LAPORAN
PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI II
METODE REFLUKS
Dosen
Pembimbing :
Anita
Apriliana, S.Si., M.Pharm., Apt
AKADEMI
FARMASI SAMARINDA
LABORATORIUM
TERPADU II
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Indonesia telah
lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya
untuk mengatasi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat
berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.Salah satu tanaman obat
yang ada di Indonesia adalah Sirsak (Annona muricata L.). Sirsak
merupakan tumbuhan dengan berbagai macam manfaat bagi kesehatan baik daging
buah, daun maupun bijinya memiliki kandungan kimia yang bermanfaat untuk
pengobatan, antara lain sebagai antibakteri,antivirus, antioksidan, anti jamur,
anti parasit,antihipertensi, anti stres, dan menyehatkan sistem saraf. Daging
buahnya mengandung serat dan vitamin, kandungan zat gizi terbanyak dalam buah
sirsak adalah karbohidrat. Daunnya
mengandung senyawa tanin, fitosterol, kalsium oksalat, alkaloid murisin,
monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B,gigantetrosin A,
annonasin-10-one, murikatosinA dan B, annonasin dan goniotalamisin.Penggunaanya
di masyarakat yaitu dengan merebus daunnya kemudian hasil rebusan diminum
(Suranto, 2011).
Oleh karena itu
pada praktikum farmakognosi II ini kami menggunakan simplisia daun sirsak (Annona muricata L.) karena terdapat
kandungan senyawa seperti alkaloid, flavonoid, tanin, tretirpinoid, yang berguna
bagi kesehatan,selain itu penggunaan
metode ekstraksi Refluks dapat diaplikasikan dengan sampel yang kasar dan tahan
pemanasan langsung seperti simplisia daun sirsak (Annona muricata L.)
1.2
Tujuan
1. Skrining
Fitokimia
mengetahui senyawa-senyawa metabolisme
sekunder yang terdapat di daun sirsak.
2. Ekstraksi
a)
Mahasiswa memahami prinsip ekstraksi
secara refluks
b)
Mahasiswa mampu melakukan proses ekstraksi
metabolit sekunder dari tanaman atau tumbuhan dengan metode refluks.
3. Ekstraksi
cair-cair
Mahasiswa mampu melakukan pemisahan
(partisi) senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan
perbedaan kepolaran pelarut dengan metode ekstraksi cair-cair.
4. Kromatografi
Lapis Tipis
a) Mahasiwa
memahami prinsip dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
b) Mahasiswa
dapat mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dengan cara Kromatografi
Lapis Tipis (KLT).
1.3
Manfaat
1. Menambah
referensi tentang ekstraksi daun sirsak.
2. Informasi
tentang zat-zat yang ada pada daun sirsak.
3. Menambah
pengetahuan tentang skrining fitokimia, ekstraksi dengan
metode
refluks, ekstraksi cair-cair dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
BAB
II
DASAR
TEORI
2.1
Uraian
tumbuhan/Tanaman
1.
Sistematika
Tanaman sirsak (Annona muricata L.) termasuk tanaman tahunan dengan sistematik
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledone
Ordo : Polycarpiceae
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Species : Annona muricata L. (Dalimarta, 2003)
2.
Morfologi
Secara morfologi, tanaman sirsak terdiri
dari : daun berbentuk bulat panjang dan menyirip, berwarna hijau muda sampai
hijauntua, ujung daun meruncing dan permukaan daun mengkilap. Bunga tunggal,
dalam satu bunga terdapat banyak putik sehingga dinamakan bunga berpistil
majemuk. Bagian bunga tersusun secara hemicyclis,
yaitu sebagian terdapat dalam lingkaran dan yang lain spiral atau
terpencar.
Mahkota bunga yang
berjumlah 6 sepalum yang terdiri atas dua lingkaran, bentuknya hampir segitiga,
tebal, dan kaku, berwarna kuning keputih-putihan, dan setelah tua mekar dan
lepas dari dasar bunganya. Puti dan benang sari lebar dengan banyak karpel
(bakal buah). Bunga keluar dari ketiak daun, cabang, ranting atau pohon. Bungan
umumnya sempurna (hermaprhobit). Tapi
terkadang hanya bunga jantan dan bunga betina saja yang terdapat pada satu
pohon. Bungan melalukan penyerbukan silang, karena umumnya tepung sari matang
terlebih dahulu sebelum putiknya reseptif
(Dalimarta, 2003).
3.
Kandungan kimia
Daun sirsak (Annona muricata L.) mengandung tannin, alkaloid, dan sejumlah kimia
lainnya seperti acetognins, annocatacin, annocatalin, annohexocin, annoacin,
annomuricin, anomurine, anonol, gentisic acid caclourine, linonleic acid,
gigantetronin dan muricapentoin. Kandung senyawa kimia tersebut merupakan
senyawa yang dapat memberikan manfaat untuk tubuh, baik sebagai obat ataupun
meningkatkan system kekebalan tubuh.
4.
Khasiat
Daun sirsak dimanfatkan sebagai pengobata
alternative untuk pengobatan kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun
sirsak. Selain untuk pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk
pengobatan demam, diare, anti kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba,
sakit pinggang, asam urat, antioksidan, gatal-gatal, bisul, flu dan lain-lain.
(Mardiana, 2011).
2.2
EKSTRAKSI
Ekstraksi
adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan
yang tidak larut dengan pelarut cair. senyawa aktif yang terdapat dalam
berbagai senyawa dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid,
flavanoid dan lain-lain. dengan diketahui senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,2000).
pembagian
metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000)yaitu:
a)
Ekstraksi secara dingin yaitu maserasi, perkolasi
b)
Ekstraksi secara panas yaitu refluks,
sokletasi, digestasi, infundasi dan dekok
A.
Ekstrasi refluks
Refluks
adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap dan
kembali kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal. Hal ini digunakan dalam
industri dan laboratorium distilasi. Hal ini juga digunakan dalam kimia untuk
memasok energi untuk reaksi-reaksi selama jangka waktu yang panjang. Campuran
reaksi cair ditempatkan dalam sebuah wadah terbuka hanya di bagian atas. Kapal
ini terhubung ke kondensor Liebig, seperti bahwa setiap uap yang dilepaskan
kembali ke didinginkan cair, dan jatuh kembali ke dalam bejana reaksi. Kapal
kemudian dipanaskan keras untuk kursus reaksi.
B.
Prinsip Metode Refluks
Prinsip
kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan
cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan
penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor
bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu
alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,2010).
C.
Kelebihan dan Kekurangan Metode
Refuks
Kelebihan
dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang
mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung. (Anonim, 2011).
Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut yang
besar,dan Sejumlah manipulasi dari operator (Mandiri, 2013).
D. Ekstraksi
secara refluks
Ekstraksi
dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang
akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang
dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan
penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan
akan kembali Fitokimia UMI menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian
seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali.
2.3 SKRINING
FITOKIMIA
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif
terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam
terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas
biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan
pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari
metabolit sekunder (Harborne, 1987). Berbagai metode yang dapat digunakan untuk
identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu ekstrak antara lain:
a.
Identifikasi senyawa fenolik
Identifikasi
adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan dapat dilakukan dengan pereaksi besi (III) klorida (FeCl3)
1% dalam etanol. Adanya senyawa fenolik ditunjukkan oleh timbulnya warna hijau,
merah ungu, biru atau hitam yang kuat (Harborne, 1987).
b. Identifikasi senyawa golongan saponin
(steroid dan terpenoid)
Saponin adalah
suatu glikosida yang
larut dalam air
dan mempunyai karakteristik dapat
membentuk busa apabila
dikocok, serta mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah
merah. Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan
strukturnya saponin dapat
dibedakan menjadi dua
macam yaitu saponin yang
mempunyai rangka steroid
dan saponin yang
mempunyai rangka
triterpenoid. Berdasarkan pada
strukturnya saponin akan
memberikan reaksi warna yang
karakteristik dengan pereaksi
Liebermann-Buchard (LB)
(Harborne, 1987).
c. Identifikasi senyawa golongan alkaloid
Alkaloid merupakan
senyawa nitrogen yang
sering terdapat dalam tumbuhan. Atom
nitrogen yang terdapat
pada molekul alkaloid
umumnya merupakan atom nitrogen
sekunder ataupun tersier
dan kadang terdapat
sebagai atom nitrogen kuarterner (Harborne, 1987). Salah satu pereaksi
untuk mengidentifikasi adanya alkaloid menggunakan pereaksi
Dragendorff dan pereaksi Mayer.
d.
Identifikasi golongan antraquinon
Antrakuinon
merupakan suatu glikosida yang di dalam
tumbuhan biasanya terdapat sebagai turunan antrakuinon terhidloksilasi,
termitilasi, atau terkarboksilasi.
Antrakuinon berikatan dengan
gula sebagai o-glikosida
atau sebagai C-glikosida. Turunan
antrakuinon umumnya larut
dalam air panas
atau dalam alkohol encer.
Senyawa antrakuinon dapat
bereaksi dengan basa memberikan warna ungu atau hijau
(Harborne, 1987).
2.4
EKSTRAKSI CAIR-CAIR
Estraksi cair-cair(liquid extraction, solvent extraction)
yaitu pemisahan solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven
cair. Campuran diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak
saling campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen
(rafinat) dan fase solven (ekstrak).
·
Fase rafinat = fase residu, berisi
diluen dan sisa solut.
· Fase ekstrak = fase yang berisi
solut dan solven.
Pemilihan
solven menjadi sangat penting. Dipilih solven yang memiliki sifat antara lain:
a.
Solut
mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven sedikit atau tidak
melarutkan diluen,
b.
Tidak mudah menguap pada saat
ekstraksi,
c. Mudah dipisahkan dari solut,
sehingga dapat dipergunakan kembali,
d. Tersedia dan tidak mahal.
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih
dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan
secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika,
bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam. logam. Proses
inipun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil
ekstraksi padat cair.
Ekstraksi cair-cair terutama
digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara distilasi tidak mungkin
dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya
terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi
cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu pencampuran secara
intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu
sesempurna mungkin.
Pada saat pencampuran terjadi
perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertarna (media
pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat
ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya
dalam daerah yang sempit). Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti
performansi ekstraksi yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak
yang seluas mungkin di antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu
cairan distribusikan menjadi tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan
perkakas pengaduk).
Tentu saja pendistribusian ini tidak
boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan terbentuknya emulsi yang
tidak dapat lagi atau sukar sekali dipisah. Turbulensi pada saat mencampur
tidak perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya
penggerak pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah
terlarutkan sedapat mungkin segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat
pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu
kembali menjadi sebuah fasa homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang
cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain.
Berbagai jenis metode pemisahan yang
ada, ekstraksi pelarut atau juga disebut juga ekstraksi air merupakan metode
pemisahan yang paling baik dan popular. Pemisahan ini dilakukan baik dalam
tingkat makro maupun mikro. Prinsip distribusi ini didasarkan pada distribusi
zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua zat pelarut yang tidak
saling bercampur. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah
yang berbeda dalam kedua fase terlarut. Teknik ini dapat digunakan untuk
kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua kerja.
Berbeda dengan proses retrifikasi,
pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan
diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak
(dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap
berikut:
1. Mencampurkan bahan ekstrak dengan
pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan
massa dengan cara difusi pada bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut.
Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dari
refinat, kebanyakan dengan cara penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan
kembali pelarut. Umumnya dilakukan dengan mendapatkan kembali pelarut. Larutan
ekstrak langsung dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan.
2.5 Kromatografi
Lapis Tipis
Kromatografi digunakan sebagai untuk
memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya, Kromatografi juga merupakan pemisahan camuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian
bahan atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis
dengan benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan
lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses
berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting
untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah prinsip
dasar kromatografi. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik
kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada
sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua kromatografi memiliki fase
diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak
(berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa
komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda
bergerak pada laju yang berbeda.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan
mengetahui kuantitasnya yang menggunakan Kromatografi juga merupakan analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik
seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh Universitas Sumatera Utaradari kromatografi
kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih
untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.
Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi
dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif
seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang
berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat
dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan
sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak
yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu
lebih kecil dari 1,0. Perhitungan nilai Rf Jumlah perbedaan warna yang telah
terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan
identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak
yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna
masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan
dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis,
sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran berlangsung sebagai berikut:
Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1
Alat
dan Bahan
3.1.1
Alat
a) Blender
b) Seperangkat
alat refluks (LAB 1 Liter dan Kondensor)
c) Corong
Pisah 250 ml
d) Waterbath
e) Beaker
Glass 100 ml (2), 250 ml (2), 500 ml (1)
f) Gelas
Ukur 100 ml (2), 50 ml (1)
g) Klem
Dan Statif (1)
h) Cawan
Porselin ( 3 Besar)
i) Batang engaduk Kaca (2)
j) Botol
Semprot (1)
k) Pinset
(1)
l) Penotol
(3)
m) Erlenmeyer 250 ml (2)
n) Tabung
Reaksi (6)
o) Penjepit
Tabung (1)
p) Neraca
Analitik
q) Rak
Tabung Reaksi (1)
r) Sendok
Tanduk (3)
s) Heating
Mantle (1 Liter)
t) Corong
Kaca (2)
u) Pipet
tetes (4)
v) Lampu
spritus (1)
w) Tripot
(1) kasa asbes (1)
3.1.2
Bahan
a)
n-heksana
b)
Kloroform
c)
Etil Asetat
d)
Kertas Saring
e)
Alumunium Foil
f)
Serbuk Simplisia Daun Sirsak
g)
Aquadest
h)
Asam Klorida Pekat
i)
Etanol 70% 1 Liter
j)
Lempeng KLT 20 x 10 cm
3.2 PROSEDUR PELAKSANAAN
EKSTRAKSI
Skema Kerja
Refluks
disiapkan
alat dan bahan
ditimbang sampel sebanyak
50 gram kemudian diukur etanol sebanyak 500 ml
Skrining fitokimia
disiapkan alat dan
bahan
kemudian ekstrak di tempatkan di
dalam wada yang ditutup tertutup alumunium foil
Skema ekstraksi cair-cair
Disiapkan alat dan
bahan
Diambil ekstrak
kental dari ekstraksi praktikum sebelumnya sebanyak 10 g
Dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan toluen
sebanyak 30 ml, kocok sebanyak 10 kali, lalu diamkan dan sampai terjadi
pemisahan, dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah
ditampung lapisan atas dalam wadah
kaca yang merupakan ekstrak toluen dan lapisan bawah adalah ekstrak etanol,
perlakuan diulang sebanyak tiga kali
dimasukan kembali ekstrak etanol kedalam corong
pisah+kloroform 30 ml, kocok sebanyak 10 kali lalu didiamkan sampai terjadi
pemisahan
ditampung lapisan
bawah didalam wadah kaca yang merupakan ekstrak kloroform dan lapisan atas
ekstrak etanol dan diperlakukan selama tiga kali
di
masukan kedalam corong pisah dan ditambahkan etil asetat sebanyak 30 ml, kocok
sebanyak satu kali dan diamkan sehingga terjadi pemisahan
ditampung lapisan atas dalam wadah
kaca merupakan ekstrak etil asetat dan di lapisan bawahnya ekstrak etanol
perlakukan sebanyak tiga kali
di uapkan diatas penangas air semua ekstrak yang telah
diperoleh sampai ekstrak menjadi kering, lalu ditutup kembali ekstrak kering
dengan alumunium foil
KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS
Skema Kerja Kromatografi
Lapis Tipis :
Plat
KLT ditandai dengan garis menggunakan pensil
Ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler
Ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler
Dimasukkan ke
dalam chamber yang berisi eluen
Plat KLT tadi dikeluarkan dan dikeringkan
Noda tadi dilihat
dibawah sinar ultraviolet dan uap iodium
Noda yang terlihat ditandai menggunakan pensil
Noda yang terlihat ditandai menggunakan pensil
Dihitung nilai Rf
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Pembuatan
simplisia
Pada
praktikum farmakognosi II dibuat simplisia dari bahan daun sirsak ,pembuatan
simplisia dari daun sirsak ini
pertama-tama dilakukan
pengumpulan bahan baku daun sirsak yang dimana tanaman ini diambil
langsung dari pohonnya dalam keadaan segar yaitu dihitung ruas ke tujuh dari
pucuk, setelah itu dilakukan sortasi basah yaitu daun ini dibersihkan dari
tanah, kotoran atau pengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya) serta
disortir untuk memisahkan daun sirsak
yang bagus dan yang tidak bagus. Setelah dilakukan sortasi basah
dilakukan proses pencucian, daun sirsak
dicuci dengan air bersih dan daun sirsak ditiriskan , kemudian daun sirsak
ditimbang dengan berat 1 kg.
Kemudian dilakukan pengeringan agar simplisia
awet dalam penyimpanan serta menghindari terurainya kandungan kimia karena pengaruh
enzim. Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah bila diremas atau
mudah patah. Menurut persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai
kadar air tidak lebih dari 10% cara penetapan kadar air dilakukan menurut yang
tertera dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan
sebaiknya jangan dibawah sinar matahari langsung melainkan dengan lemari
pengering yang dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi
sirkulasi yang baik, bila dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari maka
perlu ditutup dengan kain hitam untuk dihindari terurainya kandungan kimia dan
debu. Setelah itu dibuat serbuk dari simplisia kering (daun sirsak)
perhitungan:
1.
Dari
hasil yang didapat berat basah : 1 kg dan berat kering : 21.8 g
2.
Susut
pengeringan = x 100 % = 97,8 %
3.
Sisa
kadar air = 100 % - 97,8 % = 2,2%
B.
Metode
ekstraksi refluks
Ekstraksi
adalah suatu kegiatan penarikan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Refluks adalah metode ekstraksi
dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas dengan
relative konstan dengan adanya pendingin
balik. Untuk metode ekstraksi ini digunakan simplisia daun sirsak (annona muricata. L) sebanyak 50 gram dengan pelarutnya etanol 70%
sebanyak 500 ml dicampur didalam labu
alas bulat kemudian diekstraksi selama 1 jam setelah itu diambil hasil
ekstraksi, kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut etanol 70% sebanyak 400
ml dan diekstraksi selama 1 jam. Setelah kegiatan ekstraksi selesai hasil
ekstraksi pun di uapkan sampai ekstrak menjadi hijau kental kehitaman.
C.
Skrining
fitokimia
No
|
Uji
|
Pereaksi
|
Teori
|
Hasil
|
+/-
|
1
|
Alkaloid
|
Pereaksi mayer
|
Endapan putih/kuning
|
Endapan kuning
|
+
|
Pereaksi Bouchardad
|
Endapan coklat-hitam
|
Endapan coklat hitam
|
+
|
||
Pereaksi dragendrof
|
Endapan merah bata
|
Endapan merah bata
|
+
|
||
2
|
Flavonoid
|
Serbuk Mg, HCl Pekat dan Amil alkohol
|
Amil alcohol warna merah, kuning,jingga
|
Amil alcohol warna kuning
|
+
|
3
|
Tanin
|
Pereaksi besi (III) klorida
|
Biru atau hijau kehitaman
|
Hijau kehitaman
|
+
|
4
|
Saponin
|
Peraksi HCl 2N
|
Terbentuk buih/ busa tidak hilang
|
Tidak terbentuk buih
|
-
|
5
|
Glikosida
|
Pereaksi Molish dan asam sulfat
|
Terbentuk cincin warna ungu
|
-
|
-
|
6
|
Steroida
|
Asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat
|
Menjadi hijau biru
|
Hijau biru
|
+
|
D. Ekstraksi Cair-cair
Pada percobaan ini dilakukan proses ekstraksi cair-cair dengan
sampel, yaitu sampel ekstrak kental daun sirsak pada ekstraksi dengan
menggunakan corong pisah. Dalam hal ini digunakan beberapa pelarut untuk
melakukan proses partisi yaitu n-heksan, kloroform, etil asetat. Terlebih
dahulu ekstrak kentalsebanyak 25ml yang didapat dilarutkan dengan metanol-air
dengan perbandingan 1:3. Selanjutnya ekstrak etanol-air daun sirsak yang diperoleh
selanjutnya dimasukkan ke dalam corong pemisah dan menambahkan dengan pelarut
n-heksan 20 ml sebanyak tiga kali. N-heksan bersifat non polar sedangkan
etanol-air bersifat polar sehingga terjadi pemisahan yang jelas dari dua
campuran yang berbeda polaritasnya. Dan akan didapatkan ekstrak n-heksan dan
etanol air. Selanjutnya ekstrak etanol air ditambahkan dengan pelarut kloroform
(CHCl3) kemudian digojok selama beberapa menit, fungsi digojok
disini ialah membantu proses pemisahan . Kloroform merupakan pelarut nonpolar
yang sering digunakan dalam proses ekstraksi. Tujuan penambahan kloroform
(CHCl3) digunakan sebagai pelarutnya adalah karena kloroform
bersifat nonpolar, sedangkan ekstrak etanol air bersifat
polar, sehingga keduanya tidak saling melarutkan. Hal ini terlihat ketika
kloroform ditambahkan ke dalam corong pisah membentuk dua fase (tidak
bercampur) pada pemisahan pertama, dimana fase yang dibawah adalah kloroform
yang ditandai dengan warna bening hijau, sedangkan fase yang diatasnya adalah
fase polar yaitu etanol air yang berwarna
hijau muda. Mendiamkan selama beberapa menit dan diambil lapisan bawah
kemudian di buang lapisan atasnya. Hasil yang diperoleh untuk pemisahan pertama
ialah terjadi dua lapisan yaitu lapisan atas yang berwarna hijau muda, dan
lapisan bawahnya berwarna hijau bening ini disebabkan karena bobot jenis
kloroform lebih besar dibanding dengan bobot jenis ekstrak etanol air
menyebabkan ekstrak etanol air ada diatas dan ekstrak kloroform berada dibawah,
hal ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan untuk mengoptimalkan partisi
pada tiap pelarut yang tidak saling bercampur.
Pada percobaan ini selanjutnya dilakukan pencampuran kembali
antara etanol air dengan penambahan 20 ml etil asetat, fungsi penambahan etil
asetat adalah sebagai pelarut semi polar dan merupakan larutan yang mudah
menguap sehingga sampel ekstrak tersebut tidak larut atau tidak beraksi dengan
etil asetat. Kemudian di gojok beberapa menit, fungsi di gojok ini agar larutan
etil asetat tersebut dapat bercampur dengan ekstrak etanol-air dan sesekali
tutup corong pisah di buka, fungsi di bukanya tutup corong pisah agar gas yang
dihasilkan dari penggojokan yang dilakukan bisa keluar dan tidak terjadi
tekanan di dalamnya , sehingga terbentuk 2 larutan dari cairan tersebut. Diamkan
beberapa menit agar terjadi dua pemisahan yaitu lapisan atas dan
lapisan bawah . Lapisan bawah di buang sedangkan lapisan atasdituangkan
kemudian dilakukan dengan perlakuan yang sama seperti sebelumnya.
Dari hasil percobaan tersebut di dapatkan ekstrak kental dengan
dua larutan yaitu pada penambahan larutan etil asetat berwarna coklat kemerahan
bening larutan etanol air berwarna hijau. Dimana larutan etil asetat memiliki
bobot jenis yang lebih besar dibandingkan etanol air sehingga lapisan atasnya adalah
larutan etanol air dan lapisan bawahnya adalah larutan etil asetat.
E.
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi
lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya
dan mengetahui kuantitasnya, juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit baik penyerap maupun cuplikannnya.
Adapun
eluen yang dipakai adalah toluene, asam asetat dan etil asetat, dengan
perbandingan masing-masing 5:4:1. Untuk
plat silica yang digunakan dengan panjang 10 cm dan lebar 5 cm serta masing-masing
batas bawah dan batas atas 1 cm. Sebelum melakukan KLT chambernya terlebih
dahulu dijenuhkan dengan cara dimasukkann eluen kedalam chamber setelah itu dimasukkan kertas saring ke dalam chamber
dan tutup chambernya. diamati pada kertas saring naik atau tidaknya
larutan pada kertas saring, apabila
larutan sudah naik sampai batas yang ditentukan berarti chamber sudah jenuh
dengan eluen dan bisa dilakukan uji KLT.
Plat
silica diatur jarak untuk melakukan penotolan dari masing-masing sampel dengan
diberi titik menggunakan pensil. setelah diatur jarak, dilakukan penotolan
sampel n-Heksan, kloroform, etil asetat dan ekstrak daun sirsak menggunakan
pipa kapiler. setelah ditotolkan dimasukkan plat silica ke dalam chamber yang
sebelumya diberi tali pada batas atas plat silica. Diamati plat silica sampai
larutan tampak naik pada batas atas pada plat silica. setelah mencapai batas
atas, dikeluarkan plat dan diamati plat menggunakan sinar UV 254 nm. Adapun
hasil perhitungan dari uji KLT sebagai berikut :
Jarak
tempuh masing-masing eluen :
Ø n-
Heksan : 2 cm
Ø Kloroform
: 6,8 cm
Ø Etil
asetat : 2,2 cm
Ø Sampel
: 2 cm
Rf =
Jarak tempuh eluen = 8 cm
Rf sampel :
= 0,25 cm
Rf n-Heksan : =
0,25 cm
Rf Kloroform : =
0,85 cm
Rf Etil asetat : =
0275 cm
BAB
V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
praktikum yang dilakukan oleh praktikan dapat disimpulkan bahwa :
1.
Praktikan dapat mengidentifikasi
senyawa-senyawa metabolit sekunder yang diantaranya adalah senyawa golongan
alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, glikosida dan steroid. Hasil positif
didapatkan pada identifikasi senyawa golongan alkaloid, flalvonoid, tanin dan
steroid, hasil negatif didapatkan dari identifikasi senyawa golongan saponin
dan glikosida.
2.
Praktikan melakukan ekstraksi dengan
prinsip kerja metode ekstraksi refluks, dan melakukan ekstraksi metabolit
sekunder dari simplisia atau sampel daun sirsak (Annona muricata L.)
3.
Praktikan mampu melakukan pemisahan
(partisi) senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan
perbedaan kepolaran pelarut dengan metode ekstraksi cair-cair.
4.
Praktikan melakukan identifikasi
kualitatif senyawa metabolit sekunder yang diisolasi dari ekstrak dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
B.
SARAN
Untuk proses identifikasi selanjutnya
dapat disarankan bagi mahasiswa agar dapat mengidentifikasi senyawa metabolit
lain yang terdapat pada sampel atau simplisia (Annona muricata L.) kemudian dapat
dilakukan dengan metode ektraksi yang lain sehinga dapat mengisolasi senyawa
metabolit yang lebih banyak.
2 komentar:
Min daftar pustakanya gak ada?
Kenapa skema nya ga bisa di buka ia
Posting Komentar