LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
PUSKESMAS
KARANG JATI
BALIKPAPAN
Disusun
oleh:
Akhmad Andy
Sandra 723901S.12.054
Rizky Stepanus 723901S.12.041
AKADEMI
FARMASI SAMARINDA
SAMARINDA
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya penulis
dapat menyusun laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini hingga selesai. Laporan
PKL ini disusun sebagai persyaratan untuk menyusun tugas dan bukti pelaksanaan
Mata Kuliah Akademik Diploma III jurusan Ilmu Farmasi di Akademi Farmasi
Samarinda.
Laporan PKL
ditulis berdasarkan informasi yang di kumpulkan dari berbagai pihak selama pelaksanaan PKL pada tanggal 2 Maret
2015 s/d 23 Maret 2015 di Puskesmas Karang Jati Balikpapan.
Laporan ini dapat
disusun dengan baik karena banyak masukan dan dukungan dari berbagai pihak yang
berupa informasi, arahan dan bimbingan, oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Bapak Supomo, M. Si., Apt selaku Direktur
Akademi Farmasi Samarinda.
2. Ibu
drg. Delima selaku Kepala Puskesmas Karang Jati
Balikpapan.
3. Bapak
Heri Wijaya, M. Si., Apt selaku Pembimbing PKL dari Akademi Farmasi Samarinda.
4. Ibu
Agnes Irene Rau selaku Pembimbing Lahan PKL dari Puskesmas Karang Jati
Balikpapan.
5. Seluruh
staf dan karyawan Puskesmas Karang Jati Balikpapan yang telah memberikan ilmu
dan pengalaman.
6.
Semua pihak yang telah membantu kelancaran
penyusunan laporan PKL ini.
Penulis menyadari
sepenuhnya dalam penyusunan laporan PKL ini, masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan yang
dimiliki penulis baik itu sistematika penulisan
maupun penggunaan bahasa. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat
membangun demi penyempurnaan laporan
ini. Semoga laporan ini berguna bagi pembaca
secara umum dan penulis secara khusus. Akhir kata penulis mengucapkan
banyak terima kasih.
Samarinda, Maret 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN
PENGESAHAN............................................................................... ii
KATA
PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... v
DAFTAR
LAMPIRAN........................................................................................ vii
BAB
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang........................................................................................... 1
B. Tujuan Praktek Kerja Lapangan............................................................ 3
C.
Manfaat
Praktek Kerja Lapangan.......................................................... 3
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Puskesmas..................................................................... 4
B. Wilayah Kerja Puskesmas........................................................................ 8
C. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas...................................................... 10
D. Fungsi dan Peranan Puskesmas............................................................. 12
E. Kedudukan Puskesmas........................................................................... 13
F. Organisasi Puskesmas............................................................................. 14
G. Program Pokok Puskesmas.................................................................... 15
BAB
III. KEGIATAN PRAKTEK PUSKESMAS KARANG JATI
A. Data Umum Puskesmas Karang Jati .................................................... 26
B. Struktur Organisasi................................................................................. 30
C. Kegiatan Pengelolaan Obat di
Puskesmas............................................ 31
BAB
IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 43
B. Saran......................................................................................................... 43
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran 1
: Alur Pelayanan Puskesmas Karang Jati......................................... 46
Lampiran 2
: Struktur Organisasi Puskesmas Karang
Jati................................... 47
Lampiran 3
: Alur Permintaan, Pelaporan dan
Pemberian Obat.......................... 48
Lampiran 4
: LPLPO Puskesmas Karang Jati...................................................... 49
Lampiran 5
: Laporan Penggunaan Sediaan Jadi
Obat Keras.............................. 50
Lampiran 6
: Kartu Stok Gudang......................................................................... 51
Lampiran 7 : Resep.............................................................................................. 52
Lampiran 8
: Etiket Obat..................................................................................... 53
Lampiran 9
: Jadwal Pemberian Imunisasi.......................................................... 54
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan tenaga kesehatan merupakan bagian integral dari
Pembangunan Nasional Bidang Kesehatan
yang diarahkan untuk mendukung upaya pencapaian derajat kesehatan masyarakat
secara optimal. Dalam kaitan ini pendidikan tenaga kesehatan diselenggarakan untuk memperoleh
tenaga kesehatan yang bermutu yangmampu
mengemban tugas untuk mewujudkan perubahan, pertumbuhan dan pembangunan dalam
rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatanbagi seluruh masyarakat.
Salah satu institusi pendidikan yang menyediakan
tenaga kesehatan adalah Akademi Farmasi Samarinda yang menghasilkan tenaga kesehatan
di bidang Farmasi tingkat ahli madya yang mampu bekerja dalam sistem pelayanan
kesehatan secara terpadu. Oleh karena itu lulusan akademi ini harus terampil,
terlatih dan dapat mengembangkan diri baik secara pribadi maupun sebagai tenaga kesehatan yang profesional berdasarkan
nilai-nilai yang dapat menunjang upaya pembangunan di bidang kesehatan.
Untuk menghasilkan tenaga kesehatan di bidang Farmasi yang
memenuhi kualitas tersebut, maka
penyelenggaraan pendidikan terutama proses belajar mengajar harus ditingkatkan secara terus-menerus. Salah
satu upaya yang dilakukan untuk
memberikan bekal pengalaman kepada peserta didik adalah mengikutsertakan mahasiswa dalam Praktek Kerja Lapangan yang
disingkat dengan PKL. Hal ini dipilih
karena PKL dianggap cara terbaik untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya
selama mengikuti pendidikan.
Dewasa ini, kebutuhan memperoleh ilmu pengetahuan
informasi sangat meningkat dan semua ini dikarenakan oleh persaingan manusia
kelompok/instansi yang sangat ketat demi
kemajuan usahanya, sehingga hal ini berdampak terhadap beban mahasiswa karena mereka dituntut untuk
menggali informasi dari berbagai sumber
dan memiliki keterampilan.
Oleh karena itu dilaksanakannya PKL untuk dapat menambah
pengetahuan di bidang pekerjaan Farmasi, pengalaman serta sikap profesional dalam
melakukan suatu bidang pekerjaan.
Selain itu, pelaksanaan PKL merupakansarana pengenalan lapangan kerja bagi mahasiswa farmasi karena
secara langsung dapat melihat, mengetahui, menerima dan menyerapteknologi
kesehatan yang ada di masyarakat, sehingga hal tersebut menjadi orientasi bagi
mahasiswa farmasi sebelum langsung bekerja di masyarakat.
B.
Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Adapun
tujuan dilaksanakannya PKL ini adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatkan, memperluas, dan memantapkan
keterampilan peserta didik sebagai bekal memasuki lapangan kerja yang sesuai dengan
kebutuhan program pendidikan yang ditetapkan.
2. Mengenal
kegiatan penyelenggaraan program kesehatan masyarakat secara menyeluruh baik
ditinjau dari aspek administrasi, teknis maupun sosial budaya.
3. Memberikan
kesempatan kerja secara terpadu dalam melaksanakan kegiataan pelayanan
kesehatan khususnya di bidang Farmasi di Puskesmas.
4. Memperoleh
masukan dan umpan balik, guna memperbaiki dan mengembangkan serta meningkatkan
penyelenggaraan pendidikan Akademi Farmasi Samarinda untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
5.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mensosialisasikan diri pada lingkungan kerja yang sebenarnya.
C.
Manfaat Praktek Kerja Lapangan
1.
Memberikan pengetahuan kepada Mahasiswa
Akademi Farmasi Samarinda mengenai kegiatan kefarmasian khususnya di Puskesmas.
2. Untuk
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan secara langsung di
lapangan.
3.
Untuk mengetahui gambaran secara umum
kegiatan kefarmasian di Puskesmas dan dalam hal ini khususnya di Puskesmas
Karang Jati.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan Umum Puskesmas
1.
Definisi Puskesmas
Pusat
Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,
dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.
Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitik beratkan kepada
pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal,
tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Sekzers, 2009).
2.
Visi Puskesmas
Visi
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya
kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan sehat adalah
gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan perilaku sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara
adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Anonim, 1990).
3.
Misi Puskesmas
Misi
pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk mendukung tercapainya misi
pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut yaitu :
a. Menggerakan
pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah kerjanya
b. Mendorong
kemandirian yang sehat bagi keluarga dan masyarakat diwilayah kerjanya.
c. Memelihara
dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
diselengarakan.
d. Memelihara
dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta
lingkungannya (Anonim, 1990).
4.
Tujuan Puskesmas
Tujuan
kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya
tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang bertempat tinggal di wilayah kerja
puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka
mewujudkan Indonesia Sehat 2010 (Anonim, 1990).
5.
Pelayanan Kesehatan Menyeluruh
Pelayanan kesehatan
meliputi :
a. Kuratif
(Pengobatan)
b. Preventif
(Pencegahan)
c. Promotif
(Peningkatan)
d. Rehabilitatif
(Pemulihan) (Anonim, 1984).
6.
Kegiatan Pokok Puskesmas
Sesuai
dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda,maka kegiatan pokok
yang dapat dilaksanakan oleh sebuah puskesmas akan berbeda pula. Namun demikian
kegiatan pokok puskesmas harus dilaksanakan adalah sebagai berikut :
a. Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA)
b. Keluarga
Berencana (KB)
c. Usaha
Peningkatan Gizi (UPG)
d. Kesehatan
Lingkungan (KL)
e. Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M)
f. Pengobatan
Termasuk Pelayanan Darurat karena Kecelakaan
g. Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat (PKM)
h. Kesehatan
Kerja (KK)
i. Kesehatan
Sekolah (KS)
j. Kesehatan
Olahraga (KO)
k. Perawatan
Kesehatan Masyarakat (PKM)
l. Kesehatan
Gigi dan Mulut (KGM)
m. Kesehatan
Jiwa (KJ)
n. Kesehatan
Mata (KM)
o. Laboratorium
Sederhana
Pencatatan
dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan pelaksanaan kegiatan
pokok puskesmas diarahkan kepada keluarga. Dalam kata lain kegiatan pokok
puskesmas ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga (Anonim, 1984).
7.
Sejarah Perkembangan Puskesmas
Sejarah
dan perkembangan puskesmas di Indonesia mulai dari didirikannya berbagai
institusi kesehatan seperti balai pengobatan, balai kesejahteraan ibu dan anak,
serta diselenggarakannya berbagai upayaupaya kesehatan seperti usaha hygiene
dan sanitasi lingkungan yang masing-masing berjalan sendiri-sendiri.
Penggunaan
istilah puskesmas pertama kali dimuat pada Master Plan of Operation for
Strenghtening National Health Service in Indonesia tahun1969. Dalam dokumen
tersebut disebutkan puskesmas terdiri dari 3 tipe puskesmas (tipe A, tipe B,
tipe C). Kemudian dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional (RaKerKesNas) ke III
tahun 1970 menetapkan hanyaada satu tipe puskesmas dengan 6 kegiatan pokok.
Perkembangan selanjutnya lebih mengarah pada penambahan kegiatan pokok seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan pemerintah serta
keinginan program ditingkat pusat, sehingga kegiatan berkembang menjadi 18
kegiatan pokok, bahkan DKI Jakarta mengembangkan menjadi 21 kegiatan
pokok. Melalui RaKerKesNas tersebut timbul gagasan untuk menyatukan semua pelayanan
kesehatan tingkat pertama ke dalam suatu organisasi yang dipercaya dan diberi nama
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dan puskesmas waktu itu dibedakan
menjadi 4 macam:
a. Puskesmas
Tingkat Desa
b. Puskesmas
Tingkat Kecamatan
c. Puskesmas
Tingkat Kawedanan
d. Puskesmas
Tingkat Kabupaten
Pada
RaKerNas ke II 1969 pembagian puskesmas dibagi menjadi 3 kategori:
a. Puskesmas
Tipe A dipimpin oleh dokter secara penuh.
b. Puskesmas
Tipe B dipimpin oleh dokter secara tidak penuh.
c. Puskesmas
Tipe C dipimpin oleh paramedis (Sekzers, 2009).
B. Wilayah Kerja Puskesmas
Wilayah
kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.Faktor
kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur
lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas.
Puskesmas
harus bertanggung jawab untuk setiap masalah kesehatan diwilayah kerjanya
walaupun wilayah kerjanya itu mempunyai lokasi yang berkilo-kilo meter dari
puskesmas. Dengan azas inilah puskesmas dituntut untuk mengutamakan pencegahan
penyakit.Dengan demikian puskesmas dituntut secara aktif terjun kemasyarakat
dan bukan puskesmas menunggu kunjungan masyarakat saja.
Puskesmas
merupakan perangkat Pemerintah Daerah Kab/Kota, sehingga pembagian wilayah
kerja puskesmas ditetapkan oleh bupati atau walikota, dengan saran teknis dari
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah
puskesmas rata-rata 30.000 penduduk.Untuk perluasan jangkauan pelayanan
kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang
lebih sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu (PusBan) dan Puskesmas Keliling
(PusLing).
Dalam
perkembangannya, seiring dengan diberlakukannya UU Otonomi daerah yang lebih
mengedepankan desentralisasi, setiap daerah Kab/Kota mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan puskesmas sesuai Rencana Strategis (RenStra) Kesehatan Daerah dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) bidang kesehatan sesuai
situasi dan kondisi daerah Kab/Kota. Konsekuensinya adalah perubahan struktur
organisasi kesehatan serta tugas pokok dan fungsi yang menggambarkan lebih dominannya
aroma kepentingan daerah Kab/Kota, yang memungkinkan terjadinya perbedaan
penentuan skala prioritas upaya peningkatan pelayanan kesehatan di tiap daerah,
dengan syarat setiap kebijakan tetap mengacu kepada RenStra Kesehatan Nasional.
Disisi lain daerah Kab/Kota dituntut melakukan akselerasi disemua sektor penunjang
upaya pelayanan kesehatan (Anonim, 2010).
Bahan
pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas:
1.
Faktor kepadatan penduduk,
2.
Luas daerah,
3.
Keadaan geografik, dan
4.
Keadaan infrastruktur lainnya.
Khusus
untuk kota besar, wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan sedangkan
puskesmas di ibukota kecamatan merupakan puskesmas rujukanyang berfungsi sebagai
pusat rujukan puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungsi koordinasi.
Puskesmas
dalam mencapai cakupan pelayanan yang merata maka ia ditunjang oleh Puskesmas
Keliling, Puskesmas Pembantu, BKIA, Rumah Bersalin, Poliklinik-Poliklinik,
Dokter Praktik Swasta serta kegiatan kader kesehatan yang secara teknis berada
di bawah pengawasan dan pengaturan Puskesmas (Eli, 2008).
C. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Ada
lima nilai dasar dalam aspek pelayanan kesehatan yang sebaiknya selalu
dijunjung tinggi oleh para pegawai dan aparat kesehatan, dalam upaya memberdayakan
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Lima nilai dasar tersebut kami coba
ulas kembali berdasarkan pemahaman pengalaman kami dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, khususnya di wilayah kerja puskesmas (Sudayasa, 2009).
1.
Bertindak Cepat dan Tepat:
a. Cepat
mengambil keputusan dalam memberikan pelayanan atau tindakan kesehatan,
terhadap kasus atau masalah yang bisa bersifat mendadak (emergency)
maupun mendesak (urgency).
b. Tepat
dalam melaksanakan proses pelayanan kesehatan sesuai Prosedur Tetap (ProTap)
atau Standar Operasional Prosedural (SOP) yang telah ditentukan.
2.
Berpihak kepada Masyarakat:
a. Masyarakat
sebagai subyek pelayanan, berhak menentukan jenis pelayanan kesehatan yang
terbaik sesuai masalah yang dihadapinya.
b. Masyarakat
sebagai obyek pelayanan, wajib diberikan pelayanan kesehatan yang bermutu agar
mencapai derajat kesehatan yang optimal.
3.
Menegakkan Keadilan:
a. Disiplin
Kerja: menegakkan semangat kerja dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat atau sasaran pelayanaan.
b. Disiplin
Administrasi: melakukan pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan pelayanan
secara tertib, teratur, terarah, terbuka dan terukur.
4.
Menunjukkan Transparansi:
a. Menunjukkan
keterbukaan pelayanan, dengan aturan kerja yang jelas, ringkas, dan tuntas,
sehingga bisa dipahami oleh sasaran pelayanan.
b. Menunjukkan
keterbukaan anggaran, sesuai tata hukum, dan peraturan yang berlaku dalam
lingkup pelayanan kesehatan.
5.
Mewujudkan Akuntabilitas:
a. Hasil
kegiatan pelayanan diarahkan secara bertanggung jawab terhadap institusi
internal didalam lingkup pelayanan kesehatan dan kepada institusi eksternal
diluar lingkungan pelayanan kesehatan.
b. Tanggung
jawab terhadap masyarakat, sangat penting sekali karena menyangkut upaya
peningkatan pemberdayaan derajat kesehatan masyarakat secara holistik.
D.
Fungsi dan Peranan Puskesmas
1.
Fungsi Puskesmas
a. Sebagai
Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Sebagai
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas merupakan
sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan pelayanan
kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata.Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
adalah pelayanan kesehatan dasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat dan sangat strategis.
b. Sebagai
Pusat Pengerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Sebagai
pusat pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan puskesmas harus secara
pro-aktif menjalin kemitraan dengan bidang pembangunan lain di tingkat
kecamatan melalui pertemuan-pertemuan koordinasi yang membahas situasi dalam
upaya peningkatan kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat masyarakat.
c. Sebagai
Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Dalam Pembangunan Kesehatan
Sebagai
pusat pemberdayaan masyarakat, puskesmas diharapkan bisa secara pro-aktif
menjangkau keluarga, sehingga bisa menjaga keluarga sehat tetap sehat dan
keluarga yang lain bisa sembuh (Effendy, 1997).
2.
Peranan Puskesmas
Sebagai
lembaga kesehatan yang menjangkau masyarakat diwilayah terkecil dalam hal
pengorganisasian masyarakat serta peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan
kesehatan secara mandiri (Anonim, 2011).
E.
Kedudukan Puskesmas
Kedudukan
puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem Kesehatan Nasional
(SKN), Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota, Sistem Pemerintah Daerah dan Antar
Sarana Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Adapun penjelasannya
sebagai berikut :
1.
Sistem Kesehatan Nasional.
Sebagai
sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya.
2.
Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota.
Sebagai
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota di wilayah
kerjanya.
3.
Sistem Pemerintah Daerah.
Sebagai
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang merupakan unit
struktural pemerintah daerah kabupaten/kota bidang kesehatan ditingkat
kecamatan.
4.
Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata
Pertama
Wilayah
kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan strata pertama
yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktek dokter,
praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat.
Kedudukan puskesmas diantara berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama
ini adalah sebagai mitra (Anonim, 2010).
F.
Organisasi Puskesmas
Penyusunan
struktur organisasi Puskesmas di satu Kabupaten atau Kota dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan
daerah (Anonim, 2009).
1.
Kepala Puskesmas
2.
Unit Tata Usaha yang bertanggung jawab
membantu kepala puskesmas dalam pengelolaan:
a. Data
dan Informasi
b. Perencanaan
dan Penilaian
c. Keuangan
d. Umum
dan Kepegawaian
3.
Unit Pelaksana Teknis Fungsional
Puskesmas:
a. Upaya
kesehatan masyarakat termasuk pembinaan terhadap UKBM (Upaya Kesehatan
Bersumber Daya Masyarakat)
b. Upaya
Kesehatan Perorangan
c. Jaringan
Pelayanan Puskesmas
d. Unit
Puskesmas Pembantu
e. Unit
Puskesmas Keliling
f. Unit
Bidan di Desa atau Komunitas
G.
Program Pokok Puskesmas
1.
Pelayanan resep
Resep
adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (KepMenKes No. 1332 Tahun
2002).
Permenkes
No. 26 Tahun 1981 Pasal 10 menyebutkan “Resep harus ditulis dengan jelas dan
lengkap” selain itu dalam KepMenKes No. 280 Tahun 1981 Pasal 2, resep harus
memuat juga:
a. Nama,
alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan.
b. Tanggal
penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat.
c. Tanda
R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
d. Tanda
tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
e. Jenis
hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.
f. Tanda
seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi
dosis maksimal.
Pada Pasal 3 disebutkan bahwa:
a. Resep
dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan.
b. Resep
yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri sesuai dengan ketentuan
perturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada Pasal 4 tertulis:
a. Untuk
penderita yang melakukan pengobatan segera dokter dapat memberi tanda “Segera”,
”Cito”, ”Statim”, atau ”Urgent” pada bagian atas kanan resep.
b. Apoteker
harus mendahulukan pelayanan resep dimaksud Ayat 1 pasalini.
Pasal
5 menyebutkan bahwa: apoteker tidak tidak dibenarkan mengulangi penyerahan obat
atas dasar resep yang sama apabila:
a. Pada
resep aslinya diberi tanda “n.i”, ”Ne Iteratur” atau ”Tidak Boleh Diulang”.
b. Resep
aslinya mengandung narkotika atau obat lain yang oleh menteri c.q Direktur
Jendral ditetapkan sebagai obat yang tidak boleh diulang tanpa resep baru
(Hartini, 2007).
Menurut
KepMenKes No. 1027 Tahun 2004, Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi:
a. Skrining
resep
1) Persyaratan
Administrasi:
a) Nama,
SIP, dan alamat dokter.
b) Tanggal
penulisan resep.
c) Tanda
tangan/paraf dokter penulis resep.
d) Nama,
alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
e) Nama
obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta.
f) Cara
pemakaian yang jelas.
g) Informasi
lainnya.
2) Kesesuaian
Farmasetik
Bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3) Pertimbangan
Klinis
Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep
hendaknya dikonsultasikan dengan dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan
dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan
Menurut
KepMenKes No. 1027 Tahun 2004, langkah-langkah penyiapan obat yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Peracikan
Merupakan
kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada
wadah. Dalam melaksanakan peracikan, obat harus dibuat sesuai prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2) Etiket
Etiket
harus jelas dan dapat dibaca. Menurut KepMenKes No. 280 Tahun 1981 pasal 11:
a) Obat
yang diserahkan atas dasar resep, harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih
untuk obat dalam dan warna biru untuk obat luar.
b) Pada
etiket, harus dicantumkan:
(1)
Nama dan alamat apotek.
(2) Nama dan nomor surat izin pengelolaan apotek
apoteker pengelola apotek.
(3)
Nomor dan tanggal pembuatan.
(4)
Nama pasien.
(5)
Aturan pemakaian.
(6)
Tanda lain yang diperlukan, misalnya:
“Kocok Dulu”, “Tidak Boleh Diulang Tanpa Resep Dokter” dan sebagainya.
3) Kemasan
Obat yang Diberikan
Obat
hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga
kualitasnya.
4) Penyerahan
Obat
Sebelum
obat diserahkan pada pasien yang harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker
disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga
kesehatan.
5) Informasi
Obat
Apoteker
harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya
meliputi: Cara Pemakaian Obat, Cara Penyimpanan Obat, Jangka Waktu Pengobatan,
Aktivitas serta Makanan dan Minuman yang Harus Dihindari Selama Terapi.
2.
Promosi dan Edukasi
Akhir-akhir
ini peredaran obat-obat tanpa resep memungkinkan seorang individu mencoba
mengatasi masalah mediknya dengan cepat, ekonomis, dan nyaman tanpa perlu mengunjungi
seorang dokter. Padahal penggunaan obat-obat tanpa resep informasi dietiket
larangan dan pembatasan tertentu. Meskipun peringatan telah dicantumkan pada
etiket obat-obat tersebut, peng-etiket-an itu sendiri kadang tidak memadai, sehingga
pasien tetap memerlukan bantuan dalam menyeleksi dan menggunakan obat-obat
tanpa resep secara tepat. Penggunaan obat tanpa resep yang tidak tepat dapat
mengakibatkan peningkatan biaya danpenyakit pasien menjadi lebih serius.
Keberadaan
Apoteker di apotek memberikan perbedaan pada pelayanan obat tanpa resep
dibandingkan dengan toko atau swalayan lainyang juga melayani pembelian obat.
Untuk melayani pasien, seorang Apoteker harus bisa menunjukkan manfaat dari
setiap petunjuk yang diberikan terutama dalam menyeleksi dan memantau
pengobatan dengan obat tanpa resep adalah perlu untuk meningkatkan pemahaman
pasien tentang pentingnya berkonsultasi dengan apoteker, bukan saja ketika mempertimbangkan
suatu obat pertama kali, melainkan juga ketika membuat pembelian berikutnya.
Edukasi
pasien harus dipisahkan dari informasi pasien karena yang pertama berhubungan dengan
suatu tingkat dari modifikasi perilaku dan yang terakhir denagan sedikit
perubahan dalam keputusan atau hasil terapi.Apoteker yang efektif harus mampu memotifasi
pasien untuk belajar melakukan bagian yang aktif dalam regiman terapinya.Secara
historis, profesional kesehatan terutama melakukan diagnosis guna memastikan ketaatan
pada regimen yang ditulis.
Menurut
Kepmenkes No. 1027 Tahun 2004, Apoteker harus memberikan konseling mengenai kesediaan
farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalah
gunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau pembekalan kesehatan lainnya.
Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, asma, dan
penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan
(Hartini, 2007).
3.
Pelayanan Residensial (Home Care)
Menurut
KepMenKes No.1027 Tahun 2004, Apoteker sebagai Care Giver diharapkan
juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yangbersifat kunjungan rumah,
khususnya kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
Untuk aktifitas ini apoteker harusmembantu catatan berupa catatan pengobatan
yang disebut Medication Record (Hartini, 2007).
4.
Pelayanan Obat Tanpa Resep
Pelayanan
obat tanpa resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan
pengobatan sendiri, dikenal dengan Swamedikasi (Purwanti, 2004).Swamedikasi
adalah mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang
dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat
dokter (Indriyanti, 2009). Dengan kata lain, pasien datang dengan keluhan
gejala atau meminta suatu produk tanpa resep dari dokter. Obat-obat yang dapat
digunakan untuk swamedikasi/tanpa resep meliputi Obat Wajib Apotek (OWA), Obat Bebas
Terbatas (OBT), dan Obat Bebas (OB) (Purwanti, 2004).Tahapan pelayanan obat
tanpa resep meliputi Patient Assessment, Penentuan Rekomendasi, dan
Pemberian Informasi Obat Maupun Non-Obat.
a. Patient
Assessment
Patient
Assessment penting untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan
identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi.Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pengambilan tindakan oleh apoteker selama konseling yang
dijadikan referensi untuk rekomendasi adalah sejarah pengobatan, obat untuk
siapa, umur pasien, penyebab sakit, durasi sakit, lokasi sakit, gejala sakit,
pengobatan lain yang sedang digunakan, obat sejenis lainnya yang digunakan,
alergi obat, apakah pernah terjadi sakit seperti sebelumnya, gejala lain, dan
apakah sudah ke dokter (Chua, 2006).
b. Rekomendasi
Apoteker
bisa merekomendasikan suatu obat untuk meringankangejala sakitnya dengan mencoba
menentukan penyebab sakitnya sehingga dapat mencegah terjadinya sakit kembali
dan juga bisa menyarankan pada perubahan pola hidup/non-farmakologi yang penting
dalam mengatasi sakitnya. Apoteker menyarankan pasien pergi ke dokter jika
pasien tersebut kondisinya berat atau parah (Chua, 2006).
c. Informasi
Obat dan Non-Obat
1) Informasi
Obat
Pemberian
informasi adalah untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring
penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya
Kesalahan Pengobatan/Medication Error (Pemerintah RI, 2009). Informasi yang
perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas
atau obat bebas terbatas antara lain (Depkes RI, 2006):
a) Khasiat
Obat
Apoteker perlu menerangkan dengan jelas
apakhasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak denganindikasi atau
gangguan kesehatan yang dialami pasien.
b) Kontra-Indikasi
Pasien juga perlu diberi tahu dengan
jelaskontra-indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika
memiliki kontra-indikasi dimaksud.
c) Efek
Samping dan Cara Mengatasinya
Pasien juga perlu diberi informasi tentang
efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk
menghindari atau mengatasinya.
d) Cara
Pemakaian
Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas
kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup,
dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
e) Dosis
Sesuai dengan kondisi kesehatan pasien,
apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan olehprodusen
(sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera dietiket) atau dapat menyarankan
dosis lain sesuai denganpengetahuan yang dimilikinya.
f) Waktu
Pemakaian
Waktu pemakaian juga harusdiinformasikan
dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelumatau sesudah makan atau saat akan
tidur.
g) Lama
Penggunaan
Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan
kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena
penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.
h) Hal
yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut,misalnya pantangan makanan
atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
i) Hal
apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.
j) Cara
penyimpanan obat yang baik.
k) Cara
memperlakukan obat yang masih tersisa.
l) Cara
membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak.
2) Informasi
Non-Obat
Misalnya,
informasi non-obat yang perlu disampaikan apoteker kepada pasien diare antara
lain (Depkes, 2006):
a) Minum
banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari alkohol, kopi/teh, dan
susu.
b) Hindari
makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa (bubur, roti, pisang)
selama 1-2 hari.
c) Minum
cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam.
d) Cucilah
tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan
(diare karena infeksi bakteri/virus bisa menular).
e) Tutuplah
makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat,kecoa, dan tikus.
f) Simpanlah
secara terpisah makanan mentah dan yang matang, simpanlah sisa makanan di dalam
kulkas.
g) Gunakan
air bersih untuk memasak.
h) Air
minum harus direbus terlebih dahulu.
i) Buang
air besar pada jamban.
j) Jaga
kebersihan lingkungan.
k) Bila
diare berlanjut lebih dari dua hari, bila terjadi dehidrasi, kotoran berdarah,
atau terus-menerus kejang perut periksakan ke dokter.
BAB
III
KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
A.
Data Umum Puskesmas Karang Jati
1.
Lokasi dan Bangunan
Puskesmas
Karang Jati terletak di jalan Sultan Alauddin, RT. 01, No. 39, kelurahan Karang
Jati, kecamatan Balikpapan Tengah. Mempunyai luas bangunan 1405 m2
dan luas tanah 2.200 m2.
2.
Wilayah
Puskesmas
Karang Jati adalah salah satu Puskesmas perkotaan (ditinjau dari segi
geografis) yang berada di Kota Balikpapan Tengah, mempunyai luas wilayah
371.175 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
· Sebelah Utara :
Kelurahan Margasari.
· Sebelah Selatan :Kelurahan
Mekarsari.
· Sebelah Timur :
Kelurahan Karang Rejo.
· Sebelah Barat :
Kelurahan Prapatan.
3.
Visi dan Misi
a. Visi
Visi
Puskesmas Karang Jati adalah: “Terwujudnya pelayanan kesehatan dasar yang ramah
bermutu, professional dan partisipatif. Pelaksanaan pelayanan kesehatan dasar
diatas harus memiliki ketegasan pelayanan yang berempati kepada pasien,
bertindak cepat dan tepat. Kerja sama tim yang solid, dan berintegrasi guna
tercapai pelayanan prima yang mengarah kepada pembangunan masyarakat mandiri
yang hidup sehat”.
b. Misi
Misi Puskesmas Karang
Jati adalah:
1) Mewujudkan
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau dalam bentuk promotif,
preventif, dan kuratif.
2) Mendorong
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3) Memelihara
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan.
4) Mengutamakan
pelayanan dengan motto “BERSINAR”.
4.
Motto
Motto Puskesmas Karang
Jati adalah “BERSINAR”:
a. Bersih
Puskesmas mempelopori peran serta
masyarakat sekitar dibidang kebersihan.
b. Indah
Keindahan lingkungan dibina dan dijaga
sesuai dengan peraturan pemerintah Kota.
c. Nyaman
Sesuai sekeliling Puskesmas Karang Jati
Bersih, Sehat, dan Indah akan Nyaman Lingkungan untuk di tempati.
d. Ramah
Pembinaan dan menjaga karakter pegawai
Puskesmas terhadap lingkungan sekitarnya agar selalu terbina hubungan
silaturahim yang baik antar sesama.
5.
Manajemen Mutu
Puskesmas
Karang Jati merupakan salah satu Puskesmas di Kota Balikpapan yang dituntut
untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan melalui perbaikan sistem manajemen
mutu dengan standarisasi ISO 9001-2008 yang telah ditetapkan dan diterapkan
sejak bulan April 2008. Manajemen mutu adalah sistem manajemen yang diterapkan
untuk memastikan bahwa Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan sehingga dapat menjamin kepuasan pasien.
Untuk mendukung penerapan standarisasi ISO 9001-2008, maka dibuatlah Kebijakan
Mutu Puskesmas Karang Jati, yakni :
a. Meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan sesuai Standar Nasional dan Internasional.
b. Meningkatkan
pengelolaan Puskesmas secara profesional dan inovasi untuk menigkatkan daya
saing.
c. Melakukan
upaya perbaikan terus menerus.
6.
Sarana dan Prasarana
Sarana
dan Prasarana yang dimiliki oleh Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati untuk
memenuhi kualitas pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut :
a. Papan
nama “Ruang Obat” atau “Unit Farmasi” yang dapat terlihat jelas oleh pasien.
b. Ruang
tunggu yang nyaman bagi pasien.
c. Peralatan
penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain mortir stamper, gelas ukur, rak
alat-alat, dan lain-lain.
d. Tersedia
tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat dalam upaya penyuluhan pasien,
misalnya brosur obat, leaflet obat, tempat untuk memasang poster.
e. Tersedia
sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan informasi
obat. Antaralain Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), MIMS, dan Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN).
f. Tersedia
tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai.
g. Ruang
obat dengan suhu ruang yang terkontrol. Hal ini untuk memastikan kestabilan
obat.
h. Tempat
penyimpanan obat khusus seperti lemari pendingin dengan suhu terkontrol untuk
supositoria, serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan psikotropika
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
i. Tersedia
kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau komputer, dengan software
pendukung SIMO (Sistem Informasi Manajemen Obat) agar pemasukan dan pengeluaran
obat dapat dipantau dengan baik.
j. Tempat
penyerahan obat, yang memungkinkan untuk melakukan pelayanan informasi obat.
k. Tersedia
Ruang Konseling bagi pasien yang menginginkan konsultasi obat dengan tenaga
farmasi.
7.
Sumber Daya Manusia
a. Jumlah
petugas di Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati
Unit
Farmasi Puskesmas Karang Jati memiliki petugas sebanyak 1 orang Tenaga Teknis Kefarmasian dan 1 orang
petugas naban yang membantu kegiatan di apotik.
b. Jam
kerja di Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati
Jam
kerja di Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati yakni dimulai 07.30 - 14.30 WITA.
B.
Struktur Organisasi
Puskesmas
Karang Jati dipimpin oleh seorang Pimpinan Puskesmas yakni drg. Delima, yang
membawahi divisi Rawat Jalan serta divisi Penunjang yakni Laboratorium dan
Apotek atau Unit Farmasi. Dalam pelaksanaannya, Pimpinan Puskesmas dibantu oleh
Unit Tata Usaha yang bertanggung jawab dalam pengelolaan data dan informasi,
perencanaan dan penilaian, keuangan, serta pengelolaan umum dan kepegawaian. Lebih
lengkapnya struktur organisasi Puskesmas Karang Jati dapat dilihat di lampiran.
C.
Kegiatan Pengelolaan Obat di Puskesmas Karang Jati
Pengelolaan
obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek perencanaan,
pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat yang dikelola secara optimal
untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis perbekalan farmasi dan
alat kesehatan, dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia seperti tenaga,
dana, sarana dan perangkat lunak (metoda dan tata laksana) dalam upaya mencapai
tujuan yang ditetapkan diberbagai tingkat unit kerja (Anonim, 2001). Tujuan
pengelolaan obat di puskesmas adalah terlaksananya optimalisasi penggunaan obat
melalui peningkatan efektifitas dan efesiensi pengelolaan obat dan penggunaan
obat secara tepat dan rasional (Anonim, 2012).
Pengelolaan
obat dan perbekalan kesehatan di Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati menggunakan
sistem dropping. Dimana obat dan perbekalan kesehatan diperoleh dari
Instalasi Farmasi Kota. Pengelolaan ini dilakukan dan sepenuhnya adalah
tanggung jawab dari Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati.
1.
Perencanaan
Unit
Farmasi Puskesmas Karang Jati melakukan perencanaan pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan minimal 1 (satu) bulan sekali dengan cara menetapkan jenis dan jumlah
obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk
program kesehatan yang telah ditetapkan. Perencanaan ini dilakukan dengan
metode konsumsi dengan penyesuaian. Tujuan perencanaan ini untuk menyusun
kebutuhan obat yang tepat dan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya
kekurangan atau kelebihan persediaan farmasi serta meningkatkan penggunaan persediaan
farmasi secara efektif dan efisien.
Adapun
data yang diperlukan untuk membuat perencanaan ini yakni, pemakaian obat
periode sebelumnya, program kesehatan yang telah ditetapkan, sisa stok yang ada,
dan pola penyakit periode sebelum yang diperkirakan akan timbul di periode
mendatang.
Jenis
dan jumlah obat yang telah ditetapkan kemudian diisikan ke kolom permintaan
pada LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) yang kemudian dijadikan
acuan permintaan barang ke Instalasi Farmasi Kota.
2.
Pengadaan
Pengadaan
obat dan perbekalan kesehatan di Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati berasal
dari usulan permintaan obat dari Unit Farmasi Puskesmas ke Instalasi Farmasi
Kota (Sistem Satu Pintu). Dengan adanya sistem dropping, maka pihak Unit
Farmasi Puskesmas tidak dibebani oleh biaya pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan dari Instalasi Farmasi Kota.Tujuan dari pengadaan ini agar
tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dengan mutu yang tinggi dan
dapat diperoleh pada jangka waktu yang tepat.
Obat
yang diadakan di Puskesmas Karang Jati adalah obat generik esensial yang jenis
dan itemnya merujuk pada DOEN. Selain itu sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan No.085/1989 tentang kewajiban menuliskan resep generik dan atau
menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, maka
hanya obat generik yang diperkenankan tersedia di puskesmas. Dengan dasar pertimbangan:
a. Obat
generik mempunyai mutu, efikasi yang memenuhi standar pengobatan.
b. Meningkatkan
cakupan pelayanan kesehatan publik.
c. Menjaga
kelangsungan pelayanan publik.
d. Meningkatkan
efektifitas dan efisiensi alokasi dana obat pelayanan kesehatan publik.
3.
Penerimaan dan Penyimpanan
Obat
dan perbekalan kesehatan yang datang dari Instalasi Farmasi Kota diterima oleh
petugas apotek yang kemudian melakukan pengecekan atas kesesuaian obat dan perbekalan
kesehatan yang datang dengan pesanan atau permintaan yang telah diajukan, serta
melakukan pengecekan atas keadaan fisik (rusak atau tidak) dan tanggal
kadaluarsa. Kemudian obat dan perbekalan kesehatan tersebut dicatat dan
dibukukan pada buku penerimaan obat atau kartu stok. Proses penerimaan diakhiri
dengan dimasukkannya data obat dan perbekalan kesehatan yang telah diterima ke
daftar obat masuk pada software SIMO.
Di
Puskesmas Karang Jati obat-obat yang masuk seluruhnya disimpan di gudang
obat.Penyimpanan obat ini dilakukan untuk mengamankan obat agar aman (tidak
hilang), tidak mengalami kerusakan fisik maupun kimia sehingga mutu obat selalu
terjamin. Dalam penyimpanan obat petugas memastikan tempat penyimpanan obat
kering dan tidak lembab. Memastikan ruangan yang digunakan untuk penyimpanan
mempunyai pintu yang dilengkapi kunci. Penyimpanan obat dan perbekalan
kesehatan di Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati dilakukan berdasarkan sistem
berikut :
a. Obat
mempunyai bentuk sediaan yang berbeda-beda, seperti sirup, tablet, injeksi,
salep atau krim. Dalam sistem ini, obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya.
Selanjutnya dipakai metode yang lebih rinci (point b).
b. Obat
disimpan berdasarkan urutan alfabet namanya.
c. Serta
pengaturan obat secara sistem First In First Out (FIFO) dan First
Expired First Out (FEFO).
Beberapa
obat perlu disimpan pada tempat khusus untuk memudahkan pengawasan, yaitu obat
golongan psikotropika masing-masing disimpan dalam lemari khusus dan terkunci
serta obat-obat seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu terkontrol untuk menjamin stabilitas sediaan.
4.
Pendistribusian
Tujuannya
dari pendistribusian ini adalah terjaminnya mutu dan keabsahan obat serta
ketepatan, kerasionalan dan efisiensi penggunaan obat.Ada dua macam
pendistribusian yang dilakukan oleh Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati, yakni:
a. Pendistribusian
atau Pelayanan Resep
Dengan
adanya sistem dropping, maka pasien tidak dipungut biaya atas resepnya.
Resep yang dilayani ada 4 (empat) kelompok yakni, resep umum, usila (usia
lanjut), gakin (keluarga miskin), dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).
Pelayanan
resep di Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati dilakukan sebagai berikut:
1) Penerimaan
Resep
Setelah
menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Pemeriksaan
kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter, nomor surat izin praktek
(SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan resep, nama
obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien, dan umur pasien. Pemeriksaan
kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi,cara dan lama
penggunaan obat.
b) Pertimbangkan
klinik, seperti kesesuaian dosis.
c) Konsultasikan
dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya tidak tersedia
2) Peracikan
Obat
Setelah memeriksa resep,
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Pengambilan
obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan, dengan memperhatikan nama obat,
tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
b) Peracikan
obat
c) Pemberian
etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untuk obat luar,
serta menggunakan etiket\dengan tambahan label “kocok dahulu” pada
sediaan obat dalam bentuk sirup.
d) Memasukkan
obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk
menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah.
3) Penyerahan
Obat
Setelah peracikan obat,
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Sebelum
obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai
penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat.
Penyerahan obat dalam bentuk sediaan cairan oral diberikan pula sendok takar. Hal
ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan dalam penggunaan obat (kurang
tepatnya dosis).
b) Penyerahan
obat kepada pasien dilakukan dengan cara yang baik dan sopan, mengingat pasien
dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang stabil.
c) Memastikan
bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
d) Memberikan
informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat tersebut,
antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan
efek samping, cara penyimpanan obat, dll.
b. Pendistribusian
ke Poli
Pendistribusian
perbekalan kesehatan ke poli-poli dilakukan dengan cara koordinator
masing-masing poli membuat permintaan perbekalan farmasi, lalu Unit Farmasi menyediakan
sesuai dengan permintaan poli-poli tersebut, kemudian dilakukan penyerahan
perbekalan kesehatan ke poli-poli.
5.
Pengendalian
Pengendalian
yang dilakukan oleh Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati meliputi :
a. Pengendalian
ketersediaan obat
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
kelebihan maupun kekurangan barang. Pengendalian ini dilakukan dengan cara
membuat laporan sederhana mengenai sisa persediaan yang masih ada setiap 1
(satu) bulan sekali yang kemudian disampaikan ke poli-poli agar dapat disesuaikan
antara pola peresepan dan stok yang ada.
b. Pengendalian
penggunaan
Bertujuan
untuk menjaga kualitas pelayanan dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana
obat.
c. Pengendalian
akan obat dan perbekalan kesehatan yang hampir atau sudah mendekati tanggal
kadaluarsa
Obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati
tanggal kadaluarsa ditempatkan terpisah dengan obat yang lain untuk kemudian
dicarikan jalan keluarnya, misalnya dengan cara dihabiskan hingga batas waktu
kadaluarsanya, dengan berkoordinasi dengan dokter penulis resep. Untuk Obat dan perbekalan kesehatan yang tidak
habis hingga tanggal kadaluarsanya, kemudian diinventarisir, lalu diusulkan pemusnahannya
ke DKK dengan pembuatan Berita Acara Pemusnahan Obat dan Perbekalan Kesehatan.
d. Pengendalian
akan obat dan perbekalan kesehatan yang rusak
Obat dan perbekalan kesehatan yang rusak yakni
tak bisa digunakan lagi karena adanya kerusakan yang biasa ditandai dengan
perubahan fisik, dilakukan pemisahan/penyisihan dari obat dan perbekalan
kesehatan yang masih dapat digunakan, sehingga hal ini dapat mempermudah pencarian
apabila ada pemeriksaan dari DKK atau instansi lainnya (BPK)
6.
Pencatatan
Pencatatan
yang dilakukan oleh Unit Farmasi Puskesmas obat dan perbekalan kesehatan yang
rusak meliputi semua tahap pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, yaitu:
a. Setiap
obat yang diterima dan yang dikeluarkan dicatat di dalam kartu stok dan
software SIMO.
b. Catatan
harian penggunaan obat, dimana penggunaan berdasarkan resep dipisahkan antara
resep umum, resep gakin, dan resep BPJS serta dimasukkan dalam software SIMO. Setiap
penggunaan obat psikotropika, data penggunaan (meliputi\tanggal resep, nama
pasien, dan jumlah pemakaian) dicatat di daftar pemakaian obat psikotropika. Pencatatan
atas obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan/atau kadaluarsa dilakukan
secara periodik.
c. LPLPO
berdasarkan pada:
a) Kartu
stok obat
b) Catatan
harian penggunaan obat
7.
Pelaporan
Pelaporan
yang dilakukan oleh Unit Farmasi Puskesmas meliputi :
a. LPLPO
(stok
awal obat, penerimaan, pengeluaran, stok akhir, permintaan bulan berikutnya)
1) Satu
rangkap diberikan ke Instalasi Farmasi Kota untuk diisi jumlah yang diserahkan,
yang kemudian akan digunakan sebagai data pelaporan Instalasi Farmasi Kota ke
Dinas Kesehatan Kota.
2) Satu
rangkap untuk arsip Unit Farmasi Puskesmas. Pelaporan LPLPO dilakukan secara
periodik, setiap awal bulan.
b. Laporan
Psikotropik
Laporan penggunaan psikotropika yang dibuat 3 rangkap,
dan ditandatangani oleh Pimpinan Puskesmas dengan mencantumkan nama jelas dan
stempel Puskesmas, kemudian dikirimkan atau ditujukan kepada Dinas Kesehatan
Kota Balikpapan (UP. Kasie Farmasi). Sedangkan 2 rangkap yang lain digunakan
sebagai:
1) Arsip Instalasi
Farmasi Kota
2) Arsip
Unit Farmasi Puskesmas Karang Jati
Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap
awal bulan sebelum tanggal 10.
c. Laporan
monitoring
peresepan (diare, isna, myalgia) dibuat 2 rangkap di tujukan ke DKK dan untuk
arsip Puskesmas Karang Jati.
d. Laporan
pemusnahan resep-resep secara periodik yakni setiap 3 tahun dengan membuat
usulan pemusnahan ke DKK.
e. Laporan
penggunaan obat generik (dibuat 2 rangkap, dikirim ke DKK dan untuk arsip
Puskesmas )
f. Laporan
pelayanan kefarmasian (dibuat 2 rangkap, dikirim ke DKK dan arsip Puskesmas
Karang Jati).
g. Laporan
stok opname yang dilakukan berkala setiap 1 (satu) bulan sekali.
h. Laporan
kegiatan unit farmasi yang kemudian akan dipresentasikan pada Mini Lokakarya
(Minilok) Puskesmas yang secara umum diadakan setiap 1 (satu) bulan sekali.
8.
Monitoring dan
Evaluasi
Kegiatan
monitoring dan evaluasi dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan hasil
terbaik. Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan Unit Farmasi Puskesmas
Karang Jati meliputi :
a. Aspek
Pelayanan Kefarmasian
Untuk
memantau perkembangan pasien dalam penggunaan obat, dilakukan program home care
dan melaksanakan Pelayanan Informasi Obat.
b. Aspek
Manajemen Mutu
Untuk
memantau kesesuaian antara prosedur kerja dan instruksi kerja dengan kondisi
nyata, dibentuklah tim audit internal yang beranggotakan koordinator masing-masing
unit dan divisi yang ada di Puskesmas Karang Jati. Tim ini akan melakukan
pemantauan tiap 3 (tiga) bulan sekali. Hasil temuan akan dibahas dan dievaluasi
pada Minilok Puskesmas untuk mencari langkah-langkah perbaikan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
Praktek Kerja Lapangan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Sistem pengelolaan obat yang dilakukan di
Puskesmas Karang Jati yakni sistem dropping, dimana pengelolaan tersebut telah sesuai
prosedur meliputi perencanaan, pengadaan/permintaan, penerimaan dan penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, serta monitoring dan
evaluasi.
2.
Pelayanan resep Puskesmas Karang Jati
terdiri dari resep umum, gakin, usila, dan BPJS.
3.
Pengadaan obat di Puskesmas Karang Jati
berasal dari IFK sesuai dengan permintaan yang tercantum dalam LPLPO.
B.
Saran
1.
Perlu diadakan perluasan tempat
penyimpanan obat sehingga tidak menyulitkan dalam penyusunan dan pengaturan
obat-obatan..
2. Diharapkan
resep dibedakan berdasarkan tiap jenis pelayanannya, diantaranya resep umum,
resep gakin, dan resep BPJS, sehingga hal ini dapat memudahkan dalam membedakan
golongan pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 1984. Pedoman
Kerja Puskesmas. Jilid 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim. 1990. Pedoman
Kerja Puskesmas. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim. 2011.
http://simpuskesmas.wordpress.com/2011/09/15/fungsi peranpuskesmas/. Diakses tanggal 17 Februari 2013.
Anonim. 2012. http://4higea.blogspot.com/2011/02/pengelolaan-obat.html. Diakses
tanggal 20 Februari 2013.
Chua, S.S., Ramachandran, C.D., dan Paraidathathu, T.T., 2006.
Response of community pharmacists to the presentation of back pain : a
simulated patient study. The International Journal of Pharmacy Practice,
p. 171- 178.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Penggunaan
Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta.
Effendy, Narul. 1997.
Dasar- Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Buku kedokteranEGC.Jakarta
Eli. 2008. http://semangateli.blogspot.com/2008/06/rumah-sakit-dan
puskesmas.html. Diakses tanggal 17 Februari 2013.
Hartini,
Yustina Sri dkk. 2007. Apotek Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah Dan Ulasan Permenkes Tentang
Apotek Rakyat. USD. Jakarta.
Indriyanti,
2009.Hubungan Pengetahuan Orang Tua Dengan Tindakan Swamedikasi Batuk Pada
Anak Balitanya Di Wilayah Wonogiri,http://etd.eprints.ums.ac.id/5835/, 13
Nopember 2010
Pemerintah
Republik Indonesia. 2009a. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta.
Purwanti,
A., Harianto, dan Supardi S., 2004. Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan
Farmasi di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003.Majalah Ilmu Kefarmasian, No.
2, Vol. 1, p. 102-115.
Sekzers. 2009. http://www.scribd.com/sekzers/d/56698496/19-Wilayah-kerja puskesmas .Diakses
tanggal 20 Februari 2013.
Sudayasa, Putu. 2009. http://www.puskel.com/hakikat-5-nilai-dasar-pelayanan
kesehatan puskesmas/.
Diakses tanggal 20 Februari 2013
0 komentar:
Posting Komentar