Kamis, 16 Februari 2017

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II Antiinflamasi


LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI II
ANTI INFLAMASI
 DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :



AGUSTIANI MASLIYANA         723901S.12.053
AKHMAD ANDY SANDRA      723901S.12.054
ARDITA                                       723901S.12.055
AYU LIANA PUTRI                    723901S.12.057
CITRA LISTYA MERRY ANGGRAENI    723901S.12.058
CITRA  MULYANA ZAINUDDIN         723901S.12.059
DAWIA                                         723901S.12.060
DEBBY ANGGUN PRIANGAN          723901S.12.061
DEDY ARJUNA                            723901S.12.062
EKA DESTI HIDAYATI             723901S.12.063
FENI DWI HADI WIYONO         723901S.12.065
FIDIAH MALINDA                     723901S.12.066
MERIYANA PUTRI                              723901S.11.047




LABORATORIUM FARMAKOLOGI

AKADEMI FARMASI SAMARINDA

2014


A.    Tujuan Percobaan

1.      Untuk mengetahui daya antiinflamasi obat.

2.      Untuk mengetahui efek pemberian karagenan pada hewan percobaan

3.      Untuk mengetahui mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi

4.      Untuk mengetahui mekanisme terjadinya inflamasi

5.      Untuk mengetahui gejala-gejala inflamasi



B.     Dasar Teori

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh terauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Namun kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu respon imun, seperti asma atau artritis rematoid, atau suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi bervariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin, lipid seperti prostaglandin, peptida kecil seperti bradikinin dan peptida besar seperti interleukin. Penemuan variasi yang luas diantara mediator kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat anti inflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang penting pada suatu tipe inflamasi, tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang tidak melibatkan mediator tanpa target (Mycek, 2001)

Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil dan semua jaringan. Umumnya bekerja bekerja lokal pada tempat prostaglandin tersebut disintesis, dan cepat dimetabolisme menjadi produk inaktif pada tempat kerjanya. Karena itu, prostaglandin tidak bersirkulasi dengan konsentrasi bermakna dalam darah. Tromboksan, leukotrin, dan asam hidroksi perosieikosatetraenoat merupakan lipid yang berkaitan disintesis dari prekursor yang sama sebagai prostaglandin memakai jalan yang berhubungan.

PG  hanya berperan pada yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau iflamasi. Penelitian tellah membuktikan bahwa PG menyebabkan snsti reseptor nyeri terhadap stimulasi mekasik dan kimiawi ,jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia.Kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin  merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata  obat mirip aspirin tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Ini menunjukkan bahwa sintesis PG yang dihambat oleh golongan obat ini dan bukannya blokade jantung (Wilmana,F.P., 1995)

            Prostaglandin dan metabolismenya yang dihasilkan secara endogen dalam jaringan bekerja sebagai tanda lokal menyesuaikan respon tipe sel spesifik. Fungsi dalam tubuh bervariasi secara luas tergantung pada jaringan. Misalnya pelepasan TXA2 dari trombosit  mencetuskan penambahan trombosit baru untuk agregasi ( langkah pertama pada pembentukan gumpalan). Namun pada jaringan lain  peningkatan kadar TXA2 membawa tanda yang berbeda, misalnya otot polos tertentu senyawa ini menginduksi kontraksi. Prostagladin merupakan salah satu mediator kimiawi yang dilepasklan pada proses agresi alergi dan inflamasi. (Mycek, M.J., 2001)

Radang merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan, yang berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi atau mengurung (sekuester) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Tanda-tanda pokok peradangan akut mencakup pembengkakan atau edema, kemerahan, panas, nyeri dan perubahan fungsi. Hal-hal yang terjadi pada proses radang akut sebagian besar dimungkinkan oleh pelepasan berbagai macam mediator kimia, antara lain amina vasoaktif, protease plasma, metabolit asma arakhidonat, produk leukosit dan berbagai macam lainnya (Rustam, 2007).

Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 2000).

Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton, 1997).

Proses inflamasi ini juga dipengaruhi dengan adanya mediator-mediator yang berperan, di antaranya adalah sebagai berikut (Abrams, 2005) :

·         amina vasoaktif: histamin & 5-hidroksi tritophan (5-HT/serotonin). Keduanya terjadi melalui inaktivasi epinefrin dan norepinefrin secara bersama-sama plasma protease: kinin, sistem komplemen & sistem koagulasi fibrinolitik, plasmin, lisosomalesterase, kinin, dan fraksi komplemen

·         metabolik asam arakidonat: prostaglandin, leukotrien (LTB4 LTC4, LTD4, LTE4 , 5-HETE (asam 5-hidroksi-eikosatetraenoat)

·          produk leukosit – enzim lisosomal dan limfokin

·         activating factor dan radikal bebas

Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) ( Mitchell, 2003).

Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 2005).

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Rukmono, 2000).

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Rukmono, 2000).

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Rukmono, 2000).

Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 2005).

Banyak obat – obat antiinflamasi yang bekerja dengan jalan menghambat sintesis salah satu mediator kimiawi yaitu prostaglandin. Sintesis prostaglandin yaitu (Mycek, 2001 ) :

Asam arakidonat, suatu asam lemak 20 karbon adalah prekursor utama prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam komponen fosfolipid membran sel, terutama fosfotidil inositol dan kompleks lipid lainnya. Asam arakidonat bebas dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya. Melalui suatu proses yang dikontrol oleh hormon dan rangsangan lainnya. Ada 2 jalan utama sintesis eukosanoid dari asam arakidonat

1.    Jalan siklo-oksigenase

Semua eikosanoid berstruktur cincin sehingga prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin disintesis melalui jalan siklo – oksigenase. Telah diketahui dua siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2 Yang pertama bersifat ada dimana – mana dan pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap rangsangan inflamasi.

2.    Jalan lipoksigenase

Jalan lain, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk membentuk HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE yang merupakan turunan peroksidasi tidak stabil yang dikorvensi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES) atau menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung pada jaringan.

Obat – obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan kortikostreroid dan nonsteroid.

Obat – obat yang digunakan untuk sebagai anti inflamasi non steroid antara lain ( Mycek, 2001 ):

1.    Aspirin dan salisilat lain

Mekanisme kerjanya : efek antipiretik dan anti inflamasi salisilat terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandindi pusat pengatur panas dan hipotalamus dan perifer di daerah target. Lebih lanjut,  dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit  terhadap rangsangan mekanis dan kimiawi.

2.    Derivat asam propionat

Obat – obat ini menghambat reversible siklo-oksigenase dan karena itu, seperti aspirin menghambat sintesis prostaglandin tetapi tidak menghambat leukotrien.

3.    Asam Indolasetat

Yang termasuk dalam grup obat  - obat ini adalah indometasin, sulindak dan etolondak. Semua mempunyai aktivitas antiinflamasi , analgetik dan antipiretik. Bekerja dengan cara menghambat siklo-oksigenase secara reversible. Umumnya tidak digunakan untuk menurunkan demam.

4.    Derivat oksikam

Pada waktu ini, hanya piroksikam yang tersedia di amerika serikat. Anggota lain dalam grup ini sedang diselidiki dan mungkin akan disediakan juga. Mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi piroksikam digunakan untuk pengobatan artritis rematoid, spondilitis ankilosa, dan osteoartritis.

5.    Fenamat

Asam mefenamat dan meklofenamat tidak mempunyai anti inflamasi dibandingkan obat AINS yang lain. Efek samping seperti diare dapat berat dan berhubungan dengan peradangan abdomen.

6.    Fenilbutazon

Fenilbutazon mempunyai efek anti inflamasi  kuat tetapi tetapi aktivitas analgetik dan antipiretiknya lemah. Obat ini bukan merupakan obat first line.

7.    Obat – obat lain

a.    Diklofenak : Penghambat siklo – oksigenase. Diklofenak digunakan untuk pengobatan jangka lama arthritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.

b.    Ketorolak : Obat ini bekerja sama seperti obat AINS yang lain

c.    Tolmetin dan nabumeton : Tolmetin dan nabumeton sama kuatnya dengan aspirin dalam mengobati artritis rematoid atau osteoartritis dewasa.

Golongan kortikostreroid

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis atau atas angiotensin II. Hormone ini berperan pada banyak system fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stress, tanggapan system kekebalan tubuh dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Dengan efek yang sama, bahkan berlipat ganda, maka kortikosteroid sanggup mereduksi sistem imun (kekebalan tubuh) dan inflamasi (doctorology.net).

Obat kortikosteroid anti-inflamasi, seperti kortisol dan prednisone menghambat pengaktifan fosfolipase A2 dengan menyebabkan sintesis protein inhibitor yang disebut lipokortin. Lipokortin menghambat aktifitas fosfolipase sehingga membatasi produksi PG. Preparat steroid juga mengganggu fungsi limfosit sehingga produksi IL menjadi lebih sedikit. Keadaan ini mengurangi komunikasi antar limfosit dan proliferasi limfosit. Oleh karena itu, pasien uang menggunakan steroid dalam jangka pnjang lebih rentang terkena infeksi. (Chang dan Daly, 2009).

Karagenan

Uji utama yang sering dipakai dalam menapis zat antiradang nonsteroid baru, mengukur kemampuan suatu senyawa untuk mengurangi edema lokal pada cengkraman tikus yang disebabkan oleh suntikan zat pengiritasi karagenan, yaitu suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari lumut laut Irlandia, Chondrus crispus. Zat antiradang yang paling banyak digunakan diklinik untuk menekan edema macam ini. Sifat antiradang indometasin, yaitu zat antiradang nonsteroid yang banyak dipakai, pada mulanya ditentukan uji karagenan. (Hamor, G.H., 1996).

Karagenan polisakarida dari algae, suatu ekstrak rumput laut, yang memiliki sejumlah manfaat, terutama dalam industri makanan dan sejenisnya. Karagenan adalah suatu senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium dan magnesium atau kalsium sulfat dengan galaktosa dan kopolimer 3,6 anhidrogalaktosa (Fajar RP, 2005). Menurut Guiseley et. alkaragenan adalah polisakarida dengan rantai lurus (linier) yang terdiri dari D-glukosa 3.6 anhidrogalaktosa dan ester sulfat.

Berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan dibedakan menjadi 2 fraksi kappa karagenan dengan kandungan sulfat kurang dari 28% dan iota karagenan dengan kandungan sulfat lebih dari 30%. Sedangkan menurut Peterson and Johnson, berdasarkan struktur pendulangan unit polisakarida, karagenan dapat dibagi menjadi tiga fraksi utama (k-(kappa), λ-(Lambda), dan ί-(iota) karagenan. Secara prinsip fraksi-fraksi karagenan ini berbeda dalam nomor dan posisi grup ester. (Jatilaksono, 2007).

Uraian Obat

1.      Asam Mefenamat

Asam mefenamat adalah suatu obat yang termasuk dalam golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid). Asam mefenamat bekerja dengan mengurangi hormone yang menyebabkan inflamasi atau peradangan serta nyeri di tubuh. Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal apabila diberikan secara oral. Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian kecil yang melalui feses.

·         Sifat fisiko kimia

Pemerian serbuk hablur, putih atau hampir putih; melebur pada suhu lebih kurang 230°C disertai peruraian, larut dalam larutan alkali hidroksida; agak sukar larut dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan dalam methanol; praktis tidak larut dalam air. Asam mefenamat memiliki kelarutan yang kecil dalam air (0,0041 g/100 ml (25°C) dan 0,008 g/100 ml (37°C) pada pH 7,1). Kelarutan asam mefenamat yang kecil dalam air menjadikan tahap penentu kecepatan terhadap bioavailabilitasnya adalah laju disolusi asam mefenamat dalam media aqueous.

·         Farmakokinetika

Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal apabila diberikan secara oral. Kadar plasma puncak dapat dicapai 1 sampai 2 jam setelah pemberian 2x250 mg kapsul asam mefenamat; Cmax dari asam mefenamat bebas adalah sebesar 3.5 μg/mL dan T1/2 dalam plasma sekitar 3 sampai 4 jam. Pemberian dosis tunggal secara oral sebesar 1000 mg memberikan kadar plasma puncak sebesar 10 μg/mL selama 2 sampai 4 jam dengan T1/2 dalam plasma sekitar 2 jam. Pemberian dosis ganda memberikan kadar plasma puncak yang proporsional tanpa adanya bukti akumulasi dari obat. Pemberian berulang asam mefenamat (kapsul 250 mg) menghasilkan kadar plasma puncak sebesar 3.7 sampai 6.7 μg/mL dalam 1 sampai 2.5 jam setelah pemberian masing-masing dosis.
Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian kecil yang melalui feces. Pada pemberian dosis tunggal, 67% dari total dosis diekskresikan melalui urin sebagai obat yang tidak mengalami perubahan atau sebagai 1 dari 2 metabolitnya. 20-25% dosis diekskresikan melalui feces pada 3 hari pertama.

·         Farmakodinamika

Asam mefenamat dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri sedang dalam berbagai kondisi seperti nyeri otot, nyeri sendi, nyeri ketika atau menjelang haid, sakit kepala dan sakit gigi. Secara terperinci efek dari asam mefenamat antara lain:
1. Nyeri perut ketika masa menstruasi (dysmenorrhoea)
2. Pendarahan yang tidak normal pada saat menstruasi
3. Sakit kepala
4. Penyakit yang disertai dengan radang
5. Nyeri otot (myalgia)
6. Osteoarthritis
7. Nyeri dan inflamasi
8. Nyeri pada saat melahirkan
9. Nyeri ketika dioperasi
10. Sakit gigi

·         Efek samping

Efek samping asam mefenamat yang paling menonjol adalah kemampuannya merangsang dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Oleh karena itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mempunyai sakit mag atau gangguan lambung lainnya. Risiko perdarahan lambung ini akan lebih besar lagi pada peminum alkohol. Untuk mengurangi risiko gangguan lambung, sebaiknya obat-obat yang mengandung asam mefenamat dikonsumsi bersama makanan atau susu. Selain dapat menyebabkan gangguan lambung (kembung, nyeri, keram, dan perdarahan lambung), Asam mefenamat juga dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, diare, mual dan muntah bagi orang-orang yang peka. Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan penglihatan dan pendengaran, penglihatan menjadi kabur dan telinga berdenging. Asam mefenamat juga dapat menyebabkan kantuk. Karena itu, orang yang sedang mengonsumsi asam mefenamat dilarang mengendarai kendaraan, menjalankan mesin, dan melakukan aktivitas lain yang memerlukan kesadaran tinggi.

Perdarahan yang cukup parah di lambung dapat terjadi jika mengonsumsi asam mefenamat dalam jangka waktu cukup lama ditandai dengan kotoran (faeces) berubah warna menjadi kehitaman, atau terdapat bercak-bercak darah dan terjadi muntah darah. Over dosis asam mefenamat biasanya ditandai dengan mual, muntah, perdarahan lambung, pusing, sakit kepala, diare, telinga berdenging, penglihatan kabur, berkeringat banyak, napas melemah, kejang, dan dapat mengakibatkan kematian. Selain tidak boleh diberikan kepada penderita gangguan lambung dan peminum alkohol, asam mefenamat juga tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang alergi terhadap salah satu obat golongan NSAIDS (misalnya yang mengandung ketoprofen, naproxen, diclofenac, fenoprofen, flurbiprofen, indomethacin, nabumetone, oxaprozin, piroxicam, dan lain-lain), penderita gangguan jantung, ginjal, atau hati, dan penderita hipertensi (tekanan darah tinggi).  Wanita hamil juga sebaiknya tidak mengonsumsi asam mefenamat, sebab walaupun belum dapat dipastikan asam mefenamat dapat membahayakan janin di dalam kandungan, beberapa obat yang satu golongan dengan asam mefenamat terbukti dapat mengganggu perkembangan jantung janin di dalam kandungan.

Asam mefenamat juga dapat keluar bersama air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, wanita menyusui sebaiknya tidak mengonsumsi asam mefenamat. Asam mefenamat sebaiknya juga tidak diberikan pada anak-anak atau pasien usia lanjut, sebab dapat menyebabkan efek samping yang lebih parah. Karena efek toksiknya maka di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak dibawah 14 tahun dan wanita hamil, dan pemberiannya tidak lebih dari 7 hari.

·         Dosis

Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Dosis yang dianjurkan untuk nyeri akut pada dewasa dan anak diatas 14 tahun adalah 500 mg sebagai dosis awal yang diikuti dengan 250 mg tiap 6 jam bila diperlukan, biasanya tidak lebih dari satu minggu. Untuk mengatasi nyeri haid, dosis yang dianjurkan adalah 500 mg sebagai dosis awal yang diikuti dengan 250 mg tiap 6 jam, penggunaan tidak boleh lebih dari 2 sampai 3 hari yang dimulai saat menstruasi hari pertama atau pada saat adanya rasa nyeri. Sediaan yang beredar di pasaran
Ponstan, mefinal, mefamat, stanza, molasic dan lain sebagainya
.

2.      Deksametason

Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan, deksametason bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsangan. Aktivitas anti-inflamasi deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Deksametason merupakan obat golongan kortikostseroid. Kortikosteroid adalah suatu hormon yang dibuat oleh bagian korteks (luar) dari kelenjar adrenal.  Kortikosteroid terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, juga bertindak sebagai anti-inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil. Sedangkan mineralokortikoid berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air dengan cara penahanan garam di ginjal. Berdasarkan mekanisme kerjanya, deksametason digolongkan ke dalam kelompok glukokortikoid.

Obat golongan kortikosteroid ini utamanya digunakan untuk mengatasi radang, apapun penyebab radangnya dan di manapun lokasinya. Beberapa penyakit peradangan yang kerap diobati dengan kortikosteroid adalah asma, radang rematik, radang usus, radang ginjal, radang mata dan lain-lain. Deksametason juga digunakan untuk anafilaktik dan untuk mendiagnosis syndrome cushing. Selain itu, obat ini juga digunakan pada penyakit gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti berbagai jenis alergi, dan lupus. Dengan sifatnya yang menurunkan sistem kekebalan, kortikosteroid juga dapat digunakan untuk pasien yang baru menjalani transplantasi organ untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkokkan.   Obat ini bahkan digunakan juga pada pasien kanker, yaitu untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi juga pada terapi kanker itu sendiri sebagai terapi pendukung kemoterapi. Kortikosteroid juga digunakan untuk ibu hamil yang memiliki resiko melahirkan prematur, yaitu untuk mematangkan paru-paru janin, sehingga jika harus lahir prematur paru-paru bayi sudah cukup kuat dan bekerja dengan baik namun penggunaan bagi ibu hamil dengan pemantauan dan resep dari dokter. Penggunaannya tidak dalam jangka waktu yang lama, karena akan mengakibatkan kecacatan pada bayi.

Obat golongan kortikosteroid termasuk golongan obat yang penting dalam dunia pengobatan, karena memiliki efek farmakologi yang luas, sehingga sering digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit, sehingga ada yang menyebutnya sebagai obat dewa atau obat segala penyakit. Dokter sering meresepkan deksametason untuk berbagai pasien dengan keluhan yang berbeda. Penggunaannya di rumah sakit sangat sering  terlebih dalam bentuk sediaan injeksi atau tablet. Injeksi deksametason sering digunakan untuk proses lifesaving pada kondisi darurat.

Efek samping dari deksametason dan kortikosteroid lainnya seperti prednison adalah pengeroposan tulang, peningkatan berat badan, moon face/ muka tembem, buffaow hum atau penggemukan punggung atau punggung tebal  seperti kerbau,  selulit dan stretmark di berbagai tempat, gangguan hati  dan gangguan ginjal, serta pertumbuhan rambut yang tidak pada tempatnya.  Dan yang berbahaya bila terjadi cushing syndrome. Cushing sindrom merupakan kumpulan gejala berupa penebalan punggung, muka tembem, pada abdomen, hipertensi , penurunan toleransi terhadap karbohidrat, katabolisme protein, gangguan psikiatri, hirsutisme pada wanita. Sindrom ini  dapat terjadi akibat steroid sistemik yang dikonsumsi sembarangan.

3.      Celexocib

Celecoxib adal      ah COX-2 inhibitor dan sangat selektif menghambat ini terutama isoform siklooksigenase (dan dengan demikian menyebabkan penghambatan produksi prostaglandin), sedangkan NSAID tradisional baik menghambat COX-1 dan COX-2. Celecoxib adalah sekitar 10-20 kali lebih selektif untuk inhibisi COX-2 lebih dari COX-1. Ia mengikat dengan rantai samping polar sulfonamida untuk dekat daerah kantong samping hidrofilik ke situs COX-2 yang mengikat aktif. Secara teori, selektivitas ini memungkinkan celecoxib dan lainnya COX-2 inhibitor untuk mengurangi peradangan (dan sakit) sambil meminimalkan reaksi obat pencernaan yang merugikan (misalnya sakit maag) yang sama dengan NSAID non-selektif.

Celecoxib menghambat COX-2 tanpa mempengaruhi COX-1. COX-1 terlibat dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan, tapi COX-2 hanya terlibat dalam sintesis prostaglandin. Oleh karena itu, penghambatan COX-2 menghambat sintesis prostaglandin tanpa mempengaruhi tromboksan hanya dan dengan demikian tidak berpengaruh pada agregasi platelet atau penggumpalan darah.



C.    Metodologi Percobaan

1.      Alat

·         Plestimograph

·         Alat suntik (± 1ml)

2.      Bahan

·         Karagenin 1 %

·         Asam mefenamat

·         Deksametason

·         Celexocib

·         Mencit jantan



3.      Cara Kerja

·         Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

·         Setiap kelompok mendapatkan 4 mencit.

·         Dibuat larutan stok sesuai perhitungan

·         Ditimbang bobot mencit dan catat hasilnya

·         Ditempatkan masing-masing mencit pada tempat yang telah disediakan dan beri tanda pada kaki kanan belakang mencit

·         Dicelupkan kaki kanan belakang pada setiap mencit kedalam air raksa dan catat volumenya

·         Disuntikkan telapak kaki kanan pada mencit yang telah dicelupkan dengan karagenin sebanyak 0,05 ml dan tunggu selama 30 menit, amati bengkak pada kaki mencit

·         Pada mencit pertama (control) hanya diberikan suntikkan karagenin

·         Pada mencit kedua setelah 30 menit dicelupkan lagi ke dalam air raksa dan catat volumenya kemudian diberikan dexamethasone secara per oral dan tunggu selama 30 menit.

·         Pada mencit ketiga setelah 30 menit dicelupkan lagi kedalam air raksa dan catat volumenya kemudian diberikan asam mefenamat secara per oral dan tunggu selama 30 menit

·         Pada mencit keempat setelah 30 menit dicelupkan lagi kedalam air raksa dan catat volumenya kemudian diberikan celexocib secara per oral dan tunggu selama 30 menit

·         Setelah 30 menit maka dimasukkan lagi kedalam air raksa dan lihat volumenya pada setiap mencit



D.    Hasil Percobaan

Tabel Hasil Percobaan


Mencit
Vol 1
Vol 2
Vol 3
Vol pembengkakan

I
Kontrol (-)
As. Mefenamat
Dexametason
Celexocin
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,02
0,01
0,02
0,02
0,01
0
0,01
0,01

II
Kontrol (-)
As. Mefenamat
Dexametason
Celexocin
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,02
0,01
0,02
0,02
0,01
0
0,01
0,01

III
Kontrol (-)
As. Mefenamat
Dexametason
Celexocin
0,01
0,01
0,01
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
-  0,01
0
0

IV
Kontrol (-)
As. Mefenamat
Dexametason
Celexocin
0,02
0,02
0,01
0,01
0,02
0,02
0,01
0,01
0,02
0,03
0,01
0,01
0
0,01
0
0



Keterangan :

1.    Kontrol (-)              : tidak diberikan perlakuan apapun


pemberian per-oral

Vol pembengkakan : Vol III – Vol II

2.    Vol I                  

     60’


Karagenin 0,005 ml

                                       dikaki kanan

3.    Vol II                

     30’

          Vol III

Volume Inflamasi rata-rata

→ Kontrol                   =

                        0,0025

→ As. Mefenamat      =

                        = 0,003

→ Dexametason         =

                        = 0,005

→ Celexocib               = 

                        = 0,005

% Daya antiinflamasi  =  x 100%

→% Daya antiinflamasi As. Mefenamat

      x 100 %    = -20%

→ % Daya antiinflamasi Dexametason

    x 100 %    = -100%

→ % Daya antiinflamasi Celexocib

 x 100 %    = -100%



E.     Perhitungan

Perhitungan Dosis yang Disuntikkan

·         Kontrol =  x 0,5 ml = 0,35 ml

·         Deksametason =  x 0,5 ml = 0,30 ml

·         Celexocib =  x 0,5 ml = 0,35 ml

·         Asam mefenamat =  x 0,5 ml = 0,35 ml

Perhitungan Dosis :

1.      Asam Mefenamat

Dosis manusia = 500 mg (1 tablet)

Dosis mencit   = 500 mg x 0,0026 =

Mencit 40 g     =  =

         x =  

Larutan stoke  =

         x =

=

2.      Celexocib

Dosis manusia = 100 mg (1 tablet)

Dosis mencit   = 100 mg x 0,0026 =

Mencit 40 g     =  =

         x =  

Larutan stoke  =

         x =

=

3.      Deksametason

Dosis manusia = 0,5 mg (1 tablet)

Dosis mencit   = 0,5 mg x 0,0026 =

Mencit 40 g     =  =

         x =  

Larutan stoke  =

         x =

=

F.     Pembahasan

Radang atau inflamasi adalah suatu respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi atau iritasi. Untuk pengobatan inflamasi ada dua golongan besar obat yang digunakan yaitu golongan steroid dan non steroid (AINS).

Golongan obat steroid bekerja dengan menghambat sintesis enzim fosfolipase sehingga asam arakhidonat tidak terhambat. Sedangkan golongan obat AINS bekerja dengan menghambat pembentukan prostaglandin (PG) melalui penghambatan enzim sikloosigenase. Pada pasien yang mengalami bengkak/udem sebaiknya diberikan obat golongan AINS, sedangkan pasien yang belum mengalami udem diberi obat antiinflamasi golongan steroid untuk mencegah pembengkakan.

Tujuan dilakukan percobaan ini untuk mengetahui efek obat-obat antiinflamasi terhadap hewan mencit (mus musculas). Alasan pemilihan hewan mencit sebagai hewan percobaan adalah agar pengamatan terhadap pembengkakan kaki mencit mudah diamati dan diukur

Pada percobaan ini digunakan Pletismograph untuk mengukur volume udem telapak kaki hewan uji mencit (Mus musculas) yang bekerja sesuai hukum Archimedes, dimana volume udem telapak kaki yang dicelupkan pada air raksa adalah sama banyaknya dengan skala yang ditunjukkan.

Pada rangkaian modifikasi alat Pletismograph digunakan air raksa dengan tujuan untuk menghindari berkurangnya volume cairan pada alat tersebut ketika telapak kaki dicelupkan oleh karena untuk mencegah hal demikian air tidak digunakan untuk serangkaian alat tersebut.

Berdasarkan percobaan diperoleh bahwa mencit kontrol mengalami peningkatan volume kaki akibat pemberian karagenan. Induksi karagenan pada kaki mencit dapat mengakibatkan radang yang ditandai dengan bertambahnya volume kaki mencit setelah pemberian karagenan (udem). Pada mencit obat dan kontrol, radang timbul setelah pemberian karagenan, yaitu setengah jam setelah pemberian karagenan. Karagenan adalah suatu senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium dan magnesium atau kalsium sulfat dengan galaktosa dan kopolimer 3,6 anhidrogalaktosa (Fajar RP, 2005). Menurut Guiseley et. alkaragenan adalah polisakarida dengan rantai lurus (linier) yang terdiri dari D-glukosa 3.6 anhidrogalaktosa dan ester sulfat.

Berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan dibedakan menjadi 2 fraksi kappa karagenan dengan kandungan sulfat kurang dari 28% dan iota karagenan dengan kandungan sulfat lebih dari 30%. Sedangkan menurut Peterson and Johnson, berdasarkan struktur pendulangan unit polisakarida, karagenan dapat dibagi menjadi tiga fraksi utama (k-(kappa), λ-(Lambda), dan ί-(iota) karagenan. Secara prinsip fraksi-fraksi karagenan ini berbeda dalam nomor dan posisi grup ester (Jatilaksono, 2007).

      Mencit yang digunakan dalam percobaan ini berjumlah empat ekor dengan empat perlakuan yang berbeda-beda. Mula-mula semua mencit yang akan digunakan ditimbang dahulu. Mencit I sebagai kontrol memiliki berat badan 27,93 gram, pada mencit II memiliki berat badan 24,17 gram, pada mencit III memiliki berat badan 28,17 gram dan pada mencit IV memiliki berat badan 27,95 gram. Penimbangan berat badan dilakukan untuk menentukan dosis injeksi yang diberikan. Adapun dosis yang diberikan untuk masing-masing mencit setelah dihitung diperoleh dosis untuk mencit I kontrol 0,35 ml, mencit II 0,30 ml, mencit III 0,35 ml, dan mencit IV 0,35 ml, yang dipergunakan untuk semua jenis obat yang akan diinjeksikan. Sedangkan, obat antiinflamasi yang digunakan adalah Asam Mefenamat, Dexametason dan Celexocib.

Asam mefenamat adalah suatu obat yang termasuk dalam golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid). Asam mefenamat bekerja dengan mengurangi hormone yang menyebabkan inflamasi atau peradangan serta nyeri di tubuh. Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal apabila diberikan secara oral. Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian kecil yang melalui feses. Efek samping asam mefenamat yang paling menonjol adalah kemampuannya merangsang dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Oleh karena itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mempunyai sakit mag atau gangguan lambung lainnya.

Deksametason merupakan obat golongan kortikosteroid sebenarnya memiliki efek yang sama dengan hormone cortisone dan hydrocortisone yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kelenjar ini berada tepat diatas ginjal kita. Dengan efek yang sama bahkan berlipat ganda maka kortikosteroid sanggup mereduksi system imun (kekebalan tubuh) dan inflamasi. Obat golongan kortikosteroid ini utamanya digunakan untuk mengatasi radang, apapun penyebab radangnya dan di manapun lokasinya. Beberapa penyakit peradangan yang kerap diobati dengan kortikosteroid adalah asma, radang rematik, radang usus, radang ginjal, radang mata dan lain-lain. Deksametason juga digunakan untuk anafilaktik dan untuk mendiagnosis syndrome cushing. Selain itu, obat ini juga digunakan pada penyakit gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti berbagai jenis alergi, dan lupus. Dengan sifatnya yang menurunkan sistem kekebalan, kortikosteroid juga dapat digunakan untuk pasien yang baru menjalani transplantasi organ untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkokkan.   Obat ini bahkan digunakan juga pada pasien kanker, yaitu untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi juga pada terapi kanker itu sendiri sebagai terapi pendukung kemoterapi. Obat golongan kortikosteroid termasuk golongan obat yang penting dalam dunia pengobatan, karena memiliki efek farmakologi yang luas, sehingga sering digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit, sehingga ada yang menyebutnya sebagai obat dewa atau obat segala penyakit. Efek samping dari deksametason dan kortikosteroid lainnya seperti prednison adalah pengeroposan tulang, peningkatan berat badan, moon face/ muka tembem, buffaow hum atau penggemukan punggung atau punggung tebal  seperti kerbau,  selulit dan stretmark di berbagai tempat, gangguan hati  dan gangguan ginjal, serta pertumbuhan rambut yang tidak pada tempatnya.  Dan yang berbahaya bila terjadi cushing syndrome. Cushing sindrom merupakan kumpulan gejala berupa penebalan punggung, muka tembem, pada abdomen, hipertensi , penurunan toleransi terhadap karbohidrat, katabolisme protein, gangguan psikiatri, hirsutisme pada wanita. Sindrom ini  dapat terjadi akibat steroid sistemik yang dikonsumsi sembarangan.

 Celecoxib adalah COX-2 inhibitor dan sangat selektif menghambat ini terutama isoform siklooksigenase (dan dengan demikian menyebabkan penghambatan produksi prostaglandin), sedangkan NSAID tradisional baik menghambat COX-1 dan COX-2. Celecoxib adalah sekitar 10-20 kali lebih selektif untuk inhibisi COX-2 lebih dari COX-1. Ia mengikat dengan rantai samping polar sulfonamida untuk dekat daerah kantong samping hidrofilik ke situs COX-2 yang mengikat aktif. Secara teori, selektivitas ini memungkinkan celecoxib dan lainnya COX-2 inhibitor untuk mengurangi peradangan (dan sakit) sambil meminimalkan reaksi obat pencernaan yang merugikan (misalnya sakit maag) yang sama dengan NSAID non-selektif. Celecoxib menghambat COX-2 tanpa mempengaruhi COX-1. COX-1 terlibat dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan, tapi COX-2 hanya terlibat dalam sintesis prostaglandin. Oleh karena itu, penghambatan COX-2 menghambat sintesis prostaglandin tanpa mempengaruhi tromboksan hanya dan dengan demikian tidak berpengaruh pada agregasi platelet atau penggumpalan darah.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh % rata-rata penurunan udem untuk Asam mefenamat 20%, untuk Deksametason -100% dan untuk Celexocib -100%. Oleh karena itu terbukti bahwa kerja obat deksametason dan celexocib dalam menurunkan volume udem lebih baik dibandingkan dengan asam mefenamat.

Kesalahan hasil dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti :

1.      Kaki mencit yang di induksi tidak terlalu bengkak

2.      Kesalahan terhadap pengukuran

3.      Kesalahan dalam pembrian dosis obat pada mencit

4.      Mencit yang digunakan tidak dipuasakan



G.    Kesimpulan

1.      Daya antiinflamasi obat

·      % Daya antiinflamasi As. Mefenamat = -20%

·      % Daya antiinflamasi Dexametason = -100%

·      % Daya antiinflamasi Celexocib = -100%

2.      Efek pemberian karagenan pada hewan coba adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki mencit setelah diukur dengan pletismometer. 

3.      Mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi adalah dengan merangsang lisisnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator radang yang dapat mengakibatkan vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi dinding kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang sehingga terjadi pembengkakan pada daerah tersebut.

4.      Mekanisme terjadinya inflamasi adalah apabila jaringan dalam tubuh mengalami cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan tersebut akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang.

Aktifitas peradangan yang diselenggarakan oleh mediator inflamasi dimulai dengan dilatasi pembuluh darah arterial dan pembuluh darah kapiler setempat untuk menciptakan kondisi hiperemi ® terjadi kontraksi endotel dinding kapiler yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler ® terbentuk eksudat serous di interstisium yang mengalami peradangan.

5.      Gejala-gejala inflamasi adalah sebagai berikut:

·         Rubor atau kemerahan

·         Kalor (panas)

·         Dolor (rasa sakit)

·         Tumor (pembengkakan) dan functio laesa (perubahan fungsi)



DAFTAR PUSTAKA



Abrams. 2005. Respon Tubuh Terhadap Cedera. EGC : Jakarta.

Guyton, A.C. & Hall, J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.

Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2007. Obat–Obat Penting. Elex Media  Komputindo: Jakarta.

Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. 2003. Inflamasi Akut dan Kronik. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Mycek,j mary. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika: Jakarta.

Rukmono. 2000. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian patologi anatomik FK UI:

 Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar