Kamis, 16 Februari 2017

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II Toksisitas Akut


LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI II

Toksisitas Akut

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

AKADEMI FARMASI SAMARINDA

2014


I.     Tujuan Percobaan

-       Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan toksistas dan uji toksistas.

-       Mahasiswa dapat mengetahui parameter yang digunakan dalam uji toksisitas.

-       Mahasiswa dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi toksistas.

-       Mahasiswa dapat mengetahui efek apa saja yang ditimbulkan dalam pemberian amoxicillin dengan dosis tinggi. 



II.      Dasar Teori

1.         Uji Toksisitas

Toksisitas adalah potensi merusak dari suatu zat kimia. Istilah ini lebih menyatakan kualitatif dari pada kuantitatif. Kerusakan ini ditentukan oleh faktor jumlah zat kimia yang mengerai/masuk/ diabsorpsi ke dalam tubuh keparahan pemaparan dosis (Syarif, 2007).

Untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan masa pajanan penelitian toksikologi menurut Frank C. Lu  dibagi dalam :

a.         Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang diuji sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

b.        Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik), dilakukan dengan memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10 % dari masa hidup hewan.

c.         Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian dari masa hidupnya (Mycek. 2009).



2.         Anastesi

Anastesi atau pembiusan bisa mempengaruhi keadaan fisiologis atau saturasi oksigen, saturasi aksigen ialah keadaan oksigen di dalam darah yang berikatan dengan hemoglobin. Anastesi dapat mempengaruhi keadaan fisiologis karena sifat dari rata-rata obat bius yang diberikan perinjeksi akan mendepres fungsi fisiologis tubuh sehingga terjadi penurunan fisiologis (Mycek. 2009).



Anastesi umum biasanya meliputi pemberian obat-obat yang berbeda untuk :

a.    Pramedikasi (kiri atas)

b.    Induksi anastesia (kanan bawah)

c.    Rumatan anastesia (kanan atas)

Pramedikasi mempunyai dua tujuan, yaitu pencegahan efek parasimpatomimetik dari anastesi (bradikardia, sekresi bronkus) dan pengurangan ansietas atau nyeri. Pramedikasi sering dihilangkan untuk operasi minor. Bila diperlukan, obat-obat yang sesuai (misalnya hiosin) diberikan intravena saat induksi. Induksi paling sering dicapai dengan suntikan intravena Thiopental atau Propofol. Hilangnya kesadaran terjadi dalam beberapa detik dan dipertahankan dengan pemberian anastesi inhalasi. Halotan merupakan anastetik volatile berfluorin pertama dan dahulu banyak digunakan di Inggris. Akan tetapi, halotan berkaitan dengan insidensi hepatotoksik yang berpotensi fatal dan telah digantikan secara luas oleh obat yang lebih baru dan kurang toksik, seperti Desfluran dan Isofluran. Dinitrogen oksida (Nitrous Okside) pada konsentrasi lebih dari 70 % dalam oksigen merupakan obat anastetik yang paling banyak digunakan. Dinitrogen digunakan dengan oksigen sebagai gas pembawa untuk volatile (syarif. 2007).



3.         Anastetik Inhalasi Spesifik

Anastetik spesifik terdiri dari :

a.    Halotan, obat ini merupakan prototip dengan obat-obat baru dalam seri anastetik ini dibandingkan karena halotan adalah anastetik kuat, efek nalgesiknya relatif lemah.

b.    Enfluran, gas  ini kurang kuat dibandingkan dengan halotan tetapi dapat menimbulkan induksi dan sadar kembali dengan cepat.

c.    Isofluran merupakan anastetik halogensi baru yang mempunyai biotransformasi rendah dan toksisitas terhadap organ.

d.    Nitrogen oksida adalah analgesik kuat, nitrogen oksida merupakan anastetik lemah sehingga sering dikombinasikan dengan zat yang lebih kuat lainnya. Nitrogen oksida sering digunakan pada konsentrasi 30% dalam kombinasi dengan oksigen untuk analgesik, terutama pada gigi.



4.         Anastetik Intravena

Anastetik intravena terdiri dari :

a.         Barbiturat, bukanlah analgesik dan memerlukan pemberian beberapa tipe analgesik pelengkap selama anastesi.

b.        Benzodiazepin, walaupun diazepam merupakan prototip benzodiazepin, iozepam dan midazolam lebih kuat.

 (Mycek, 2009)

5.         Pembedahan.

Pembedahan adalah salah satu tindakan pengobatan dengan penyembuhan penyakit dengan cara memotong, mengiris anggota tubuh yang sakit. Pembedahan dilakukan dengan anastesi general maupun regional. Anastesi general yaitu anastesi untuk menghilangkan sensasi diseluruh tubuh dan kesadaran. Pembedahan akan menimbulkan respon psikologis yaitu kecemasan (Mycek. 2009).

Hewan yang paling banyak digunakan untuk keperluan evaluasi atau penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus), mencit (Mus muculus). Kelebihan menggunakan hewan coba tikus karena tikus hidup lebih baik sendiri dalam kurungan, mudah pengaturannya, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan peka terhadap pengaruh kolesterol jika diberikan perlakuan terhadap komponen dietnya, karakteristik tikus adalah hewan nokturnal (tidak aktif pada malam hari), tidak mempunyai kantung empedu, tidak dapat muntah dan tidak pernah berhenti tumbuh (sukandar. 2008).



Klasifikasi mencit:

Kingdom       : Animalia

Filum             : Chordata

Subfilum       : Vertebrata

Kelas             : Mamalia

Subkelas        : Thoria

Ordo             : Rodentia

Sub ordo       : Myosmorpsio

Famili            : Muridae

Sub Famili     : Murinae

Genus            : Bandicato, Rahas

Spesies          : Mus musculus



Klasifikasi tikus:

Kingdom       : Animalia

Filum             : Chordata

Subfilum       : Vertebrata

Kelas             : Mamalia

Subkelas        : Thoria

Ordo             : Rodentia

Sub ordo       : Myosmorpsio

Famili            : Muridae

Sub Famili     : Murinae

Genus            : Rattus

Spesies          : Rattus norvegiens (sukandar.2008)



Akar tuba (Derris elliptika dan Derris mallacensis), familia leguminosae, lian mengayu dan banyak tumbuh liar pada pohon kayu dipinggir sungai dan diladang yang ditinggalkan. Semenjak dahulu kala Akar tuba dipakai untuk mematikan ikan dan juga membasmi serangga. Akar tuba mengandung berbagai zat racun, yang terpenting ialah retenon.                                                                                                    (syarif.2007)



Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.). Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di ladang-ladang yang sudah ditinggalkan. Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenuh (Karo), tuba (Toba), tuba (Sunda), tuba jenong (Simalungun), tuba (Jawa). Tumbuhan tuba memiliki tinggi 5-10 meter, ranting berwarna coklat tua dengan lentisel yang berbentuk jerawat, daun tersebar bertangkai pendek, memanjang sampai bulat telur berbalik, sisi bawah hijau keabu-abuan, kelopak berbentuk cawan, polongan oval sampai memanjang, biji 1-2, biasanya berbuah pada bulan April-Desember, banyak dahan, akar dihasilkan pada buku dekat pangkal, buku kembung dan ada gelang merah pada pangkal.



Divisi            : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas        : Dikotylae Universitas Sumatera Utara

Ordo         : Leguminosae

Familia     : Derris

Species     : Derris eliptica

Rotenon adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga rotenon termasuk senyawa golongan flavanoida. Salah satu kandungan dari ekstrak tanaman tuba adalah rotenon dengan nama lain tubotoxin (C23H22O6). Tubotoxin merupakan insektisida alami yang kuat, titik lelehnya 1630C, larut dalam alkohol, karbon tetraklorida, kloroform, dan banyak larutan organik lainnya. Jika terbuka terhadap cahaya dan udara mengalami perubahan warna kuning terang menjadi kuning pekat, orange dan terakhir menjadi hijau tua dan akan diperoleh kristal yang mengandung racun serangga (sukandar.2008).



III.   Metodologi Percobaan

3.1     Alat

1.    Timbangan

2.    Spuit injeksi

3.    Jarum ukuran 1 ml

4.    Sonde/kanulla

5.    Sarungan tangan

6.    Stop watch

7.    Wadah pengamatan



3.2     Bahan

-       Dosis tinggi obat :

1.    Vitamin E (Dalfarol®)2

2.    Mecobalamin ®3

3.    Pregabalin (Lyrica®)4

4.    Sodium picosulfat (Laxoberon®)5

5.    Benzoil Metronidazol (Flagyl®)6

6.    Eter, Larutan NaCl 0,9%

7.    Alkohol 70%



3.4 Cara Kerja

1.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2.    Masing-masing kelompok mendapatkan 1 mencit

3.    Mencit di suntikkan per oral obat amoxcicillin suspensi sebanyak 0,5 ml. Ditunggu selama 10 menit

4.    Setelah 10 menit mencit dimasukan dalam wadah tertutup yg berisi eter untuk membius mencit

5.    Setelah mencit tidak bergerak / terbius maka mencit siap untuk dibelah bagian perutnya

6.    Mencit diletakkan diatas meja yang beralas steoform dan ditelentangkan

7.    Kemudian dibelah perut mencit

8.    Diambil / keluarkan organ dalamnya tanpa putus dengan memotong selaput-selaput tipis pada bagian / susunan organ

9.    Kemudian dicuci bagian organnya dan dikubur bersama dengan mencit





IV.   Hasil dan Pembahasan

Percobaan uji toksisitas, anestesi dan pembedahan menggunakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan coba. Obat yang digunakan untuk uji toksisitas adalah Co-amoxiclav, mecobalamin, pregabalin, laxoberon dengan dosis tinggi sedangkan untuk membunuh hewan uji digunakan eter dan metode dislokasi leher.

Toksisitas adalah potensi merusak dari suatu zat kimia terhadap makhluk hidup. Uji toksisitas merupakan pengujian potensi merusak dari suatu zat kimia ataupun obat yang masuk atau diabsorbsi oleh tubuh, uji toksisitas dibagi menjadi menjadi tiga jenis berdasarkan masa pajanannya, yaitu uji toksisitas akut, uji toksisitas sub akut dan uji toksisitas kronis. Uji toksisitas akut dilakukan untuk menyatakan toksisitas akut suatu obat, umumnya digunakan  ukuran LD50 (dosis letal medium 50) yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari sekelompok hewan percobaan. Demikian juga sebagai ukuran dosisi efektif dan dosis terapi ukuran yang digunakan adalah ED50  (dosis efektif median), yaitu dosis yang memberikan efek tertentu pada 50%  dari hewan coba. Cara pemberian obat dan dosis yang digunakan tergantung dari kebutuhan uji klinik yang dilakukan.

Evaluasi parameter hasil uji toksiksisitas dilakukan  pengamatan umum (meliputi penampilan, prilaku aktifitas motorik serta abnormalitas hewan uji sebelum sebelum dan sesudah uji toksisitas), parameter klinik dan  pemeriksaan setelah kematian. Parameter klimik meliputi pemeriksaan hematologi darah (pengamatan sel darah merah, sel darah putih, trombosit, hemoglobin dan angka hemtokrit).  Dilakukan uji biokimia darah meliputi penentuan  kadar glukosa, keratin, trigliserida, protein total, albumin dan kolestrol. Pada akhir pengujian dilakukan pemeriksaan makroskopik terhadap organ hati, ginjal, kelenjar adrenal, lambung,  jantung, limpa, paru, otak, testes, vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).

Toksikan adalah bahan yang menyebabkan efek toksik dimana efek toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan efek toksik. Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung terhadap sifat fisik dan kimia dari situasi paparan dan kerentanan sistem biologis. Jalan masuk kedalam tubuh suatu bahan yang toksik umumnya melalui saluran pencernaan, saluran pernapasan, kulit, saluran reproduksi dan melalui mata. Toksik adalah racun atau zat kimia yang apabila masuk ke tubuh dapat memberikan efek yang merugikan. Toksin adalah zat yang berasal dari tanaman, hewan ataupun bakteri yang beracun terhadap manusia.

Obat mempunyai respon farmasetik sepanjang masih adanya dosis obat yang terkandung dalam obat dan berada dalam batas keamanan obat. Beberapa obat menunjukan efek terapi luas. Ini menunjukan bahwa pasien dapat diberikan dengan range tingkat dosis yang besar tanpa terjadi efek samping. Sedangkan obat lainnya mempunyai indek terapi sempit dimana ketika dosis dilebihkan dapat menyebabkan toksik pada pasien. Obat yang mempunyai indeks terapi sempit membutuhkan pengawasan pada level obat dalam plasma dan penyesuaian dosis untuk mencegah munculnya efek toksik.

Manfaat dari uji toksisitas dalam bidang farmasi yaitu untuk mengetahui tingkat toksisitas dan kemanan dari obat, makanan, dan kosmetik, serta mengamati efektifitas farmakologi suatu obat baik tradisional maupun sintesis. Manfaat anestesi dalam bidang farmasi yaitu untuk mengetahui tingkat kekuatan bius atau anestesi dari obat, baik dari kekuatan analgesia maupun lamanya waktu anestesi dari obat yang diberikan. Manfaat eutanasia dalam bidang farmasi yaitu untuk mengetahui seperti apa perubahan organ dalam yang mengalami toksisitas akibat dari pemberian obat yang diberikan.

Anestetika adalah zat-zat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf. Anestesi terbagi menjadi dua, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi umum yaitu hilangnya rasa sakit yang disertai dengan hilangnya kesadaran, sedangkan anestesi lokal yaitu hilangnya rasa sakit tetapi tidak disertai dengan hilangnya kesadaran. Berdasarkan cara penggunaannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anestesi inhalasi dan anestesi intravena.

Anestesi percobaan ini merupakan anestesi umum menggunakan anestesi inhalasi. Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.Mekanisme kerja dari eter yaitueter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat. Efek sampingnya yaitu  iritasi saluran pernafasan, depresi nafas, mual, muntah, salivasi.Keuntungan dari anestesi inhalasi yaitu rearbsorbsi yang cepat melalui paru seperti juga ekskresinya melalui gelembung alveoli yang biasanya dalam keadaan utuh, pemberiaanya mudah dipantau dan dapat dihentikan serta dapat memelihara anestesi. Anestesi inhalasi yang sempurna adalah yang masa induksinya dan masa pemulihannya singkat dan nyaman, peralihan stadium anestesinya terjadi cepat, relaksasi otot sempurna, berlangsung cukup aman dan tidak menimbulkan efek toksik atau efek samping berat dalam dosis anestesik lazim.

Anestesi umum dibagi kedalam empat tahapan anestesi, yaitu stadium I, stadium II, stadium III dan stadium IV. Stadium I dimana hewan coba tidak merusak nyeri tetapi masih dalam keadaan sadar, stadium II (ekstasi) dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan yang teratur dan tampak mengalami delirium (gerakan diluar kehendak). Stadium III (pembedahan) dimulai dengan timbulnya pernapasan menjadi lemah, pupil sangat lebar dan refleks cahaya hilang. Stadium IV (depresi medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut, pembuluh darah menjadi kolaps dan jantung berhenti berdenyut hingga terjadi kematian. Kelumpuhan nafas tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan bila tidak didukung dengan alat bantu nafas dan sirkulasi.

Dislokasi leher yaitu metode membunuh hewan uji yaitu mencit dengan cara menarik tulang leher mencit hingga mati. Proses dislokasi dilakukan dengan cara:

·       Ekor mencit dipegang dan kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa dijangkaunya.

·       Mencit akan meregangkan badannya.

·       Saat mencit meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan suatu penahan, misalnya pensil atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri.

·       Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh.

Co-Amoxiclav merupakan antibakteri kombinasi oral yang terdiri antibiotika, semisintetik amoksisilina dan penghambat beta-laktamase, kalium klavulanat (garam kalium dari asam klavulanat).

Amoksisilina adalah antibiotik semisintetik dengan spektrum aktivitas antibakteri luas yang mempunyai efek bakterisidal terhadap berbagai macam bakteri gram-positif dan gram negatif.

Asam klavulanat adalah suatu beta-laktam, yang struktur kimianya mirip dengan golongan pinisilin, mempunyai kemampuan menghambat aktivitas berbagai enzim beta-laktamase yang sering ditemukan pada berbagai mikroorganisme yang resisten terhadap golongan pinisilin dan sefalosporin.
Formulasi amoksisilina dan asam klavulanat dalam Co Amoxixlav melindungi amoksisilina dan penghancuran oleh beta-laktamase yang sering ditemukan pada berbagai dan secara efektif memperluas spektrum antibiotika dalam amoksisilina terhadap bakteri-bakteri yang biasanya resisten terhadap amoksisilina dan berbagai antibiotika berspektrum luas dan menghambat enzim beta-laktamase.

Mecobalamin merupakan bentuk aktif dari vitamin B12, dan berperan dalam meningkatkan produksi sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh melalui dua cara, yakni dengan memacu sintesis asam nukleat di sumsum tulang dan juga dengan memacu pematangan dan pembelahan sel darah merah. Selain itu, mecobalamin juga digunakan untuk mengobati neuropati perifer. Efek samping mecobalamin meliputi rasa mual, nafsu makan menurun, dan mungkin terjadi muntah. Mecobalamin dapat dimakan sebelum atau setelah makan. Jangan gunakan mecobalamin bersamaan dengan neomisin, asam aminosalisilat, colchicine, dan obat penghambat reseptor H2. Hindari juga penggunaan mecobalamin bersamaan dengan kontrasepsi oral dan injeksi kloramfenikol.

Sodium picosulfate, merupakan zat aktif LAXOBERON® yang bekerja lokal sebagai pencahar kontak karena adanya gugus triarylmethane, dimana gugus ini akan diaktifkan oleh bakteri, yang kemudian akan merangsang mukosa usus besar, sehingga menormalkan peristalsis usus besar. Untuk keadaan dimana diperlukan buang air besar yang lebih mudah.

Pregabalin, obat baru ini telah dipasarkan dengan indukasi khusus nyeri neuropatis. Pregabalin mengurangi jumlah noradrenalin, glutamat, dan substance-P di ruang sinaps, dengan efek peringanan nyeri. Efek samping utamanya adalah perasaan pusing hebat yang mirip keadaan mabuk dan kejang kaki, yang tidak hilang sesudah 4-5 hari seperti halnya pada obat-obat nyeri saraf lain.

Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan coba yang dilakukan bertujuan agar bahan kimia yang kita konsumsi baik melalui obat, makanan ataupun kosmetik aman untuk dikonsumsi. Karena tujuan akhir dari uji toksikologi ini adalah untuk keselamatan dan kesehatan manusia, maka hewan percobaan yang digunakan mempunyai sifat-sifat respon biologis dan adaptasi yang  mendekati manusia. Semakin sama sistem organ antara hewan coba dengan manusia maka akan semakin baik hasil  uji toksisitas yang dilakukan. Walaupun farmakologi toksikologi pada hewan coba memberikan data yang berharga, diagnosis tepat mengenai efeknya pada manusia belum dapat dipastikan akurat karena spesies yang berbeda tentunya menimbulkan perbedaan jalur dan kecepatan metabolisme, kecepatan ekskresi, sensitivitas reseptor, perbedaan anatomi dan fisiologi. Oleh karena itu, untuk mempertegas efek obat atau zat kimia pada manusia, baik efek terapi maupun non terapi, perlu dilakukan pengujian langsung terhadap manusia. Hewan percobaan yang digunakan dalam uji toksisitas meliputi primata (kera ekor panjang), anjing, kelinci, tikus dan mencit. Berdasarkan tingkat kesamaan sistem biologik dan sistem organ serta tingkat hasil uji toksistas dari yang tinggi kerendah secara berurutan yaitu primata (kera ekor panjang) - anjing - kelinci -  tikus dan mencit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas antara lain dosis, pelaksanaan pengawasan dan keadaan fungsi organ. Dosis ditentukan oleh konsentrasi dan lamanya pemaparan dan eksposisi zat yang diberikan pada pasien. Pengawasan dalam penggunaan dan konsumsi zat kimia ataupun obat sangat penting untuk menentukan konsentrasi zat yang dapat menyebabkan toksik dalam penggunaannya. Keadaan fungsi organ yang berkontak dengan suatu zat toksik akan memperngaruhi kerja eksposisi dan netralisasi toksin dalam tubuh manusia. Dalam hal ini hati dan ginjal memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya toksisitas pada tubuh karena hati dan ginjal merupakan tempat terjadi absorbsi, metabolisme dan eksresi  terbesar dan utama dalam tubuh.

Untuk menyatakan toksisitas suatu obat umumnya digunakan ukuran LD50 yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari sekelompok hewan coba, obat atau zat kimia dikategorikan supertoksik jika dosis sebesar 5 mg/Kg berat badan atau kurang  dari 5 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan amat sangat toksik jika dosis sebesar 5-50 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan sangat toksik jika dosis sebesar 50-500 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan  toksik sedang jika dosis sebesar 0,5-5 g/Kg berat badan. Obat dikategorikan toksik ringan jika dosis sebesar 5-15 g/Kg berat badan. Dan obat dikategorikan praktis tidak toksik jika dosis sebesar lebih dari 15 g/Kg berat badan.

Sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat toksisitas atau potensi merusak pada organ fungsional pada mencit, terlebih dahulu dilakukan anestesi agar keadaan pingsan tercapai, analgesia (hilangnya rasa nyeri) dan relaksasi otot sehingga pembedahan mudah untuk dilakukan. Setelah 24 jam, mencit dianestesi dengan cara dimasukkan kedalam toples yang berisi kapas yang telah ditetesi kloform dan telah dijenuhkan. Penjenuhan ini bertujuan agar peralihan  stadium anestesinya berlangsung cepat dan nyaman  . Kemudian toples ditutup agar kloroform yang diberikan menguap sempurna ditoples. Anestesi mencit langsung dilakukan hingga tercapai stadium IV atau kematian.

Anestesi pada tikus putih bertujuan untuk membedakan stadium yang terjadi pada saat anestesi, anestesi pada tikus dilakukan dengan cara memasukkan tikus putih kedalam toples yang berisi kapas yang telah ditetesi kloroform dan telah dijenuhkan. Kemudian toples ditutup agar kloroform yang diberikan menguap sempurna ditoples. Anestesi dalam percobaan ini merupakan anestesi umum yaitu anestesi untuk menghilangkan nyeri (analgesia) yang disertai dengan hilangnya kesadaran hewan coba.

Mencit mengalami stadium I dengan terjadinya analgesia yang ditandai dengan menurunnya kesadaran, hilangnya kepekaan terhadap  waktu, depresi intelegensi dan disoerientasi. Pada tahap ini rasa nyeri hilang dan dapat dilakukan pembedahan. Anestesi stadium II ditandai dengan tikus mengalamai delirium atau keadaan gelisah disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi stadium III (pembedahan) dimulai dari teraturnya pernafasan sampai pernafasan pendek atau cepat hilang. Anestesi stadium III ini terdiri atas empat tingkat menurut keadaan perbedaan gerakan bola matam refleks bulu mata dan konjugativa, tonus otot lebar pupil yang menggambarkan  semakin dalamnya pembiusan. Tingkat I dimana pernafasan teratur, seimbang antara pernapasan dada dan pernapasan perut, gerakan bola mata yang terjadi diluar kehendak, miosis,  sedangkan tonus otot rangka masih ada. Tingkat II dimana pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka melemas dan refleks laring hilang sehingga pada tahap ini dapat dilakukan inkubasi. Tingkat III dimana terlihat pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada karena otot interkostal lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih besar tetapi belum maksimal. Tingkat IV dimana pernapasan perut yang sempurna karena otot interkostal lumpuh, tekanan darah menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya hilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai ketingkat IV ini, sebab dapat menyebabkan hewan coba mudah sekali masuk kedalam anestesi stadium IV, yaitu ketika pernapasan mulai melemah. Anestesi stadium IV terjadi pada detik ke-40 yang ditandai dengan melemahnya atau berhentinya pernapasan pada tikus dan otot menjadi lemas. Ketika tikus mencapai stadium III, tikus dikeluarkan agar tidak masuk pada stadium IV atau kematian dan untuk memulihkan kembali keadaan tikus dengan kembali normalnya pernapasan. Setelah tikus kembali normal, tikus dianestesi kembali hingga mencapai stadium IV hingga kematian untuk pemusnahan hewan coba, kemudian tikus dibedah untuk diamati sistem organnya.

Pembedahan mencit dan tikus putih dilakukan diatas papan bedah. Abdomen tikus dan mencit diiris dengan pisau bedah atau digunting dengan gunting bedah secara midsagital yaitu digunting atau diiris sepanjang kulit abdomen dan toraks kemudian digunting atau diiris secara lateral pada bagian anterior dan posterior di antara torehan midsagital sehingga seluruh otot diperlihatkan. Bagian yang diiris atau digunting yaitu jaringan epitel yaitu bagian kulit yang melapisi atau melindungi organ bagian dalam. Pembedahan ini harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan seperti teriris atau terguntingnya pembuluh darah yang dapat menyebabkan pendarahan, teriris atau terguntingnya organ bagian dalam sehingga organ dalam pecah atau rusak yang menyebabkan tidak dapat diamatinya toksisitas terhadap organ tersebut. Mencit yang dibedah dengan sempurna kemudian diamati organ fungsionalnya seperti hati, jantung, paru, ginjal, usus besar, usus kecil, dan lambung.

Organ yang diamati untuk uji toksisitas pada mencit yaitu hati, ginjal dan jantung.  Hati merupakan tempat untuk menetralisir toksin atau memetabolisme toksin pada tubuh sehingga jika terjasi toksisitas maka toksin yang tidak termetabolisme akan terakumulasi pada hati. Ginjal merupakan tempat filtrasi, absorbsi, metabolisme dan eksresi sehingga jika terjadi toksisitas maka toksin yang tidak dapat dimetabolisme dan dieksresikan akan terakumulasi pada ginjal. Sedangkan jantung merupakan tempat pompa darah, dimana toksin yang masih terdapat pada darah yang telah difiltrasi oleh ginjal dan dinetralisasi oleh hati dapat terakumulasi dalam jantung pada proses pemompaan darah atau sirkulasi darah pada jantung. Terakumulasinya toksin pada organ jantung, ginjal dan hati ini terjadi karena toksin yang masuk atau diabsorbsi melibihi ambang batas sehingga tidak dapat termetabolisme dan menyebabkan toksin terakumulasi pada organ tersebut.

Pada percobaan setelah mencit diberikan antibiotik amoxicillin dengan dosis tinggi, mencit dibedah untuk melihat organ dalamnya, pada hasil pengamatan didapatkan organ pada mencit yaitu lambung mengalami pembengkakan.



V.      Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan:

a.    Toksisitas adalah potensi merusak dari suatu zat kimia terhadap makhluk hidup.

b.    Uji toksisitas merupakan pengujian potensi merusak dari suatu zat kimia ataupun obat yang masuk atau diabsorbsi oleh tubuh.

c.    Parameter uji toksiksisitas adalah pengamatan umum (meliputi penampilan, perilaku aktifitas motorik serta abnormalitas hewan uji sebelum sebelum dan sesudah uji toksisitas), parameter klinik (pengamatan sel darah merah, sel darah putih, trombosit, hemoglobin dan angka hemtokrit) dan  pemeriksaan setelah kematian, seperti pemeriksaan makroskopik terhadap organ hati, ginjal, kelenjar adrenal, lambung,  jantung, limpa, paru, otak, testes, vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).

d.    Adapun faktor yang mempengaruhi respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung terhadap sifat fisik dan kimia dari situasi paparan dan kerentanan sistem biologis (keadaan fungsi organ), selain itu dosis dan pelaksanaan pengawasan

e.    Pada percobaan setelah mencit diberikan antibiotik amoxicillin dengan dosis tinggi, mencit dibedah untuk melihat organ dalamnya, pada hasil pengamatan didapatkan organ pada mencit yaitu lambung mengalami pembengkakan.

f.     Oleh karena itu, pemberian dosis suatu zat sangat berpengaruh terhadap toksisitas suatu zat, dimana semakin tinggi kadar dosis yang digunakan, maka tingkat toksisitasnya juga semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.



DAFTAR PUSTAKA



-          Mycek, M. J. 2009. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Widya

             Medika. Jakarta

-          Syarif, Amir, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Departemen

            Farmakologi dan Terapeutik FKU. Jakarta

-          Sukandar, Elin Yulinah. 2008. Farmakoterapi. ISFI. Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar