunakan alprazolam dalam bentuk tablet. Tetapi untuk pemberian dengan teknik penyuntikan sediaan harus dibuat jadi larutan. Dikarenakan alprazolam tidak dapat dilarutkan dalam air, jadi alprazolam disuspensikan dengan na cmc.

Pada penanganan hewan percobaan. Penanganan ini sangat penting untuk dipelajari karena masing-masing jenis hewan percobaan berbeda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik serta tujuan dalam penggunaan hewan tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam menangani hewan percobaan, maka akan menyebabkan kecelakaan atau adanya rasa sakit bagi hewan percobaan. Hal ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaannya, seperti saat penyuntikan. Selain itu, kecelakaan yang dialami bagi praktikan yang menggunakannya dapat terjadi seperti tikus yang menggigit praktikan ketika merasa telah mendapat perlakuan kasar oleh praktikannya. Dalam pelaksanaannya, praktikan sebaiknya melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap hewan percobaan. Tujuannya yaitu agar hewan percobaan yang digunakan dapat lebih tenang sehingga mudah dipegang dan tidak stress. Hewan percobaan yang sering dipakai dalam percobaan adalah mencit dan tikus, tetapi dalam praktikum ini hanya menggunakan mencit, karena selain mudah didapat, harga ekonomis, dan system maupun organ yang ada didalam tubuhnya hamper mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia. Sehingga hewan tersebut digunakan untuk uji praklinis sebelum nantinya akan dilakukan pelaksanaan uji klinis langsung terhadap manusia.

Pada pemberian rute obat kehewan uji, dilakukan teknik penyuntikan. Penyuntikan hewan percobaan digunakan sebagai cara yang efektif untuk pemberian obat kepada hewan percobaan. Keuntungan pemberian obat secara suntikan adalah efek yang ditimbulkan lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral. Pemberian secara oral pada hewan percobaan dilakukan menggunakan alat suntik atau spoid yang dilengkapi jarum oral atau sonde oral (berujung tumpul). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir cedera ketika hewan percobaan diberikan sediaan uji. Penyuntikan juga diberikan secara intraperitoneal dan intramuscular.

Dalam praktikum yang telah dilakukan ini, praktikan tidak dapat mengamati hasil percobaan dikarenakan tidak ada hasil onset dan durasi, jadi praktikan hanya membahas secara teoritis tentang pemberian rute obat kehewan percobaan. Hal ini juga dikarenakan waktu pengamatan yang dilakukan praktikan singkat. Dalam pengamatan singkat ini, yang diharapkan hewan percobaan tersebut dapat mengalami efek dari obat, tetapi tidak terjadi dikarenakan banyak factor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah kesalahan dalam cara pengambilan larutan obat yang telah di larutkan dengan na cmc, walaupun cmc kental, jika tidak diaduk pada saat pengambilan larutan obatnya, zat aktif dapat mengendap dibagian bawah. Sehingga efek yang diharapkan tidak begitu efektif. Dapat juga karena pengaruh rebut dari praktikan yang membuat mencit ketakukan dan tidak tenang. Juga bias karena dipegang berkali-kali, sehingga mencit dapat mengalami stress. Dan yang seharusnya pada pemberian obat secara per oral, intraperitoneal, dan intramuscular disini memiliki perbedaan kecepatan onset dan durasi. Pemberian obat secara intraperitoneal memiliki onset yang lebih cepat daripada intramuscular dan per oral. Dikarenakan intraperitoneal mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk kedalam pembuluh darah. Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat akan terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi. Sedangkan peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat seperti protein plasma. Dan pemberian yang memiliki durasi paling cepat adalah peroral dari pada intraperitoneal dan intramuscular. Hal ini dikarenakan peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan banyak factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat lebih cepat. Intraperitonial, disini obat langsung masuk kepembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat. Sedangkan intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat akan konstan dan lebih tahan lama.

V.          KESIMPULAN

Setelah melakukan percobaan praktikan tidak dapat menarik kesimpulan berkaitan dengan onset dan waktu durasi dikarenakan kurangnya waktu pengamatan dan berbagai factor kesalahan lainnya namun dapat disimpulkan secara teoritis dimana seharusnya yang memiliki onset lebih cepat adalah (IP) Intra Peritoneal lalu (IM) Intra Muscular kemudian (PO) Per Oral sedangkan yang memiliki durasi lebih cepat adalah (PO) Per Oral lalu (IP) Intra Peritoneal kemudian (IM) Intra Muscular.



VI.          SARAN

 Sebaiknya hewan uji yang digunakan sebagai percobaan tidak hanya mencit, tetapi juga tikus, kelinci atau marmot, dan dilakukan juga pemberian rute obat secara subkutan dan sebagainya



DAFTAR PUSTAKA



-        Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University   

            Press. Yogyakarta

-        Ganiswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi

                   Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

-        Tan,H.T.,Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting: khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek samping. Edisi V. Jakarta PT Alex Media Komputindo Gramedia

3 komentar:

Unknown mengatakan...

You are my hero

Unknown mengatakan...

You are my hero

Akhmad Andy Sandra mengatakan...

Terima kasih kak

Posting Komentar