LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II
Analgetik (Paracetamol, Asam Mefenamat dan Tramadol) pada Mencit
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKADEMI
FARMASI SAMARINDA
2014
I.
TUJUAN
PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat
mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian dan efektivitas analgetika
sediaan obat (paracetamol, asam mefenamat, dan tramadol) pada mencit.
II.
DASAR
TEORI
Nyeri
merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi penderitanya. Namun
terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya kerusakan jaringan. Nyeri
merupakan suatu tanda terhadap adanya berbagai gangguan tubuh, seperti infeksi
kuman, peradangan dan kejang otot (Guyfon, 1996).
Rasa
nyeri sendiri dapat dibedakan dalam tiga kategori :
·
Nyeri ringan : sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid. Dapat iatasi
dengan asetosal, parasetamol bahkan placebo.
·
Nyeri sedang : sakit punggung, migrain, rheumatik. Memerlukan analgetik perifer
kuat.
·
Nyeri hebat : kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal,
kanker. Harus diatasi dengan analgetik sentral (Katzung, 1998).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal
hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi dan memberikan
tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh, seperti
peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot.
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi
yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat
tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung
saraf bebas di kulit, selaput lendir,atau jaringan-jaringan (organ-organ) lain.
Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke Sistem
Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke
pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri.
Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin,
plasmakinin-plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin, sertaion-ion kalium
(Mutschler, 1991).
Semua senyawa
nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan prostaglandin
merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit,
mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan
kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh,
terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui
jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum-
belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke
pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Rahardja,
2007).
Terkadang,
nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan
ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan
suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya
dan jaringan khususnya.
Meskipun
terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Untuk
mengurangi atau
meredakan rasa
sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti
parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor
nyeri tidak menerima rangsang nyeri (Green, 2009).
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan
untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran
akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan sakit
di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional
dan individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000).
Analgetika
pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan
sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah
dan pasca bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat
yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgetika memiliki efek antipiretik dan
efek anti inflamasi (Katzung, 1998).
Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses
pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan
narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit
(Anief, 2000).
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan
anastetika umum yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang
mengurangi atau menghalau rasa nyeri namun, analgetika bekerja tanpa
menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi akibat rangsangan mekanis,
kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri. Intensitas rangsangan
terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Berdasarkan
potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping, analgetika di bedakan menjadi
2 kelompok, yaitu :
1. Analgetika yang bersifat kuat,
bekerja pada pusat (hipoanalgetika → kelompok opiat)
2. Analgetika yang berkhasiat lemah
(sampai sedang), bekerja terutama pada perifer dengan sifat antipiretika dan
kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Berdasarkan atas kerja
farmakologisnya, analgetika dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
1.
Analgetik
narkotik (analgetik sentral)
Analgetika narkotika bekerja
di SSP, memiliki daya penghalang nyeri yang hebat sekali. Dalam dosis besar
dapat bersfat depresan umum (mengurangi kesadaran), mempunyai efek samping
menimbulkan rasa nyaman(euphoria). Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat
dihilangkan oleh analgesik narkotik kecuali sensasi kulit.
Harus hati-hati
menggunakan analgesik ini karena mempunyai resiko besar terhadap ketergantungan
obat (adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan
untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri
infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal.
Obat golongan ini hanya
dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah
tulang, nyeri infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal. Tanpa indikasi
kuat, tidak dibenarkan penggunaanya secara kronik, disamping untuk mengatasi
nyeri hebat, penggunaan narkotik diindikasikan pada kanker stadium lanjut
karena dapat meringankan penderitaan. Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan
sebagai premedikasi dalam pembedahan karena dapat memperkuat anastesi umum
sehingga mengurangi timbulnya kesadaran selama anastesi.
Penggolongan analgesik - narkotik sebagai
berikut :
· Alkaloid
alam : morfin, codein
· Derivat
semi sintesis : heroin
· Derivat
sintetik : metadon,
fentanil
· Antagonis
morfin : nalorfin, nalokson
dan pentazocin
2.
Analgesik
non opioid (non narkotik)
Disebut juga analgesik
perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat. Semua analgesik perifer
memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu badan pada saat
demam. `
Khasiatnya berdasarkan
rangsangan terhadap pengatur kalor dihipotamalus, mengakibatkan vosodilatasi
perifer dikulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai banyaknya keluar
keringat.
Antiradang sama kuatnya
dengan analgesik digunakan sebagai anti
nyeri atau rematik.
Berdasarkan rumus
kimianya analgesik perifer digolongkan menjadi :
a) Golongan
salisilat
b) Golongan
para aminofenol
c) Golongan
pirazolon (dipiron)
d) Golongan
antanilat (asam mefenamat). (Katzung, 1998)
Contoh obat
analgesik dan
antipiretik
(Junaidi,
2009):
1.
Aspirin/asam asetil salisilat
Indikasi
:Meringankan
sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri otot,
menurunkan demam.
Dosis :Dewasa 500-600 mg/4jam.
Sehari maksimum 4 gram.
Anak-anak 2-3
tahun 80-90 mg, 4-5 tahun160-240 mg,6-
8 tahun 240-320
mg, 9-10 tahun 320-400 mg, >11tahun
400-480 mg.
Semua diberikan tiap 4 jam setelah makan.
Kontraindikasi :Ulkus peptikum,
kelainan perdarahan, asma.
Efek samping :Gangguan gastrointestinal, pusing, reaksi hipersensitif .
2. Asam mefenamat
Sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang
mempunyai
kerja yang baik
pada pusat sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi puncak dalam
darah dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urin.
Indikasi: untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari rematik
akutdan kronis,luka pada jaringan lunak, pegal pada otot dansendi,dismonore,
sakit kepala, sakit gigi, setelah operasi dll.
Dosis :Sebaiknya
diberikan sewaktu makan, dan pemakaian
tidak boleh
lebih dari 7 hari.Anak-anak >6 bulan: 3-
6,5mg/kgBB tiap
6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa
dan anak >14tahun:dosis awal 500 mg,kemudian
250mg setiap 6
jam.
Kontraindikasi
:Kepekaan
terhadap asam mefenamat, radang atau
tukak
padasaluran pencernaan.
Efek samping :Dapat
mengiritasi system pencernaan,dan
mengakibatkan konstipasiatau diare.
3. Parasetamol
Diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi disaluran
pencernaan,
methemoglobin, atau
konstipasi.
Indikasi :Menghilangkan
demam dan rasa nyeri pada otot/sendi
yang menyertai influenza, vaksinasi dan
akibat infelsi lain,
sakit kepala, sakitgigi, dismonere, artritis, dan rematik.
Dosis :Tablet = anak-anak
:0,5-1tab 3-4kali perhari, dewasa:1-2tab 3-4kali perhari. Sirup=bayi
0,25-0,5
sdt 3-4kali
perhari,
anak-anak : 2-5tahun, 1sdt 3-4kali
perhari.
6-12 tahun,
2sdt 3-4kali perhari.
Di Indonesia penggunaan parasetamol
sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat.
Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena
dapat menimbulkan nefropati analgesik .Jika dosis terapi tidak memberi manfaat,
biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi
dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektivitasnya tanpa perlu
meningkatkan dosisnya (Medicastore,2006).
4.
Tramadol
Tramadol
adalah analog kodein sintetik yang meruapakan agonis reseptor μ yang
lemah.Sebagian dari efek analgetiknya ditimbulkan oleh inhibisi ambilan
norepinefrin dan serotonin.Tramadol sama efektif dengan morfin atau mepedrin
untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih
lemah. Untuk nyeri persalinan tramadol sama efektif dengan mepedrin dan kurang
menyebabkan depresi pernapasan pada neonates.
Bioavailabilitas
tramadol setelah dosis tunggal secara oral 68% dan 100% bila digunakan secara
IM. Afinitas terhadap reseptor μ hanya 1/6000 morfin, akan tetapi metabolit
utama hasil demetilasi 2-4 kali lebih poten dari obat induk dan berperan untuk
menimbulkan efek analgetiknya. Preparat tramadol merupakan campuran rasemik,
yang lebih efektif dari masing-masing enansiomernya.Enansiomer (+) berikatan
dengan reseptor μ dan menghambat ambilan serotonin.Enansiomer (-) menghambat
ambilan norepinefrin dan merangsang reseptor α2- adrenergik.
