LAPORAN
PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI
II
Toksisitas Akut
LABORATORIUM
FARMAKOLOGI
AKADEMI
FARMASI SAMARINDA
2014
I.
Tujuan
Percobaan
-
Mahasiswa dapat mengetahui apa yang
dimaksud dengan toksistas dan uji toksistas.
-
Mahasiswa dapat mengetahui parameter yang
digunakan dalam uji toksisitas.
-
Mahasiswa dapat mengetahui faktor apa saja
yang mempengaruhi toksistas.
-
Mahasiswa dapat mengetahui efek apa saja
yang ditimbulkan dalam pemberian amoxicillin dengan dosis tinggi.
II.
Dasar
Teori
1.
Uji Toksisitas
Toksisitas adalah potensi merusak
dari suatu zat kimia. Istilah ini lebih menyatakan kualitatif dari pada
kuantitatif. Kerusakan ini ditentukan oleh faktor jumlah zat kimia yang
mengerai/masuk/ diabsorpsi ke dalam tubuh keparahan pemaparan dosis (Syarif,
2007).
Untuk meneliti berbagai efek yang
berhubungan dengan masa pajanan penelitian toksikologi menurut Frank C. Lu dibagi dalam :
a.
Uji toksisitas akut, dilakukan dengan
memberikan zat toksik yang sedang diuji sebanyak satu kali, atau beberapa kali
dalam jangka waktu 24 jam.
b.
Uji toksisitas jangka pendek (penelitian
sub akut atau sub kronik), dilakukan dengan memberikan bahan toksik
berulang-ulang biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka
waktu kurang lebih 10 % dari masa hidup hewan.
c.
Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan
dengan memberikan zat kimia berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau
sekurang-kurangnya sebagian dari masa hidupnya (Mycek. 2009).
2.
Anastesi
Anastesi atau pembiusan
bisa mempengaruhi keadaan fisiologis atau saturasi oksigen, saturasi aksigen
ialah keadaan oksigen di dalam darah yang berikatan dengan hemoglobin. Anastesi
dapat mempengaruhi keadaan fisiologis karena sifat dari rata-rata obat bius
yang diberikan perinjeksi akan mendepres fungsi fisiologis tubuh sehingga
terjadi penurunan fisiologis (Mycek. 2009).
Anastesi umum biasanya
meliputi pemberian obat-obat yang berbeda untuk :
a. Pramedikasi
(kiri atas)
b. Induksi
anastesia (kanan bawah)
c. Rumatan
anastesia (kanan atas)
Pramedikasi mempunyai dua
tujuan, yaitu pencegahan efek parasimpatomimetik dari anastesi (bradikardia,
sekresi bronkus) dan pengurangan ansietas atau nyeri. Pramedikasi sering
dihilangkan untuk operasi minor. Bila diperlukan, obat-obat yang sesuai
(misalnya hiosin) diberikan intravena saat induksi. Induksi paling sering
dicapai dengan suntikan intravena Thiopental atau Propofol. Hilangnya kesadaran
terjadi dalam beberapa detik dan dipertahankan dengan pemberian anastesi
inhalasi. Halotan merupakan anastetik volatile berfluorin pertama dan dahulu
banyak digunakan di Inggris. Akan tetapi, halotan berkaitan dengan insidensi
hepatotoksik yang berpotensi fatal dan telah digantikan secara luas oleh obat
yang lebih baru dan kurang toksik, seperti Desfluran dan Isofluran. Dinitrogen
oksida (Nitrous Okside) pada konsentrasi lebih dari 70 % dalam oksigen
merupakan obat anastetik yang paling banyak digunakan. Dinitrogen digunakan
dengan oksigen sebagai gas pembawa untuk volatile (syarif. 2007).
3.
Anastetik Inhalasi Spesifik
Anastetik spesifik
terdiri dari :
a. Halotan,
obat ini merupakan prototip dengan obat-obat baru dalam seri anastetik ini
dibandingkan karena halotan adalah anastetik kuat, efek nalgesiknya relatif
lemah.
b. Enfluran,
gas ini kurang kuat dibandingkan dengan
halotan tetapi dapat menimbulkan induksi dan sadar kembali dengan cepat.
c. Isofluran
merupakan anastetik halogensi baru yang mempunyai biotransformasi rendah dan
toksisitas terhadap organ.
d. Nitrogen
oksida adalah analgesik kuat, nitrogen oksida merupakan anastetik lemah
sehingga sering dikombinasikan dengan zat yang lebih kuat lainnya. Nitrogen
oksida sering digunakan pada konsentrasi 30% dalam kombinasi dengan oksigen
untuk analgesik, terutama pada gigi.
4.
Anastetik Intravena
Anastetik intravena terdiri dari :
a.
Barbiturat, bukanlah analgesik dan
memerlukan pemberian beberapa tipe analgesik pelengkap selama anastesi.
b.
Benzodiazepin, walaupun diazepam merupakan
prototip benzodiazepin, iozepam dan midazolam lebih kuat.
(Mycek, 2009)
5.
Pembedahan.
Pembedahan
adalah salah satu tindakan pengobatan dengan penyembuhan penyakit dengan cara
memotong, mengiris anggota tubuh yang sakit. Pembedahan dilakukan dengan
anastesi general maupun regional. Anastesi general yaitu anastesi untuk
menghilangkan sensasi diseluruh tubuh dan kesadaran. Pembedahan akan
menimbulkan respon psikologis yaitu kecemasan (Mycek. 2009).
Hewan yang paling banyak
digunakan untuk keperluan evaluasi atau penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus), mencit (Mus muculus). Kelebihan menggunakan
hewan coba tikus karena tikus hidup lebih baik sendiri dalam kurungan, mudah
pengaturannya, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan peka
terhadap pengaruh kolesterol jika diberikan perlakuan terhadap komponen
dietnya, karakteristik tikus adalah hewan nokturnal (tidak aktif pada malam
hari), tidak mempunyai kantung empedu, tidak dapat muntah dan tidak pernah
berhenti tumbuh (sukandar. 2008).
Klasifikasi mencit:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Chordata
Subfilum :
Vertebrata
Kelas :
Mamalia
Subkelas :
Thoria
Ordo :
Rodentia
Sub ordo :
Myosmorpsio
Famili :
Muridae
Sub Famili :
Murinae
Genus :
Bandicato, Rahas
Spesies :
Mus musculus
Klasifikasi tikus:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Chordata
Subfilum :
Vertebrata
Kelas :
Mamalia
Subkelas :
Thoria
Ordo :
Rodentia
Sub ordo :
Myosmorpsio
Famili :
Muridae
Sub Famili :
Murinae
Genus :
Rattus
Spesies : Rattus
norvegiens (sukandar.2008)
Akar tuba (Derris elliptika dan Derris mallacensis), familia leguminosae, lian mengayu dan banyak
tumbuh liar pada pohon kayu dipinggir sungai dan diladang yang ditinggalkan.
Semenjak dahulu kala Akar tuba dipakai untuk mematikan ikan dan juga membasmi
serangga. Akar tuba mengandung berbagai zat racun, yang terpenting ialah
retenon.
(syarif.2007)
Nama ilmiah tumbuhan tuba
adalah Derris eliptica (Roxb.). Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya
banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di ladang-ladang yang sudah ditinggalkan.
Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenuh (Karo), tuba (Toba), tuba (Sunda),
tuba jenong (Simalungun), tuba (Jawa). Tumbuhan tuba memiliki tinggi 5-10
meter, ranting berwarna coklat tua dengan lentisel yang berbentuk jerawat, daun
tersebar bertangkai pendek, memanjang sampai bulat telur berbalik, sisi bawah
hijau keabu-abuan, kelopak berbentuk cawan, polongan oval sampai memanjang,
biji 1-2, biasanya berbuah pada bulan April-Desember, banyak dahan, akar
dihasilkan pada buku dekat pangkal, buku kembung dan ada gelang merah pada
pangkal.
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas :
Dikotylae Universitas Sumatera Utara
Ordo :
Leguminosae
Familia :
Derris
Species : Derris eliptica
Rotenon
adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga rotenon termasuk
senyawa golongan flavanoida. Salah satu kandungan dari ekstrak tanaman tuba adalah
rotenon dengan nama lain tubotoxin (C23H22O6).
Tubotoxin merupakan insektisida alami yang kuat, titik lelehnya 1630C,
larut dalam alkohol, karbon tetraklorida, kloroform, dan banyak larutan organik
lainnya. Jika terbuka terhadap cahaya dan udara mengalami perubahan warna
kuning terang menjadi kuning pekat, orange dan terakhir menjadi hijau tua dan
akan diperoleh kristal yang mengandung racun serangga (sukandar.2008).
III.
Metodologi
Percobaan
3.1 Alat
1. Timbangan
2. Spuit
injeksi
3. Jarum
ukuran 1 ml
4. Sonde/kanulla
5. Sarungan
tangan
6. Stop
watch
7. Wadah
pengamatan
3.2 Bahan
- Dosis
tinggi obat :
1. Vitamin
E (Dalfarol®)2
2. Mecobalamin
®3
3. Pregabalin
(Lyrica®)4
4. Sodium
picosulfat (Laxoberon®)5
5. Benzoil
Metronidazol (Flagyl®)6
6. Eter,
Larutan NaCl 0,9%
7. Alkohol
70%
3.4
Cara Kerja
1. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan
2. Masing-masing
kelompok mendapatkan 1 mencit
3. Mencit
di suntikkan per oral obat amoxcicillin suspensi sebanyak 0,5 ml. Ditunggu
selama 10 menit
4. Setelah
10 menit mencit dimasukan dalam wadah tertutup yg berisi eter untuk membius
mencit
5. Setelah
mencit tidak bergerak / terbius maka mencit siap untuk dibelah bagian perutnya
6. Mencit
diletakkan diatas meja yang beralas steoform dan ditelentangkan
7. Kemudian
dibelah perut mencit
8. Diambil
/ keluarkan organ dalamnya tanpa putus dengan memotong selaput-selaput tipis
pada bagian / susunan organ
9. Kemudian
dicuci bagian organnya dan dikubur bersama dengan mencit
IV.
Hasil
dan Pembahasan
Percobaan uji toksisitas, anestesi dan pembedahan
menggunakan mencit (Mus musculus)
sebagai hewan coba. Obat yang digunakan untuk uji toksisitas adalah Co-amoxiclav,
mecobalamin, pregabalin, laxoberon
dengan dosis tinggi sedangkan untuk membunuh hewan uji digunakan eter dan
metode dislokasi leher.
Toksisitas adalah potensi merusak dari suatu zat kimia
terhadap makhluk hidup. Uji toksisitas merupakan pengujian potensi merusak dari
suatu zat kimia ataupun obat yang masuk atau diabsorbsi oleh tubuh, uji
toksisitas dibagi menjadi menjadi tiga jenis berdasarkan masa pajanannya, yaitu
uji toksisitas akut, uji toksisitas sub akut dan uji toksisitas kronis. Uji
toksisitas akut dilakukan untuk menyatakan toksisitas akut suatu obat, umumnya
digunakan ukuran LD50 (dosis
letal medium 50) yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari sekelompok
hewan percobaan. Demikian juga sebagai ukuran dosisi efektif dan dosis terapi
ukuran yang digunakan adalah ED50
(dosis efektif median), yaitu dosis yang memberikan efek tertentu pada
50% dari hewan coba. Cara pemberian obat
dan dosis yang digunakan tergantung dari kebutuhan uji klinik yang dilakukan.
Evaluasi parameter hasil uji toksiksisitas dilakukan pengamatan umum (meliputi penampilan, prilaku
aktifitas motorik serta abnormalitas hewan uji sebelum sebelum dan sesudah uji
toksisitas), parameter klinik dan
pemeriksaan setelah kematian. Parameter klimik meliputi pemeriksaan
hematologi darah (pengamatan sel darah merah, sel darah putih, trombosit,
hemoglobin dan angka hemtokrit).
Dilakukan uji biokimia darah meliputi penentuan kadar glukosa, keratin, trigliserida, protein
total, albumin dan kolestrol. Pada akhir pengujian dilakukan pemeriksaan
makroskopik terhadap organ hati, ginjal, kelenjar adrenal, lambung, jantung, limpa, paru, otak, testes, vesika
seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).
Toksikan adalah bahan yang menyebabkan efek toksik dimana
efek toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan yang mengalami
biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan efek toksik.
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung terhadap sifat
fisik dan kimia dari situasi paparan dan kerentanan sistem biologis. Jalan
masuk kedalam tubuh suatu bahan yang toksik umumnya melalui saluran pencernaan,
saluran pernapasan, kulit, saluran reproduksi dan melalui mata. Toksik adalah
racun atau zat kimia yang apabila masuk ke tubuh dapat memberikan efek yang
merugikan. Toksin adalah zat yang berasal dari tanaman, hewan ataupun bakteri
yang beracun terhadap manusia.
Obat mempunyai respon farmasetik sepanjang masih adanya
dosis obat yang terkandung dalam obat dan berada dalam batas keamanan obat.
Beberapa obat menunjukan efek terapi luas. Ini menunjukan bahwa pasien dapat
diberikan dengan range tingkat dosis yang besar tanpa terjadi efek samping.
Sedangkan obat lainnya mempunyai indek terapi sempit dimana ketika dosis
dilebihkan dapat menyebabkan toksik pada pasien. Obat yang mempunyai indeks
terapi sempit membutuhkan pengawasan pada level obat dalam plasma dan
penyesuaian dosis untuk mencegah munculnya efek toksik.
Manfaat dari uji toksisitas dalam bidang farmasi yaitu
untuk mengetahui tingkat toksisitas dan kemanan dari obat, makanan, dan
kosmetik, serta mengamati efektifitas farmakologi suatu obat baik tradisional
maupun sintesis. Manfaat anestesi dalam bidang farmasi yaitu untuk mengetahui
tingkat kekuatan bius atau anestesi dari obat, baik dari kekuatan analgesia
maupun lamanya waktu anestesi dari obat yang diberikan. Manfaat eutanasia dalam
bidang farmasi yaitu untuk mengetahui seperti apa perubahan organ dalam yang
mengalami toksisitas akibat dari pemberian obat yang diberikan.
Anestetika adalah zat-zat yang digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf.
Anestesi terbagi menjadi dua, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi
umum yaitu hilangnya rasa sakit yang disertai dengan hilangnya kesadaran,
sedangkan anestesi lokal yaitu hilangnya rasa sakit tetapi tidak disertai
dengan hilangnya kesadaran. Berdasarkan cara penggunaannya dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu anestesi inhalasi dan anestesi intravena.
Anestesi percobaan ini merupakan anestesi umum
menggunakan anestesi inhalasi. Anestesi
inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah
menguap sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang
digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat
anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.Mekanisme kerja dari eter
yaitueter melakukan kontraksi pada
otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati
sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah
kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil
diekskresi urin, air susu, dan keringat. Efek sampingnya yaitu iritasi
saluran pernafasan, depresi nafas, mual, muntah, salivasi.Keuntungan dari anestesi inhalasi yaitu rearbsorbsi yang
cepat melalui paru seperti juga ekskresinya melalui gelembung alveoli yang
biasanya dalam keadaan utuh, pemberiaanya mudah dipantau dan dapat dihentikan
serta dapat memelihara anestesi. Anestesi inhalasi yang sempurna adalah yang
masa induksinya dan masa pemulihannya singkat dan nyaman, peralihan stadium
anestesinya terjadi cepat, relaksasi otot sempurna, berlangsung cukup aman dan
tidak menimbulkan efek toksik atau efek samping berat dalam dosis anestesik
lazim.
Anestesi umum dibagi kedalam empat tahapan anestesi,
yaitu stadium I, stadium II, stadium III dan stadium IV. Stadium I dimana hewan
coba tidak merusak nyeri tetapi masih dalam keadaan sadar, stadium II (ekstasi)
dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan yang teratur dan
tampak mengalami delirium (gerakan diluar kehendak). Stadium III (pembedahan)
dimulai dengan timbulnya pernapasan menjadi lemah, pupil sangat lebar dan refleks
cahaya hilang. Stadium IV (depresi medula oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut, pembuluh darah menjadi kolaps dan jantung berhenti berdenyut
hingga terjadi kematian. Kelumpuhan nafas tidak dapat diatasi dengan pernapasan
buatan bila tidak didukung dengan alat bantu nafas dan sirkulasi.
Dislokasi leher yaitu metode membunuh hewan uji yaitu
mencit dengan cara menarik tulang leher mencit hingga mati. Proses dislokasi dilakukan dengan cara:
·
Ekor mencit
dipegang dan kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa dijangkaunya.
·
Mencit akan
meregangkan badannya.
·
Saat mencit
meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan suatu penahan, misalnya pensil
atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri.
·
Ekornya ditarik
dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya akan terdislokasi dan
mencit akan terbunuh.
Co-Amoxiclav
merupakan antibakteri kombinasi oral yang terdiri antibiotika, semisintetik
amoksisilina dan penghambat beta-laktamase, kalium klavulanat (garam kalium
dari asam klavulanat).
Amoksisilina
adalah antibiotik semisintetik dengan spektrum aktivitas antibakteri luas yang
mempunyai efek bakterisidal terhadap berbagai macam bakteri gram-positif dan
gram negatif.
Asam
klavulanat adalah suatu beta-laktam, yang struktur kimianya mirip dengan
golongan pinisilin, mempunyai kemampuan menghambat aktivitas berbagai enzim
beta-laktamase yang sering ditemukan pada berbagai mikroorganisme yang resisten
terhadap golongan pinisilin dan sefalosporin.
Formulasi amoksisilina dan asam klavulanat dalam Co Amoxixlav melindungi amoksisilina dan penghancuran oleh beta-laktamase yang sering ditemukan pada berbagai dan secara efektif memperluas spektrum antibiotika dalam amoksisilina terhadap bakteri-bakteri yang biasanya resisten terhadap amoksisilina dan berbagai antibiotika berspektrum luas dan menghambat enzim beta-laktamase.
Formulasi amoksisilina dan asam klavulanat dalam Co Amoxixlav melindungi amoksisilina dan penghancuran oleh beta-laktamase yang sering ditemukan pada berbagai dan secara efektif memperluas spektrum antibiotika dalam amoksisilina terhadap bakteri-bakteri yang biasanya resisten terhadap amoksisilina dan berbagai antibiotika berspektrum luas dan menghambat enzim beta-laktamase.
Mecobalamin
merupakan bentuk aktif dari vitamin B12, dan berperan dalam meningkatkan
produksi sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh melalui dua cara, yakni dengan
memacu sintesis asam nukleat di sumsum tulang dan juga dengan memacu pematangan
dan pembelahan sel darah merah. Selain itu, mecobalamin juga digunakan untuk
mengobati neuropati perifer. Efek samping mecobalamin meliputi rasa mual, nafsu
makan menurun, dan mungkin terjadi muntah. Mecobalamin dapat dimakan sebelum
atau setelah makan. Jangan gunakan mecobalamin bersamaan dengan neomisin, asam
aminosalisilat, colchicine, dan obat penghambat reseptor H2. Hindari juga
penggunaan mecobalamin bersamaan dengan kontrasepsi oral dan injeksi
kloramfenikol.
Sodium
picosulfate, merupakan zat aktif LAXOBERON®
yang bekerja lokal sebagai pencahar kontak karena adanya gugus triarylmethane,
dimana gugus ini akan diaktifkan oleh bakteri, yang kemudian akan merangsang
mukosa usus besar, sehingga menormalkan peristalsis usus besar. Untuk keadaan
dimana diperlukan buang air besar yang lebih mudah.
Pregabalin, obat baru ini telah
dipasarkan dengan indukasi khusus nyeri neuropatis. Pregabalin
mengurangi jumlah noradrenalin, glutamat, dan substance-P di ruang sinaps,
dengan efek peringanan nyeri. Efek samping utamanya adalah perasaan pusing
hebat yang mirip keadaan mabuk dan kejang kaki, yang tidak hilang sesudah 4-5
hari seperti halnya pada obat-obat nyeri saraf lain.
Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan coba yang
dilakukan bertujuan agar bahan kimia yang kita konsumsi baik melalui obat,
makanan ataupun kosmetik aman untuk dikonsumsi. Karena tujuan akhir dari uji
toksikologi ini adalah untuk keselamatan dan kesehatan manusia, maka hewan
percobaan yang digunakan mempunyai sifat-sifat respon biologis dan adaptasi
yang mendekati manusia. Semakin sama
sistem organ antara hewan coba dengan manusia maka akan semakin baik hasil uji toksisitas yang dilakukan. Walaupun
farmakologi toksikologi pada hewan coba memberikan data yang berharga, diagnosis
tepat mengenai efeknya pada manusia belum dapat dipastikan akurat karena
spesies yang berbeda tentunya menimbulkan perbedaan jalur dan kecepatan
metabolisme, kecepatan ekskresi, sensitivitas reseptor, perbedaan anatomi dan
fisiologi. Oleh karena itu, untuk mempertegas efek obat atau zat kimia pada
manusia, baik efek terapi maupun non terapi, perlu dilakukan pengujian langsung
terhadap manusia. Hewan percobaan yang digunakan dalam uji toksisitas meliputi
primata (kera ekor panjang), anjing, kelinci, tikus dan mencit. Berdasarkan
tingkat kesamaan sistem biologik dan sistem organ serta tingkat hasil uji
toksistas dari yang tinggi kerendah secara berurutan yaitu primata (kera ekor
panjang) - anjing - kelinci - tikus dan
mencit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas antara lain
dosis, pelaksanaan pengawasan dan keadaan fungsi organ. Dosis ditentukan oleh
konsentrasi dan lamanya pemaparan dan eksposisi zat yang diberikan pada pasien.
Pengawasan dalam penggunaan dan konsumsi zat kimia ataupun obat sangat penting
untuk menentukan konsentrasi zat yang dapat menyebabkan toksik dalam
penggunaannya. Keadaan fungsi organ yang berkontak dengan suatu zat toksik akan
memperngaruhi kerja eksposisi dan netralisasi toksin dalam tubuh manusia. Dalam
hal ini hati dan ginjal memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya
toksisitas pada tubuh karena hati dan ginjal merupakan tempat terjadi absorbsi,
metabolisme dan eksresi terbesar dan
utama dalam tubuh.
Untuk menyatakan toksisitas suatu obat umumnya digunakan
ukuran LD50 yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari
sekelompok hewan coba, obat atau zat kimia dikategorikan supertoksik jika dosis
sebesar 5 mg/Kg berat badan atau kurang
dari 5 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan amat sangat toksik jika
dosis sebesar 5-50 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan sangat toksik jika
dosis sebesar 50-500 mg/Kg berat badan. Obat dikategorikan toksik sedang jika dosis sebesar 0,5-5 g/Kg
berat badan. Obat dikategorikan toksik ringan jika dosis sebesar 5-15 g/Kg
berat badan. Dan obat dikategorikan praktis tidak toksik jika dosis sebesar
lebih dari 15 g/Kg berat badan.
Sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat toksisitas
atau potensi merusak pada organ fungsional pada mencit, terlebih dahulu
dilakukan anestesi agar keadaan pingsan tercapai, analgesia (hilangnya rasa
nyeri) dan relaksasi otot sehingga pembedahan mudah untuk dilakukan. Setelah 24
jam, mencit dianestesi dengan cara dimasukkan kedalam toples yang berisi kapas
yang telah ditetesi kloform dan telah dijenuhkan. Penjenuhan ini bertujuan agar
peralihan stadium anestesinya
berlangsung cepat dan nyaman . Kemudian
toples ditutup agar kloroform yang diberikan menguap sempurna ditoples.
Anestesi mencit langsung dilakukan hingga tercapai stadium IV atau kematian.
Anestesi pada tikus putih bertujuan untuk membedakan
stadium yang terjadi pada saat anestesi, anestesi pada tikus dilakukan dengan
cara memasukkan tikus putih kedalam toples yang berisi kapas yang telah
ditetesi kloroform dan telah dijenuhkan. Kemudian toples ditutup agar kloroform
yang diberikan menguap sempurna ditoples. Anestesi dalam percobaan ini
merupakan anestesi umum yaitu anestesi untuk menghilangkan nyeri (analgesia)
yang disertai dengan hilangnya kesadaran hewan coba.
Mencit mengalami stadium I dengan terjadinya analgesia
yang ditandai dengan menurunnya kesadaran, hilangnya kepekaan terhadap waktu, depresi intelegensi dan disoerientasi.
Pada tahap ini rasa nyeri hilang dan dapat dilakukan pembedahan. Anestesi
stadium II ditandai dengan tikus mengalamai delirium atau keadaan gelisah
disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi stadium III (pembedahan) dimulai
dari teraturnya pernafasan sampai pernafasan pendek atau cepat hilang. Anestesi
stadium III ini terdiri atas empat tingkat menurut keadaan perbedaan gerakan
bola matam refleks bulu mata dan konjugativa, tonus otot lebar pupil yang
menggambarkan semakin dalamnya
pembiusan. Tingkat I dimana pernafasan teratur, seimbang antara pernapasan dada
dan pernapasan perut, gerakan bola mata yang terjadi diluar kehendak,
miosis, sedangkan tonus otot rangka
masih ada. Tingkat II dimana pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih
kecil, bola mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka melemas dan
refleks laring hilang sehingga pada tahap ini dapat dilakukan inkubasi. Tingkat
III dimana terlihat pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada
karena otot interkostal lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih
besar tetapi belum maksimal. Tingkat IV dimana pernapasan perut yang sempurna
karena otot interkostal lumpuh, tekanan darah menurun, pupil sangat lebar dan
refleks cahaya hilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai ketingkat IV ini,
sebab dapat menyebabkan hewan coba mudah sekali masuk kedalam anestesi stadium
IV, yaitu ketika pernapasan mulai melemah. Anestesi stadium IV terjadi pada
detik ke-40 yang ditandai dengan melemahnya atau berhentinya pernapasan pada
tikus dan otot menjadi lemas. Ketika tikus mencapai stadium III, tikus
dikeluarkan agar tidak masuk pada stadium IV atau kematian dan untuk memulihkan
kembali keadaan tikus dengan kembali normalnya pernapasan. Setelah tikus
kembali normal, tikus dianestesi kembali hingga mencapai stadium IV hingga
kematian untuk pemusnahan hewan coba, kemudian tikus dibedah untuk diamati
sistem organnya.
Pembedahan mencit dan tikus putih dilakukan diatas papan
bedah. Abdomen tikus dan mencit diiris dengan pisau bedah atau digunting dengan
gunting bedah secara midsagital yaitu digunting atau diiris sepanjang kulit
abdomen dan toraks kemudian digunting atau diiris secara lateral pada bagian
anterior dan posterior di antara torehan midsagital sehingga seluruh otot
diperlihatkan. Bagian yang diiris atau digunting yaitu jaringan epitel yaitu
bagian kulit yang melapisi atau melindungi organ bagian dalam. Pembedahan ini harus
dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan
seperti teriris atau terguntingnya pembuluh darah yang dapat menyebabkan
pendarahan, teriris atau terguntingnya organ bagian dalam sehingga organ dalam
pecah atau rusak yang menyebabkan tidak dapat diamatinya toksisitas terhadap
organ tersebut. Mencit yang dibedah dengan sempurna kemudian diamati organ
fungsionalnya seperti hati, jantung, paru, ginjal, usus besar, usus kecil, dan
lambung.
Organ yang diamati untuk uji toksisitas pada mencit yaitu
hati, ginjal dan jantung. Hati merupakan
tempat untuk menetralisir toksin atau memetabolisme toksin pada tubuh sehingga
jika terjasi toksisitas maka toksin yang tidak termetabolisme akan terakumulasi
pada hati. Ginjal merupakan tempat filtrasi, absorbsi, metabolisme dan eksresi
sehingga jika terjadi toksisitas maka toksin yang tidak dapat dimetabolisme dan
dieksresikan akan terakumulasi pada ginjal. Sedangkan jantung merupakan tempat
pompa darah, dimana toksin yang masih terdapat pada darah yang telah difiltrasi
oleh ginjal dan dinetralisasi oleh hati dapat terakumulasi dalam jantung pada
proses pemompaan darah atau sirkulasi darah pada jantung. Terakumulasinya
toksin pada organ jantung, ginjal dan hati ini terjadi karena toksin yang masuk
atau diabsorbsi melibihi ambang batas sehingga tidak dapat termetabolisme dan
menyebabkan toksin terakumulasi pada organ tersebut.
Pada percobaan setelah mencit diberikan antibiotik
amoxicillin dengan dosis tinggi, mencit dibedah untuk melihat organ dalamnya,
pada hasil pengamatan didapatkan organ pada mencit yaitu lambung mengalami
pembengkakan.
V.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan:
a. Toksisitas
adalah potensi merusak dari suatu zat kimia terhadap makhluk hidup.
b. Uji
toksisitas merupakan pengujian potensi merusak dari suatu zat kimia ataupun
obat yang masuk atau diabsorbsi oleh tubuh.
c. Parameter
uji toksiksisitas adalah pengamatan umum (meliputi penampilan, perilaku
aktifitas motorik serta abnormalitas hewan uji sebelum sebelum dan sesudah uji
toksisitas), parameter klinik (pengamatan sel darah merah, sel darah putih,
trombosit, hemoglobin dan angka hemtokrit) dan
pemeriksaan setelah kematian, seperti pemeriksaan makroskopik terhadap
organ hati, ginjal, kelenjar adrenal, lambung,
jantung, limpa, paru, otak, testes, vesika seminalis (jantan), uterus
dan ovarium (betina).
d. Adapun
faktor yang mempengaruhi respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain
tergantung terhadap sifat fisik dan kimia dari situasi paparan dan kerentanan
sistem biologis (keadaan fungsi organ), selain itu dosis dan pelaksanaan
pengawasan
e. Pada
percobaan setelah mencit diberikan antibiotik amoxicillin dengan dosis tinggi,
mencit dibedah untuk melihat organ dalamnya, pada hasil pengamatan didapatkan
organ pada mencit yaitu lambung mengalami pembengkakan.
f. Oleh
karena itu, pemberian dosis suatu zat sangat berpengaruh terhadap toksisitas
suatu zat, dimana semakin tinggi kadar dosis yang digunakan, maka tingkat
toksisitasnya juga semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Mycek, M. J. 2009. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Edisi 2. Widya
Medika. Jakarta
-
Syarif, Amir, dkk. 2007. Farmakologi
dan Terapi. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKU.
Jakarta
-
Sukandar, Elin Yulinah. 2008. Farmakoterapi.
ISFI. Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar