LAPORAN
PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI II
METODE
SOXHLET
DISUSUN
OLEH : KELOMPOK 1
1.
Meriyana
Putri 723901S.11.047
2.
Agustiani
Masliyana 723901S.12.053
3.
Akhmad
Andy Sandra 723901S.12.054
4.
Ardita
723901S.12.055
5.
Ayu
Liana Putri 723901S.12.057
6.
Citra
Listya. M.A 723901S.12.058
7.
Citra
Mulyana. Z 723901S.12.058
8.
Dawia
723901S.12.060
9.
Debby
Anggun. P 723901S.12.061
10. Dedi Arjuna 723901S.12.062
11. Eka Desti Hidayati 723901S.12.063
12. Feni Dwi Hadiwiyono 723901S.12.065
Dosen
Pembimbing : Sapri, S.Si
LABORATORIUM
FARMAKOGNOSI II
AKADEMI
FARMASI SAMARINDA
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keampuhan pengobatan herbal banyak dibuktikan melalui
berbagai pengalaman.Berbagai macam penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara
medis ternyata masih bisa diatasi dengan pengobatan herbal, contohnya penyakit
kanker.
Salah satu tanaman yang digunakan dalam pengobatan
herbal yakni tanaman sirsak yang termasuk dalam famili Annonaceae.Daun sirsak
dikatakan dapat berkhasiat untuk pengobatan kanker, yakni dengan mengkonsumsi
air rebusan daun sirsak.
Daun sirsak telah digunakan oleh sebagian masyarakat
Indonesia untuk mengobati beberapa penyakit, diantaranya sebagai obat sakit
pinggang, mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, reumatik, obat bisul, dan penurun
panas.Bahkan dikatakan dapat mengobati penyakit kanker, beberapa pasien yang
mengidap penyakit kanker sembuh dengan mengkonsumsi air rebusan daun
sirsak.Masyarakat juga memanfaatkan daun sirsak untuk mengusir serangga dan
sebagai pestisida.
Kandungan senyawa dalam daun sirsak antara
lain steroid/terpenoid, flavonoid, kumarin, alkaloid, dan tanin.Senyawa
flavonoid mempunyai fungsi sebagai antioksidan untuk penyakit kanker, anti
mikroba, anti virus, pengatur fotosintetis, dan pengatur tumbuh.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ekstraksi daun sirsak dengan
metode soxhletasi.Dimana ekstrak yang diperoleh secara
berkesinambungan.Digunakan metode soxhletasi karena memiliki beberapa
keuntungan, yakni dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan
tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, digunakannya pelarut yang lebih
sedikit, dan pemanasannya dapat diatur.
B.
Tujuan
1.
Mahasiswa
diharapkan mampu membuat pereaksi untuk mengidentifikasi senyawa metanbolit
sekunder,
2.
Mahasiswa
diharapkan mampu mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, terpenoid dan fenolat.
3.
Mahasiswa mampu melakukan proses ekstraksi metabolit
sekunder dari tanaman/tumbuhan dengan beberapa metode ekstraksi.
4.
Mahasiswa dapat memahami prinsip ekstraksi dari
masing-masing metode ekstraksi.
5. Mahasiswa
mampu pelakukan pemisahan (partisi) senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dalam ekstrak berdasarkan pada perbedaan kepolararan pelarut dengan metode
ekstraksi cair-cair.
6. Mahasiswa
mampu memahami prinsip dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
7.
Mahasiswa dapat menentukan fase gerak dan fase diam
dalam KLT
8.
Mahasiswa mampu melakukan preparasi sampel dan lempeng
KLT serta mampu menotolkan sampel ke fase diam.
C. Manfaat
1.
Mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk
pengobatan.
2.
Memperoleh semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia.
3.
Memisahkan analit yang dituju dari penganggu.
4.
Menentukan sistem pelarut yang cocok.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Uraian
Tumbuhan/Tanaman
Daun
Sirsak (ANNONAE MURICATAE FOLIUM)
1.
Morfologi
Sirsak
(Annona muricata L)
berupa tumbuhan atau potion yang berbatang utama berukuran kecil dan rendah. Daun
berbentuk jorong (ovalis atau ellipticus), permukaan daun licin (laevis) dan
mengkilat (nitidus), tepi daun rata (integer), daging daun tebal dan kaku
seperti kulit/belulang (coriaceus).Pangkal daun runcing dan ujung daun tumpul
(obtusus).
2.
Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super
Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub
Kelas : Magnoliidae
Ordo
: Magnoliales
Famili
: Annonaceae
Genus
: Annona
Spesies
: Annona muricata L.
3.
Nama Daerah
Sumatra
: Deureuyan belanda (Aceh); tarutung olanda (Batak); durlo ulondra (Nias);
durian belanda, nangka belanda, nangka walanda (Melayu); durian batawi, duian
batawi (Minangkabau); jambu landa (Lampung).
Jawa
: Nangkawalanda (Sunda); angka londa, nangkamanila, nangka sabrang, mulwa
londa, surikaya welonda, ssrikaya welandi (Jawa); nangka buris, nangka englan,
nangka moris (Madura).
Bali
: Srikaya jawa, nusalenggara naka, nakal, annona (Flores).
Sulawesi
: Atis, mangka walanda (Sulawesi Utara); lange lo walanda (Gorontalo); srikaya
balanda (Makassar); srikaya balanda (Bugis).
Maluku
: Tafena warata (Seram); anal vakano (Nusa Laut); naka loanda (Buru); durian,
naka wolanda (Halmahera); naka walanda (Ternate); naka lada (Tidore).
4.
Kandungan kimia
Daun Sirsak banyak mengandung acetogenins, annocatacin, annocatalin,
annohexocin, annonacin, annomuricin, anomurine,
anonol, caclourine, gentisic acid,
gigantetronin, linoleic acid, muricapentocin. Kandungan senyawa ini merupakan senyawa yang
banyak sekali manfaatnya bagi tubuh, bisa sebagai obat penyakit atau untuk
meningkatkan kekebalan tubuh.
Manfaat daun sirsak ternyata 10.000 kali lebih kuat kandungan dan
kemampuannya dari kemoterapi dalam mengobati kanker. Ini berdasarkan dari
penelitian yang telah dilakukan, pada masyarakat kuno daun sirsak sudah
diketahui manfaatnya dan banyak diguinakan untuk mengobati penyakit. Sekitar
tahun 1965, berbagai studi para ilmuwan membuktikan ekstrak daun sirsak memiliki
khasiat yang lebih baik dari kemoterapi, bahkan ekstrak tersebut bisa
memperlambat pertumbuhan kanker. Pada tahun 1976, National
Cancer Institute telah melakukan penelitian ilmiah
dan hasilnya menyatakan batang dan daun sirsak efektif menyerang dan
menghancurkan sel-sel kanker. Ini karena kandungannya yang sangat tinggi
senyawa proaktif bagi tubuh, ini jarang ditemukan pada buah lainnya.
Negeri Ginseng Korea juga tak kalah dalam masalah
penelitian, setelah melakukan penelitian mereka menemukan bahwa ada satu
senyawa kimia yang berperan selektif membunuh sel kanker usus besar serta
10.000 kali lebih berpotensi sebagai obat kemoterapi yang ditemukan dalam sirsak. Namun dibalik khasiatnya itu ternyata senyawa
ini selektif memilih sel target kanker sehingga tidak merusak sel-sel yang
sehat.
Manfaat daun sirsak telah diteliti juga baru-baru ini dalam sebuah studi,
bahwa daun pohon sirsak sangat efektif untuk kanker prostat, pankreas
dan paru-paru. Hasil penelitian
ini ternyata sudah disimpan selama bertahun-tahun sejak zaman dulu, tapi banyak
orang yang tidak mengetahuinya, entah karena faktor apa. Bahkan berdasarkan 20
tes laboratorium tentang manfaat daun sirsak yang dilakukan sejak tahun 1970 menunjukkan hasil yang luar biasa, daun sirsak memiliki khasiat yang
sangat baik, sperti: - Menyerang sel-sel kanker secara efektif karena tidak
membahayakan sel yang sehat, serta tidak menyebabkan rasa mual ekstrim,
kehilangan berat badan dan rambut rontok. - Daun sirsak memiliki target yang
efektif dan bisa membunuh sel-sel ganas bagi 12 jenis kanker, termasuk kanker
usus besar, payudara, prostat, paru-paru dan kanker pankreas. Mampu meningkatkan energi di dalam tubuh,menambah stamina dan
fitness,membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menghindari infeksi
yang mematikan, mampu mencegah radikal bebas, dan masih banyak lagi khasiat lainnya
(Sastroamidjojo, 2001).
5.
Khasiat
Batuk,
rematik, mual, luka dan kanker.
B.
Uraian
tentang golongan senyawa kimia
Adapun senyawa kimia yang terkandung dalam daun sirsak
adalah sebagai berikut:
1.
Alkaloid
Definisi
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Merupakan senyawa organik yang
terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena
adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar
heterosiklik atau aromatis dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek
farmakologis pada manusia dan hewan. Selain itu ada beberapa pengecualian,
dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen)nya terdapat di dalam
rantai lurus atau alifatis.
Alkaloid merupakan golongan utama tumbuhan
sekunder yang terbesar.Tidak ada satupun istilah alkaloid yang memuaskan,
tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa yang bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai
bagian dari sistem siklik.Alkaloid mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol,
jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tak
berwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi
hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar. Misalnya,
alkoloid kinina adalah zat yang dikenal paling pahit dan pada konsentrasimolar
1x 103 membeikan rasa pahit yang berarti. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih
sangat kabur, meskipun masing-masing senyawa telah dinyatakan terlibat sebagai
pengatur tumbuh, penghalau atau penarik serangga (Harborne, 1987).
Prazat alkoloid yang paling umum adalah
asam amino, meski pun sebenarnya, biosintesis kebanyakan alkoloid lebih rumit.
Secara kimia, alkoloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari
senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkoloid utama conium maculatum,
sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina , yaitu racun kulit Strychnos. Amina tumbuhan (misalnya
meskalina) dan basa Purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang-kadang
digolongkan sebagai alkoloid dalam arti umum. Banyak alkoloid bersifat
terpenoid dan beberapa (misalnya solanina alkoloid steroid kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya ditinjau
dari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi. Yang lainnya terutama
berupa senyawa aromatic ( misalnya kolkhisina, alkoloid tropolon umbi crocus
musim gugur )
yang
mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Banyak sekali alkoloid yang
khas pada suatu suku tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat. Jadi nama
alkoloid sering kali diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya, misalnya
alkoloid Atropa atau alkoloid
tropana, dan sebagainya.
Sebagian
besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam memberikan endapan dengan
reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer (Larutan Kaliummercuri Iodida);
reagent Wangner (larutan Iodida dalam Kalium Iodida); dengan larutan asam
tanat,reagent Hager (saturasi dengan asam pikrat); atau dengan reagent
Dragendroff (larutan Kalium Bismuth Iodida). Endapan ini berbentuk amorf atau
terdiri dari kristal dari berbagai warna. Cream (Mayer),Kuning (Hager),coklat
kemerah – merahan (Wagnerm dan Dragendroff). Caffein dan beberapa alkaloid
tidak menimbulkan reaksi pengendapan. Ketelitian harus dimulai dari ekstraksi
alkaloid yang diuji karena bahan akan membentuk endapan dengan protein.
sebagian dari protein akan
membuat tidak larut dari bahan yang telah diekstrak oleh proses evaporasi atau
mungkin disebabkan filtrate yang terbongkar. Jika ekstrak asli telah dikonsentrasi ke konsentrasi rendah
akan membentuk ekstrak alkaloid yang bebrbentuk basa dengan pertolongan suatu
pelarut organik kemudian dimasukan dalam larutan asam encer (misalnya:
Tartarat), larutan haus bebas
dari protein dan siap untuk dilakukan uji alkaloid.
Penggolongan
a. Berdasarkan
jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul.
Dibedakan atas: alkaloida pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida
isokuinolin, alkaloid kuinolin dan alkaloida indol.
b. Berdasarkan
jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini digunakan untuk
menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis
tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis
yaitu alkaloida tembakau, alkaloida amaryllidaceae, alkaloida erythrine dan
sebagainya. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu: beberapa alkaloid yang berasal
dari tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda.
c. Berdasarkan
asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan hubungan Antara
berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai jenis cincin
heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida menunjukkan bahwa alkaloida bersal
hanya dari beberapa asam amino tertentu saja. Dibedakan atas:
1) Alkaloida
alisiklik yang berasal dari asam-asam amino arnitin dan lisin.
2) Alkaloida
aromatic jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4
dihidrofenilalanin.
3) Alkaloida
aromatic jenis indol yang berasal dari triptofan.
d. Sistem
klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana alkaloida
dikelompokkan atas:
1)
Alkaloida sesungguhnya.
Merupakan racun,
senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa
terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin
heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman
sebagai garam organic.Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah
kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki
cincin heterosiklik dan alkaloida quartener yang bersifat agak asam daripada
bersifat basa.
2) Protoalkaloida
Merupakan amin
yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin
heterosiklik.Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam
aminoyang bersifat basa.Pengertian amin biologis sering digunakan untuk
kelompok ini.
3) Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida
tidak diturunkan dari precursor asam amino.Senyawa ini biasanya bersifat
basa.Ada dua seri alkaloida yang pentig dalam kelompok ini yaitu steroidal dan
purin.
2.
Tanin
Tannin terdapat luas pada tumbuhan berpembuluh, dalam
angiospermae terdapat khusus dijaringan kayu.Tannin dapat bereaksi dengan
protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industry,
tannin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mampu mengubah kulit
hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung
silang protein (Harborne.1987)
Di dalam tumbuhan letak tannin terpisah dari protein
dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak misalnya bila hewan memakannya
maka reaksi penyamaan dapat terjadi.Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar
dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar
tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena
rasanya yang sepat (Harborne.1987)
Tannin adalah senyawa fenolik larut air dengan BM
500-300, memberikan reaksi umum senyawa fenol dan memiliki sifat-sifat khusus
seperti presipitasi alkaloid, gelatin dan protein-protein lain.
Tannin banyak terdistribusi dalam kingdom plantae
(daun, buah, kulit batang atau batang). Tannin dalam senyawa kompleks yang
biasanya campuran polifenol dan tidak mengkristal (tannin extracts). Tannin
merupakan polimerasi polifenol sederhana.Kromatografi dari tannin identifikasi
polifenol sederhana dalam ekstrak tannin.
Tannin merupakan substansi yang tersebar luas dalam
tanaman seperti daun, buah yang belum matang, batang dan kulit kayu. Pada buah
yang belum matang, tannin digunakan sebagai energy dalam proses metabolisme
dalam bentuk oksidasi tannin. Tannin dikatakan sumber asam pada buah.
Sifat-sifat Tannin
1. Dalam
air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat.
2. Mengendapkan
larutan gelatin dan larutan alkaloid.
3. Tidak
dapat mengkristal.
4. Larutan
alkali mampu mengoksidasi oksigen.
5. Mengendapkan
protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak
dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Sifat Kimia Tannin
1. Merupakan
senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga
sukar mengkristal.
2. Tannin
dapat diidentifikasi dengan kromatografi.
3. Senyawa
fenol dari tannin mempunyai aksi adstringensia, antiseptic dan pemberi warna.
Kegunaan Tannin
1. Sebagai
pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian tertentu pada
tanaman.
2. Sebagai
anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi.
3. Digunakan
dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman.
4. Efek
terapinya sebagai adstringensia pada jaringan hidup misalnya pada
gastrointestinal dan kulit.
5. Efek
terapi lain sebagai antiseptic pada jaringan luka. Misalnya luka bakar, dengan
cara mengendapkan protein.
6. Sebagai
pengawet dan penyamak kulit.
7. Reagensia
di laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid.
8. Sebagai
antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak
larut.
3.
Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15
terdiri atas dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga satuan karbon
(Markham,1988). Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa
C6-C3-C6. Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 disambungkan
oleh rantai alifatik tiga-karbon (Markham, 1988)
Flavonoid umumnyaterdapat dalam tumbuhan, terikat pada
gula sebagai glikosida. Aglikon flavonoid mungkin saja terdapat dalam beberapa
bentuk kombinasi glikosida dalam bentuk kombinasi glikosida dalam satu
tumbuhan, sehingga dalam menganalisis flavonoid biasanya lebih baik kita
memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis
dari pada mengamati bentuk glikosidanya yang rumit (Harborne, 1987)
4. Polifenol
Polifenol merupakan senyawa/ kelompok
antioksidan yang secara alami terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan dan
minuman. Polifenol mempunyai kemampuan untuk menghambat reaksi oksidasi dan
menangkap radikal bebas.
Senyawa polifenol merupakan senyawa
metabolit sekunder yang dihasilkan dari adaptasi tanaman terhadap kondisi stres
lingkungan terhadap sinar radiasi ultra violet atau agresi pathogen. Senyawa
ini bersifat protektif terhadap penyakit degeneratif kronik. Senyawa polifenol
dikelompokkan menurut struktur dasar kimia cincin fenol, dan subklas menurut
struktur dasar yang terkait dengan bentuk karbohidrat dan polimerasinya.
Menurut Cadensas dan Parker (2002),
polifenol terbagi menjadi 3 kelompok yaitu polifenol non flavonoid, flavonoid
dan asam fenolat. Jenis polifenol yang paling banyak terdapat di tanaman adalah
flavonoid.
Kandungan polifenol yang terdapat
dalam daun teh sekitar 35% berat kering (Shahidi dan Naczk, 2004). Polifenol
yang terdapat di dalam the yaitu flavanol/katekin {(-) –epigallocatechin,
(-)-epigallocatechin gallate dan (+)- catechin }, flavonol (quercetin,
kaempferol dan glikosida), flavon (vitexin dan isovitexin). Komposisi polifenol
yang terkandung dalam teh tergantung dari 4 fakto yaitu varietas the, kondisi
lingkungan, situasi agronomi, serta kondisi geografis .
5. Saponin
a. Pengertian saponin
Saponin adalah glikosida triterpena
dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat
dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah.
Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber
sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah dilaboratorium menjadi sterol
hewan yang berkhasiat penting (misalnya kortison, estrogen kontraseptif, dan
lain-lain). Senyawa yang telah digunakan termasuk hekogenin dari Agave,
diosgenin, serta yamogenin dari jenis Dioscorea.
Dari segi ekonomi saponin penting juga karena
kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa,
Medicago sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar
manis, Glycyrrhiza glabra). Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak
saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah
asam glukuronat.
Pembentukan busa yang
mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu memekatkan ekstrak tumbuhan
merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin. Memang betul, bila
dalam tumbuhan terdapat banyak saponin, sukar untuk memekatkan ekstrak
alkohol-air dengan baik, walau pun digunakan penguap putar. Karena itu, uji
saponin yang sederhana ialah mengocok ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dalam
tabung reaksi dan diperhatikan apakah ada terbentuk busa tahan lama pada
permukaan cairan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan
kemampuannya menghemolisis sel darah. Tetapi, biasanya lebih baik bila uji
sederhana itu dipastikan dengan cara KLT dan pengukuran spektrum.
b. Sifat-sifat
Saponin
1.
Mempunyai
rasa pahit
2.
Dalam
larutan air membentuk busa yang stabil
3.
Menghemolisa
eritrosit
4.
Merupakan
racun kuat untuk ikan dan amfibi
5.
Membentuk
persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya
6.
Sulit
untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7.
Berat
molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati
Berdasarkan
atas sifat kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua kelompok :
1.
Steroid
dengan 27 atom C.
2.
Triterpenoid
dengan 30 atom C.
Macam-macam
saponin berbeda sekali komposisi kimiawinya, yaitu berbeda pada aglikon
(sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu dapat
mempunyai macam-macam saponin yang berlainan, seperti:
a.
Quillage
saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin
b.
Alfalfa
saponin : campuran dari paling sedikit 5
saponin
c.
Soy
bean saponin : terdiri dari 5
fraksi yang berbeda dalam sapogenin, atau karbohidratnya, atau dalam
kedua-duanya.
6.
Steroida/Triterpenoida
a. Kimia dan penyebarannya
Triterpenoid adalah senyawa yang
kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis
diturunkan dari hidrokarbon C3 0 asiklik, yaitu skulena. Senyawa ini
berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau
asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanwarna, berbentuk kristal, sering
kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena
tak ada kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi
Lieberman-Burchard (anhidrida asetat : H2SO4 pekat) yang
dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru.
Triterpena
dapat dipilih menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa: triterpena
sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir
sebenarnya triterpena atau seteroid yang terdapat sebagai glikosida. Banyak
triterpena dikenal dalam tumbuhan dan secara berkala senyawa baru ditemukan dan
dicirikan (misalnya Das dan Mahota, 1983). Sampai saat ini hanya beberapa saja
yang diketahui tersebar luas. Senyawa tersebut ialah triterpena pentasiklik
α-amirin dan β-amirin serta asam turunannya, yaitu asam ursolat dan asam
oleanolat. Senyawa ini dan senyawa sekerabatnya terutama terdapat dalam lapisan
malam daun dan dalam buah, seperti apel dan per, dan mungkin mereka berfungsi
sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba. Triterpena
terdapat juga dalam damar, kulit batang, dan getah.
Triterpena
tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya. Contohnya limonin,
suatu senyawa pahit yang larut dalamlemak dan terdapat dalam buah jeruk,
Citrus. Senyawa itu termasuk dalam deret triterpena pentasiklik yang rasanya
pahit serta dikenal sebagai limonoid dan kuasinoid. Mereka terutama terdapat
dalam Rutacceae, Meliaceae, dan Simaroubaceae, dan dari segi taksonomi kimia
sangat menarik perhatian (Waterman dan Grundon, 1983). Kelompok triterpena
pahit lainnya ialah kukurbitasin, yang terdapat terbatas hanya dalam biji
berbagai Cucurbitaceae, meski pun dapat juga dideteksi pada suku lain termasuk
Cruciferae.
Sterol
adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa
(sebagai hormone kelamin, asam empedu, dan lain-lain), tetapi pada tahun-tahun terakhir
ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan.
Memang, tiga senyawa yang biasa disebut ‘fitosterol’ mungkin terdapat pada
setiap tumbuhan tinggi : sitosterol (dahulu dikenal sebagai β-sitosterol),
stigmasterol, dan kampesterol. Sterol umum ini terdapat dalam bentuk bebas dan
sebagai glukosida sederhana. Sterol tumbuhan yang kurang umum ialah
α-spinasterol, yaitu isomer stigmasterol yang terdapat dalam bayam, Amaranthus
alfalfa, Medicago sativa, dan akar Polygala senega. Sterol tertentu hanya
terdapat dalam tumbuhan rendah, contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir
dan sejumlah fungus. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan rendah,
tetapi kadang-kadang terdapat juga dalam tumbuhan tinggi, misalnya fukosterol, yaitu
steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada kelapa.
C.
Simplisia
Simplisia adalah bahan yang belum mengalami perubahan apa pun
kecuali bahan alam yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
hewani dan gelikan atau mineral.
Beberapa
factor mempengaruhi kualitas simplisia, yaitu:
1.
Bahan simplisia dan cara penanganannya
2.
Proses pembuatan/ pengolahan simplisia
3.
Cara pengemasan dan penyimpanansimplisia
Pada umumnya tahapan pembuatan
simplisa melalui
1.
Pengambilan/ pengumpulan bahan baku
2.
Sortasi basah
3.
Pencucian
4.
Penyaringan
5.
Pengeringan
6.
Sortasi kering
7.
Pengepakan dan penyimpanan
8.
Pemeriksaan mutu.
D.
Skrining
Fitokimia
Uji fitokimia terhadap kandungan senyawa kimia metabolit
sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian mengenai tumbuhan
obat atau dalam hal pencarian senyawa aktif baru yang berasal dari bahan alam
yang dapat menjadi precursor bagi sintesis obat-obat baru atau menjadi
prototype senyawa aktif tertentu.Oleh karenanya, metode uji fitokimia harus
merupakan uji sederhana tetapi terandalkan.Metode uji fitokimia yang banyak
digunakan adalah metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat dilakukan di
lapangan atau di laboratorium (Iskandar et al, 2012).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona
khatulistiwa (tropik) dan terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beranekaragam
jenis tumbuhan, tetapi potensi ini belum seluruhnya dimanfaatkan sebagai bahan
industri khususnya tumbuhan berkasiat obat.Masyarakat Indonesia secara
turun-temurun telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk bahan obat
tradisional baik sebagai tindakan pencegahan maupun pengobatan terhadap
berbagai jenis penyakit. Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional akan terus
berlangsung terutama sebagai obat alternatif, hal ini terlihat pada masyarakat
daerah yang sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan modern. Dalam masa krisis
ekonomi seperti saat ini, penggunaan obat tradisional lebih menguntungkan
karena relatif lebih mudah didapat, lebih murah dan dapat diramu sendiri,
selain itu bahan bakunya dapat ditanam di halaman rumah sebagai penghias taman
ataupun peneduh halaman rumah (Sulianti et al, 2005).
Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin
memperjelas peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan baku
obat. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit
primer.Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, yang bukan merupakan
senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih sebagai hasil
mekanisme pertahanan diri organisma.Aktivitas biologi tanaman dipengaruhi oleh
jenis metabolit sekunder yang terkandung didalamnya.Aktivitas biologi
ditentukan pula oleh struktur kimia dari senyawa.Unit struktur atau gugus
molekul mempengaruhi aktivitas biologi karena berkaitan dengan mekanisme kerja
senyawa terhadap reseptor di dalam tubuh (Lisdawati et al., 2007).
Penapisan fitokimia dilakukan menurut metode Cuiley
(1984).Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen kimia pada
tumbuhan tersebut secara kualitatif. Misalnya: identifikasi tannin dilakukan
dengan menambahkan 1-2 ml besi (III) klorida pada sari alkohol. Terjadinya
warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin galat sedang warna hijau
kehitaman menunjukkan adanya tanin katekol (Praptiwi et al, 2006).
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi harus mempunyai
kepolaran yang berbeda. Hal ini disebabkan kandungan kimia dari suatu tumbuhan
hanya dapat terlarut pada pelarut yang sama kepolarannya, sehingga suatu
golongan senyawa dapat dipisahkan dari senyawa lainnya (Sumarnie et al, 2005).
Hingga saat ini sudah banyak sekali
jenis fitokimia yang ditemukan, saking banyaknya senyawa fitokimia yang
didapatkan maka dilakukan penggolongan senyawa agar memudahkan dalam
mempelajarinya, adapun golongan senyawa fitokimia dapat dibagi sebagai berikut:
1.
Alkaloid,
alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan.
2.
Flavonoid,
flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang terdapat dalam
semua tumbuhan berpembuluh. Semua flavonoid, menurut strukturnya merupakan
turunan senyawa induk flavon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dalam
tumbuhan, aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya
mengandung atom karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi
C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon
yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.
3.
Kuinon,
senyawa dalam jaringan yang mengalami okisdasi dari bentuk kuinol menjadi
kuinon.
4.
Tanin
dan Polifenol, Tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi mengikat dan
mengendapkan protein. Polifenol alami merupakan metabolit sekunder tanaman
tertentu, termasuk dalam atau menyusun golongan tanin.
5.
Saponin,
saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam tanaman. Fungsi dalam
tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan
karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan.
6.
TriTerpenoid,
TriTerpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan secara biosintesis dirumuskan dari hidrokarbon yang kebanyakan
berupa alcohol, aldehida atau asam karbohidrat.
7.
Skrining
Senyawa Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid, Serbuk simplisia digerus dengan
eter, kemudian dipipet sambil disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan
penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga kering. Kepada hasil pengeringan
filtrat ditambahkan larutan vanillin 10% dalam asam sulfat pekat. Terjadinya
warna-warna menunjukkan adanya senyawa mono dan seskuiterpenoid (Nurhari,
2010).
8.
Skrining fitokimia
1.
Pemeriksaan alkaloida
a.
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g
kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di
atas tangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring.
b.
Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :
o
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi
Mayer menghasilkan endapan putih/kuning
o
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi
Bouchardat menghasilkan endapan coklat-hitam
o
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi
Dragendrof menghasilkan endapan merah bata
Alkaloida dianggap positif jika terjadi
endapan atau paling
sedikit
dua atau tiga dari percobaan di atas.
2.
Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 10 g serbuk
simplisia kemudian ditambahkan 100 ml airpanas, dididihkan selama 5 menit dan
disaring dalam keadaan panas.Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan
0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan
memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada
lapisan amil alkohol.
3.
Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel
disari dengan 10 ml air suling, disaring lalufiltratnya diencerkan dengan air
suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2
tetes pereaksi besi (III) klorida.Terjadi warna biru atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya tanin.
4.
Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia
ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30ml campuran 7 bagian volume etanol
95 % dan 3 bagian volume air suling (7:3), direfluks selama 10 menit,
didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml timbal (II)
asetat 0,4 N, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari
sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P
dan 2 bagian volume isopropanolol P.
Pada lapisan kloroform
ditambahkan.natrium sulfat anhidrat P secukupnya disaring, dan diuapkan
padatemperatur tidak lebih dari 500C. Dilarutkan sisanya dengan 2 ml metanol,
kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
pereaksi Molish, ditambahkan hati hati 2 ml asam sulfat terbentuk cincin warna
ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula.
5.
Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 10 ml air suling panas,
didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih atau
busa yang selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. pada penambahkan
1 tetes larutan asam klorida 2 N, apabila buih tidak hilang menunjukkanadanya
saponin.
6.
Pemeriksaan steroida/ triterpenoida
Sebanyak 1 g sampel di
maserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan
dalam cawan penguap.Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1
tetes asam sulfat pekat.Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau
biru menunjukkan adanya steroida triterpenoida.
E.
Ekstraksi Metode Soxhletasi
Ekstraksi
dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut yang
digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak atau lemak,
bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain
memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi
dalam perhitungan (Ketaren: 36: 1986).
1. Pengertian Soxhletasi
Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen
yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang
dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel
terisolasi dengan sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana
(C6H14) untuk sampel kering dan metanol (CH3OH)
untuk sampel basah.Jadi, pelarut yang digunakan tergantung darisampel alam yang
digunakan. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti sokletasiadalah
pengekstrakan berulang–ulang (continous extraction) dari sampel pelarut
(Rahman:2012)
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia
secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadimolekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari
simplisia dalam klonsong danselanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat
setelah melewati pipa sifon (Rene:20: 2011)
2.
Prinsip Kerja Soxhletasi
Bahan yang akan diekstraksi diletakkan
dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas,karton, dan sebagainya) dibagian dalam
alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas yang mengandung
kantung diletakkan antara labu penyulingan dengan labu pendingin aliran
balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisibahan
pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui
pipet,berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan
menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah
gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke
dalam labu.Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan
bahan pelarut murni berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam
jumlah kecil, juga simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut
bebas bahan aktif berlangsung secara terus-menerus (pembaharuan
pendekatan konsentrasi secara kontinyu). Keburukannya adalah waktu yang
dibutuhkanuntuk ekstraksi cukup lama (sampai beberapa jam) sehingga kebutuhan
energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya, simplisia di bagian
tengah alat pemanas langsung berhubungandengan labu, dimana pelarut
menguap. Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi,khususnya titik didih bahan
pelarut yang digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadapbahan tumbuhan yang
peka suhu (glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan terekstraksiyang
terakumulasi dalam labu mengalami beban panas dalam waktu lama. Meskipun
carasoxhlet sering digunakan pada laboratorium penelitian untuk pengekstraksi tumbuhan,namun peranannya
dalam pembuatan sediaan tumbuhan kecil artinya (Anonim: 2011)
3. Alat Ekstraksi Soxhletasi
Nama-nama
instrumen dan fungsinya adalah:
a.
Kondensor
berfungsi sebagaipendingin, dan juga untuk mempercepat proses pengembunan.
b. Timbal/klonsongberfungsi
sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil zatnya.
c. Pipa F/vapor berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang
menguap dari proses penguapan
d. Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila
pada sifon larutannya penuh kemudian jatuhkelabualasbulatmakahalinidinamakan1siklus.
e. Labu alas bulat berfungsisebagai wadah bagi ekstrak dan pelarutnya.
f.
Hot plate atau penangas berfungsi sebagaipemanas larutan.
g. Water in sebagai tempat air masuk.
h. Water out sebagai tempatair keluar. (Azam Khan:
2012)
4.
Kelebihan dan Kelemahan Soxhletasi
Keuntungan
metode ini adalah:
a. Sampel
diekstraksi dengan sempurna karena dilakukanberulang ulang.
b. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit
c. Jumlah sampel yangdiperlukan
sedikit
d. Pelarut
organik dapat mengambil senyawa organik berulang kali.
Sedangkan
kelemahannya adalah:
a. Tidak
baik dipakai untuk mengekstraksi bahanbahan tumbuhan yang mudah rusak atau
senyawa senyawa yang tidak tahan panaskarena akan terjadi penguraian.
b. Pelarut
yang digunakan mempunyai titik didih rendah,sehingga mudah menguap.
Syarat
syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi:
a. Pelarut
yang mudah menguap contohnya : n-heksana, eter, petroleum eter, metilklorida
dan alkohol.
b. Titik
didih pelarut rendah.
c. Pelarut
tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
d. Pelarut
terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
e. Pelarut
tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
f.
Sifat sesuai dengan senyawa yang akan
diisolasi, polar atau nonpolar (Ina: 2011)
F.
Kromatografi
Lapis Tipis
Istilah kromatografi berasal dari kata latinchroma
berarti warna dan graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali
diperkenalkan oleh Michael Tsweet (1903) seorang ahli botani dari Rusia.
Michael Tsweet dalam percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan
pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk
kalsium karbonat yang diisikan ke dalam kolom kaca dan petroleum eter sebagai
pelarut. Proses pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada
permukaan atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter.
Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil
pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan (Alimin, 2007).
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang
berdasarkan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu.Uraian mengenai
kromatografi pertama kali dijelaskan oleh Michael Tswett, seorang ahli biotani
Rusia yang bekerja di Universitas Warsawa.Pada saat itu, Michael Tswett
melakukan pemisahan klorofil dari pigmen-pigmen lain dari ekstrak tanaman
menggunakan kromatografi kolom yang berisi dengan kalsium karbonat. Pada
kromatografi, komponen- komponen yang akan dipisahkan berada diantara dua fase
yaitu fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam adalah fase
yang akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak adalah fase yang akan
melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam
akan tertinggal atau tidak bergerak sedangkan komponen yang mudah larut dalam
fase gerak akan bergerak lebih cepat.(Sudarmadji, 2007)
Kromatografi lapis tipis dikembangkan tahun 1938 oleh
Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak
sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan
terbentuklah kromatogram, ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka.
Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitive.Kecepatan pemisahan tinggi
dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.Biasanya
yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah silika gel, tetapi
kadang kala bubuk selulosa dan tanah diatome, kieselgurh juga dapat digunakan.
Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji,
disperse koloid plastic, silika terhidrasi. Untuk meratakan pengikat dan zat
pada pengadsorpsi digunakan suatu aplikator.Sekarang ini telah banyak tersedia
kromatografi lapis tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah
terlapisi, kromatotube dan sebagainya.Kadar air dalam lapisan ini harus
terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel (Khopkar, 2008).
Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang
dilapisi dengan adsorben seperti silica gel, aluminium oksida (alumina) maupun
selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang
digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen.Pemilihan eluen didasarkan pada
polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda
polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan
caratrial and error. Kepolaran eluen
sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi
(Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh
oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah :
Nilai Rf sangat karakteristik untuk senyawa tertentu
pada elue tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti
mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan
kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang
bagus berkisar antara 0,2 – 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan
adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing, 1985).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan.Pertama, dipakai
selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau
preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga
yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja
tinggi. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik
(ascending) atau karena pengaruh gravitasi pengembangan secara menurun
(descending). (Gritter, 1991).
Beberapa
keuntungan kromatografi lapis tipis :
- KLT lebih murah dan mudah dalam pelaksanaanya disbanding kromatografi kolom
- Peralatan yang digunakan lebih sederhana, digunakan untuk tujuan analisis.
- Dapat dilakukan dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending) atau dengan cara elusi dua dimensi.
- Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi atau radiasi dengan menggunakan sinar ultraviolet. (Gandjar,I.G, Rohman,A.,2007)
Kelemahan
kromatografi lapis tipis, yakni :
Hanya merupakan langkah awal untuk menetukan pelarut
yang cocok untuk kromatografi kolom.Noda yang terbentuk belum tentu senyawa
murni.
G. Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cair merupakan metode pemisahan atau pengambilan
zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan pelarut lain
(biasanya organik).Ekstraksi cair dapat juga disebut ekstraksi pelarut.
(Wikipedia., 2010).
Prinsip metode ini didasarkan pada zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antar dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti
eter, kloroform, karbontetra klorida, dan karbon disulfida.Diantara berbagai
jenis pemisahan, ekstraksi pelarut merupakan metode yang paling baik dan
popular, karena metode ini dapat dilakukan baik tingkat mikro maupun
makro.Pemisahannya tidak memerlukan khusus atau canggih, melainkan hanya berupa
corong pemisah.Seringkali untuk melakukan pemisahan hanya dilakukan beberapa
menit. (Yazid,. E,. 2005.)
Metode ini mula-mula digunakan pada kimia analitik, tidak
hanya untuk pemisahan tetapi juga untuk analisis kuantitatif.Selanjutnya metode
ini berkembang dan dapat digunakan untuk kegunaan preparative dan pemurniaan
pada skala kerja termasuk didalam bidang kimia organik, anorganik, dan
biokimia. Dalam industri metode ini banyak dipakai untuk menghilangkan zat-zat
yang tidak diinginkan dalam hasil, misalnya pada pemuniaan minyak tanah atau
minyak goreng dan pemurniaan natrium hidroksida yang dihasilkan dari proses
elektrolisis. (Yazid,. E,. 2005.)
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan subtansi atau zat
dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat
digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diestraksi dan proses
pelaksanaanya. (Yazid,. E,. 2005.)
Berdasarkan bentuk campurannya (yang diekstraksi), suatu
ekstraksi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Ektraksi
padat-cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran yang berbentuk
padatan.
2. Ekstraksi
cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk cairan.
(Yazid,. E,. 2005.)
BAB
III
METODE
PELAKSANAAN
A.
Alat
1.
Alat Soxhletasi 1 buah
2.
Erlenmeyer 250 mL 3 buah
3.
Neraca Analitik 1 buah
4.
Spatula 2
buah
5.
Kaca Arloji 2 buah
6.
Kertas Saring 10 buah
7.
Cawan Porselin` 3
buah
8.
Klem 2
buah
9.
Statif 1
buah
10.
Pompa 1
buah
11.
Selang 2
buah
12.
Gelas Ukur 100 mL 1 buah
13.
Gelas
Ukur 50 mL 3 buah
14.
Gelas
Ukur 10 mL 2 buah
15.
Gelas Kimia 100 ml 2
buah
16. Chamber 1 buah
17. Penotol (Pipa Kapiler) 1
buah
18. Pinset 1 buah
19. Bunsen 2 buah
20. Corong Pisah 250 mL 1 buah
21. Kaca 1 buah
22. Botol semprot 1 buah
23. Tabung Reaksi 12 buah
24. Rak Tabung 1 buah
25. Penjepit Tabung 1 buah
26. Plat Tetes 1 buah
27. Pipet Tetes 3 buah
28. Penggaris 1 buah
29. Pensil 1 buah
B.
Bahan
1.
Simplisia Daun Sirsak
2.
Etanol 70%
3. Kloroform (CHCl3)
4. n-heksan
5. Etil Asetat
6. Lempeng KLT
C. Cara Kerja
1. Ekstraksi
Metode Soxhlet
2. Skrining
Fitokimia
a.
Pemeriksaan
Alkaloida
b.
Pemeriksaan
Flavanoida
c.
Pemeriksaan
Tanin
d.
Pemeriksaan
Saponin
e.
Pemeriksaan
steroida/triterpenoida
3. Ekstraksi
Cair-cair
4.
Kromatografi Lapis Tipis
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1. Ekstraksi Soxhlet
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan
padat maupun cair dengan bantuan pelarut.pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstraksubstansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya, selain
itu ekstraksi juga dapat diartkan sebagai penguraian zat-zat berkhasiat atau
zat aktif dibagian tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya
mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik.
Soxhletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan
suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehinggan komponen yang
diinginkan akan terisolasi.
Prinsip kerja soxhletasi adalah penyairan secara
berkesinambungan dimana cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan
akan terkondensasi molekul-molekul cairan penyari oleh pendingin balik dengan
turun kedalam klonsong menyari simplisia dan selanjutnya masuk kembali kedalam
labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung hingga
penyarian zat aktif menjadi sempurna.
Adapun beberapa syarat pelarut yang digunakan
pada soklet yaitu:
1.
Titik didih pelarut harus lebih rendah dari pada senyawa yang kita ambil dari
sampelnya karena akan berpengaruh pada struktur senyawanya (ditakutkan
strukturnya akan rusak oleh pemanasan).
2.
Pelarut harus inert (tidak mudah bereaksi dengan senyawa yang kita ekstrak) (Khoirul Anam, 2012).
3.
Tidak toksik dan ramah lingkungan.
4.
Mampu mengekstrak semua senyawa dalam sampel.
5.
Mudah untuk dihilangkan dari ekstrak.
6.
Tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa dalam sampel yang diekstrak.
7. Murah/ekonomis (Fhergar Pramastya,
2011).
Dalam percobaan ini sampel yang kami gunakan
yaitu serbuk daun sirsak,
sampel ini kami gunakan mengingat bahwa serbuk daun sirsak
tahan terhadap panas. Adapun prosedur yang kami lakukan dalam percobaan ini
yaitu mula-mula serbuk daun sirsak dibungkus dengan kertas
saring sedemikian rupa hingga sampel tertutup di atas sample ditutup dengan
kapas. Kertas saring ini berfungsi untuk menjaga tidak tercampurnya sampel
dengan pelarut secara langsung. Pelarut yang terkondensasi dan sampel tidak
dibiarkan tercampur secara langsung agar, hal ini dilakukan agar hasil akhir
dari proses ekstrak ini lebih akurat (Lucas 1949).
Kertas saring yang sudah terisi sampel
dimasukan ke dalam soxhlet. Alat ekstraksi soxhlet disambungkan dengan labu
alas bulat
yang telah diisi pelarut, adapun pelarut yag digunakan dalam percobaan ini
adalah alkohol 70%
dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin
disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak
mulai dipanaskan (Darmasih 1997).
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik
melewati pipa F menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati
bagian luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga kembali
ke fase cair, kemudian menetes ke timble atau klonsong.
Pelarut melarutkan sampel dalam kertas saring, larutan sari ini terkumpul dalam
kertas saring dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat
sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai
refluks. Proses ekstraksi dapat dilakukan secara terus menerus meskipun selama
1 hari dimana Pelarut hanya akan berputar-putar dalam soklet, dengan ketentuan
tidak ada rongga yang terbuka pada alat soklet yang dapat menyebabkan uap
pelarut keluar dari alat dan tidak terkondensasi. Setelah proses ekstraksi
selesai, ekstrak yang telah bercampur dengan pelarut kemudian dapat dipisahkan
melalui proses evaporasi (Darmasih 1997).
Pada ekstraktor soxhlet cairan akan masuk ke dalam
labu setelah tinggi pelarut dalam klongsong atau timbel sama dengan pipa siphon
ini dimaksudkan agar simplisia yang diinginkan dapat terekstrak dengan
sempurna. Sehingga menyebabkan ada bagian pada sampel yang berkontak lebih lama
dengan cairan daripada bagian lainnya. Sehingga sampel yang berada di bawah
akan terekstraksi lebih banyak daripada bagian atas.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi
yakni sebagai berikut :
1. Tipe
persiapan sampel
2. Waktu
ekstraksi, rentang waktu pada saat sirkulasi
3. Kuantitas
pelarut
4. Suhu
pelarut
5. Tipe pelarut.
2.
Skrining
Fitokimia
Senyawa Golongan
|
Ekstrak Daun Sirsak
|
|
Alkaloid
|
||
Pereaksi Mayer
|
(+)
|
|
Pereaksi Boucardat
|
(+)
|
|
Pereaksi Dragendrof
|
(+)
|
|
Flavonoid
|
(+)
|
|
Tanin
|
(+)
|
|
Saponin
|
(-)
|
|
Steroid / Triterpenoid
|
(+)
|
|
Glikosida
|
Tidak Dilakukan
|
Skrining
fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawametabolit sekunder.
Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder
yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawatersebut
dapat diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari
setiap golongan dari metabolit sekunder. Berbagai metode yang dapat digunakan
untuk identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu ekstrak antara
lain dengan cara Kromatografi Lapis Tipis dan uji peraksi kimia. Pada praktikum
kali ini terlebih dahulu hanya dilakukan uji dengan menggunakan peraksi kimia.
Senyawa-senyawa yang
akan di identifikasi dengan uji pereaksi kimia pada praktikum kali ini adalah
senyawa golongan
alkaloid, flavonoid,
saponin, glikosida, tanin
dan steroid/ triterpenoid. Akan tetapi
dalam pelaksanaan praktikumnya hanya dilakukan pemeriksaan terhadap golongan
alkaloid, flavonoid, tanin, steroid/ triterpenoid dan saponin dikarenakan keterbatsan waktu
praktikum.
Sampel yang digunakan adalah daun sirsak yang telah
mengalami pengolahan menjadi serbuk simplisia. Selanjutnya serbuk simplisia
yang didapat akan di ekstraksi dengan metode ekstraksi
soxhletasi. Kemudian dilakukan
pengujian penentuan senyawa metabolit sekundernya yaitu uji skrining fitokimia.
Sebelum melakukan pengujian terlebih dahulu dibuat
larutan peraksinya, peraksi yang digunakan pereaksi Mayer, pereaksi Dragendrof,
pereaksi Bouchardat, pereaksi besi (III) klorida 1%, pereaksi natrium
hidroksida 2 N, pereaksi asam klorida 2 N dan larutan aluminium (III) klorida
5%.
Pada
pemeriksaan golongan alkaloid, dilakukan 3 tes warna dengan pereaksi yang
berbeda-beda. Ekstrak daun sirsak dimasukan ke dalam tabung reaksi
masing-masing 3 tetes untuk setiap tabung kemudian ditambahkan dengan 3
pereaksi berbeda masing-masing sebanyak 2 tetes.
Pada tabung pertama,
filtrat ditambahkan dengan pereaksi Mayer. Adapun cara pembuatan pereaksi meyer yakni sebanyak 5 g kalium iodida
dalam 10 mL air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g merkuri (II) klorida
dalam 60 mL air suling. Larutan dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100
mL. Hasil ditandai dengan jika
terjadi kekeruhan atau endapan putih atau kekuningan maka hasilnya positif (+) alkaloid. Pada uji
alkaloid dengan Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan
ion logam Hg dari kalium tetraiomerkurat (II) membentuk kompleks merkuri-alkaloid
yang mengendap. Kalium tetraiomerkurat hasil dari penambahan berlebih KI pada
merkuri (II) iodida (Marliana, 2005). Percobaan ini memperoleh hasil positif.
Pada tabung kedua,
filtrat ditambahkan dengan pereaksi Bouchardat. Adapun cara pembuatan pereaksi bouchardat yakni sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 mL air
suling kemudian ditambah 2 g iodium sambil diaduk sambil sampai larut, lalu
ditambah air suling hingga 100 mL. Hasil ditandai dengan jika terjadi endapan coklat hitam maka hasilnya positif (+) alkaloid. Percobaan
ini memperoleh hasil positif.
Pada tabung ketiga,
filtrat ditambah dengan pereaksi Dragendorf. Adapun cara pembuatan pereaksi dragendrof yakni sebanyak 8 g bismut
nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 mL kemudian dicampur dengan larutan
kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam50 mL air suling. Campuran didiamkan sampai
memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya
hingga 100 mL. Hasil ditandai dengan jika
terjadi endapan merah bata maka hasilnya positif (+) alkaloid. Reaksi pada pembuatan dragendorf adalah bismut nitrat bereaksi dengan
KI membentuk endapan bismuth (II) iodida yang melarut dalam KI berlebih
membentuk kalium tetra iodobismuth.
Nitrogen pada alkaloid membentuk ikatan kovalen koordinat dengan bismuth
menghasilkan endapan jingga sampai merah (Marliana, 2005). Percobaan ini memperoleh hasil positif.
Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau
paling sedikit dua atau tiga dari percobaan diatas. Dikarenakan
diperoleh hasil positif pada ketiga
percobaan maka ekstrak daun sirsak positif mengandung alkaloid yang sesuai
dengan literatur.
Pemeriksaan flavonoid dengan cara ekstrak daun sirsak
ditambahkan 0,1 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan
dibiarkan memisah. Jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil
alkohol maka ekstrak positif mengandung flavonoida. Percobaan ini memperoleh hasil positif.
Uji
yang ketiga yaitu uji golongan tannin. Dimana ekstrak daun sirsak ditambahkan
10 mL air suling lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Hasil
positif didapat jika warna akhir yaitu biru atau hijau kehitaman. Hasil yang didapatkan adalah sama dengan yang ada
diliteratur yaitu hijau kehitaman dengan adanya endapan hitam. Reaksi
warna ini merupakan reaksi khusus untuk golongan fenol. Tanin termasuk golongan
fenol sehingga dapat diuji dengan cara ini. Terikatnya Fe pada tanin
menghasilkan warna yang spesifik karena gugus hidroksil berkonjugasi dengan
ikatan rangkap (Robinson, 1985).
Pada identifikasi saponin, menggunakan metode buih dengan sampel
ekstrak daun sirsak yang kemudian di
tambahkan dengan 10 mL aquadest. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
di kocok kuat selama ± 10 detik. Jika
terbentuk buih atau busa yang selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 – 10
cm dari permukaan larutan maka menandakan positif (+) saponin. Jika
setelah pengocokan dihasilkan busa dan dengan penambahan HCl 2N 1 tetes busa
tersebut masih ada maka dinyatakan positif terhadap senyawa saponin. Larutan
asam klorida 2 N dibuat dengan cara mengencerkan 17 mL asam klorida pekat
dengan air suling sampai 100 mL. Timbulnya busa pada pemeriksaan saponin
menunjukan bahwa terdapat senyawa glikosida yang mampu membentuk buih (busa) di
dalam air. Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan aglikon. Akan tetapi pada praktikum hasil yang didapat adalah
negatif, yang berarti daun sirsak kemungkinan mengandung saponin
namun dengan kadar yang kecil, sedangkan berdasarkan literatur yang ada, daun
sirsak mengandung saponin.
Pemeriksaan
terakhir yakni menguji kandungan steroida/triterpenoida pada ekstrak daun
sirsak. Ekstrak ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam
sulfat pekat. Jika timbul ungu atau merah, kemudian
berubah menjadi hijau biru maka ekstrak positif mengandung steroida/triterpenoida. Percobaan ini memperoleh hasil positif.
3. Ekstraksi Cair-cair
Pada
metode ini praktikan akan memisahkan atau mengambil zat terlarut dalam larutan
yang biasanya air dengan menggunakan pelarut lain yang biasanya organik.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga
ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering
digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika
perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan pada ekstraksi
bertahap adalah corong pemisah. Caranya yaitu dengan menambahkan pelarut
pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan
pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi
pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk
dianalisis kandungan zat terlarut tersebut.
Pertama
diambil ekstrak kental yang telah dilarutkan dengan methanol kemudian dipartisi
bertingkat dengan metode ekstarksi cair-cair adalah dengan masing-masing menggunakan pelarut n-heksan,
kloroform dan etil asetat sebanyak 3 kali dengan volume 30 ml menggunakan
corong pisah.
Ketika dimasukkan ke dalam corong
pisah, kedua fasa tersebut tidak saling campur. Campuran ini kemudian dikocok
beberapa menit, sehingga mengakibatkan terjadinya distribusi ektrak etanol
kental ke dalam fasa organik dan fasa air. Fungsi pengocokan untuk membesar
luas permukaan untuk membantu proses distribusi ekstrak kental etanol pada
kedua fasa.
Setelah tercapai kesetimbangan pada
corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. Pada
pelarut n-heksan, ekstrak kental etanol yang larut dalam air berada dilapisan
bawah, sedangkan larutan ekstrak kental etanol dalam pelarut n-heksan berada
pada lapisan atas. Pada pelarut kloroform dan etil asetat sebaliknya, yaitu
ekstrak kental etanol yang larut dalam air berada dilapisan atas sedangkan
larutan ekstrak kentak etanol yang larut dalam pelarut kloroform dan etilasetat
berada pada lapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut
organik dengan berat jenis air.
Hasil dari ekstrak n-heksan, ekstrak
kloroform dan ekstrak etil asetat diuapkan dalam penangas air dengan cawan
porselin sehingga didapatkan atau diperoleh ekstrak atau noda yang tertinggal
didalam cawan. Kemudian ekstrak atau noda tersebut dilarutkan dengan
menggunakan methanol secukupnya dan dimasukkan ke dalam botol vial
masing-masing yang telah disediakan dan diberi label. Proses ini dilakukan
untuk melanjutkan identifikasi senyawa metabolit sekunder dengan metode KLT.
4.
Kromatografi
Lapis Tipis
Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya menggunakan
lapis tipis silika atau alumina yag seragam pada sebuah lempengan gelas atau
logam atau plastik yang keras. Gel silika atau alumina mengandung substansi
dimana substansi tersebut dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase
gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Sedangkan fase gerak kromatografi disebut juga dengan
eluent. Eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi
larutan umpan ( feed ) untuk melewati fase diam ( adsorbent ). Pemisahan komponen
sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara adsorbent dan eluen. Dalam
kromatografi lapis tipis, eluen biasanya disebut sebagai larutan pengembang.
Praktikum kali ini akan dilakukan pengujian
menggunakan metode kromatografi lapis tipis terhadap beberapa sampel yaitu
ekstrak etanol, ekstrak n-heksan, ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat dan
ekstrak air. Fase diam yang digunakan yaitu silika gel GF 254 dengan ukuran 10
x 6 cm yang disesuaikan pada ukuran volume chamber yang digunakan pada saat
praktikum. Silika gel yang digunakan bersifat polar dan higroskopik. Fase gerak
yang digunakan yaitu campuran toluen, etil asetat, dan asam asetat dengan
perbandingan
dalam 20 ml. Sifat pelarut toluen
adalah non polar, etil asetat bersifat non polar sedangkan asam asetat bersifat
polar. Untuk menjenuhkan eluen dapat digunakan kertas saring dengan cara
mencelupkan kertas saring tersebut kedalam chamber yang berisi eluen. Namun
yang dilakukan pada saat praktikum menjenuhkan eluen tersebut dengan cara menggoyangkan
chamber sehingga eluen menempel pada dinding chamber, hal ini akan mempercepat
proses penjenuhan eluen. Pada plat silika gel jika ingin mendapatkan hasil yang
baik dalam proses pemisahan komponen maka plat silika gel diaktifkan dengan
cara dipanaskan terlebih dahulu.
Setelah
melakukan prosedur praktikum, didapatkan hasilnya sebagai berikut:
Jarak
yang ditempuh oleh pelarut = 8 cm
Tabel
Hasil Praktikum
Sampel
|
Jarak
|
Rf
|
Ekstrak Etanol
|
1. 2,3 cm
2. 6,0 cm
3. 6,2 cm
4. 6,4 cm
5. 7,1 cm
6. 7,6 cm
|
0,287
0,75
0,775
0,8
0,887
0,95
|
Ekstrak n-Heksan
|
5,7 cm
|
0,712
|
Ekstrak Kloroform
|
1. 1,7 cm
2. 2,1 cm
3. 5,1 cm
4. 6,2 cm
5. 6,8 cm
|
0,212
0,262
0,637
0,775
0,85
|
Ekstrak Etil Asetat
|
1. 2,3 cm
2. 4,2 cm
3. 4,8 cm
4. 5,7 cm
|
0,287
0,525
0,6
0,712
|
Ekstrak Air
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
Apabila suatu sampel bergerak dengan jarak melebihi
jarak yang ditempuh oleh pelarut, maka ada komponen lain yang terkandung dalam
sampel selain pelarut. Jarak yang ditempuh suatu senyawa dipengaruhi oleh
kelarutan senyawa dalam pelarut serta kemampuan senyawa untuk terperangkap
didalam fase diam. Terperangkapnya suatu senyawa kedalam fase diam dinamakan
dengan penjerapan. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu
substansi pada permukaan. Penjerapan bersifat tidak permanen yang ditandai
dengan adanya pergerakan yang bersifat tetap dari molekul antara bagian senyawa
yang terjerap pada permukaan gel silika dan bagian senyawa yang kembali pada
larutan dalam pelarut.
Senyawa hanya akan dapat bergerak ke atas pada lempengan
selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika ada senyawa yang terjerap kedalam
gel silica, pelarut akan bergerak tanpa senyawa sehingga menimbulkan jarak yang
lebih panjang dibandingkan dengan senyawa.
Pada sampel ekstrak air, tidak ada nilai Rf yang dihasilkan.
Hal tersebut dikarenakan tidak adanya pergerakan yang terjadi oleh senyawa.
Kondisi tersebut merupakan kesalahan yang dilakukan oleh praktikan dalam
penempelan sampel kedalam lempengan, sehingga senyawa dalam sampel kurang
menunjukkan pergerakan karena jumlahnya yang sedikit. Jumlah sampel yang
sedikit akan memberikan pergerakan yang sedikit pula karena ada sebagian dari
senyawa yang terperangkap serta bagian yang akan kembali pada larutan dalam
pelarut. Selain itu, sampel dianggap mengandung ikatan hidrogen yang akan
menyebabkan senyawa banyak yang terjerap. Dalam jumlah yang minim dan banyaknya
bagian senyawa yang terjerap merupakan penyebab utama dari tidak adanya
pergerakan dari sampel.
Namun apabila sampel yang ditempelkan terlalu banyak,
maka akan menimbulkan suatu kondisi yang dinamakan tailing atau munculnya ekor.
Tailing atau ekor disebabkan oleh aftinitas mol zat pada bahan penyerap yang
lebih besar dibandingkan dengan kemampuan fase bergerak untuk membawa zat- zat
tersebut sehingga banyak bagian dari zat tersebut yang akan tertinggal di fase
tetap.
Namun
tailing dapat diatasi dengan cara melarutkan kembali zat- zat yang terserap
kuat pada fase tetap dengan asam atau dengan melakukan elusi secara bertahap
dengan fase bergerak yang semakin polar. Pemakaian fase bergerak yang semakin
polar akan berdampak pada perambatan fase yang semakin cepat. Namun apabila
fase tetap yang digunakan bersifat sangat polar justru akan memperlambat
perambatan zat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemeriksaan
fitokimia yang telah dilakukan pada daun sirsak meliputi: pemeriksaan alkaloida
(+), pemeriksaan flavonoid (+), pemeriksaan tannin (+), pemeriksaan saponin
(-), pemeriksaan steroid/triterpen (+).
2. Prinsip
kerja dari ekstraksi soxhlet adalah penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari
simplisia dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat
setelah melewati pipa sifon.
3. Pemisahan partisi (ektraksi
cair-cair) yang dilakukan pada ekstrak kental daun sirsak yaitu dengan
menggunakan pelarut n-Heksan (3×30ml), kloroform (3×30ml) dan etil asetat (3×30ml).
4. Kromatografi
lapis tipis adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu, prinsip kerjanya yaitu komponen-
komponen yang akan dipisahkan berada diantara dua fase yaitu fase diam (stationary)
dan fase bergerak (mobile). Fase diam
adalah fase yang akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak adalah
fase yang akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan
pada fase diam akan tertinggal atau tidak bergerak sedangkan komponen yang
mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
5. Fase
diam yang digunakan berupa silika gel GF 254 dan fase gerak berupa cair dengan
campuran toluene:etil asetat:asam asetat dengan perbandingan 5:3:2
dalam 20 ml serta campuran butanol:asam asetat:air dengan
perbandingan 5:4:1 dalam 20 ml.
6. Dari
hasil praktikum, jarak yang ditempuh suatu senyawa dipengaruhi oleh kelarutan
senyawa dalam pelarut serta kemampuan senyawa untuk terperangkap didalam fase
diam. Selain itu, diameter pembetukan noda atau banyaknya sampel yang
ditempelkan juga sangat berpengaruh terhadap hasil. Apabila nodanya terlalu
kecil atau sedikit, maka yang terjadi adalah tidak ada pergerakan. Sedangkan
noda yang dibuat terlalu besar akan menyebabkan kondisi tailing yang dapat
diatas dengan beberapa perlakuan selama praktikum. Kesalahan pada pembuatan
noda terjadi pada sampel ekstrak air.
B. SARAN
1.
Diharapkan melakukan skrining fitokimia
senyawa yang lainnya agar dapat diketahui dengan pasti kandungan metabolit
sekunder dari simplisia daun sirsak
tersebut.
2. Diharapkan
mencoba berbagai komponen fase gerak dengan campuran dan perbandingan yang
sesuai, serta menggunakan chamber khusus dengan volume yang luas agar dalam
proses memasukkan plat menjadi mudah.
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, dkk.Kimia Analitik.
Makassar: Alauddin Press, 2007.
Anonim.
2012. Prinsip Ekstraksi dengan cara Soxhletasi. (online).http://nurfaisyah.web.id.(diakses
tanggal 8 Oktober 2014 Pukul 11:00 WITA)
Azam
Khan. 2012. Prinsip Kerja Ekstraktor Soxhlet. (online).http://khoirulazam89.blogspot.com/2012/01/prinsip-kerja-ekstraktor-soxhlet.html(diakses tanggal 8 Oktober 2014 Pukul 11:00 WITA)
Ewing, Galen Wood. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. McGraw-Hill.
Singapore
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokomia, Penuntun Modern Menganalisa Tumbuhan, terbitan
ke-2, Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. ITB Bandung.
Ina.
2011. Metode Ekstraksi. (online). farmasi. unand.ac.id/RPKPS/Metoda_ekstraksi(diakses
tanggal 8 Oktober 2014 Pukul 11:00 WITA)
Ketaren,
S. (1986).Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press
(Hal. 36)
Khopkar, SM. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Jakarta: UI-Press, 2008.
Rahman
Dunggio. 2012. Soxhletasi. (online).http://rdunggiochm.blogspot.com/.
(diakses tanggal 8 Oktober 2014 Pukul 11:00 WITA)
Rene
Nursaerah M. L. 2011.Mempelajari Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Manggis
dengan Berbagai Jenis Pelarut. Bandung: Universitas Pasundan (Hal. 20)
Rohman,
A,. 2009. Kromatografi Untuk Analisis
Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Roy
J. Gritter. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung
Sudarmadji, S., dkk, 2007.Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
Yazid, E,. 2005. Kimia
Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi.
0 komentar:
Posting Komentar