Tramadol mengalami metabolism di hati dan eksresi oleh ginjal,dengan masa paruh
eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam untuk metabolit aktifnya. Analgesia
timbul dalam 1 jam stetelah penggunaaan secara oral, dan mencapai puncak selama
2-3 jam.Lama analgesia selama sekitar 6 jam.Dosis maksimum per hari yang
dianjurkan adalah 400 mg.
Efek
samping yang umum terjadi adalah mual, muntah, pusing, sedasi, mulut kering,
dan sakit kepala.Depresi pernapasan nampaknya kurang dibandingkan dengan dosis
ekuianalgetik morfin, dan derajat konstipasinya kurang daripada dosis ekuivalen
kodein.Tramadol dapat meyebabkan konvulsi atau kambuhnya serangan konvulsi.
Depresi napas akibat tramadol dapat diatasi oleh nalokson akan tetapi
penggunaan nalokson meningkatkan risiko konvulsi. Analgesia yang ditimbulkan
oleh tramadol tidak dipengaruhi oleh nalokson.
Penggunaan Analgetik
Obat-obat ini mampu meringankan atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga
tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis
dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat anti
nyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan
peradangan seperti rema dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri
ringan sampai sedang, yang penyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala,
gigi, otot atau sendi (rema, encok), perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan
atau kecelakaan (trauma). Untuk kedua nyeri terakhir, NSAID lebih layak.
· Daya antipiretisnya berdasarkan
rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipothamlamus, yang mengakibatkan
vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang
disertai keluarnya banyak keringat.
· Daya antirandang (antiflogistis). Kebanyakan
daya analgetiknya memiliki daya anti radang, khususnya kelompok besar dari
zat-zat penghambat prostaglandin (NSAIDs), termasuk asetosal, begitu pula
benzidamin. Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nyeri yang disertai
peradangan.
· Kombinasi dari
dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi efek
potensiasi. Lagi pula efek sampingnya yang masing-masing terletak di bidang
yang berlainan, dapat berkurang, karena dosis dari masing-masing komponennya
dapat diturunkan. Kombinasi analgetika dengan kofein dan kodein sering kali
digunakan, khususnya dalam sediaan dengan parasetamol dan asetosal (Tjay dan
Rahardja, 2007)
Efek samping Analgetika
Yang paling umum adalah gangguan
lambung-usus (b,c,e), kerusakan darah (a,b,d dan e), kerusakan hati dan ginjal
(a,c) dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada
penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika
secara kontinu tidak dianjurkan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Interaksi Analgetika
Kebanyakan analgetika memperkuat efek
antikoagulansia, kecuali parasetamol dan glafenin. Kedua obat ini pada dosis
biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk waktu maksimal dua minggu (Tjay dan
Rahardja, 2007)
Kehamilan dan Laktasi
Analgetika
Hanya
parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui, meskipun dapat
mencapai air susu. Asetosal dan salisilat, NSAIDs dan metamizol dapat
mengganggu perkrmbangan janin, sehingga sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon
dan propifenazon belum terdapat cukup data (Tjay dan Rahardja, 2007).
AINS
atau NSAID’S sendiri merupakan suatu kelompok obat yang heterogen. AINS sering
di sebut juga sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin, like drug).
Menurut waktu paruhnya,
AINS di bedakan menjadi :
1. AINS
dengan waktu paruhnya pendek ( 3 – 5 jam ), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam
meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak,
indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
2. AINS
dengan waktu paruh sedang ( 5 – 9 jam ) yaitu fenbufen dan piroprofen.
3. AINS
dengan waktu paruh tengah ( kira – kira 12 jam ) yaitu diflunisal dan
naproksen.
4. AINS
dengan waktu paruh panjang ( 24 – 45 jam ), yaitu piroksikam dan tenoksikam.
5. AINS
dengan waktu paruh sangat panjang ( > 60 jam ), yaitu fenilbutason dan
oksifenbutazon (Wilmana, F.P, 2007).
Ø Klasifikasi
kimiawi obat AINS
a. Nonselective
Cyclooxygenase Inhibitors
· Derivat
Asam Salisilat : Aspirin, natrium salisilat, diflunisal, cholin magnesium
trialisilat, olsatlazine.
· Derivat
para-aminofenol : Astaminofen
· Asam
asetat indol dan inden : Indometasin, sulindak
· Asam
heteroaryl asetat : Tolmetin, diklofenak
· Asam
anylpropionat : Ibuprofen, naproksen, ketoprofen, fenoprofen.
· Asan
antranilat ( fenomat ) : Asam mefenamat, asam meklofenamat
· Asam
enolat : Oksikam
· Alkanon
: Nabutameton (Goodman V Gilman’s, 2001).
Ø Mekanisme
kerja
AINS memiliki beberapa efek yaotu
analgesik, antipiretik dan anti inflamasi.
o
Efek analgesik
Sebagai
analgesik, AINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, atralgia, dismenora dan juga terhadap
nyeri yang berkaitan dengan inflamsi atau kerusakan jaringan. Untuk menimbulkan
efek analgetik, AINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan
prostaglandin di tempat terjadinya radang dan mencegah sensitasi reseptor rasa
sakit terhadap rangsangan mekanik atau kimia.
o
Efek antipiretik
Sebagai
antipiretik, AINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam.
Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena
peleberan pembuluh darah superfisial. Demam yang menyertai infeksi di anggap
timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam
susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek
interleukin -1 pada hipotalamus.
o
Efek anti inflamasi
AINS
hanya mengurangi gejala nyeri dari inflamsi yang berkaitan dengan penyakitnya
secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan
jaringan pada kelainan muskulos keletal.
Ø Efek
samping
Selain
menimbulkan efek terapi yang sama, AINS juga memiliki efek samping yang serupa.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak
peptik yang kadang-kadang di sertai amnesia sekunder akibat pendarahan saluran
cerna. AINS menimbulkan iritasi yang bersifat lokal yang mengakibatkan
terjadinya difusi kembali asam lambung ke dalam mukosa dan menyebabkan
kerusakan jaringan. Selain itu, AINS juga menghambat sintesa prostaglandin yang
merupakan salah satu aspek pertahanan mukosa lambung di samping mukus,
bikarbonat, resistensi mukosa dan aliran darah mukosa. Dengan terhambatnya
pembentukan prostaglandin maka akan terjadi gangguan basier mukosa lambung,
berkurangnya sekresi mukus dan bikarbonat, berkurangnya aliran darah mukosa,
dan terhambatnya proses regenerasi epitel mukosa lambung sehingga tukak lambung
mudah terjadi (Wilmana, F.P, 2007).
III.
METODOLOGI
PERCOBAAN
A.
Bahan
Larutan
Stok
1.
Larutan Tragakan 0,5 % dalam air
Tragakan
0,5% b/v dibuat menjadi 1,5 g, sehingga:
Cara kerja : Diukur air sebanyak 200 mL, dimasukkan dalam
beaker glass. Ditimbang tragakan sebanyak 1,5 g kemudian ditaburkan diatas air
dalam beaker glass. Dipanaskan diatas lampu Bunsen, hingga tragakan homogen.
Kemudian ditambahkan sisa air 100 mL diaduk ad homogen.
2.
Suspensi Asam Mefenamat dalam tragakan
0,5 % 150 mg/kg
Dosis
=
(BB Mencit), maka:
→
=
x =
=
(bobot mencit 40 g diberi dosis per oral 0,5
mL) maka:
Sediaan
Asam Mefenamat 500 mg, maka:
=
=
→
x
=
41,6 mL ≈ 42 mL
Cara kerja: Diambil 1 tablet Asam
Mefenamat digerus ada halus, dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan
larutan tragakan 0,5% sebanyak 42 mL, diaduk ad homogen.
3.
Suspensi Paracetamol dalam tragakan 0,5 %
150 mg/kg
Dosis
=
(BB Mencit), maka:
→
=
x =
=
(bobot mencit 40 g diberi dosis per oral 0,5
mL) maka:
Sediaan
Paracetamol 500 mg, maka:
=
=
→
x
=
41,6 mL ≈ 42 mL
Cara kerja: Diambil 1 tablet Paracetamol
digerus ada halus, dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan larutan tragakan
0,5% sebanyak 42 mL, diaduk ad homogen.
4.
Suspensi Tramadol dalam tragakan 0,5 %
150 mg/kg
Dosis
=
(BB Mencit), maka:
→
=
x =
=
(bobot mencit 40 g diberi dosis per oral 0,5
mL) maka:
Sediaan
Asam Mefenamat 50 mg x 4 = 200 mg, maka:
=
=
→
x
=
16,6 mL ≈ 17 mL
Cara kerja: Diambil 4 tablet Tramadol
digerus ada halus, dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan larutan
tragakan 0,5% sebanyak 17 mL diaduk ad homogen.
5.
Larutan Steril Asam Asetat 0,5% v/v
Asam
Asetat 0,5 g dilarutkan dalam aqua pro injection ad 100 mL.
B.
Alat
-
Timbangan
-
Spuit injeksi dan jarum ukuran 1 ml
-
Sonde / Kanulla
-
Sarung tangan
-
Stop watch
-
Wadah pengamatan.
C.
Hewan
Uji
Mencit
D.
Cara
Kerja
1.
Tiap kelas dibagi ke dalam 4 kelompok
2.
Masing-masing kelompok mendapat 4 mencit
3.
Setiap kelompok membagi mencit ke dalam 4
kelompok.
4.
Kelompok kontrol diberi larutan tragakan
0,5% melalui oral dengan volume 0,2 ml/20 gram BB.
5.
Kelompok asam mefenamat diberi suspensi
asam mefenamat 150 mg/kg BB dalam tragakan 0,5% melalui oral.
6.
Kelompok parasetamol diberi suspensi
parasetamol 150 mg/kg BB dalam tragakan 0,5% melalui oral.
7.
Kelompok tramadol diberi suspensi tramadol
150 mg/kg BB dalam tragakan 0,5% melalui oral.
8.
30 menit kemudian seluruh kelompok hewan
yang telah mendapat perlakuan disuntik dengan larutan steril asam asetat 0,5%
v/v secara intra peritoneal dengan dosis 75 mh/kg BB.
9.
Beberapa menit kemudian mencit akan
menggeliat, dihitung 1 (satu) geliat apabila mencit menemprlkan perutnya ke
lantai dan kaki ditarik ke belakang.
IV.
HASIL
PERCOBAAN
TABEL
HASIL PENGAMATAN
Jumlah
Geliat
Kelompok
|
Parasetamol
|
Asam
Mefenamat
|
Tramadol
|
Kontrol
|
Kelompok 1
|
71
|
111
|
100
|
102
|
Kelompok 2
|
27
|
9
|
39
|
138
|
Kelompok 3
|
5
|
8
|
13
|
136
|
Kelompok 4
|
46
|
43
|
3
|
135
|
Rata-rata
|
37,25
|
42,75
|
38,75
|
127,75
|
Persen
Daya Analgetika
Kelompok
|
Parasetamol
|
Asam
Mefenamat
|
Tramadol
|
Kelompok 1
|
30,4 %
|
-9%
|
2%
|
Kelompok 2
|
80,4%
|
93,5%
|
71,7%
|
Kelompok 3
|
96,3%
|
94,1%
|
90,4%
|
Kelompok 4
|
65,9%
|
68,1%
|
97,8%
|
V.
PEMBAHASAN
Dalam
praktikum ini, praktikan menguji sediaan yang berkhasiat sebagai analgetika
atau antinyeri. Adapun beberapa sediaan yang diuji adalah, asam mefenamat,
parasetamol dan tramadol. Tiap sediaan ini disuspensikan dengan larutan
tragakan, dan kemudian akan diujikan ke mencit melalui pemberian secara peroral
serta mencit yang hanya diberikan larutan tragakan sebagai kontrol untuk
menjadi pembanding antara mencit lain, dalam artian untuk mengetahui perbedaan
respon antara hewan uji mencit yang diberikan obat analgesik dengan yang hanya
diberikan pembawanya saja. Sebelum mengujikan sediaan ini, masing-masing mencit
akan diberi rangsangan nyeri, yaitu dengan diberikan larutan steril asam asetat
secara intraperitoneal. Mekanisme terjadinya nyeri yaitu dimana terlebih dahulu
mediator-mediator nyeri seperti bradikinin dan prostaglandin terlepas dari
jaringan yang rusak kemudian merangsang reseptor nyeri yang berada di ujung
saraf perifer. Dari saraf tersebut, selanjutnya rasa nyeri diteruskan ke pusat
nyeri di korteks serebri oleh saraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan
thalamus. Manitestasi nyeri akibat pemberian rangsangan nyeri asam asetat intraperitoneal
akan menimbulkan refleks respon geliat yang berupa tarikan kaki kebelakang,
penarikan kembali abdomen dan kejang tetani dengan membongkokkan kepala dan
kaki kebelakang, Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu dinyatakan derajat
nyeri yang dirasakannya. Dan rasa nyeri ini juga merupakan gejala yang
fungsinya memberi tanda adanya gangguan-gangguan ditubuhnya.
Setelah
pemberian rangsangan nyeri tersebut, mencit akan menggeliat, tiap geliatan
mencit umumnya berbeda karena adanya daya analgetik dari tiap sediaan yang
telah diberikan. Hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh daya analgetik
parasetamol 30,4%, asam mefenamat -9%, tramadol 2%.Yang seharusnya dari sediaan
tersebut yang memiliki daya analgetik dari yang rendah ke yang tinggi adalah
parasetamol, lalu asam mefenamat, kemudian tramadol. Mekanisme kerja dari
parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab
inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi.
Mekanisme kerja dari asam mefenamat bekerja dengan menghambat sintesa
prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksigenase,
sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretik. Sedangkan
mekanisme kerja dari tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di
sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap
nyeri, disamping itu tramadol menghambat pelepasan neotrotransmiter dari saraf
aferen yang bersifat sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri
terhambat.
Tetapi
dalam hasil percobaan tadi berbeda secara teori dari daya analgetik sediaan
tersebut, hal ini dikarenakan oleh banyak faktor, misalnya faktor genetik dapat
mempengaruhi
respon terhadap pemberian obat. Faktor ini secara genetik menentukan sistem
metabolisme tubuh dan ketahanan terhadap obat (alergi). Dosis yang diberikan
mungkin berbeda karena adanya kesalahan kecil dalam mengukur larutan obat pada
spuit. Serta lingkungan berpengaruh terhadap daya kerja obat terutama
lingkungan yang dapat merubah obat (missal cahaya), karakteristik dan
lingkungan mencit. Lingkungan fisik dapat pula mempengaruhi daya kerja obat,
misalnya suhu lingkungan tinggi menyebabkan pembuluh darah perifer melebar
sehingga dapat meningkatkan daya kerja vasodilator. Juga adanya pengaruh stres
pada mencit akibat salah penanganannya. Adapun kesalahan ini disebabkan
kurang telitinya dalam melakukan hitungan jumlah geliatan dikarenakan sulitnya
praktikan dalam membedakan antara geliat yang diakibatkan oleh rasa nyeri atau
karena mencit merasa kesakitan akibat penyuntikkan intraperitonial pada perut
mencit.
VI.
KESIMPULAN
Pada
percobaan kali ini didapatkan urutan daya analgetik dari yang terendah adalah
asam mefenamat, tramadol dan paracetamol. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil
teoritis yang seharusnya urutan daya analgetik yang terendah adalah
paracetamol, asam mefenamat dan tramadol. Hal ini dikarenakan banyak faktor
kesalahan seperti pada pemberian, penanganan pada mencit, faktor fisiologis
pada mencit dan lain sebagainya.
VII.
SARAN
Praktikan
dapat berhati-hati dalam setiap praktikum yang dilakukan untuk menghindari
kesalahan atau bahaya yang ditimbulkan serta teliti dan cermat dalam melakukan
percobaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anief, M. 2000. Prinsip Umum dan Dasar
Farmakologi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Goodman
and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan
oleh Amalia. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
Green. 2009. Analgetika.
Available
online at: http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-analgetik dan
farmakodinamikanya.html
(diakses 20 Maret 2014).
Katzung, G. B. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi
keenam. EGC: Jakarta.
Medicastore.
2006. Obat Analgesik Antipiretik. http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_nyeri.htm (diakses pada
tanggal 20 Maret 2014).
Mutschler,E. 1991. Dinamika Obat,
Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi edisiV.
Penerbit ITB: Bandung.
Tjay,
T.H dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. PT Gramedia: Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar