Kamis, 16 Februari 2017

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II Diuretik


LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI II
Diuretik
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKADEMI FARMASI SAMARINDA
2014


I.      TUJUAN PRAKTIKUM

-       Untuk mengetahui efek dari obat diuretik pada hewan percobaan

-       Untuk mengetahui volume urin yang dihasilkan oleh hewan akibat pemberian obat diuretik

-       Untuk mengetahui mekanisme kerja dari obat diuretik.



II.  DASAR TEORI

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang terletak pada bagian ventra dinding perut bagian dossal, dibawah diafragma dan masing-masing terletak pada kedua sisi kolom tulang belakang. Bagian cembungnya mengarah ke lateral, bagian cekungnya ke medial. Pada bagian cekung ini terdapat hilus ginjal , yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh, saraf serta ureter. Panjang ginjal 10-12 cm, penampang melintangnya 5-6 cm, beratnya sekitar 120-200 gram (Mycek, 1997)

Udem adalah penimbunan cairan secara patologik dalam ruang ekstrarasal khususnya dalam ruang interstitium.

        Diuretika adalah senyawa ataupun obat-obatan yang dapat menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin. Obat-obat ini merupakan penghambat transport ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda.

        Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukan “obat ginjal”, artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal, diuretik bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi ion-ion tertentu, terutama ion natrium dan klorida, dan dengan ini bersamaan akan meningkatkan ekskresi air. Terbaik adalah jika obat dapat mengatur elektrolit organisme seperti konsentrasi yang ada dalam cairan interstitium (Mycek, 1997)

        Disamping kerja terhadap ginjal, diuretika juga mempunyai kerja terhadap bagian lain (ektrasenal) yang besarnya berbeda-beda bergantung pada kelompok diuretiknya. Sebagai contoh, setelah pemberian iv diuretika jerat henle tipe furosemid, efek timbul sangat cepat. Efek yang baik pada penanganan insufisiensi jantung akut ini timbul karena adanya preload (beban) jantung akibat dilatasi vena. Kerja antihipertensi diuretika sekurang-kurangnya sebagian disebabkan oleh berkurangnya reagibilitasi pembuluh.

        Masing-masing diuretika memiliki tempat kerja yang berbeda-beda.Inhibitor karbonat anhidrase terutama bekerja pada tubulus proksimal, diuretika loop, pada bagian menebal jerat henle menaik, hazid pada tubulus kortortus distal serta diuretika hemat kalium pada duktus renalis rekti. Tempat kerja menentukan kekuatan kerja dan efek samping penting diuretika (Mycek, 1997)

        Diuretika yang dalam daerah yang luas mempunyai kurva hubungan dosis kerja yang hampir linier disebut diuretika piaton tinggi. Pada diuretika ini, dengan peningkatan dosis akan dapat dicapai efek diuresis yang lebih kuat. Termasuk dalam golongan ini adalah diuretika loop, sedangkan diuretika yang mempunyai kurva dosis. Kerja cepat menjadi datar, berarti mulai suatu titik tertentu peningkatan dosis tak menunjukkan penambahan kerja yang nyata, disebut sebagai diuretika platon rendah.Yang termasuk diuretika ini adalah tiazid dan hemat kalium. Indikasi utama dari diuretika adalah :

·           Udem akut (misalnya udem paru)

·           Udem kronik

·           Hipertensi

·           Insufisiensi jantung

·           Diabetes insipidus

·           Glaukoma



2.3.1 Mekanisme kerja diuretika

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yaitu di :

1.    Tubuli proksimal

Ultrafiltat mengandung sejumlah besar garam yang disini direabsorbsi secara aktif untuk lebih kurang 70 % antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan udem. Karena reabsorbsi berlangsung secara proposional,susunan filtrat tidak berubah dan isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotik (manitol, sorbitol) bekerja disini dengan melintangi reabsorbsi air dan juga natrium.

2.    Lengkungan henle

Dibagian menaik henle’s loop ini Ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi secara aktif, disusul dengan readsorbsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis.

3.    Tubuli distal

Dibagian pertama segmen ini, Na+ direabsorbsi secara aktif pula tanpa air sehingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis.Senyawa tiazid dan klortalidon bekerja ditempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebasar 5-10 %. Dibagian kedua segmen ini, ion Na+ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+, proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron (Mycek, 1997)

4.    Saluran pengumpul

Hormon antidiuretika ADH (vasoprein) dari hipofise bertitik kerja disini dengan jalan mempengaruhi permeabilitus bagi air dari sel-sel saluran ini .



2.3.2  Penggolongan diuretika

a. Diuretik osmotik

Diuretik osmotik merupakan senyawa yang setelah pemberian intravena.Walaupun dititrasi oleh glomerulus, tidak mengalami reabsorbsi ditubulus. Sesuai dengan tekanan osmotiknya, senyawa ini akan menahan air dilumen tubulus sehingga dengan demikian akan meningkatkan diuresis. Ekskresi elektrolit hanya ditingkatkan sedikit saja oleh senyawa ini (Mycek, 1997)



Karena diuretik osmotik digunakan untuk meningkatkan ekskresi air daripada ekskresi Na+, maka obat-obat initidak berguna untuk mengobati terjadinya retensi Na+.Obat-obat ini digunakan untuk memelihara aliran urin dalam keadaan toksik akut setelah menelan zat-zat beracun yang berpotensi menimbulkan kegagalan jantung akut.Diuretik osmotik masih digunakan untuk mengobati pasien dengan peningkatan tekanan intracranial, atau kegagalan ginjal akut karena syok, keracunan obat dan trauma. Mempertahankan aliran urin akan mempertahankan fungsi ginjal dalam jangka waktu lama dan dapat menghindarkan pasien dari dialisis.

Dosis adalah 500-1000 ml larutan manit 10 % atau 250-500 ml larutan manit 20 %. Pada oliguri/anusi hanya diuji lebih dahulu dengan infus percobaan apakah diuresis dapat terjadi. Jika tak terjadi diuresis, pemberian infus tidak boleh dilanjutkan (bahaya terjadinya pergeseran volume dari ruang ekstrasal ke ruang intrasal)  (Mustehler, 1991)



b. Inhibitor karbonik anhidrase

Komponen struktur yang terpenting dari inhibitor karbonik anhidrase adalah gugus sulfonamide yang tidak tersubstitusi yang terkait pada sebuah sistem cincin aromatik atau heteroaromatik (SO2NH2).

Hambatan pada karbonik anhidrase memperkecil reabsorbsi tubulus dari ion natrium, karena jumlah ion N+ yang masuk ke lumen lebih sedikit.Akibatnya adalah terjadinya peningkatan ekskresi ion natrium, kalium dan hidrogen karbonat melalui ginjal dan disertai ekskresi air. Kehilangan basa akan menyebabkan terjadinya asidosis dalam darah. Dengan ini kerja inhibitor karbonik anhidrase berkurang dengan cepat.

Kerja mulai sekitar 6 jam setelah penggunaan obat, dan kerjanya sendiri bertahan sekitar 4-6 jam.Untuk menghilangkan udem diberikan rata-rata dosis 250 mg/hari. Dengan pemberian bersama kalium hidrogen karbonat akan dapat diperoleh kembali cadangan alkali normal (Ganiswara, 2002)



c.    Diuretik tiazid

Tiazid merupakan obat diuretik yang paling banyak digunakan.Obat-obat ini merupakan derivat sulfanomida dan strukturnya berhubungan dengan penghambat karbonik anhidrase.Tiazid memiliki aktivitas diuretik lebih besar daripada azetozolamid, dan obat-obat ini bekerja di ginjal dengan mekanisme yang berbeda-beda. Semua tiazid mempengaruhi tubulus distal, dan semuanya memiliki efek diuretik maksimum yang sama, berbeda hanya dalam potensi, dinyatakan dalam permiligram basa (Ganiswara, 2002)

Tiazid meningkatkan ekskresi ion natrium dan ion klorida, demikian juga ion kalium dan ion magnesium, diekskresikan lebih banyak. Sebaiknya ekskresi ion kalsium dan ion fosfat akan berkurang. Walaupun tidak begitu menonjol, laju filtrasi glomerulus akan berkurang. Tiazid juga berkhasiat pada keadaan metabolisme adosis dan pada terapi jangka panjang ini kerja saluretik akan diperlemah karena adanya pengaturan baik organism sendiri/peningkatan pembebasan renin, bertambahnya pembentukan angiotensi II dan meningkatnya pengeluaran aldosteron (Sukarida, 2009)

Tiazid diabsorbsi dengan baik dan cepat dari dalam usus dan diekskresikan baik melalui filtrasi glomerulus maupun terutama melalui sekresi aktif dalam tubulus proksimal.Biotransformasinya sangat bervariasi.Efeknya lebih lambat dan lemah, juga lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung.Obat-obat ini memiliki kurva dosis efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi, efeknya (diuresis, penurunan tekanan darah) tidak bertambah.

Tiazid dan diuretik mirip tiazid sangat berguna dalam pengobatan edema yang menyertai gagal jantung kongesif, sirosis hati dan sindrom nefrotik.Karena edema adalah gejala yang mendasari suatu penyakit dan bukan merupakan penyakit tunggal, maka penyakit dasar tersebut harus diatasi pertama kali jika memungkinkan.Jika pengobatan awal tidak menghilangkan cairan edema, terapi dengan diuretik dianjurkan.Perhatian diperlukan jika tiazid atau diuretik mirip tiazid diberikan bersama glikosida jantung untuk pengobatan edema yang menyertai gagal jantung kongesif. Diuretik ini cenderung mengakibatkan hipokalemia (Sukarida, 2009)

Tiazid dan diuretik mirip tiazid juga berguna dalam pengobatan kelainan nonedema tertentu, meliputi hipertensi, diabetes, renal tubuli asidosis tipe II dan hiperkalciuria. Tiazid bersama dapat menurunkan tekanan darah 10-15 mmHg dalam 3-4 hari pertama pengobatan kontinyu (Katzung, 1998)



d.   Diuretik loop (High-ceiling diuretics)    

Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretika yang efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa diuretika kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja  yang lebih pendek dari tiazid. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh faktor farmakokinetika dan adanya mekanisme kompensasi (Katzung, 1998)

Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit diansa henle asendens bagian epitel tebal; tempat kerjanya dipermukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap ke lumen tubuli). Pada pemberian secara intravena obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disentral peningkatan filtrasi glomerulus.Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal diuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini hanya relatif  berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal. Hal terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal henle asendens, dengan demikian akan mengurangi diuresis.

Diuretik kuat menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca dan Mg juga ditingkatkan sebanding dengan peninggian ekskresi Na+.berbeda dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan reabsorbsi Ca2+ di tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsuria ini, golongan diuretika kuat digunakan untuk pengobatan simtomatik hiperkalsemia.

Diuretik kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transport asam organik ditubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairan tubuh dan mungkin sekali ditempat kerja didaerah yang lebih distal lagi. Diuretik kuat diberikan secara oral atau parenteral, masa kerja relatif singkat, 1 sampai 4 jam (Tjay, 2007)

Diuretik kuat efektif untuk udema yang menyertai gagal jantung kongestif, sirosis hati dan sindrom nefotik.Penggunaan secara berlebihan dapat mengurangi volume plasma secara besar yang menghasilkan pengurangan pengembalian vena dan cardiac output dan menyebabkan gagal jantung.

Bila ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis diuretik kuat yang lebih besar. Diuretik kuat dapat menurunkan kadar kalsium plasma pada penderita hiperkalsemia simptomatik dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin. Bila digunakan untuk keperluan ini, maka perlu diberikan suplemen Na+ dan Cl- untuk menggantikan kehilangan Na+ dan Cl- melalui urin.

Diuretik kuat dapat pula meningkatkan kehilangan K+ dan H+ dalam proses urinasi. Pertama, dengan menghambat kompleks kotransport 1 Na+/I K+/2 Cr pada site 2. Sehingga diuretik mencegah pembentukan valtase dari  trarepihelidi lumen-positif dan oleh sebab itu menghambat reabsorbsi praseluler dari K+ dan kation lain. Kedua, penghambatan dari reabsorbsi Na+ pada site 2 pada akhirnya mengirimkan lebih banyak ion  Na+ yang difilter pada kecepatan yang lebih tinggi ke site 4. Hal ini menyebabkan peningkatan pertukaran ion Na+ pada cairan luminal untuk K+ dan sel prinisipal dan ion H+ dalam sel interkalasi (Tjay, 2007)











e.    Diuretik hemat kalium

·       Antagonis aldosteron

Salah satu senyawa yang masuk dalam terapi adalah spironolakton.Mekanisme kerjanya adalah memblok secara kompetitif ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma ditubulus distal akhir dan dalam tubulus penampung.Dengan demikian, aldosteron tidak dapat masuk ke inti sel bersama reseptornya, dan sintesis protein yang diinduksi aldosteron tidak terjadi.Protein ini berfungsi membuka saluran natrium dalam membrane sel lumen. Akibatnya absorbsi akan berkurang dan pada saat bersamaan ekskresi kalium berkurang (Katzung, 1998)

Dosis awal tiap hari 200-400 mg, pada terapi jangka panjang perhari 100-200 mg. Pada penggunaan yang lama, perlu dijaga keseimbangan elektrolit pasien.

·  Turunan sikloamidin

Yang termasuk diuretik dengan struktur sikloamidin adalah triamteren dan amilorid.Berbeda dengan spironolakton, kerjanya tidak didasarkan pada antagonisme terhadap aldosteron, dan senyawa ini berkhasiat juga pada hewan yang diadrenalektoni.

Mekanisme kerjanya adalah menghambat saluran transport Na+ dan K+. Setelah penggunaan secara oral, triamteren dan amilorid dengan cepat diabsorbsi dari usus, efek diuretik muncul setelah 1 jam dan mencapai maksimumnya setelah sekitar 3-4 jam.

Triamteren dibiotransformasi dengan cepat melalui hidroksi triamteren menjadi suatu metabolit fase II yaitu ester asam sulfat dihidroksitrianteren, yang cukup menarik karena zat ini masih aktif.Sebaliknya amilorid hanya di metabolisme sedikit.Waktu paruh triamteren 4-6 jam, amilorid antara 18-20 jam.Kedua senyawa diekskresikan melalui ginjal dan empedu.



Diuretik hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan udem. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretik lain seperti tiazid atau loop. Mengingat kemungkinan terjadinya efek samping hiperkalemia yang membahayangkan, maka pasien-pasien yang sedang mendapat pengobatan dengan diuretik hemat kalium, sekali-kali jangan diberikan suplemen K+.Juga harus waspada bila memberikan diuretik ini bersama dengan obat penghambat ACE, karena obat ini mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hiporolemia dan hiperkalemia menjadi lebih besar.Selain itu, triamteren atau amilorid tidak dapat diberikan bersama dengan spironolakton sebab dapat menimbulkan hiperkalemia (Tjay, 2007).



1.    Furosemida

a.       Indikasi                : Efektif pada udema otak dan paru_paru yang akut,

insufisiensi ginjal dan hipertensi, keracunan barbiturat (dieresis paksa)

b.      Mekanisme kerja: merupak diuretika kuat, bekerja pada Henle’s loop.

Efek per oral cepat (1/2 – 1 jam), bertahan selama 4-6 jam.

c.       Kontra indikasi    : Anuria, nefritis akut.

d.      Efek samping       : Gangguan saluran cerna (mual dan mulut kering),

pada injeksi i.v yang terlalu cepat dapat terjadi ketulian (jarang terjadi), hipotensi

e.       Sediaan                : Injeksi, tablet



1.    Loop Diuretik

Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etekrinat, furosemide dan bumetanid.Forosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat sulfonamid. Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida dan kalium pada segmen tebal ujung asendem ansa henle (nefron) melalui inhibisi pembawa klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat termasuk etakrinat, furosemide dan bumetanid dan digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal.Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama menggunakan obat ini.



2.       Mekanisme Kerja 

Secara umum dapat dikatakan bahwa diuretik kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yang lebih pendek dari tiazid.

Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat kontraspor Na+/ K+/Cl- dari membran lumen pada parsas cenden ansa henle, karena itu reabsorbsi Na+/ K+/Cl- menurun.

3.       Farmakokinetik

Furosemide diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda bioavaibilitas furosemit 65%.Diuretic kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi diglomerulus tetapi cepat sekali di sekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal.

Sebagian besar furosemit diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronit.

4.       Efek samping

Efek samping asam etakrinat dan furosemit dapat dibedakan atas:

1.      Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi.

2.      Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya yang terjadi.

Ganguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat dari pada furosemit.Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak digunakan.Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap.Ketulian sementara dapat terjadi pada furosemit dan lebih jarang pada bumetanit.Ketulian ini mungkin sekali disenbabkan oleh perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe.Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.Pada penggunaan kronis diuretic kuat ini dapat menurunkan bersihan litium.

5.      Indikasi

Furosenid lebih banyak digunakan dari pada asam etakrinat, karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan.Diuretic kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan uden akibat gangguan hati, jantung, atau ginjal.



III.    METODOLOGI PERCOBAAN

A.    Alat

-       Timbangan

-       Spuit injeksi dan jarum ukuran 1 ml

-       Sonde / kanulla

-       Sarung tangan

-       Stop watch

-       Wadah pengamatan



B.     Bahan

-       Furosemida

-       Herba A, B dan C

-       Larutan NaCl 0,9%

-       Alkohol 70%



C.  Hewan uji

-       Mencit



D.Cara kerja

1.        Tiap kelas dibagi ke dalam 4 kelompok

2.        Masing-masing kelompok mendapat 1 mencit untuk satu macam perlakuan

3.        1 mencit sebagai control normal dengan diberikan larutan aqua pro injection sebanyak 0,378 ml secara peroral.

4.        1 mencit diberi perlakuan dengan menggunakan suspensi furosemid sebanyak 0,409 ml secara peroral.

5.        1 mencit diberi perlakuan dengan menggunakan suspensi alang-alang sebanyak

6.        1 mencit diberi perlakuan dengan menggunakan suspensi seledri sebanyak 0,37 ml secara peroral

7.        1 mencit diberi perlakuan dengan menggunakan suspensi kumis kucing sebanyak 0,425 ml secara peroral.

8.        Diamati dan dicatat berapa volume urin yang dihasilkan oleh mencit per 2 jam.

9.        Ditulis hasil pengamatan pada kolom berikut.



IV. PERHITUNGAN



NaCMc 0,5%  =

Jadi, ditimbang NaCMC sebanyak 0,5 g, di  tambahkan dengan aquadest ad 100 mL.



Furosemid            = 80 mg x 0,0026

= 0,208 mg / 20 g BB x 2           

=

=  =

Jadi ditimbang 40 mg Furosemid, dilarutkan dalam NaCMC 0,5% 48,077 mL



Herba A (Alang-alang)

Herba B (Seledri)

Herba C (Kumis Kucing)

500 mg/kapsul     = 2 x 2 kapsul / hari

                             = 4 kapsul

= 500 mg x 4

= 2000 mg x 0,0026

=  x 2 =  =  =

Jadi, diambil masing-masing herba sebanyak 2 kapsul, dilarutkan masing-masing dengan 48 mL NaCMC 0,5%.



Perhitungan dosis

Mencit 1 (Furosemid)       BB = 32,74 g

     Dosis yang diberikan =  x 0,5 mL = 0,409 mL

Mencit 2 (Aquadest pro Injection) BB = 30,21 g

     Dosis yang diberikan =  x 0,5 mL = 0,378ml



IV.    HASIL PERCOBAAN



TABLE HASIL PENGAMATAN

Table pengamatan kelas B

Injeksi P.O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KONTROL(-) aquadest
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
1,3 ml
Control (+)
Furesemida
0 ml
0 ml
0 ml
1,9 ml
2,1 ml
2,1 ml
2,1 ml
2,1 ml
2,1 ml
Herba A
Alang-alang
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0,8 ml
Herba B
Seledri
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0,8 ml
0,8 ml
Herba C
Kumis kucing
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0,1 ml



Table hasil pengamatan kelas A



Injeksi P.O
1
2
3
4
5
6
7
8
total
Control(-)
Aquadest
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
Control (+)
Furosemide
0 ml
1,5ml
0,2 ml
0 ml
0,6 ml
0,1 ml
0 ml
0 ml
2,5 ml
Herba A
Alang-alang
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
Herba B
Seledri
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
Herba C
Kumis kucing
0 ml
0,2 ml
0 ml
0 ml
0,8 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml



VI. PEMBAHASAN

Percobaan ini menggunakan hewan coba mencit yang dibagi menjadi lima kelompok. Mencit pertama digunakan sebagai kontrol, mencit kedua digunakan untuk melihat efek furosemid, mencit ketiga digunakan untuk melihat efek alang-alang, mencit keempat digunakan untuk melihat efek seledri, dan mencit kelima digunakan untuk melihat efek kumis kucing.

Diuretika dapat menyebabkan suatu keadaan meningkatnya volume urin. Obat-obat ini merupakan penghambat transport ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Jadi diuretik meningkatkan volume urin dan sering mengubah pH-nya serta komposisi ion dalam urin dan darah.

                 Furosemid adalah obat diuretik golongan “loop diuretik” atau diuretik lengkungan yang dikenal sebagai diuretik kuat. Mekanisme kerjanya menghambat kotranspor Na+, K+, dan Cl- dari membran lumen pada bagian asenden lengkung Henle. Karena itu, reabsorbsi Na+, K+, dan Cl- menurun. Furosemid merupakan obat diuretik paling efektif karena bekerja pada bagian asenden lengkung Henle. Bagian ini bertanggung jawab untuk reabsorbsi 25-30% NaCl yang disaring dan bagian distalnya tidak mampu untuk mengkompensasi kenaikan muatan Na+. Obat ini bekerja cepat, bahkan untuk pasien dengan fungsi ginjal terganggu atau tidak bereaksi dengan diuretik lain. Efek samping furosemid antara lain hipotensi dan hipokalemia reversibel.

Alang-alang atau ilalang, Imperata cylindrica ialah sejenis rumput berdaun tajam, Rimpang dan akar alang-alang kerap digunakan sebagai bahan obat tradisional, untuk meluruhkan kencing (diuretika), mengobati demam dan lain-lain.

Seledri adalah tumbuhan serbaguna, terutama sebagai sayuran dan obat-obatan.Seledri disebut-sebut sebagai sayuran anti-hipertensi.Fungsi lainnya adalah sebagai peluruh (diuretika).

Orthosiphon aristatus atau dikenal dengan namakumis kucing termasuk tanaman dari famili Lamiaceae/Labiatae. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai manfaat dan kegunaan yang cukup banyak dalam menanggulangi berbagai penyakit.Daun Kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai menanggulangi berbagai penyakit, Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik).



Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik.

1. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.

2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik.

3. Interaksi antara obat dengan reseptor .Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak.



Dalam percobaan ini terdapat suatu hasil dimana mencit yang diberikan furosemid lebih banyak mengeluarkan urin dibandingkan mencit yang lain. Hasil urine pada mencit yang diberi furosemid 2,1 ml. Mencit yang diberi alang-alang 0,8 ml. Mencit yang diberi seledri 0,8 ml. Mencit yang diberi kumis kucing 1 ml. Hal ini dikarenakan furosemid termasuk dalam kelompok diuretik kuat. Namun ada pula faktor yang mempengaruhi efek diuretik tersebut dimungkinkan karena ada atau tidaknya mencit tersebut minum sebelum dilakukan uji. Mungkin pula mencit dengan pemberian herba A, B dan C memiliki kondisi yang kurang sehat daripada mencit lain. Faktor lainnya adalah sediaan obat yang tidak masuk secara maksimal pada mencit.

     Mencit adalah hewan uji yang baik untuk dilakukan pengamatan dalam laboratorium. Mencit sebenarnya baik untuk pengujian diuretik ini, namun  dalam pengujian ini memiliki kekurangan karena volume urin yang dapat ditampung kandung kemih mencit hanya 0,15 ml, ini menyebabkan pengeluaran urin oleh mencit lebih kecil sehingga dikhawatirkan dapat menyulitkan dalam pengukuran secara kuantitas.



VII. KESIMPULAN

-       Efek diuretik pada hewan uji (mencit) yaitu untuk memperbanyak sekresi urin.

-       Volume urin yang didapat pada hasil hewan uji Kontrol (-) (Aquadest) yaitu sebanyak 1,3 ml, Kontrol (+) (Furosemid) 1,2 ml, Herba A (Alang-alang), Herba B (Seledri) 0,8 ml, Herba C (Kumis Kucing) 0,1 ml.



DAFTAR PUSTAKA



Ganiswara. 2002. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru: Jakarta

Katzung.1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit EGC: Jakarta

Mustchler, E. 1991.Dinamika Obat. Penerbit ITB: Bandung

Mycek, M.J et al. 1997. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika: Jakarta

Rivana Usgiati. 2004. Efek Diuretika Daun Meniran terhadap Volume Urin Tikus Putih Jantan.Skripsi. FMIPA UNI

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya. PT Elex Media Komputindo: Jakarta

Sukarida, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI Penerbitan: Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar