AGUSTIANI MASLIYANA 723901S.12.053
AKHMAD ANDY SANDRA 723901S.12.054
ARDITA 723901S.12.055
AYU LIANA PUTRI 723901S.12.057
CITRA LISTYA MERRY
ANGGRAENI 723901S.12.058
CITRA MULYANA ZAINUDDIN 723901S.12.059
DAWIA 723901S.12.060
DEBBY
ANGGUN PRIANGAN 723901S.12.061
DEDY
ARJUNA 723901S.12.062
EKA
DESTI HIDAYATI 723901S.12.063
FENI
DWI HADI WIYONO 723901S.12.065
FIDIAH
MALINDA 723901S.12.066
MERIYANA
PUTRI 723901S.11.047
LABORATORIUM
FARMAKOLOGI
AKADEMI
FARMASI SAMARINDA
2014
A.
Tujuan
Percobaan
1.
Untuk mengetahui daya antiinflamasi obat.
2.
Untuk mengetahui efek pemberian karagenan
pada hewan percobaan
3.
Untuk mengetahui mekanisme karagenan dalam
menimbulkan inflamasi
4.
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya
inflamasi
5.
Untuk mengetahui gejala-gejala inflamasi
B.
Dasar
Teori
Inflamasi merupakan suatu respon
protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh terauma fisik, zat
kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh
untuk mengaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat
iritan dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Namun kadang-kadang inflamasi
tidak bisa dicetuskan oleh suatu respon imun, seperti asma atau artritis
rematoid, atau suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator
kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi bervariasi
dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin seperti histamin dan
5-hidroksitriptamin, lipid seperti prostaglandin, peptida kecil seperti
bradikinin dan peptida besar seperti interleukin. Penemuan variasi yang luas
diantara mediator kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat
anti inflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang penting pada suatu
tipe inflamasi, tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang tidak melibatkan
mediator tanpa target (Mycek, 2001)
Prostaglandin
dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil dan semua jaringan.
Umumnya bekerja bekerja lokal pada tempat prostaglandin tersebut disintesis,
dan cepat dimetabolisme menjadi produk inaktif pada tempat kerjanya. Karena
itu, prostaglandin tidak bersirkulasi dengan konsentrasi bermakna dalam darah.
Tromboksan, leukotrin, dan asam hidroksi perosieikosatetraenoat merupakan lipid yang berkaitan
disintesis dari prekursor yang sama sebagai prostaglandin memakai jalan yang
berhubungan.
PG
hanya berperan pada yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau iflamasi.
Penelitian tellah membuktikan bahwa PG menyebabkan snsti reseptor nyeri
terhadap stimulasi mekasik dan kimiawi ,jadi PG menimbulkan keadaan
hiperalgesia.Kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin
merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata obat mirip aspirin tidak
mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG.
Ini menunjukkan bahwa sintesis PG yang dihambat oleh golongan obat ini dan bukannya
blokade jantung (Wilmana,F.P., 1995)
Prostaglandin dan metabolismenya yang dihasilkan secara endogen dalam jaringan
bekerja sebagai tanda lokal menyesuaikan respon tipe sel spesifik. Fungsi dalam
tubuh bervariasi secara luas tergantung pada jaringan. Misalnya pelepasan TXA2 dari trombosit mencetuskan penambahan
trombosit baru untuk agregasi ( langkah pertama pada pembentukan gumpalan).
Namun pada jaringan lain peningkatan kadar TXA2 membawa tanda yang
berbeda, misalnya otot polos tertentu senyawa ini menginduksi kontraksi.
Prostagladin merupakan salah satu mediator kimiawi yang dilepasklan pada proses
agresi alergi dan inflamasi. (Mycek, M.J., 2001)
Radang merupakan respon protektif setempat
yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan, yang berfungsi untuk
menghancurkan, mengurangi atau mengurung (sekuester) baik agen pencedera maupun
jaringan yang cedera itu. Tanda-tanda pokok peradangan akut mencakup
pembengkakan atau edema, kemerahan, panas, nyeri dan perubahan fungsi. Hal-hal
yang terjadi pada proses radang akut sebagian besar dimungkinkan oleh pelepasan
berbagai macam mediator kimia, antara lain amina vasoaktif, protease plasma,
metabolit asma arakhidonat, produk leukosit dan berbagai macam lainnya (Rustam,
2007).
Agen yang dapat
menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang adalah
kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin),
berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia,
dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini
menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera
jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan,
pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya
cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang
yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya
proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 2000).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan
vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah
setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan
kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan
cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein
lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar
granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan.
Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,
bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem
komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi
hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi
(Guyton, 1997).
Proses inflamasi ini juga dipengaruhi dengan adanya
mediator-mediator yang berperan, di antaranya adalah sebagai berikut (Abrams, 2005) :
·
amina vasoaktif: histamin &
5-hidroksi tritophan (5-HT/serotonin). Keduanya terjadi melalui inaktivasi
epinefrin dan norepinefrin secara bersama-sama plasma protease: kinin, sistem
komplemen & sistem koagulasi fibrinolitik, plasmin, lisosomalesterase,
kinin, dan fraksi komplemen
·
metabolik asam arakidonat:
prostaglandin, leukotrien (LTB4 LTC4, LTD4, LTE4 , 5-HETE (asam
5-hidroksi-eikosatetraenoat)
·
produk leukosit
– enzim lisosomal dan limfokin
·
activating factor dan radikal
bebas
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau.
Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad
pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama.
Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang
mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa
sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan
pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) ( Mitchell, 2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan
merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat
reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke
daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal
dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini
disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut (Abrams, 2005).
Kalor terjadi bersamaan dengan
kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi
darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan
ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal
(Rukmono, 2000).
Perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.
Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang
saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang (Rukmono, 2000).
Pembengkakan sebagian disebabkan
hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel
yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Rukmono, 2000).
Berdasarkan asal katanya, functio
laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi
peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 2005).
Banyak obat – obat antiinflamasi yang bekerja dengan
jalan menghambat sintesis salah satu mediator kimiawi yaitu prostaglandin.
Sintesis prostaglandin yaitu (Mycek, 2001 ) :
Asam arakidonat, suatu asam lemak 20 karbon adalah
prekursor utama prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat
terdapat dalam komponen fosfolipid membran sel, terutama fosfotidil inositol
dan kompleks lipid lainnya. Asam arakidonat bebas dilepaskan dari jaringan
fosfolipid oleh kerja fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya.
Melalui suatu proses yang dikontrol oleh hormon dan rangsangan lainnya. Ada 2
jalan utama sintesis eukosanoid dari asam arakidonat
1.
Jalan
siklo-oksigenase
Semua eikosanoid berstruktur cincin
sehingga prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin disintesis melalui jalan
siklo – oksigenase. Telah diketahui dua siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2 Yang
pertama bersifat ada dimana – mana dan pembentuk, sedangkan yang kedua
diinduksi dalam respon terhadap rangsangan inflamasi.
2.
Jalan
lipoksigenase
Jalan lain, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada
asam arakidonat untuk membentuk HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE yang merupakan
turunan peroksidasi tidak stabil yang dikorvensi menjadi turunan hidroksilasi
yang sesuai (HETES) atau menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung pada
jaringan.
Obat
– obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan kortikostreroid
dan nonsteroid.
Obat – obat yang digunakan untuk sebagai anti inflamasi
non steroid antara lain ( Mycek, 2001 ):
1.
Aspirin dan
salisilat lain
Mekanisme kerjanya : efek antipiretik
dan anti inflamasi salisilat terjadi karena penghambatan sintesis
prostaglandindi pusat pengatur panas dan hipotalamus dan perifer di daerah target.
Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga
mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanis dan
kimiawi.
2. Derivat asam propionat
Obat – obat ini menghambat reversible
siklo-oksigenase dan karena itu, seperti aspirin menghambat sintesis
prostaglandin tetapi tidak menghambat leukotrien.
3. Asam Indolasetat
Yang termasuk dalam grup obat -
obat ini adalah indometasin, sulindak dan etolondak. Semua mempunyai aktivitas
antiinflamasi , analgetik dan antipiretik. Bekerja dengan cara menghambat
siklo-oksigenase secara reversible. Umumnya tidak digunakan untuk menurunkan
demam.
4.
Derivat oksikam
Pada waktu ini, hanya piroksikam yang
tersedia di amerika serikat. Anggota lain dalam grup ini sedang diselidiki dan
mungkin akan disediakan juga. Mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi piroksikam
digunakan untuk pengobatan artritis rematoid, spondilitis ankilosa, dan
osteoartritis.
5.
Fenamat
Asam mefenamat dan meklofenamat tidak
mempunyai anti inflamasi dibandingkan obat AINS yang lain. Efek samping seperti
diare dapat berat dan berhubungan dengan peradangan abdomen.
6.
Fenilbutazon
Fenilbutazon mempunyai efek anti
inflamasi kuat tetapi tetapi aktivitas analgetik dan antipiretiknya
lemah. Obat ini bukan merupakan obat first line.
7.
Obat – obat
lain
a.
Diklofenak :
Penghambat siklo – oksigenase. Diklofenak digunakan untuk pengobatan jangka
lama arthritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
b.
Ketorolak :
Obat ini bekerja sama seperti obat AINS yang lain
c.
Tolmetin dan
nabumeton : Tolmetin dan nabumeton sama kuatnya dengan aspirin dalam mengobati
artritis rematoid atau osteoartritis dewasa.
Golongan kortikostreroid
Kortikosteroid adalah
suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar
adrenal sebagai tanggapan atas hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang
dilepaskan oleh kelenjar hipofisis atau atas angiotensin II. Hormone ini
berperan pada banyak system fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap
stress, tanggapan system kekebalan tubuh dan pengaturan inflamasi, metabolisme
karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.
Dengan efek yang sama, bahkan berlipat ganda, maka kortikosteroid sanggup
mereduksi sistem imun (kekebalan tubuh) dan inflamasi (doctorology.net).
Obat kortikosteroid anti-inflamasi, seperti kortisol
dan prednisone menghambat pengaktifan fosfolipase A2 dengan
menyebabkan sintesis protein inhibitor yang disebut lipokortin. Lipokortin
menghambat aktifitas fosfolipase sehingga membatasi produksi PG. Preparat
steroid juga mengganggu fungsi limfosit sehingga produksi IL menjadi lebih
sedikit. Keadaan ini mengurangi komunikasi antar limfosit dan proliferasi
limfosit. Oleh karena itu, pasien uang menggunakan steroid dalam jangka pnjang
lebih rentang terkena infeksi. (Chang dan Daly, 2009).
Karagenan
Uji utama yang sering dipakai dalam menapis zat
antiradang nonsteroid baru, mengukur kemampuan suatu senyawa untuk mengurangi
edema lokal pada cengkraman tikus yang disebabkan oleh suntikan zat pengiritasi
karagenan, yaitu suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari lumut laut
Irlandia, Chondrus crispus. Zat antiradang yang paling banyak digunakan
diklinik untuk menekan edema macam ini. Sifat antiradang indometasin, yaitu zat
antiradang nonsteroid yang banyak dipakai, pada mulanya ditentukan uji
karagenan. (Hamor, G.H., 1996).
Karagenan
polisakarida dari algae, suatu ekstrak rumput laut, yang memiliki sejumlah
manfaat, terutama dalam industri makanan dan sejenisnya. Karagenan adalah suatu
senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium dan magnesium atau
kalsium sulfat dengan galaktosa dan kopolimer 3,6 anhidrogalaktosa (Fajar RP,
2005). Menurut Guiseley et. alkaragenan adalah polisakarida dengan rantai lurus
(linier) yang terdiri dari D-glukosa 3.6 anhidrogalaktosa dan ester sulfat.
Berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan dibedakan
menjadi 2 fraksi kappa karagenan dengan kandungan sulfat kurang dari 28% dan
iota karagenan dengan kandungan sulfat lebih dari 30%. Sedangkan menurut
Peterson and Johnson, berdasarkan struktur pendulangan unit polisakarida,
karagenan dapat dibagi menjadi tiga fraksi utama (k-(kappa), λ-(Lambda), dan
ί-(iota) karagenan. Secara prinsip fraksi-fraksi karagenan ini berbeda dalam
nomor dan posisi grup ester. (Jatilaksono, 2007).
Uraian Obat
1.
Asam
Mefenamat
Asam mefenamat adalah suatu obat yang
termasuk dalam golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid). Asam mefenamat
bekerja dengan mengurangi hormone yang menyebabkan inflamasi atau peradangan
serta nyeri di tubuh. Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran
gastrointestinal apabila diberikan secara oral. Asam mefenamat memiliki dua
produk metabolit, yaitu hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya
dapat diidentifikasi dalam plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya
berkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat
urin, tetapi ada juga sebagian kecil yang melalui feses.
·
Sifat fisiko kimia
Pemerian
serbuk hablur, putih atau hampir putih; melebur pada suhu lebih kurang 230°C
disertai peruraian, larut dalam larutan alkali hidroksida; agak sukar larut
dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan dalam methanol; praktis tidak
larut dalam air. Asam mefenamat memiliki kelarutan yang kecil dalam air (0,0041
g/100 ml (25°C) dan 0,008 g/100 ml (37°C) pada pH 7,1). Kelarutan asam
mefenamat yang kecil dalam air menjadikan tahap penentu kecepatan terhadap
bioavailabilitasnya adalah laju disolusi asam mefenamat dalam media aqueous.
·
Farmakokinetika
Asam
mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal apabila
diberikan secara oral. Kadar plasma puncak dapat dicapai 1 sampai 2 jam setelah
pemberian 2x250 mg kapsul asam mefenamat; Cmax dari asam mefenamat bebas adalah
sebesar 3.5 μg/mL dan T1/2 dalam plasma sekitar 3 sampai 4 jam. Pemberian dosis
tunggal secara oral sebesar 1000 mg memberikan kadar plasma puncak sebesar 10
μg/mL selama 2 sampai 4 jam dengan T1/2 dalam plasma sekitar 2 jam. Pemberian
dosis ganda memberikan kadar plasma puncak yang proporsional tanpa adanya bukti
akumulasi dari obat. Pemberian berulang asam mefenamat (kapsul 250 mg)
menghasilkan kadar plasma puncak sebesar 3.7 sampai 6.7 μg/mL dalam 1 sampai
2.5 jam setelah pemberian masing-masing dosis.
Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian kecil yang melalui feces. Pada pemberian dosis tunggal, 67% dari total dosis diekskresikan melalui urin sebagai obat yang tidak mengalami perubahan atau sebagai 1 dari 2 metabolitnya. 20-25% dosis diekskresikan melalui feces pada 3 hari pertama.
Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian kecil yang melalui feces. Pada pemberian dosis tunggal, 67% dari total dosis diekskresikan melalui urin sebagai obat yang tidak mengalami perubahan atau sebagai 1 dari 2 metabolitnya. 20-25% dosis diekskresikan melalui feces pada 3 hari pertama.
·
Farmakodinamika
Asam
mefenamat dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri sedang dalam berbagai
kondisi seperti nyeri otot, nyeri sendi, nyeri ketika atau menjelang haid,
sakit kepala dan sakit gigi. Secara terperinci efek dari asam mefenamat antara
lain:
1. Nyeri perut ketika masa menstruasi (dysmenorrhoea)
2. Pendarahan yang tidak normal pada saat menstruasi
3. Sakit kepala
4. Penyakit yang disertai dengan radang
5. Nyeri otot (myalgia)
6. Osteoarthritis
7. Nyeri dan inflamasi
8. Nyeri pada saat melahirkan
9. Nyeri ketika dioperasi
10. Sakit gigi
1. Nyeri perut ketika masa menstruasi (dysmenorrhoea)
2. Pendarahan yang tidak normal pada saat menstruasi
3. Sakit kepala
4. Penyakit yang disertai dengan radang
5. Nyeri otot (myalgia)
6. Osteoarthritis
7. Nyeri dan inflamasi
8. Nyeri pada saat melahirkan
9. Nyeri ketika dioperasi
10. Sakit gigi
·
Efek samping
Efek samping asam mefenamat yang paling
menonjol adalah kemampuannya merangsang dan gejala iritasi terhadap mukosa
lambung. Oleh karena itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien
yang mempunyai sakit mag atau gangguan lambung lainnya. Risiko perdarahan
lambung ini akan lebih besar lagi pada peminum alkohol. Untuk mengurangi risiko
gangguan lambung, sebaiknya obat-obat yang mengandung asam mefenamat dikonsumsi
bersama makanan atau susu. Selain dapat menyebabkan gangguan lambung (kembung,
nyeri, keram, dan perdarahan lambung), Asam mefenamat juga dapat menyebabkan
sakit kepala, pusing, diare, mual dan muntah bagi orang-orang yang peka.
Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan penglihatan dan pendengaran,
penglihatan menjadi kabur dan telinga berdenging. Asam mefenamat juga dapat
menyebabkan kantuk. Karena itu, orang yang sedang mengonsumsi asam mefenamat
dilarang mengendarai kendaraan, menjalankan mesin, dan melakukan aktivitas lain
yang memerlukan kesadaran tinggi.
Perdarahan yang cukup parah di lambung
dapat terjadi jika mengonsumsi asam mefenamat dalam jangka waktu cukup lama
ditandai dengan kotoran (faeces) berubah warna menjadi kehitaman, atau terdapat
bercak-bercak darah dan terjadi muntah darah. Over dosis asam mefenamat
biasanya ditandai dengan mual, muntah, perdarahan lambung, pusing, sakit
kepala, diare, telinga berdenging, penglihatan kabur, berkeringat banyak, napas
melemah, kejang, dan dapat mengakibatkan kematian. Selain tidak boleh diberikan
kepada penderita gangguan lambung dan peminum alkohol, asam mefenamat juga
tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang alergi terhadap salah satu obat
golongan NSAIDS (misalnya yang mengandung ketoprofen, naproxen, diclofenac,
fenoprofen, flurbiprofen, indomethacin, nabumetone, oxaprozin, piroxicam, dan
lain-lain), penderita gangguan jantung, ginjal, atau hati, dan penderita
hipertensi (tekanan darah tinggi).
Wanita hamil juga sebaiknya tidak mengonsumsi asam mefenamat, sebab walaupun
belum dapat dipastikan asam mefenamat dapat membahayakan janin di dalam
kandungan, beberapa obat yang satu golongan dengan asam mefenamat terbukti
dapat mengganggu perkembangan jantung janin di dalam kandungan.
Asam mefenamat juga dapat keluar bersama
air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, wanita menyusui sebaiknya tidak
mengonsumsi asam mefenamat. Asam mefenamat sebaiknya juga tidak diberikan pada
anak-anak atau pasien usia lanjut, sebab dapat menyebabkan efek samping yang
lebih parah. Karena efek toksiknya maka di Amerika Serikat obat ini tidak
dianjurkan untuk diberikan kepada anak dibawah 14 tahun dan wanita hamil, dan
pemberiannya tidak lebih dari 7 hari.
·
Dosis
Dosis
asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Dosis yang dianjurkan untuk nyeri
akut pada dewasa dan anak diatas 14 tahun adalah 500 mg sebagai dosis awal yang
diikuti dengan 250 mg tiap 6 jam bila diperlukan, biasanya tidak lebih dari
satu minggu. Untuk mengatasi nyeri haid, dosis yang dianjurkan adalah 500 mg
sebagai dosis awal yang diikuti dengan 250 mg tiap 6 jam, penggunaan tidak
boleh lebih dari 2 sampai 3 hari yang dimulai saat menstruasi hari pertama atau
pada saat adanya rasa nyeri. Sediaan yang beredar di pasaran
Ponstan, mefinal, mefamat, stanza, molasic dan lain sebagainya.
Ponstan, mefinal, mefamat, stanza, molasic dan lain sebagainya.
2. Deksametason
Deksametason
adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan dan
anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan, deksametason bekerja dengan menurunkan
respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsangan. Aktivitas anti-inflamasi
deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses
inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk
makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Deksametason merupakan obat golongan
kortikostseroid. Kortikosteroid adalah suatu hormon yang
dibuat oleh bagian korteks (luar) dari kelenjar adrenal. Kortikosteroid
terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Glukokortikoid berperan mengendalikan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, juga bertindak sebagai anti-inflamasi dengan
cara menghambat pelepasan fosfolipid serta dapat pula menurunkan kinerja
eosinofil. Sedangkan mineralokortikoid berfungsi mengatur kadar elektrolit dan
air dengan cara penahanan garam di ginjal. Berdasarkan mekanisme kerjanya,
deksametason digolongkan ke dalam kelompok glukokortikoid.
Obat
golongan kortikosteroid ini utamanya digunakan untuk mengatasi radang, apapun
penyebab radangnya dan di manapun lokasinya. Beberapa penyakit peradangan yang
kerap diobati dengan kortikosteroid adalah asma, radang rematik, radang usus,
radang ginjal, radang mata dan lain-lain. Deksametason juga digunakan untuk
anafilaktik dan untuk mendiagnosis syndrome cushing. Selain itu, obat
ini juga digunakan pada penyakit gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti
berbagai jenis alergi, dan lupus. Dengan sifatnya yang menurunkan sistem
kekebalan, kortikosteroid juga dapat digunakan untuk pasien yang baru menjalani
transplantasi organ untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap organ yang
dicangkokkan. Obat ini bahkan digunakan juga pada pasien kanker,
yaitu untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi juga pada terapi kanker
itu sendiri sebagai terapi pendukung kemoterapi. Kortikosteroid juga digunakan
untuk ibu hamil yang memiliki resiko melahirkan prematur, yaitu untuk
mematangkan paru-paru janin, sehingga jika harus lahir prematur paru-paru bayi
sudah cukup kuat dan bekerja dengan baik namun penggunaan bagi ibu hamil dengan
pemantauan dan resep dari dokter. Penggunaannya tidak dalam jangka waktu yang
lama, karena akan mengakibatkan kecacatan pada bayi.
Obat golongan kortikosteroid termasuk
golongan obat yang penting dalam dunia pengobatan, karena memiliki efek
farmakologi yang luas, sehingga sering digunakan dalam pengobatan berbagai
penyakit, sehingga ada yang menyebutnya sebagai obat dewa atau obat segala
penyakit. Dokter sering meresepkan deksametason untuk berbagai pasien dengan
keluhan yang berbeda. Penggunaannya di rumah sakit sangat sering terlebih
dalam bentuk sediaan injeksi atau tablet. Injeksi deksametason sering digunakan
untuk proses lifesaving pada kondisi darurat.
Efek samping dari deksametason
dan kortikosteroid lainnya seperti prednison adalah pengeroposan tulang,
peningkatan berat badan, moon face/ muka tembem, buffaow hum atau
penggemukan punggung atau punggung tebal seperti kerbau, selulit
dan stretmark di berbagai tempat, gangguan hati dan gangguan ginjal,
serta pertumbuhan rambut yang tidak pada tempatnya. Dan yang berbahaya
bila terjadi cushing syndrome. Cushing sindrom merupakan kumpulan gejala berupa
penebalan punggung, muka tembem, pada abdomen, hipertensi , penurunan toleransi
terhadap karbohidrat, katabolisme protein, gangguan psikiatri, hirsutisme pada
wanita. Sindrom ini dapat terjadi akibat steroid sistemik yang dikonsumsi
sembarangan.
3.
Celexocib
Celecoxib adal ah COX-2 inhibitor dan sangat selektif menghambat ini terutama
isoform siklooksigenase (dan dengan demikian menyebabkan penghambatan produksi prostaglandin),
sedangkan NSAID tradisional baik menghambat COX-1 dan COX-2. Celecoxib adalah
sekitar 10-20 kali lebih selektif untuk inhibisi COX-2 lebih dari COX-1. Ia
mengikat dengan rantai samping polar sulfonamida untuk dekat daerah kantong
samping hidrofilik ke situs COX-2 yang mengikat aktif. Secara teori,
selektivitas ini memungkinkan celecoxib dan lainnya COX-2 inhibitor untuk
mengurangi peradangan (dan sakit) sambil meminimalkan reaksi obat pencernaan
yang merugikan (misalnya sakit maag) yang sama dengan NSAID non-selektif.
Celecoxib menghambat COX-2 tanpa
mempengaruhi COX-1. COX-1 terlibat dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan,
tapi COX-2 hanya terlibat dalam sintesis prostaglandin. Oleh karena itu,
penghambatan COX-2 menghambat sintesis prostaglandin tanpa mempengaruhi
tromboksan hanya dan dengan demikian tidak berpengaruh pada agregasi platelet
atau penggumpalan darah.
C. Metodologi Percobaan
1.
Alat
·
Plestimograph
·
Alat suntik (± 1ml)
2.
Bahan
·
Karagenin 1 %
·
Asam mefenamat
·
Deksametason
·
Celexocib
·
Mencit jantan
3. Cara Kerja
·
Disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan
·
Setiap kelompok mendapatkan 4 mencit.
·
Dibuat larutan stok sesuai perhitungan
·
Ditimbang bobot mencit dan catat hasilnya
·
Ditempatkan masing-masing mencit pada tempat
yang telah disediakan dan beri tanda pada kaki kanan belakang mencit
·
Dicelupkan kaki kanan belakang pada setiap
mencit kedalam air raksa dan catat volumenya
·
Disuntikkan telapak kaki kanan pada mencit
yang telah dicelupkan dengan karagenin sebanyak 0,05 ml dan tunggu selama 30
menit, amati bengkak pada kaki mencit
·
Pada mencit pertama (control) hanya
diberikan suntikkan karagenin
·
Pada mencit kedua setelah 30 menit
dicelupkan lagi ke dalam air raksa dan catat volumenya kemudian diberikan
dexamethasone secara per oral dan tunggu selama 30 menit.
·
Pada mencit ketiga setelah 30 menit
dicelupkan lagi kedalam air raksa dan catat volumenya kemudian diberikan asam
mefenamat secara per oral dan tunggu selama 30 menit
·
Pada mencit keempat setelah 30 menit
dicelupkan lagi kedalam air raksa dan catat volumenya kemudian diberikan
celexocib secara per oral dan tunggu selama 30 menit
·
Setelah 30 menit maka dimasukkan lagi
kedalam air raksa dan lihat volumenya pada setiap mencit
D.
Hasil
Percobaan
Tabel Hasil Percobaan
Mencit
|
Vol
1
|
Vol
2
|
Vol
3
|
Vol
pembengkakan
|
|
I
|
Kontrol (-)
As. Mefenamat
Dexametason
Celexocin
|
0,01
0,01
0,01
0,01
|
0,01
0,01
0,01
0,01
|
0,02
0,01
0,02
0,02
|
0,01
0
0,01
0,01
|
II
|
Kontrol (-)
As. Mefenamat
Dexametason
Celexocin
|
0,01
0,01
0,01
0,01
|
0,01
0,01
0,01
0,01
|
0,02
0,01
0,02
0,02
|
0,01
0
0,01
0,01
|
III
|
Kontrol (-)
As. Mefenamat
Dexametason
Celexocin
|
0,01
−
0,01
0,01
|
0,02
−
0,01
0,01
|
0,01
−
0,01
0,01
|
- 0,01
−
0
0
|
IV
|
Kontrol (-)
As. Mefenamat
Dexametason
Celexocin
|
0,02
0,02
0,01
0,01
|
0,02
0,02
0,01
0,01
|
0,02
0,03
0,01
0,01
|
0
0,01
0
0
|
Keterangan
:
1. Kontrol
(-) : tidak diberikan
perlakuan apapun
pemberian per-oral
|
Vol
pembengkakan : Vol III – Vol II
2. Vol
I →
Karagenin 0,005 ml
|
dikaki kanan
3.
Vol
II →
30’
Vol III
Volume
Inflamasi rata-rata
→
Kontrol =
0,0025
→
As. Mefenamat =
= 0,003
→
Dexametason =
= 0,005
→
Celexocib =
= 0,005
%
Daya antiinflamasi =
x
100%
→%
Daya antiinflamasi As. Mefenamat
→
% Daya antiinflamasi Dexametason
→
% Daya antiinflamasi Celexocib
E.
Perhitungan
Perhitungan
Dosis yang Disuntikkan
·
Kontrol =
x
0,5 ml = 0,35 ml
·
Deksametason =
x
0,5 ml = 0,30 ml
·
Celexocib =
x
0,5 ml = 0,35 ml
·
Asam mefenamat =
x
0,5 ml = 0,35 ml
Perhitungan Dosis :
1. Asam Mefenamat
Dosis
manusia = 500 mg (1 tablet)
Dosis
mencit = 500 mg x 0,0026 =
Mencit
40 g =
=
x =
Larutan
stoke =
x =
=
2. Celexocib
Dosis
manusia = 100 mg (1 tablet)
Dosis
mencit = 100 mg x 0,0026 =
Mencit
40 g =
=
x =
Larutan
stoke =
x =
=
3. Deksametason
Dosis
manusia = 0,5 mg (1 tablet)
Dosis
mencit = 0,5 mg x 0,0026 =
Mencit
40 g =
=
x =
Larutan
stoke =
x =
=
F.
Pembahasan
Radang atau inflamasi adalah suatu respon
utama sistem kekebalan terhadap infeksi atau iritasi. Untuk pengobatan
inflamasi ada dua golongan besar obat yang digunakan yaitu golongan steroid dan
non steroid (AINS).
Golongan obat steroid bekerja dengan
menghambat sintesis enzim fosfolipase sehingga asam arakhidonat tidak
terhambat. Sedangkan golongan obat AINS bekerja dengan menghambat pembentukan
prostaglandin (PG) melalui penghambatan enzim sikloosigenase. Pada pasien yang
mengalami bengkak/udem sebaiknya diberikan obat golongan AINS, sedangkan pasien
yang belum mengalami udem diberi obat antiinflamasi golongan steroid untuk
mencegah pembengkakan.
Tujuan dilakukan percobaan ini untuk
mengetahui efek obat-obat antiinflamasi terhadap hewan mencit (mus musculas). Alasan pemilihan hewan
mencit sebagai hewan percobaan adalah agar pengamatan terhadap pembengkakan
kaki mencit mudah diamati dan diukur
Pada percobaan ini digunakan Pletismograph untuk mengukur volume udem
telapak kaki hewan uji mencit (Mus
musculas) yang bekerja sesuai hukum Archimedes, dimana volume udem telapak
kaki yang dicelupkan pada air raksa adalah sama banyaknya dengan skala yang
ditunjukkan.
Pada rangkaian modifikasi alat Pletismograph digunakan air raksa dengan
tujuan untuk menghindari berkurangnya volume cairan pada alat tersebut ketika
telapak kaki dicelupkan oleh karena untuk mencegah hal demikian air tidak
digunakan untuk serangkaian alat tersebut.
Berdasarkan percobaan diperoleh bahwa
mencit kontrol mengalami peningkatan volume kaki akibat pemberian karagenan.
Induksi karagenan pada kaki mencit dapat mengakibatkan radang yang ditandai
dengan bertambahnya volume kaki mencit setelah pemberian karagenan (udem). Pada
mencit obat dan kontrol, radang timbul setelah pemberian karagenan, yaitu
setengah jam setelah pemberian karagenan. Karagenan
adalah suatu senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium dan
magnesium atau kalsium sulfat dengan galaktosa dan kopolimer 3,6
anhidrogalaktosa (Fajar RP, 2005). Menurut Guiseley
et. alkaragenan adalah polisakarida dengan rantai lurus (linier) yang terdiri
dari D-glukosa 3.6 anhidrogalaktosa dan ester sulfat.
Berdasarkan kandungan
sulfatnya, karagenan dibedakan menjadi 2 fraksi kappa karagenan dengan
kandungan sulfat kurang dari 28% dan iota karagenan dengan kandungan sulfat
lebih dari 30%. Sedangkan menurut Peterson and Johnson, berdasarkan struktur
pendulangan unit polisakarida, karagenan dapat dibagi menjadi tiga fraksi utama
(k-(kappa), λ-(Lambda), dan ί-(iota) karagenan. Secara prinsip fraksi-fraksi
karagenan ini berbeda dalam nomor dan posisi grup ester (Jatilaksono, 2007).
Mencit
yang digunakan dalam percobaan ini berjumlah empat ekor dengan empat perlakuan
yang berbeda-beda. Mula-mula semua mencit yang akan digunakan ditimbang dahulu.
Mencit I sebagai kontrol memiliki berat badan 27,93 gram, pada mencit II
memiliki berat badan 24,17 gram, pada mencit III memiliki berat badan 28,17
gram dan pada mencit IV memiliki berat badan 27,95 gram. Penimbangan berat
badan dilakukan untuk menentukan dosis injeksi yang diberikan. Adapun dosis
yang diberikan untuk masing-masing mencit setelah dihitung diperoleh dosis untuk
mencit I kontrol 0,35 ml, mencit II 0,30 ml, mencit III 0,35 ml, dan mencit IV
0,35 ml, yang dipergunakan untuk semua jenis obat yang akan diinjeksikan.
Sedangkan, obat antiinflamasi yang digunakan adalah Asam Mefenamat, Dexametason
dan Celexocib.
Asam mefenamat adalah suatu obat yang
termasuk dalam golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid). Asam mefenamat
bekerja dengan mengurangi hormone yang menyebabkan inflamasi atau peradangan
serta nyeri di tubuh. Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran
gastrointestinal apabila diberikan secara oral. Asam mefenamat memiliki dua
produk metabolit, yaitu hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya
dapat diidentifikasi dalam plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya
berkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat
urin, tetapi ada juga sebagian kecil yang melalui feses. Efek samping asam
mefenamat yang paling menonjol adalah kemampuannya merangsang dan gejala
iritasi terhadap mukosa lambung. Oleh karena itu, asam mefenamat sebaiknya
tidak diberikan pada pasien yang mempunyai sakit mag atau gangguan lambung
lainnya.
Deksametason merupakan obat golongan
kortikosteroid sebenarnya memiliki efek yang sama dengan hormone cortisone dan
hydrocortisone yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kelenjar ini berada tepat
diatas ginjal kita. Dengan efek yang sama bahkan berlipat ganda maka
kortikosteroid sanggup mereduksi system imun (kekebalan tubuh) dan inflamasi. Obat golongan kortikosteroid ini utamanya
digunakan untuk mengatasi radang, apapun penyebab radangnya dan di manapun
lokasinya. Beberapa penyakit peradangan yang kerap diobati dengan
kortikosteroid adalah asma, radang rematik, radang usus, radang ginjal, radang
mata dan lain-lain. Deksametason juga digunakan untuk anafilaktik dan untuk
mendiagnosis syndrome cushing. Selain itu, obat ini juga digunakan pada
penyakit gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti berbagai jenis alergi, dan
lupus. Dengan sifatnya yang menurunkan sistem kekebalan, kortikosteroid juga
dapat digunakan untuk pasien yang baru menjalani transplantasi organ untuk
mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkokkan.
Obat ini bahkan digunakan juga pada pasien kanker, yaitu untuk
mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi juga pada terapi kanker itu sendiri
sebagai terapi pendukung kemoterapi. Obat golongan kortikosteroid termasuk
golongan obat yang penting dalam dunia pengobatan, karena memiliki efek
farmakologi yang luas, sehingga sering digunakan dalam pengobatan berbagai
penyakit, sehingga ada yang menyebutnya sebagai obat dewa atau obat segala
penyakit. Efek samping dari deksametason
dan kortikosteroid lainnya seperti prednison adalah pengeroposan tulang,
peningkatan berat badan, moon face/ muka tembem, buffaow hum atau
penggemukan punggung atau punggung tebal seperti kerbau, selulit
dan stretmark di berbagai tempat, gangguan hati dan gangguan ginjal,
serta pertumbuhan rambut yang tidak pada tempatnya. Dan yang berbahaya
bila terjadi cushing syndrome. Cushing sindrom merupakan kumpulan gejala berupa
penebalan punggung, muka tembem, pada abdomen, hipertensi , penurunan toleransi
terhadap karbohidrat, katabolisme protein, gangguan psikiatri, hirsutisme pada
wanita. Sindrom ini dapat terjadi akibat steroid sistemik yang dikonsumsi
sembarangan.
Celecoxib
adalah COX-2 inhibitor dan sangat selektif menghambat ini terutama isoform
siklooksigenase (dan dengan demikian menyebabkan penghambatan produksi
prostaglandin), sedangkan NSAID tradisional baik menghambat COX-1 dan COX-2.
Celecoxib adalah sekitar 10-20 kali lebih selektif untuk inhibisi COX-2 lebih
dari COX-1. Ia mengikat dengan rantai samping polar sulfonamida untuk dekat
daerah kantong samping hidrofilik ke situs COX-2 yang mengikat aktif. Secara
teori, selektivitas ini memungkinkan celecoxib dan lainnya COX-2 inhibitor
untuk mengurangi peradangan (dan sakit) sambil meminimalkan reaksi obat
pencernaan yang merugikan (misalnya sakit maag) yang sama dengan NSAID
non-selektif. Celecoxib menghambat COX-2 tanpa mempengaruhi COX-1. COX-1
terlibat dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan, tapi COX-2 hanya terlibat
dalam sintesis prostaglandin. Oleh karena itu, penghambatan COX-2 menghambat
sintesis prostaglandin tanpa mempengaruhi tromboksan hanya dan dengan demikian
tidak berpengaruh pada agregasi platelet atau penggumpalan darah.
Berdasarkan percobaan
yang telah dilakukan diperoleh % rata-rata penurunan udem untuk Asam mefenamat
20%, untuk Deksametason -100% dan untuk Celexocib -100%. Oleh karena itu
terbukti bahwa kerja obat deksametason dan celexocib dalam menurunkan volume
udem lebih baik dibandingkan dengan asam mefenamat.
Kesalahan hasil dapat
disebabkan oleh berbagai faktor seperti :
1. Kaki
mencit yang di induksi tidak terlalu bengkak
2. Kesalahan
terhadap pengukuran
3. Kesalahan
dalam pembrian dosis obat pada mencit
4. Mencit
yang digunakan tidak dipuasakan
G.
Kesimpulan
1.
Daya antiinflamasi obat
· %
Daya antiinflamasi As. Mefenamat = -20%
· %
Daya antiinflamasi Dexametason = -100%
· %
Daya antiinflamasi Celexocib = -100%
2. Efek
pemberian karagenan pada hewan coba adalah terjadinya udem, yang terlihat dari
bertambahnya volume kaki mencit setelah diukur dengan pletismometer.
3. Mekanisme
karagenan dalam menimbulkan inflamasi adalah dengan merangsang lisisnya sel
mast dan melepaskan mediator-mediator radang yang dapat mengakibatkan
vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi dinding kapiler dan migrasi fagosit
ke daerah radang sehingga terjadi pembengkakan pada daerah tersebut.
4.
Mekanisme terjadinya inflamasi adalah apabila jaringan dalam tubuh
mengalami cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena
infeksi kuman, maka pada jaringan tersebut akan terjadi
rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang
mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan
jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian
reaksi ini disebut radang.
Aktifitas peradangan yang diselenggarakan oleh mediator
inflamasi dimulai dengan dilatasi pembuluh darah arterial dan pembuluh darah
kapiler setempat untuk menciptakan kondisi hiperemi ®
terjadi kontraksi endotel dinding kapiler yang dapat meningkatkan permeabilitas
vaskuler ® terbentuk eksudat serous di interstisium yang mengalami
peradangan.
5.
Gejala-gejala inflamasi adalah sebagai
berikut:
·
Rubor atau
kemerahan
·
Kalor (panas)
·
Dolor (rasa sakit)
·
Tumor (pembengkakan)
dan functio laesa (perubahan
fungsi)
DAFTAR
PUSTAKA
Abrams. 2005. Respon Tubuh Terhadap Cedera. EGC : Jakarta.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. EGC: Jakarta.
Hoan Tjay dan Kirana
Rahardja. 2007. Obat–Obat Penting.
Elex Media Komputindo:
Jakarta.
Mitchell, R.N.
& Cotran, R.S. 2003. Inflamasi Akut dan Kronik. Philadelphia:
Elsevier Saunders.
Mycek,j mary. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika: Jakarta.
Rukmono. 2000. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian patologi anatomik FK UI:
Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar