I.
TUJUAN PRAKTIKUM
-
Untuk mengetahui efek dari obat diuretik pada hewan
percobaan
-
Untuk mengetahui volume urin yang dihasilkan oleh
hewan akibat pemberian obat diuretik
-
Untuk mengetahui mekanisme kerja dari obat diuretik.
II. DASAR TEORI
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang terletak pada
bagian ventra dinding perut bagian dossal, dibawah diafragma dan masing-masing
terletak pada kedua sisi kolom tulang belakang. Bagian cembungnya mengarah ke
lateral, bagian cekungnya ke medial. Pada bagian cekung ini terdapat hilus
ginjal , yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh, saraf serta ureter.
Panjang ginjal 10-12 cm, penampang melintangnya 5-6 cm, beratnya sekitar
120-200 gram (Mycek, 1997)
Udem adalah penimbunan
cairan secara patologik dalam ruang ekstrarasal khususnya dalam ruang
interstitium.
Diuretika adalah senyawa
ataupun obat-obatan yang dapat menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran
urin. Obat-obat ini merupakan penghambat transport ion yang menurunkan
reabsorbsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda.
Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukan “obat ginjal”,
artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal,
diuretik bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi ion-ion tertentu, terutama
ion natrium dan klorida, dan dengan ini bersamaan akan meningkatkan ekskresi
air. Terbaik adalah jika obat dapat mengatur elektrolit organisme seperti
konsentrasi yang ada dalam cairan interstitium (Mycek, 1997)
Disamping kerja terhadap ginjal, diuretika juga mempunyai
kerja terhadap bagian lain (ektrasenal) yang besarnya berbeda-beda bergantung
pada kelompok diuretiknya. Sebagai contoh, setelah pemberian iv diuretika jerat
henle tipe furosemid, efek timbul sangat cepat. Efek yang baik pada penanganan
insufisiensi jantung akut ini timbul karena adanya preload (beban) jantung
akibat dilatasi vena. Kerja antihipertensi diuretika sekurang-kurangnya
sebagian disebabkan oleh berkurangnya reagibilitasi pembuluh.
Masing-masing diuretika memiliki tempat kerja yang berbeda-beda.Inhibitor
karbonat anhidrase terutama bekerja pada tubulus proksimal, diuretika loop,
pada bagian menebal jerat henle menaik, hazid pada tubulus kortortus distal
serta diuretika hemat kalium pada duktus renalis rekti. Tempat kerja menentukan
kekuatan kerja dan efek samping penting diuretika (Mycek, 1997)
Diuretika yang dalam daerah yang luas mempunyai kurva
hubungan dosis kerja yang hampir linier disebut diuretika piaton tinggi. Pada
diuretika ini, dengan peningkatan dosis akan dapat dicapai efek diuresis yang
lebih kuat. Termasuk dalam golongan ini adalah diuretika loop, sedangkan
diuretika yang mempunyai kurva dosis. Kerja cepat menjadi datar, berarti mulai
suatu titik tertentu peningkatan dosis tak menunjukkan penambahan kerja yang
nyata, disebut sebagai diuretika platon rendah.Yang termasuk diuretika ini
adalah tiazid dan hemat kalium. Indikasi utama dari diuretika adalah :
·
Udem akut (misalnya udem paru)
·
Udem kronik
·
Hipertensi
·
Insufisiensi jantung
·
Diabetes insipidus
·
Glaukoma
2.3.1 Mekanisme kerja diuretika
Kebanyakan diuretika
bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat
kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus
terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yaitu di :
1.
Tubuli
proksimal
Ultrafiltat mengandung
sejumlah besar garam yang disini direabsorbsi secara aktif untuk lebih kurang
70 % antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan udem.
Karena reabsorbsi berlangsung secara proposional,susunan filtrat tidak berubah
dan isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotik (manitol, sorbitol) bekerja
disini dengan melintangi reabsorbsi air dan juga natrium.
2.
Lengkungan
henle
Dibagian menaik henle’s
loop ini Ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi secara
aktif, disusul dengan readsorbsi pasif dari Na+ dan K+,
tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis.
3.
Tubuli
distal
Dibagian pertama segmen
ini, Na+ direabsorbsi secara aktif pula tanpa air sehingga filtrat
menjadi lebih cair dan lebih hipotonis.Senyawa tiazid dan klortalidon bekerja
ditempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl-
sebasar 5-10 %. Dibagian kedua segmen ini, ion Na+ditukarkan dengan
ion K+ atau NH4+, proses ini dikendalikan oleh
hormon anak ginjal aldosteron (Mycek, 1997)
4.
Saluran
pengumpul
Hormon antidiuretika ADH
(vasoprein) dari hipofise bertitik kerja disini dengan jalan mempengaruhi
permeabilitus bagi air dari sel-sel saluran ini .
2.3.2 Penggolongan diuretika
a.
Diuretik osmotik
Diuretik osmotik
merupakan senyawa yang setelah pemberian intravena.Walaupun dititrasi oleh
glomerulus, tidak mengalami reabsorbsi ditubulus. Sesuai dengan tekanan
osmotiknya, senyawa ini akan menahan air dilumen tubulus sehingga dengan
demikian akan meningkatkan diuresis. Ekskresi elektrolit hanya ditingkatkan
sedikit saja oleh senyawa ini (Mycek, 1997)
Karena diuretik osmotik
digunakan untuk meningkatkan ekskresi air daripada ekskresi Na+,
maka obat-obat initidak berguna untuk mengobati terjadinya retensi Na+.Obat-obat
ini digunakan untuk memelihara aliran urin dalam keadaan toksik akut setelah
menelan zat-zat beracun yang berpotensi menimbulkan kegagalan jantung
akut.Diuretik osmotik masih digunakan untuk mengobati pasien dengan peningkatan
tekanan intracranial, atau kegagalan ginjal akut karena syok, keracunan obat
dan trauma. Mempertahankan aliran urin akan mempertahankan fungsi ginjal dalam
jangka waktu lama dan dapat menghindarkan pasien dari dialisis.
Dosis adalah 500-1000 ml
larutan manit 10 % atau 250-500 ml larutan manit 20 %. Pada oliguri/anusi hanya
diuji lebih dahulu dengan infus percobaan apakah diuresis dapat terjadi. Jika
tak terjadi diuresis, pemberian infus tidak boleh dilanjutkan (bahaya
terjadinya pergeseran volume dari ruang ekstrasal ke ruang intrasal) (Mustehler, 1991)
b. Inhibitor karbonik anhidrase
Komponen struktur yang
terpenting dari inhibitor karbonik anhidrase adalah gugus sulfonamide yang
tidak tersubstitusi yang terkait pada sebuah sistem cincin aromatik atau heteroaromatik
(SO2NH2).
Hambatan pada karbonik
anhidrase memperkecil reabsorbsi tubulus dari ion natrium, karena jumlah ion N+
yang masuk ke lumen lebih sedikit.Akibatnya adalah terjadinya peningkatan
ekskresi ion natrium, kalium dan hidrogen karbonat melalui ginjal dan disertai
ekskresi air. Kehilangan basa akan menyebabkan terjadinya asidosis dalam darah.
Dengan ini kerja inhibitor karbonik anhidrase berkurang dengan cepat.
Kerja mulai sekitar 6 jam
setelah penggunaan obat, dan kerjanya sendiri bertahan sekitar 4-6 jam.Untuk
menghilangkan udem diberikan rata-rata dosis 250 mg/hari. Dengan pemberian
bersama kalium hidrogen karbonat akan dapat diperoleh kembali cadangan alkali
normal (Ganiswara, 2002)
c.
Diuretik
tiazid
Tiazid merupakan obat
diuretik yang paling banyak digunakan.Obat-obat ini merupakan derivat
sulfanomida dan strukturnya berhubungan dengan penghambat karbonik
anhidrase.Tiazid memiliki aktivitas diuretik lebih besar daripada azetozolamid,
dan obat-obat ini bekerja di ginjal dengan mekanisme yang berbeda-beda. Semua
tiazid mempengaruhi tubulus distal, dan semuanya memiliki efek diuretik
maksimum yang sama, berbeda hanya dalam potensi, dinyatakan dalam permiligram
basa (Ganiswara, 2002)
Tiazid meningkatkan
ekskresi ion natrium dan ion klorida, demikian juga ion kalium dan ion
magnesium, diekskresikan lebih banyak. Sebaiknya ekskresi ion kalsium dan ion
fosfat akan berkurang. Walaupun tidak begitu menonjol, laju filtrasi glomerulus
akan berkurang. Tiazid juga berkhasiat pada keadaan metabolisme adosis dan pada
terapi jangka panjang ini kerja saluretik akan diperlemah karena adanya
pengaturan baik organism sendiri/peningkatan pembebasan renin, bertambahnya
pembentukan angiotensi II dan meningkatnya pengeluaran aldosteron (Sukarida,
2009)
Tiazid diabsorbsi dengan
baik dan cepat dari dalam usus dan diekskresikan baik melalui filtrasi
glomerulus maupun terutama melalui sekresi aktif dalam tubulus
proksimal.Biotransformasinya sangat bervariasi.Efeknya lebih lambat dan lemah,
juga lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi pemeliharaan
hipertensi dan kelemahan jantung.Obat-obat ini memiliki kurva dosis efek datar,
artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi, efeknya (diuresis, penurunan tekanan
darah) tidak bertambah.
Tiazid dan diuretik mirip
tiazid sangat berguna dalam pengobatan edema yang menyertai gagal jantung
kongesif, sirosis hati dan sindrom nefrotik.Karena edema adalah gejala yang
mendasari suatu penyakit dan bukan merupakan penyakit tunggal, maka penyakit
dasar tersebut harus diatasi pertama kali jika memungkinkan.Jika pengobatan
awal tidak menghilangkan cairan edema, terapi dengan diuretik
dianjurkan.Perhatian diperlukan jika tiazid atau diuretik mirip tiazid
diberikan bersama glikosida jantung untuk pengobatan edema yang menyertai gagal
jantung kongesif. Diuretik ini cenderung mengakibatkan hipokalemia (Sukarida,
2009)
Tiazid dan diuretik mirip
tiazid juga berguna dalam pengobatan kelainan nonedema tertentu, meliputi
hipertensi, diabetes, renal tubuli asidosis tipe II dan hiperkalciuria. Tiazid
bersama dapat menurunkan tekanan darah 10-15 mmHg dalam 3-4 hari pertama
pengobatan kontinyu (Katzung, 1998)
d.
Diuretik
loop (High-ceiling diuretics)
Diuretik kuat mencakup
sekelompok diuretika yang efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretik
lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa diuretika kuat mempunyai mula kerja dan
lama kerja yang lebih pendek dari
tiazid. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh faktor farmakokinetika dan
adanya mekanisme kompensasi (Katzung, 1998)
Diuretik kuat terutama
bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit diansa henle asendens
bagian epitel tebal; tempat kerjanya dipermukaan sel epitel bagian luminal
(yang menghadap ke lumen tubuli). Pada pemberian secara intravena obat ini
cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disentral peningkatan filtrasi
glomerulus.Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorbsi
cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal
diuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini hanya relatif berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya
cairan ekstrasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan hal ini
akan mengakibatkan meningkatnya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli
proksimal. Hal terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme kompensasi yang
membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal henle asendens,
dengan demikian akan mengurangi diuresis.
Diuretik kuat menyebabkan
meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya
kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca dan Mg juga ditingkatkan
sebanding dengan peninggian ekskresi Na+.berbeda dengan tiazid,
golongan ini tidak meningkatkan reabsorbsi Ca2+ di tubuli distal.
Berdasarkan atas efek kalsuria ini, golongan diuretika kuat digunakan untuk
pengobatan simtomatik hiperkalsemia.
Diuretik kuat terikat
pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus
tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transport asam organik ditubuli
proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairan tubuh dan mungkin sekali
ditempat kerja didaerah yang lebih distal lagi. Diuretik kuat diberikan secara
oral atau parenteral, masa kerja relatif singkat, 1 sampai 4 jam (Tjay, 2007)
Diuretik kuat efektif
untuk udema yang menyertai gagal jantung kongestif, sirosis hati dan sindrom
nefotik.Penggunaan secara berlebihan dapat mengurangi volume plasma secara
besar yang menghasilkan pengurangan pengembalian vena dan cardiac output dan
menyebabkan gagal jantung.
Bila ada nefrosis atau
gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis diuretik kuat yang lebih besar.
Diuretik kuat dapat menurunkan kadar kalsium plasma pada penderita
hiperkalsemia simptomatik dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui
urin. Bila digunakan untuk keperluan ini, maka perlu diberikan suplemen Na+
dan Cl- untuk menggantikan kehilangan Na+ dan Cl-
melalui urin.
Diuretik kuat dapat pula
meningkatkan kehilangan K+ dan H+ dalam proses urinasi.
Pertama, dengan menghambat kompleks kotransport 1 Na+/I K+/2
Cr pada site 2. Sehingga diuretik mencegah pembentukan valtase dari trarepihelidi lumen-positif dan oleh sebab
itu menghambat reabsorbsi praseluler dari K+ dan kation lain. Kedua,
penghambatan dari reabsorbsi Na+ pada site 2 pada akhirnya
mengirimkan lebih banyak ion Na+
yang difilter pada kecepatan yang lebih tinggi ke site 4. Hal ini menyebabkan
peningkatan pertukaran ion Na+ pada cairan luminal untuk K+
dan sel prinisipal dan ion H+ dalam sel interkalasi (Tjay, 2007)
e.
Diuretik
hemat kalium
· Antagonis aldosteron
Salah satu senyawa yang
masuk dalam terapi adalah spironolakton.Mekanisme kerjanya adalah memblok
secara kompetitif ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma ditubulus distal
akhir dan dalam tubulus penampung.Dengan demikian, aldosteron tidak dapat masuk
ke inti sel bersama reseptornya, dan sintesis protein yang diinduksi aldosteron
tidak terjadi.Protein ini berfungsi membuka saluran natrium dalam membrane sel
lumen. Akibatnya absorbsi akan berkurang dan pada saat bersamaan ekskresi
kalium berkurang (Katzung, 1998)
Dosis awal tiap hari
200-400 mg, pada terapi jangka panjang perhari 100-200 mg. Pada penggunaan yang
lama, perlu dijaga keseimbangan elektrolit pasien.
· Turunan sikloamidin
Yang termasuk diuretik
dengan struktur sikloamidin adalah triamteren dan amilorid.Berbeda dengan
spironolakton, kerjanya tidak didasarkan pada antagonisme terhadap aldosteron,
dan senyawa ini berkhasiat juga pada hewan yang diadrenalektoni.
Mekanisme kerjanya adalah
menghambat saluran transport Na+ dan K+. Setelah
penggunaan secara oral, triamteren dan amilorid dengan cepat diabsorbsi dari
usus, efek diuretik muncul setelah 1 jam dan mencapai maksimumnya setelah
sekitar 3-4 jam.
Triamteren
dibiotransformasi dengan cepat melalui hidroksi triamteren menjadi suatu
metabolit fase II yaitu ester asam sulfat dihidroksitrianteren, yang cukup
menarik karena zat ini masih aktif.Sebaliknya amilorid hanya di metabolisme
sedikit.Waktu paruh triamteren 4-6 jam, amilorid antara 18-20 jam.Kedua senyawa
diekskresikan melalui ginjal dan empedu.
Diuretik hemat kalium
ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan udem. Tetapi obat
golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretik lain
seperti tiazid atau loop. Mengingat kemungkinan terjadinya efek samping hiperkalemia
yang membahayangkan, maka pasien-pasien yang sedang mendapat pengobatan dengan
diuretik hemat kalium, sekali-kali jangan diberikan suplemen K+.Juga
harus waspada bila memberikan diuretik ini bersama dengan obat penghambat ACE,
karena obat ini mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya
hiporolemia dan hiperkalemia menjadi lebih besar.Selain itu, triamteren atau
amilorid tidak dapat diberikan bersama dengan spironolakton sebab dapat
menimbulkan hiperkalemia (Tjay, 2007).
1. Furosemida
a. Indikasi
: Efektif pada udema otak
dan paru_paru yang akut,
insufisiensi
ginjal dan hipertensi, keracunan barbiturat (dieresis paksa)
b. Mekanisme
kerja: merupak diuretika kuat, bekerja pada Henle’s loop.
Efek
per oral cepat (1/2 – 1 jam), bertahan selama 4-6 jam.
c. Kontra
indikasi : Anuria, nefritis akut.
d. Efek
samping : Gangguan saluran cerna
(mual dan mulut kering),
pada
injeksi i.v yang terlalu cepat dapat terjadi ketulian (jarang terjadi),
hipotensi
e. Sediaan
: Injeksi, tablet
1.
Loop
Diuretik
Termasuk dalam
kelompok ini adalah asam etekrinat, furosemide dan bumetanid.Forosemid atau
asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat
sulfonamid. Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida
dan kalium pada segmen tebal ujung asendem ansa henle (nefron) melalui inhibisi
pembawa klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat termasuk etakrinat,
furosemide dan bumetanid dan digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema,
serta oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal.Pengobatan bersamaan dengan
kalium diperlukan selama menggunakan obat ini.
2.
Mekanisme
Kerja
Secara umum
dapat dikatakan bahwa diuretik kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yang
lebih pendek dari tiazid.
Diuretik kuat
terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal
dengan cara menghambat kontraspor Na+/ K+/Cl-
dari membran lumen pada parsas cenden ansa henle, karena itu reabsorbsi Na+/
K+/Cl- menurun.
3.
Farmakokinetik
Furosemide
diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda
bioavaibilitas furosemit 65%.Diuretic kuat terikat pada protein plasma secara
ekstensif, sehingga tidak difiltrasi diglomerulus tetapi cepat sekali di
sekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal.
Sebagian besar furosemit diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian
kecil dalam bentuk glukuronit.
4.
Efek
samping
Efek samping
asam etakrinat dan furosemit dapat dibedakan atas:
1. Reaksi
toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi.
2. Efek
samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya yang terjadi.
Ganguan saluran cerna lebih sering terjadi
dengan asam etakrinat dari pada furosemit.Tidak dianjurkan pada wanita hamil
kecuali bila mutlak digunakan.Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian
sementara maupun menetap.Ketulian sementara dapat terjadi pada furosemit dan
lebih jarang pada bumetanit.Ketulian ini mungkin sekali disenbabkan oleh
perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe.Ototoksisitas merupakan suatu
efek samping unik kelompok obat ini.Pada penggunaan kronis diuretic kuat ini
dapat menurunkan bersihan litium.
5.
Indikasi
Furosenid lebih banyak digunakan dari pada
asam etakrinat, karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan.Diuretic kuat
merupakan obat efektif untuk pengobatan uden akibat gangguan hati, jantung,
atau ginjal.
III.
METODOLOGI
PERCOBAAN
A. Alat
-
Timbangan
-
Spuit injeksi dan jarum ukuran 1 ml
-
Sonde / kanulla
-
Sarung tangan
-
Stop watch
-
Wadah pengamatan
B. Bahan
-
Furosemida
-
Herba A, B dan C
-
Larutan NaCl 0,9%
-
Alkohol 70%
C. Hewan uji
- Mencit
D.Cara kerja
1.
Tiap
kelas dibagi ke dalam 4 kelompok
2.
Masing-masing
kelompok mendapat 1 mencit untuk satu macam perlakuan
3.
1
mencit sebagai control normal dengan diberikan larutan aqua pro injection
sebanyak 0,378 ml secara peroral.
4.
1
mencit diberi perlakuan dengan menggunakan suspensi furosemid sebanyak 0,409 ml
secara peroral.
5.
1
mencit diberi perlakuan dengan menggunakan suspensi alang-alang sebanyak
6.
1
mencit diberi perlakuan dengan menggunakan suspensi seledri sebanyak 0,37 ml
secara peroral
7.
1
mencit diberi perlakuan dengan menggunakan suspensi kumis kucing sebanyak 0,425
ml secara peroral.
8.
Diamati
dan dicatat berapa volume urin yang dihasilkan oleh mencit per 2 jam.
9.
Ditulis
hasil pengamatan pada kolom berikut.
IV. PERHITUNGAN
NaCMc
0,5% =
Jadi,
ditimbang NaCMC sebanyak 0,5 g, di
tambahkan dengan aquadest ad 100 mL.
Furosemid
= 80 mg x 0,0026
= 0,208 mg / 20 g BB x 2
=
= =
Jadi ditimbang 40 mg Furosemid, dilarutkan dalam NaCMC 0,5%
48,077 mL
Herba A (Alang-alang)
Herba B (Seledri)
Herba C (Kumis Kucing)
500
mg/kapsul = 2 x 2 kapsul / hari
= 4 kapsul
= 500 mg x 4
= 2000 mg x 0,0026
= x 2 = = =
Jadi,
diambil masing-masing herba sebanyak 2 kapsul, dilarutkan masing-masing dengan
48 mL NaCMC 0,5%.
Perhitungan
dosis
Mencit
1 (Furosemid) BB = 32,74 g
Dosis yang diberikan = x 0,5 mL =
0,409 mL
Mencit
2 (Aquadest pro Injection) BB = 30,21 g
Dosis yang diberikan = x 0,5 mL =
0,378ml
IV.
HASIL
PERCOBAAN
TABLE HASIL PENGAMATAN
Table
pengamatan kelas B
Injeksi P.O
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
KONTROL(-) aquadest
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
1,3 ml
|
Control (+)
Furesemida
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
1,9 ml
|
2,1 ml
|
2,1 ml
|
2,1 ml
|
2,1 ml
|
2,1 ml
|
Herba A
Alang-alang
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0,8 ml
|
Herba B
Seledri
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0,8 ml
|
0,8 ml
|
Herba C
Kumis kucing
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0,1 ml
|
Table hasil pengamatan kelas A
Injeksi P.O
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
total
|
Control(-)
Aquadest
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
Control (+)
Furosemide
|
0 ml
|
1,5ml
|
0,2 ml
|
0 ml
|
0,6 ml
|
0,1 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
2,5 ml
|
Herba A
Alang-alang
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
Herba B
Seledri
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
Herba C
Kumis kucing
|
0 ml
|
0,2 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0,8 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
0 ml
|
VI. PEMBAHASAN
Percobaan ini menggunakan hewan coba mencit yang dibagi menjadi lima
kelompok. Mencit pertama digunakan sebagai kontrol, mencit kedua digunakan
untuk melihat efek furosemid, mencit ketiga digunakan untuk melihat efek
alang-alang, mencit keempat digunakan untuk melihat efek seledri, dan mencit
kelima digunakan untuk melihat efek kumis kucing.
Diuretika dapat menyebabkan suatu keadaan meningkatnya volume urin.
Obat-obat ini merupakan penghambat transport ion yang menurunkan reabsorbsi Na+
pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya Na+ dan ion lain
seperti Cl- memasuki urin dalam jumlah lebih banyak dibandingkan
bila keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik. Jadi diuretik meningkatkan volume urin dan
sering mengubah pH-nya serta komposisi ion dalam urin dan darah.
Furosemid
adalah obat diuretik golongan “loop diuretik” atau diuretik lengkungan yang
dikenal sebagai diuretik kuat. Mekanisme kerjanya menghambat kotranspor Na+,
K+, dan Cl- dari membran lumen pada bagian asenden
lengkung Henle. Karena itu, reabsorbsi Na+, K+, dan Cl-
menurun. Furosemid merupakan obat diuretik paling efektif karena bekerja pada
bagian asenden lengkung Henle. Bagian ini bertanggung jawab untuk reabsorbsi
25-30% NaCl yang disaring dan bagian distalnya tidak mampu untuk mengkompensasi
kenaikan muatan Na+. Obat ini bekerja cepat, bahkan untuk pasien
dengan fungsi ginjal terganggu atau tidak bereaksi dengan diuretik lain. Efek
samping furosemid antara lain hipotensi dan hipokalemia reversibel.
Alang-alang atau ilalang,
Imperata cylindrica ialah sejenis rumput berdaun tajam, Rimpang
dan akar alang-alang kerap digunakan sebagai bahan obat tradisional, untuk
meluruhkan kencing (diuretika), mengobati demam dan lain-lain.
Seledri adalah tumbuhan serbaguna, terutama sebagai sayuran dan
obat-obatan.Seledri disebut-sebut sebagai sayuran anti-hipertensi.Fungsi
lainnya adalah sebagai peluruh (diuretika).
Orthosiphon aristatus atau dikenal dengan namakumis kucing termasuk tanaman dari
famili Lamiaceae/Labiatae. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman obat asli
Indonesia yang mempunyai manfaat dan kegunaan yang cukup banyak dalam
menanggulangi berbagai penyakit.Daun Kumis kucing basah maupun kering digunakan
sebagai menanggulangi berbagai penyakit, Di Indonesia daun yang kering dipakai
(simplisia) sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik).
Ada tiga faktor
utama yang mempengaruhi respon diuretik.
1. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada
daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil
bila dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi
natrium banyak.
2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis
hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda
terhadap diuretik.
3. Interaksi antara obat dengan reseptor .Kebanyakan bekerja dengan
mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air
diperbanyak.
Dalam percobaan ini terdapat suatu hasil
dimana mencit yang diberikan furosemid lebih banyak mengeluarkan urin
dibandingkan mencit yang lain. Hasil urine pada mencit yang diberi furosemid
2,1 ml. Mencit yang diberi alang-alang 0,8 ml. Mencit yang diberi seledri 0,8
ml. Mencit yang diberi kumis kucing 1 ml. Hal ini dikarenakan furosemid
termasuk dalam kelompok diuretik kuat. Namun ada pula faktor yang mempengaruhi
efek diuretik tersebut dimungkinkan karena ada atau tidaknya mencit tersebut
minum sebelum dilakukan uji. Mungkin pula mencit dengan pemberian herba A, B
dan C memiliki kondisi yang kurang sehat daripada mencit lain. Faktor lainnya
adalah sediaan obat yang tidak masuk secara maksimal pada mencit.
Mencit adalah hewan uji yang baik untuk dilakukan pengamatan dalam laboratorium.
Mencit sebenarnya baik untuk pengujian diuretik ini, namun dalam pengujian ini memiliki kekurangan karena
volume urin yang dapat ditampung kandung kemih mencit hanya 0,15 ml, ini
menyebabkan pengeluaran urin oleh mencit lebih kecil sehingga dikhawatirkan
dapat menyulitkan dalam pengukuran secara kuantitas.
VII. KESIMPULAN
-
Efek
diuretik pada hewan uji (mencit) yaitu untuk memperbanyak sekresi urin.
-
Volume
urin yang didapat pada hasil hewan uji Kontrol (-) (Aquadest) yaitu sebanyak
1,3 ml, Kontrol (+) (Furosemid) 1,2 ml, Herba A (Alang-alang), Herba B
(Seledri) 0,8 ml, Herba C (Kumis Kucing) 0,1 ml.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara. 2002. Farmakologi dan Terapi.
Gaya Baru: Jakarta
Katzung.1998. Farmakologi Dasar dan Klinik.
Penerbit EGC: Jakarta
Mustchler, E. 1991.Dinamika Obat. Penerbit ITB:
Bandung
Mycek, M.J et al. 1997. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Widya Medika: Jakarta
Rivana Usgiati. 2004. Efek Diuretika Daun Meniran terhadap Volume
Urin Tikus Putih Jantan.Skripsi. FMIPA UNI
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat,
Penggunaan dan Efek Sampingnya. PT Elex Media Komputindo:
Jakarta
Sukarida, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI
Penerbitan: Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar